Jumlah Pengunjung

Fenomena Kekeringan di Gang Setanjung, Sekaran

PENDAHULUAN
Lingkungan daerah di sekitar kampus merupakan daerah yang sangan potensial untuk dijadikan sebagai rumah kos untuk mahasiswa. Banyaknya mahasiswa dari berbagai daerah yang sedang menuntut ilmu di suatu universitas biasanya dimanfaatkan oleh penduduk sekitar kampus yang mempunyai lahan untuk membuat bangunan kos yang disewakan kepada mahasiswa. Usaha kos-kosan memang sangat menggiurkan bagi kebanyakan orang karena keuntungan yang di dapatkan cenderung meningkan setiap tahunnya. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya bangunan baru yang dibangun ataupun bangunan satu lantai yang direnovasi menjadi bangunan dua lantai Apalagi jika bangunan kos ini berada di daerah yang dekat dengan kampus sangat diminati mahasiswa karena akses jalan yang dekat dengan kampus, meskipun biaya sewa kos yang berada di dekat lingkungan kampus relative lebih mahal dari kos yang agak jauh dari kampus.
Daerah yang berada di dekat kampus, misalnya saja Gang Setanjung yang berada di belakang Fakultas Ilmu Sosial, Fakultas Hukum, dan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang sangat padat dengan bangunan kos untuk mahasiswa dan mahasiswi. Tentu saja hal ini membawa pengaruh bagi perubahan keadaan lingkungan ekologi, sosial, dan budaya yang terjadi daerah Gang Setanjung. Perubahan lingkungan ekologi, sosial, dan budaya ini tentunya membawa dampak negatif dan positif bagi lingkungan ekologi dan penduduk asli dari Gang Setanjung. Paper ini akan mencoba untuk menganalisis tentang dampak banyaknya bangunan kos di Gang Setanjung terhadap perubahan lingkungan ekologi, sosial, dan budaya yang ada di wilayah Gang Setanjung, Sekaran dan strategi yang dilakukan oleh penduduk gang Setanjung dalam menghadapi perubahan ekologi, sosial, dan budaya.

