Model-Model Pembelajaran | Pengertiannya

 

Model pembelajaran merupakan cara/teknik penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa model-model pembelajaran seperti ceramah, diskusi, demonstrasi, studi kasus, bermain peran (role play) dan lain sebagainya. Yang tentu saja masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Metode/model sangat penting peranannya dalam pembelajaran, karena melalui pemilihan model/metode yang tepat dapat mengarahkan guru pada kualitas pembelajaran efektif.

Model-Model Pembelajaran

Pengertian Model Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara, contoh maupun pola, yang mempunyai tujuan meyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami yaitu dengan cara membuat suatu pola atau contoh dengan bahan-bahan yang dipilih oleh para pendidik/guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi di dalam kelas. Suatu model akan mempunyai ciri-ciri tertentu dilihat dari faktor-faktor yang melengkapinya. Ciri-ciri model pembelajaran Tahun 1950 di Amerika yang dipelopori oleh Marc Belt menemukan ciri-ciri dari model-model pembelajaran, antara lain sebagai berikut :

a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar tertentu, misalnya model pembelajaran inkuiri yang disusun oleh Richard Suchman dan dirancang untuk mengembangkan penalaran didasarkan pada tatacara penelitian ilmiah. Model pembelajaran kelompok yang disusun oleh Hebert Thelen yang dirancang untuk melatih partisipasi dan kerjasama dalam kelompok didasarkan pada teori John Dewey.
b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan pembelajaran di kelas.
d. Memiliki perangkat bagian model yang terdiri dari:

  • urutan langkah pembelajaran,yaitu tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru bila akan menggunakan model pembelajaran tertentu.
  • prinsip reaksi, yaitu pola perilaku guru dalam memberikan reaksi terhadap perilaku siswa dalam belajar.
  • sistem sosial, adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat mempelajari materi pelajaran. ada tiga pola hubungan dalam sistem sosial yaitu tinggi, menengah, dan rendah. pola hubungan disebut tinggi apabila guru menjadi pemegang kendali dalam pembelajaran. pola hubungan disebut menengah apabila guru berperan sederajat dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran. pola hubungan disebut rendah apabila guru memberikan kebebasan kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran.
  • sistem pendukung adalah penunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas misalnya media dan alat peraga.

e. Memiliki dampak sebagai akibat penerapan model pembelajaran baik dampak langsung dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maupun dampak tidak langsung yang berhubungan dengan hasil belajar jangka panjang. Menurut Komaruddin (2000) bahwa model belajar dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai : (1) suatu tipe atau desain (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati, (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek peristiwa ;(4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukan sifat bentuk aslinya.

Atas dasar pengertian tersebut, maka model dalam pembelajaran dapat dipahami sebagai model pembelajaran merupakan suatu rancangan yang telah diprogram melalui media media peraga dalam membantu untuk memvisualisasikan pesan yang terkandung didalamnya untuk mencapai tujuan belajar sebagai pegangan dalam melaksanakan kegiataan pembelajaran.
Joyce dan Weil (2000)mengatakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar yaitu Model Informasi, model personal, model interaksi, dan model tingkah laku. Model mengajar yang telah dikembangkan dan di tes keberlakuannya oleh para pakar pendidikan dengan mengklasifikasikan model pembelajaran pada empat kelompok yaitu:

 

1. Model pemrosesan informasi (information Procesisng Models) menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan non verbal. Model ini memberikan kepada pelajar sejumlah konsep, pengetesan  hipotesis, dan memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif. Model pengelolaan informasi ini secara umum dapat diterapkan pada sasaran belajar dari berbagai usia dalam mempelajari individu dan masyarakat. Karena itu model ini potensial untuk digunakan dalam mencapai tujuan yang berdimensi personal dan sosial disamping yang berdimensi intelektual. Adapun model-model pemrosesan menurut Tom Final din (2001) terdiri atas:

a. Model berfikir Induktif.
Tokohnya adalah Hilda Taba. Tujuan dari model ini adalah untuk mengembangkan proses mental induktif dan penalaran akademik atau pembentukan teori. Kemampuan-kemampuan ini berguna untuk tujuan-tujuan pribadi dan sosial.
b. Model Inkuiri Ilmiah.
Tokohnya adalah Joseph J. Schwab. Model ini bertujuan mengajarkan sistem penelitian dari suatu disiplin tetapi juga diharapkan untuk mempunyai efek dalam kawasan-kawasan lain (metode-metode sosial mungkin diajarkan dalam upaya meningkatkan pemahaman sosial dan pemecahan masalah sosial).
c. Model Penemuan Konsep
Tokohnya, Jerome Brunet. Model ini memiliki tujuaan untuk mengembangkan penalaran induktif serta perkembangan dan analisis konsep.
d. Model pertumbuhan Kognitif.
Tokohnya, Jean Pieget, Irving sigel, Edmund Sulivan, dan Laawrence Kohlberg, tujuannya adalah untuk meningkatkan perkembangan intelektual, terutama penalaran logis, tetapi dapat pula diterapkan pada perkembangan sosial moral.
e. Model Penata Lanjutan
Tokohnya, David ausebel. Tujuannya untuk me-ningkatkan efisiensi kemampuan pemrosesan informasi guna menyerap dan mengkaitkan bidang-bidang pengetahuan.
f. Model memori
Tokohnya, harry Lorayne & Jerry Lucas. Model ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengingat.

2. model personal (personal family) merupakan rumpun model pembelajaran yang menekankan kepada proses pengembangan kepribadian individu siswa dengan memperhatikan kehidupan emosional. Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk memungkinkan seseorang dapat memahami dirinya dengan baik, memikul tanggung jawab, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Model ini memusatkan perhatian keada pandangan perseorangan dan berusaha menggalakkan kemandirian yang produktif. Sehingga diharapkan Smanusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuannya. Adapun tokoh-tokohnya adalah:

a. Model pengajaran nondirektif.
Tokohnya, Carl Rogers. Tujuan dari model ini adalah membentuk kemampuan untuk perkembangan pribadi dalam arti kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian, dan konsep diri.
b. Model latihan Kesadaran
Tokohnya adalah fritz Peris dan William schultz tujuannya adalah meningkatkan kemampuan seseorang untuk eksplorasi diri dan kesadaran diri. Banyak me-nekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antarpribadi.
c. Model Sinektik
Tokohnya adalah William Gordon model ini bertujuan untuk mengembangkan pribadi dalam kreativitas dan pemecahan masalah kreatif.
d. Model Sistem-sistem Konseptual
Tokohnya adalah, David Hunt tujuannya adalah me-ningkatkan kekompleksan dan keluwesan pribadi.
e. Model Pertemuan Kelas
Tokohnya adalah William Glasser. Bertujuan untuk mengembangkan pemahaman diri sendiri dan kelompok sosial.

3. Model sosial (social family) menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan siswa agar memiliki ke-cakapan untuk berhubungan dengan orang lain sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perbedaan dalam realitas sosial. Inti dari sosial model ini adalah konsep sinergi yaitu energi atau tenaga (kekuatan) yang terhimpun melalui kerjasama sebagai salah satu fenomena kehidupan masyarakat. Dengan menerapkan model sosial, pembelajaran di arahkan pada upaya melibatkan peserta didik dalam menghayati, mengkaji, menerapkan dan menerima fungsi dan peran sosial. Model sosial ini dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerjasama, membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah, mengumpulkan data yang relevan, dan mengembangkan serta mengetes hipotesis, oleh karena itu guru, seyogianya mengajarkan proses demokratis secara langsung jadi pendidikan harus diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama (cooperative inquiry) terhadap masalah-masalah sosial dan masalah-masalah akademis.

4. Model sistem perilaku dalam pembelajaran (behavioral Model of Teaching) dibangun atas dasar kerangka teori perubahan perilaku, melalui teori ini siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah belajaar melalui penguraian perilaku kedalam jumlah yang kecil dan berurutan.

Dari beragam pernyataan-pernyatan mengenai model pembelajaran diatas menunjukan bahwa berbagai banyak cara untuk menerapkan pembelajaran efektif dan efisien. Dengan semikian, melalui pendekatan-pendekatan tersebut diharapkan guru dapat memilih pendekatan mana yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam kondisi yang ada saat ini. Intinya para guru harus bisa menyesuaikan dengan situasi didalam kelas dan suasana hati siswa dalam proses pembelajaran. Jika hal tersebut dapat dilakukan oleh guru secara tepat dan kontinyu, proses pembelajaran di kelas akan dirasakan menyenangkasn baik oleh guru maupun murid.

[https://panduanguru.com]

Menyimak Model Pembelajran E-Learning

Pada ulasan berikut ini saya akan mengajak anda untuk membicarakan mengenai sebuah bahasan yang sangat menarik tentang model pembelajaran e-learning. Saat ini seiring dengan dunia yang terus mengalami perkembangan akibat dari adanya perkembangan teknologi yang tidak terbendung maka berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia pun kian mengalami perkembangan yang semakin banyak dan bervariasi. Salah satunya adalah tentang pembelajaran. Saat ini anda akan dapat melihat berbagai macam model pembelajaran yang diharapkan di sekolah-sekolah yang lahir dengan memanfaatkan adanya perkembangan teknologi yang terjadi. Salah satu di antaranya yang begitu terkenal sehingga membuat kita tertarik adalah tentang model pembelajaran  e-learning. Apakah itu model pembelajaran e-learning? Untuk mendapatkan informasi tentangnya secara lengkap maka anda harus membaca ulasan berikut ini dengan seksama.

Pembelajaran e-learning merupakan sebuah pembelajaran baru yang sering kali kita sebut dengan on line –learning. Pembelajaran e-learning atau elektronik

learning sebenarnya dapat kita artikan sebagai sebuah inovasi dalam hal pembelajaran yang menjadi perkembangan teknologi semacam internet sebagai basis dari pembelajaran. Seperti yang anda ketahui satu ini bahwa internet memang menjadi sebuah fenomena yang kian diminati oleh masyarakat karenanyalah membuat banyak orang yang peduli dengan pendidikan mencoba mengembangkan model pembelajaran e- learning ini.

Model pembelajaran e-learning memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan pembelajaran lain pada umumnya. Pertama pembelajaran ini menitikberatkan atau mengutamakan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan perkembangan teknologi layaknya internet dalam penyampaian materi pembelajaran dari tenaga pendidik kepada para peserta didiknya. Dengan menggunakan sarana internet ini maka pembelajaran pun akan terasa lebih modern dan lebih menyenangkan untuk dilakukan oleh peserta didik.

Ciri yang kedua dari pembelajaran ini terletak pada fleksibelitasnya. Pada model pembelajaran ini setiap kegiatan pembelajaran yang berlangsung dapat terjadi kapan saja dan dari mana saja tanpa terbatas waktu dan tempat yang penting tersedia alat dan tersedia jaringan yang menghubungkan ke internet maka kegiatan pembelajaran akan dapat berjalan. Tentu saja dengan hal semacam ini menjadikan pembelajaran e-learning ini sebagai sebuah pembelajaran yang efektif di jaman yang semakin modern seperti sekarang ini.

[https://www.informasi-pendidikan.com]

Strategi Belajar Mengajar yang Dapat Diterapkan Secara Maksimal

Strategi belajar mengajar ini adalah sebuah cara untuk memilih dan menyampaikan sebuah bahan pembelajaran atau materi pembelajaran yang berada di dalam suatu lingkungan tertentu. Pengajaran ini mempunyai sebuah sifat seperti urutan sebuah kegiatan yang dapat memberikan sebuah pengalaman pada para anak didik. Untuk strategi belajar mengajar ini tidak hanya akan di batasi oleh sebuah prosedur kegiatan akan tetapi juga di dalamnya terdapat sebuah materi dan paket cara pengajarannya. Untuk sebuah strategi belajar mengajar ini di perlukan sebuah tingkah laku untuk dapat membantu para siswa dapat mencapai sebuah tujuan yang di kehendaki oleh para pengajar secara tepat dan tidak keluar dari tujuan awal.

Menurut dari Gropper yang sesuai dengan Ely bahwa

Dijelaskan di perlukan sebuah strategi belajar mengajar yang berkaitan erat dengan tujuan para pengajar. Beliau mengatakan

 
bahwa untuk setiap strategi untuk belajar mengajar ini adalah suatu rencana supaya dapat mencapai sebuah tujuan yang baik dan tepat. Strategi ini lebih ke arah para siswa supaya para siswa dapat benar-benar paham dan mengerti apa tujuan dari sang pengajar berikan. Strategi ini dapat lebih luas dari pada sebuah metode ataupun teknik pengajaran.

Metode itu sendiri merupakan sebuah cara dimana dalam fungsinya adalah salah satu alat untuk dapat mencapai sebuah tujuan. Dan hal ini juga akan berlaku untuk semua para pengajar atau para guru ataupun juga untuk para siswanya. Semakin baiknya metode pengajaran yang di pakai maka hal ini juga akan semakin efektif pula mencapai sebuah tujuan yang di harapkan.

Terkadang sering kali sebuah metode pengajaran di bedakan dengan adanya sebuah teknik, dan sedangkan metode ini bersifat procedural. Pada teknik ini lebih memiliki sifat yang implementatif. Maksudnya ialah sebuah pelaksanaan yang sesungguhnya dapat terjadi sesuai dengan tujuan dan mencapai suatu tujuan tersebut.

Maka dapat di simpulkan bahwa untuk mencapai sebuah strategi belajar mengajar ini di butuhkan sebuah metode serta teknik yang sesuai dengan prosedur untuk dapat menjamin semua siswa supaya dapat mencapai sebuah tujuan. Teknik dan juga metode merupakan sebuah sistem yang juga bagian dari strategi belajar mengajar.

Etika Guru

Di dalam etika guru Indonesia dituliskan dengan jelas bahwa guru membimbing murid untuk membentuk mereka menjadi manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Etika bagi guru adalah terhadap peserta didiknya, terhadap pekerjaan dan terhadap tempat kerja. Etika tersebut wajib dimiliki oleh seorang guru untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang baik.

Guru sebaiknya memberi contoh yang baik bagi muridnya. Keteladanan seorang guru adalah perwujudan realisasi kegiatan belajar mengajar dan menanamkan sikap kepercayaan kepada murid. Guru yang berpenampilan baik dan sopan akan mempengaruhi sikap murid demikian juga sebaliknya. Selain itu di dalam memberikan contoh kepada murid, guru harus bisa mencontohkan bagaimana bersifat objektif dan terbuka pada kritikan serta menghargai pendapat orang lain.

Guru harus bisa mempengaruhi dan mengendalikan muridnya. Perilaku dan pribadi guru akan menjadi bagian yang ampuh untuk mengubah perilaku murid. Guru hendaknya menghargai

 
potensi yang ada di dalam keberagaman murid. Seorang guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan ilmu pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, namun juga harus memperhatikan perkembangan pribadi anak didiknya baik perkembangan jasmani atau rohani.

Etika guru yang berikutnya adalah profesional terhadap pekerjaan. Sebagai seorang guru adalah pekerjaan yang mulia. Guru harus melayani masyarakat di bidang pendidikan secara profesional. Supaya bisa memberikan layanan yang memuaskan pada masyarakat maka guru harus bisa menyesuaikan kemampuan serta pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat.

Yang berikutnya adalah profesional terhadap tempat kerja. Suasana yang baik ditempat kerja bisa meningkatkan produktivitas. Kinerja guru yang tidak optimal bisa disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak memberi jaminan pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.

Pendekatan pembelajaran kontekstual bisa menjadi pemikiran bagi guru supaya lebih kreatif. Strategi belajar yang membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan situasi akan mendorong murid mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sikap profesional guru pada tempat kerja adalah dengan cara menciptakan hubungan yang harmonis di lingkungan tempat kerja dan lingkungan. Etika guru sangat dibutuhkan dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

[https://www.informasi-pendidikan.com]

Awal Pengabdian Sarjana Mengajar di Morotai

Puluhan guru muda SM3T dari Unnes tiba di Pulau Morotai untuk memulai pengabdian. (Foto: dok. Unnes)

JAKARTA – Setiap tahun, pemerintah melalui program Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan Terpencil dan Tertinggal (SM3T) mengirim ribuan guru ke pelosok Nusantara. Bulan ini, pengabdian mereka bermula.Kabupaten Morotai, misalnya, pekan ini kedatangan 40 guru SM3T dari Universitas Negeri Semarang (Unnes). Begitu menginjakkan kaki di pelabuhan kapal cepat (speed boat) Pulau Morotai, saat itu pula para guru muda siap mengabdi selama setahun di tengah berbagai keterbatasan.

Ketika melepas para sarjananya, Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum Unnes, Dr S Martono menyatakan, anak didiknya ini siap ditempatkan di mana pun.

“Harapan saya, 40 sarjana ini datang dalam kondisi sehat pada hari ini. Setahun lagi kami tarik juga dalam sehat dan bertambah. Dalam artian bertambah pengalaman dan pengetahuannya,” ujar Martono, seperti dikutip dari laman Unnes, Jumat (28/8/2015).

Dinas Pendidikan Kabupaten Pulau Morotai, Yanto A Giri mengatakan, keberadaan SM3T bisa membantu kebutuhan sekolah atas guru mengingat Kabupaten Morotai baru berdiri lima tahun lalu. “Kedatangan mereka mengatasi sebagian masalah pendidikan di pulau yang kerap disebut sebagai Jendela Indonesia itu,” imbuhnya.

Hal itu diamini Kepala SMAN 4 Pulau Morotai, Fahrizal. “Di sini semua sekolah kekurangan guru,” ujar Fahrizal.

Kepala Bidang Pendidikan Dasar Pulau Morotai, Djufri menyampaikan, mereka paling kekurangan guru sekolah dasar. “Kami juga butuh guru pelajaran produktif di SMK. Selain itu, guru-guru mata pelajaran eksakta juga masih sangat kurang,” tuturnya.

SM3T adalah program tahunan Kemenristek Dikti. Program ini diinisasi Ditjen Dikti Kemendikbud sekira lima tahun lalu. Dan hingga kini, sudah puluhan ribu guru yang lolos berbagai seleksi ketat dikirim untuk mengabdi di berbagai pelosok Tanah Air.

[Afriani Susanti dalam news.okezone.com]

Ini Alasan Mengapa Sistem Pendidikan Finlandia Menjadi yang Terbaik di Dunia

Pendidikan adalah salah satu aspek paling penting dalam kehidupan kita. Dengan pendidikan kita bisa memajukan taraf hidup dan menjalani kehidupan yang lebih bermartabat. Begitu pentingnya pendidikan dalam kehidupan kita, sehingga di sekeliling kita terdapat banyak sekali orang yang berjuang mati-matian untuk kelangsungan pendidikan.

 

Finlandia adalah salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia dalam berbagai versi, termasuk versi World Economy Forum. Pada tahun 2000, negara ini bahkan berhasil mencapai tingkat Literacy (kemampuan baca) hingga 100 persen, yang artinya tidak ada satupun warganya yang buta huruf. Negara ini juga memakai sistem pendidikan yang sama sejak tahun 1970. Apa yang membuat pendidikan di negara mereka sangat maju? Ini rahasianya.

1. Anak-Anak Tidak Boleh Sekolah Sebelum Berumur 7 Tahun

Di negara ini, tidak akan ada yang menerima murid jika umur murid tersebut belum genap 7 tahun. Semua anak yang berumur di bawah 7 tahun hanya diperbolehkan bermain, tanpa beban untuk sekolah. Hal ini diterapkan karena menurut pemerintah Finlandia, otak anak justru akan rusak jika diberikan pelajaran seperti membaca atau menghitung sebelum usia mereka cukup. Di umur-umur tersebut anak-anak sebaiknya dibiarkan lebih banyak bermain dan mengeksplorasi dunianya.

Tidak Boleh Sekolah di Bawah 7 Tahun

Sebenarnya, pemerintah Indonesia juga menerapkan aturan ini. Di Indonesia, usia yang diperbolehkan untuk masuk ke Sekolah Dasar adalah 7 tahun. Di bawah umur tersebut, anak-anak hanya diperbolehkan belajar di Taman Kanak-kanak atau Playgroup, dimana membaca, menulis dan mengenal huruf dan angka tidak termasuk dalam kurikulum. Anak-anak hanya diajari mengenal warna, bentuk, tekstur dan melatih motorik kasarnya. Tapi sudah menjadi rahasia umum, TK dan Playgroup di Indonesia secara sembunyi-sembunyi mengajarkan baca-tulis-hitung pada muridnya. Orangtua muridpun seolah bangga jika anaknya bisa membaca dalam usia sedini mungkin, padahal hal itu justru merusak daya imajinasi si anak, yang harusnya menghabiskan waktu untuk bermain.

 

[https://boombastis.com]

Karawang tuan rumah Hari Aksara Internasional

Karawang tuan rumah Hari Aksara Internasional

Ilustrasi (ist)
Karawang (ANTARA News) – Direktur Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan Kemdikbud, Erman Syamsudin mengatakan, peringatan Hari Aksara Internasional pada tahun ini diselenggarakan di Karawang, Jawa Barat, 22–24 Oktober.

“Karawang dipilih karena dianggap proaktif dalam memberantas buta aksara. Karawang juga memiliki kinerja yang baik dalam upaya memberantas buta huruf,” ujar Direktur Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan Kemdikbud, Erman Syamsudin, di Karawang, Jumat.

Karawang berhasil membebaskan 117.000 orang dari buta huruf. Kemndikbud menganggap hal itu sebagai prestasi dan berharap daerah lain juga ikut serta dalam upaya pemberantasan buta aksara.

Pada puncak peringatan Hari Aksara Internasional akan dicanangkan “Gerakan Masyarakat Membaca” oleh Mendikbud, Anies Baswedan di hadapan warga belajar Pascakeaksaraan Dasar.

Selain itu, Mendikbud juga akan mencanangkan aplikasi Dapodik PAUD dan Dikmas.

Selain itu, akan hadir pula perwakilan UNESCO, Komisi X DPR, Eselon I dan II di lingkungan Kemendikbud, Bupati dan Wali Kota se-Jawa Barat, Kementerian/Lembaga terkait, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi se-Indonesia

dan Kepala UPT PAUD dan Dikmas se-Indonesia.

“Kegiatan yang biasa kami lakukan di Jakarta akan kami bawa ke Karawang, sehingga diperkirakan 2.000 orang akan hadir. Kami sudah menyiapkan segala sesuatunya,” jelas dia.

Hari Aksara Internasional (HAI) biasa diperingati setiap tanggal 8 September. Akan tetapi pada 2015, Kemdikbud menetapkan peringatan pada 22-24 Oktober 2015.

Sejumlah kegiatan juga diselenggarakan pameran Hari Aksara Internasional dan produk unggulan satuan pendidikan nonformal.

Selain itu, akan ada pula unjuk karya tulis warga belajar pascakeaksaraan dasar oleh 50.000 warga belajar di Kabupaten Karawang. Masih dalam rangkaian acara, juga akan digelar lokakarya peningkatan mutu layanan TBM untuk pemberdayaan masyarakat.

Peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) pertama kali dilakukan pada 1966. Perayaan HAI dilandasi oleh semangat untuk memberantas buta aksara di seluruh dunia, karena itu HAI di peringati oleh setiap negara untuk mengingatkan pentingnya keaksaraan orang di seluruh dunia.

(Indriani) Editor: Desy Saputra COPYRIGHT © ANTARA 2015

MASALAH PENDIDIKAN DIPELOSOK INDONESIA

Masalah terkait Pendidikan dipelosok Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau dan saat ini terdiri dari 34 provinsi. Dari beberapa profinsi memeiliki kabupaten dan 98 kota yang dibagi lagi menjadi kecamatan dan lagi menjadi kelurahan, desa, gampong, kampung, nagari, pekon yang telah diatur oleh UUD45. Semua rakyat Indonesia menyebar di setiap provinsi yang didalamnya wajib mendapat pendidikan.

Sekarang Pendidikan di indonesia di zaman yang sudah modern ini sudah semakin berkembang. mulai dari gedung sekolah yang sudah bertingkat sampai fasilitas yang serba modern. tapi bagaimana dengan keadaan pendidikan di pelosok negeri kita indonesia?apakah sama dengan pendidikan di kota kota besar?

Di daerah perkotaan, sebagian siswa siswa nya dengan mudah menempuh jarak sekolah dengan menggunakan alat transportasi yang serba mewah. siswa siswa disana tidak perlu mencari biaya untuk sekolah mereka, karena orang tua mereka sudah mapan untuk membiayai pendidikan anak anaknya. Walaupun pemerintah sudah mencanangkan sekolah gratis wajib belajar 9tahun namun pada kenyataannya masih banyak anak-anak di daerah pelosok yang belum menyentuh pendidikan formal.

Disamping itu masih banyak gedung sekolah yang tidak layak guna untuk. belajar di runag kelas yang memiliki atap berlubang dengan kayu-kayu yang sudah lapuk. Ditambah lagi kondisi dinding bangunan yang sudah retak. Seperti di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, juga ditemukan sekolah dengan kondisi memprihatinkan. Lihat saja ruang-ruang kelas di Sekolah Dasar Negeri Karang Tengah 02 Babakan Madang, Kabupaten Bogor, yang kondisinya rusak parah. Dinding terkelupas, atap rusak, dan lantainya hancur. Padahal, jaraknya hanya sekitar 60 kilometre dari Jakarta dan belum terjangkau program perbaikan dari pemerintah. Di lain tempat bahkan ada juga sekolah yang menggunakan bekas kandang hewan karena tidak adanya biaya bahkan perhatian dari pemerintah setempat untuk memperbaiki gedung sekolah menjadi lebih layak pakai. Dengan kondisi yang seperti itu apakah siswa-siswa ini bisa belajar dengan nyaman ? jawabannya pasti tidak, karena belajar di tempat seperti itu pasti akan merasa khawatir dengan keselamatan mereka dan juga mengganggu karena mungkin pasti tercium bau tidak enak dari kandang.

 

Image

 Gambar Ruang-ruang kelas di Sekolah Dasar Negeri Karang Tengah 02 Babakan Madang, Kabupaten Bogor.

Masalah lain yang masih menyangkut pendidikan di pelosok negeri yaitu banyak anak negeri yang tak bisa bersekolah hanya karena mahalnya biaya dalam mengakses pendidikan di sekolah.  Pemerintah seakan menutup mata terhadap kondisi pendidikan kita sekarang. Rakyat miskin yang tak dapat membayar biaya sekolah menjadi suatu hal yang biasa. Anak-anak yang seharusnya berada di sekolah, dengan terpaksa bekerja demi memenuhi kebetuhan hidupnya . Pun anak yang sekolah, tak lepas dari masalah tanggungan biaya yang harus dibayar untuk sekedar mendapatkan ilmu. Sekolah seakan menjadi barang mahal yang harus ditebus dengan uang untuk mendapatkannya. Seburuk itukah kondisi pendidikan kita ?

Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara-negara sedang berkembang. Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality dan equity. Equality atau persamaan mengandung arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama (Eka, R. 2007. Kondisi Pemerataan Pendidikan di Indonesia ).

Era global ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan industri, kompetisi dalam semua aspek kehidupan ekonomi, serta perubahan kebutuhan yang cepat didorong oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk memenuhi perkembangan ilmu dan teknologi, diperlukan SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan hingga ke pelosok negeri. Untuk mengatasi kebutuhan pendidikan bagi mereka adalah upaya penerapan cara non konvensional. Cara lain itu adalah memanfaatkan potensi, kemajuan serta keluwesan teknologi baru. Sekalipun teknologi baru seperti teknologi komunikasi, informasi dan adi-marga menawarkan pemerataan pendidikan dengan biaya yang relatif rendah (Ono Purbo, 1996), penggunaannya masih merupakan jurang pemisah antara ‘yang kaya’ dan ‘yang miskin’. Dalam melaksanakan cara tersebut harus dilakukan setransparan mungkin agar semua tujuan dari usaha pemerataan pendidikan hingga ke pelosok negeri tersampaikan dengan sebagaimana mestinya.

[hijriyatunshiva.wordpress.com]

Kurikulum 2013 dan PR Pendidikan Jokowi-JK

Suasana kegiatan belajar mengajar di kelas. (Foto: dok. Okezone)

JAKARTA – Kurikulum 2013 menjadi polemik di tengah masyarakat, khususnya kalangan pendidik di awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Penerapan kurikulum 2013 secara serentak sejak tahun ajaran 2014/2015, dinilai masih kurang persiapan. Bahkan, sebagian siswa dan guru merasa kesulitan beradaptasi dalam proses pembelajaran.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang menjadi penanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di Indonesia langsung mengambil langkah dengan membentuk tim review dan evaluasi kurikulum 2013. Hasilnya, Menteri Pendidikan dan Kebudyaan (Mendikbud), Anies Baswedan mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 159 Tahun 2014 tentang Evaluasi Kurikulum pada 14 Oktober 2014, atau tiga bulan setelah kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh Indonesia.

Anies kemudian membuat kebijakan represif; sekolah yang baru memberlakukan kurikulum 2013 kurang dari tiga semester disarankan kembali kepada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Sementara, 6.221 sekolah yang telah menjalankan kurikulum 2013 selama tiga semester diminta tetap menggunakan kurikulum tersebut. Ribuan sekolah itu juga akan dijadikan sebagai model dalam pelaksanaan kurikulum 2013 yang ideal bagi sekolah-sekolah lain.

Seiring dengan penerapannya yang dianggap kurang persiapan, instruksi baru tersebut juga dinilai banyak kalangan sebagai langkah yang tergesa-gesa. Bahkan, keputusan ini dikritik keras oleh Mendikbud di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mohamad Nuh.

Ketika menerapkan kurikulum 2013 di 6.221 sekolah percontohan, Kemendikbud mengusung semangat pemerataan kualitas pendidikan. Dalam sebuah wawancara dengan Okezone, Nuh menyitir ketidakmerataan mutu kurikulum di sekolah perkotaan dan sekolah di pelosok.
“Saya nangis, lho, Mbak. Siswa di sekolah-sekolah yang bagus dan bayarnya puluhan juta mendapatkan pendidikan yang baik. Saya tidak rela jika siswa Indonesia di pelosok tidak dapat merasakan hal yang sama. Kasih mereka kesempatan. Jangan dimonopoli kebaikan ini hanya pada sekolah-sekolah mahal saja. Kasihan, anak-anak di pelosok ini sudah miskin, kurikulumnya juga miskin. Makanya, saya bismillah menerapkan kurikulum 2013, sehingga anak-anak di pedalaman dan di sekolah-sekolah instruksi presiden (inpres) bisa merasakan kurikulum yang baik juga,” papar Nuh.

(Iradhatie Wurinanda dalam Okezone News)

Mahasiswa Pendidikan Khawatirkan Masa Depan

JAKARTA, KOMPAS — Kuota penerimaan guru yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah lulusan sarjana pendidikan membuat mahasiswa program pendidikan khawatir. Kondisi ini menyebabkan peluang kerja dan masa depan mereka tidak terjamin.

Sejumlah guru  mengamati peragaan nitrogen cair pada lokakarya
Kompas/Gregorius Magnus FinessoSejumlah guru mengamati peragaan nitrogen cair pada lokakarya “Science Center sebagai Media Pembelajaran Sains di Sekolah” yang diselenggarakan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di Andrawina Convention Hall, Owabong Cottage, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Kamis (14/5). Beragam program pelatihan untuk guru diberikan untuk meningkatkan kemampuan guru dan kualitas pendidikan.

Saat ini, kuota penerimaan guru di Indonesia sekitar 40.000 per tahun. Jumlah itu tidak sebanding dengan lulusan sarjana pendidikan yang mencapai ratusan ribu setiap tahun. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadi pengangguran di kalangan sarjana pendidikan.

“Kalau perbandingan kuota penerimaan dan jumlah lulusan terlalu timpang, kami khawatir. Jangan sampai ketika lulus kuliah tidak ada lapangan pekerjaan yang tersedia,” ujar mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Muhammad Nurul Ikhsan (25), Rabu (17/6), di Jakarta.

Ikhsan mengatakan, pemerintah perlu segera mencari solusi untuk menyediakan lapangan kerja bagi sarjana pendidikan. Dia berharap agar persyaratan untuk menjadi guru dan penerimaan pegawai negeri sipil tidak dipersulit dan transparan.

Kekhawatiran serupa diutarakan Erwin (22), mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta. Dia mengatakan, mahasiswa pendidikan butuh kepastian mengenai ketersediaan lowongan kerja ketika menyelesaikan kuliah.

“Sejak adanya program sertifikasi guru, banyak yang berminat menjadi guru. Namun, jika lapangan kerjanya terlalu sedikit, angka pengangguran akan semakin tinggi,” ujarnya.

Pengamat pendidikan Universitas Muhammadiyah Dr Hamka, Elin Driana, mengatakan, pemerintah perlu mendata ulang jumlah dan kebutuhan guru di Indonesia. Hal ini dibutuhkan untuk melihat peluang kerja mahasiswa program pendidikan pada masa mendatang.

“Wajar mahasiswa pendidikan khawatir dengan masa depannya. Untuk itu, perlu data akurat mengenai hal ini sehingga kita bisa mengetahui jumlah kebutuhan guru di Indonesia,” ujarnya.

Dia mengatakan, universitas ataupun sekolah tinggi yang membuka program pendidikan juga harus mencari solusi atas perbandingan kuota penerimaan guru dan jumlah lulusan sarjana pendidikan yang timpang. Salah satu caranya adalah dengan membekali keahlian lain kepada mahasiswa.

“Tujuan utama mahasiswa pendidikan pasti ingin menjadi guru. Namun, kampus perlu mencari alternatif lain, yaitu membekali keterampilan, seperti kemampuan komunikasi, berorganisasi, atau justru membuka usaha sehingga ketika kuota penerimaan guru minim, mereka tetap survive,” ujar Elin.

content

Distribusi guru

Elin mengatakan, salah satu persoalan serius dunia pendidikan di Indonesia adalah distribusi guru. Menurut dia, jumlah guru berlebihan di kota-kota besar, tetapi mengalami kekurangan di daerah-daerah terpencil.

“Pemerintah harus memberi perhatian serius pada masalah pemerataan pemenuhan kebutuhan guru. Penumpukan guru di daerah tertentu tidak efektif bagi program pendidikan nasional,” ujarnya.

Untuk menjadi guru, tidak cukup hanya berstatus sebagai sarjana pendidikan. Dibutuhkan keikutsertaan dalam program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T) serta Pendidikan Profesi Guru (PPG). Program ini diharapkan mampu meningkatkan pelayanan guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Namun, tidak semua mahasiswa program pendidikan mengetahui program tersebut. Ikhsan yang sudah memasuki semester VIII mengaku belum pernah mendengar program SM3T.

Dia mendukung program SM3T untuk menambah wawasan calon guru dengan mengajar di daerah-daerah terpencil. Namun, jika hal tersebut menjadi persyaratan pokok sebelum menjadi guru, program itu harus disosialisasikan lebih intensif.

“Saya yakin masih banyak yang belum mengetahui program itu,” ujarnya. Ikhsan mengatakan, saat kuliah, mahasiswa program pendidikan sudah dibekali dengan kemampuan untuk mengajar melalui program penelitian lapangan (PPL).

Sebelum mengajukan skripsi, mahasiswa pendidikan terlebih dahulu harus mengikuti PPL untuk mengajar ke sekolah selama enam bulan. Lokasi PPL dapat ditentukan oleh universitas ataupun usulan dari mahasiswa.

“Dalam perkuliahan, kami tak hanya diajarkan pengetahuan akademik, tetapi juga teknik mengajar yang baik dan cara memahami psikologis siswa,” ujarnya.

[https://print.kompas.com]