PEMBAHASAN
Secara administratif, Sekaran merupakan sebuah kelurahan yang terletak di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Sekaran terletak dibagian bagian selatan Kota Semarang yang didominasi oleh kawasan pertanian karena terletak di kawasan Semarang atas yang dekat dengan Kabupaten Semarang. Kelurahan Sekaran Luas Wilayah memiliki luas 490.718 ha.yang terbagi atas 26 Rukun Tetangga(RT) dan tujuh Rukun Warga (RW).Berdasarkan data pada tahun 2008, jumlah penduduk Sekaran adalah6.057 jiwa. Jumlah penduduk ini merupakan jumlah yang paling banyak diKecamatan Gunungpati. Sekaran terbagi atas empat dukuh, yakni DukuhSekaran, Dukuh Banaran, Dukuh Bantar Dowo, dan Dukuh Persen.Kelurahan Sekaran berbatasan dengan Kelurahan Sukorejo di sebelahutara. Di sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Srondol Kulon. Disebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Patemon, dan di sebelahbarat berbatasan dengan Kelurahan Kalisegoro.
Sekaran pada saat ini merupakan kelurahan yang tengah berkembang dengan pesat. Keberadaan Sekaran pada saat ini menjadi sangat penting karena Sekaran merupakan pusat pengembangan pendidikan dengan dibangunnya Universitas Negeri Semarang di kawasan Sekaran.
Perkembangan yang pesat ini telah menunjukkan tanda-tanda perkembangan Kelurahan menjadi kawasan tempat tinggal dengan penduduk yang heterogen,dihuni secara padat oleh penduduk yang beraneka ragam, dar segi pekerjaan, pendidikan, dan gaya hidup, ketersediaan berbagai fasilitas yang memudahkan masyarkat dalam memenuhi kebutuhan, dan sebagainya. Perkembangan Sekaran menuju sifat-sifat kota disebabkan adanya Universitas Negeri Semarang yang didirikan di kawasan tersebutp ada sekitar tahun 1990-an.
Dengan dibangunnya Universitas Negeri Semarang di Kelurahan Sekaran, hal ini juga berdampak pada dibangunnya banyak bangunan kos ataupun bangunan perumahan di sekitarnya yang nanti akan terus bertumbuh seiring banyaknya pendatang yang mayoritas merupakan mahasiswa dan mahasiswi Universitas Negeri Semarang (UNNES). Melihat kondisi yang demikian tersebut banyak para penduduk setempat yang memiliki lahan yang luas untuk mendirikan kost-kostan yang nantinya dapat disewakan kepada para mahasiswa.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pemilik kos yang berada di akelurahan Sekaran, tepatnya di gang Setanjung, yaitu Ibu Ninik, persatnya pembangunan bangunan kos di gang Setanjung terjadi pada sekitar tahun 2006. Informan sendiri adalah warga pendatang yang berasal dari daerah Peterongan, Semarang. Menurut keteranga Ibu Ninik, pada tahun 2000, pada saat beliau pindah di gang Setanjung, daerah di gang Setanjung sendiri masih sepi dan hanya ada tiga bangunan rumah penduduk yang berada di gang Setanjung terutama yang berada di belakang kampus Fakultas Ilmu Sosial, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Hukum. Pada sekitar tahun 2000 itu, daerah di gang Setanjung masih disominani lahan kosong yang ditumbuhi semak belukar dan ilalang. Pada saat itu, lahan kosong yang dimiliki penduduk dibiarkan kosong ataupun hanya digunakan untuk kegiatan berkebun.
Semenjak IKIP Semarang diubah menjadi Universitas Negeri Semarang, lahan kosong yang dulunya berada di wilayah Kelurahan Sekaran banyak difungsikan dan dibangun menjadi bangunan kos ataupun rumah kontrakan yang diperuntukkan bagi mahasiswa ataupun warga pendatang yang bekerja di Universitas Negeri Semarang ataupun warga pendatang yang bekerja di Universitas Negeri Semarang.
Perubahan pemanfaatan lahan yang dulunya tanah kosong yang kemudian di gunakan sebagai bangunan kos dan kontrakan tentunya membawa dampak perubahan di bidang ekologi maupun perubahan di sector kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakatnya sendiri. Perubahan lahan menjadi bagunan kos atau kontrakan sendiri telah mengubah stratifikasi sosial penduduk Sekaran. Pada sekitar tahun 2000, stratifikasi sosial di Desa Sekaran masih menggunakan luas lahan yang dimiliki untuk menentukan status sosial yang tertinggi, namun setelah makin banyaknya pendatang yang memerlukan kos atau kontrakan, banyak penduduk Sekaran yang mengubah lahan yang dimilikinya menjadi bangunan kos atau kontrakan, ataup un menjual lahan mereka kepada pendatang yang juga akan di bangun sebagai kos atau kontrakan. Dari segi perubahan ekonomi, warga Sekaran sebelum terjadi perubahan akibat adanya Universitas Negeri Semarang bekerja sebagai pedagang buah. Namun setelah berubahnya lingkungan Sekaran menjadi daerah yang padat penduduk yang didominasi oleh pendatang yang umumnya mahasiswa, banyak dari warga Sekaran yang membuka usaha rumah makan/ warteg, jasa laundry, jasa fotocopy, dan membuka toko yang menjual kebutuhan kuliah dan kebutuha sehari-hari. peluang di bidang ekonomi ini juga menarik warga pendatang untuk mengadu nasib dengan menjalani usaha atau bekerja pada bidang yang sama yang ddijalani oleh warga Sekaran. kebanyakan kos atau kontrakan yang berada di Gang Setanjung sendiri adalah milik warga asli Sekaran yang dulunya mempunyai lahan kosong yang luas dan kemudian di ubah menjadi bangunan kos ataupun kontrakan karena melihat banyaknya peluang dan pendapatan yang diperoleh dari usaha kos ataupun kontrakan.
Hal ini mendorong penduduk yang tinggal di daerah kelurahan sekaran terutama gang Setanjung untuk melakukan adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang berubah dari awalnya yang banyak lahan kosong kini menjadi wilayah tempat tinggal yang padat dengan dominasi bangunan kos atau kontrakan. Perubahan di bidang ekologis aktibat alih fungsi lahan menjadi bangunan kos dan kontrakan antara lain yaitu kekeringan di musim kemarau, saluran air yang terisi sampah plastic, air sumur yang tercemar, dan masalah sampah rumah tangga.
Salah satu masalah yang paling dirasakan pada saat ini adalah kekeringan di musim kemarau. menurut keterangan Ibu Ninik, masalah kekeringan di gang Setanjung yang mulai parah dirasakan diawali pada tahun 2012. Sebelum banyak didominasi oleh bangunan kos dan kontrakan, daerah Sekaran yang merupakan daerah dataran tinggi jelas sudah memiliki masalah pada kesultan untuk mendapatkan air sumur. Untuk mendapatkan air, warga harus menggali sumur lebih dalam dari pada di daerah dataran rendah. Kemudian masalah kesulutan air diperparah dengan banyaknya bangunan kos dan kontrakan yang setiap bangunan membuat sumur untuk memenuhi kebutuhan air. Keadaan ini membuat warga maupun pemilik bangunan kos dan kontran di Kelurahan Sekaran untuk membuat sumur bor ataupun berlangganan air dengan PDAM. Sumur bor di Gang Setanjung sendiri mulai banyak dibuat pada tahun 2006. Sumur bor ini kebanyakan dibuat oleh pemilik kos yang meliliki jumlah kamar banyak dan tidak memungkinkan untuk membuat sumur tanah.
Tidak semua pemilik kos dan kontrakan di gang Setanjung memiliki sumur bor atau berlangganan air dengan PDAM. Hingga saat ini masih ada pemilik bangunan kos yang hanya mengandalkan air dari sumur tanah, dan pada saat musim kemarau panjang seperti sekarang ini penyewa kos atau kontrakan mereka memenuhi kebutuhan air dengan membeli air keran yang dijual dalam galon.

PENUTUP
Jika dipandang dari sudut antropologi ekologi dengan menggunakan pendekatan ekologi silang budaya, fenomena kelangkaan air yang dialami oleh masyarakat Kelurahan Sekaran pada umumnya dan warga gang Setanjung dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi lingkungan memengaruhi aktivitas sosial masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan adanya adaptasi warga gang Setanjung dalam menghadapi perubahan lingkungan yang terjadi di Gang Setanjung, dari yang pada mulanya penduduk asli yang memiliki lahan hanya membiarkan lahan tersebut kosong dan hanya ditumbuhi ilalang dan semak belukar, setelah adanya Universitas Negeri Semarang mereka mengubah lahan yang mereka miliki menjadi bangunan kos atau kontrakan. perubahan lahan dan perubahan warga yang didominasi oleh mahasiswa juga mengubah pekerjaan warga asli Gang Setanjung, dari pedagang buah sekarang mereka menjadi wirausahawan di bidang kos atau kontrakan. Ada pula yang menjadi penjual makanan (warteg) ataupun menbuka jasa laundry dan fotocopy, dan membuka toko yang menjual kebutuhan sehari hari.
Banyaknya bangunan kos dan kontrakan ini tentunya berakibat pada ketersediaan air di musim kemarau. Adaptasi yang dilakukan warga yang tinggal di Gang Setanjung dalam menghadapi kelangkaan air di musim kemarau seperti sekarang ini yaitu dengan membuat sumur bor atau berlangganan air dengan PDAM. Usaha Unnes dengan membuat embung yang ditujukan untuk mengatasi kekeringan pada musim kemarau sendiri dirasa kurang berpengaruh terhadap kesediaan air di musim kemarau. Hal ini dibuktukan dengan masih terjadinya kekurangan air di kelurahan Sekaran pada umumnya, dan di gang Setanjung pada khususnya.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/jk.martono/menyusuri-wilayah-gunungpati-kota-semarang_5500f12c8133119f19fa816d (diunduh pada hari Kamis, 22 Oktober 2015 pukul 16.00 WIB.)
https://www.scribd.com/doc/24643770/Kiai-Suko-Dan-Berdirinya-Desa-Sekaran#scribd, (diunduh pada hari Kamis, 22 Oktober 2015 pukul 16.00 WIB.)

4 comments to Fenomena Kekeringan di Gang Setanjung, Sekaran

Leave a Reply

You can use these HTML tags

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

  

  

  

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: