IPK Oh… IPK

Hasil gambar untuk ipk

gambar: pgsdhmj.wordpress.com

“Yang dunia kerja butuhkan itu bukan sekadar IPK kalian. Melainkan juga kemampuan komunikasi dan kemampuan bekerja dalam tim”. Begitu ungkap seorang profesor dalam sebuah orasi ilmiah di acara wisuda pascasarjana sebuah universitas swasta di Jogjakarta sebulan yang lalu.

IPK atau Indeks Prestasi Kumulatif seakan telah menjadi momok bagi banyak mahasiswa hingga melakukan berbagai cara untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, sebut saja cumlaude. Begitu pentingnya IPK bagi para mahasiswa karena memang pendidikan tinggi kita mengkondisikan demikian.

Bagi sebagian mahasiswa, IPK adalah tujuan utama saat menempuh pendidikan tinggi. Sebagian lain memilih tak terlalu mementingkan IPK. Sah-sah saja sebenarnya, mereka pasti memiliki alasan tersendiri dalam menempatkan IPK ditengah pendidikan tinggi mereka.

Sebenarnya apa sih IPK itu?

IP (Indeks Prestasi) adalah nilai yang kita peroleh dari setiap mata kuliah yang kita ambil. setiap mata kuliah akan memiliki nilai akhir yang dilambangkan dengan huruf, mulai dari A, B, C, D hingga E. Masing-masing huruf memiliki nilai, misalnya 4 untuk A, 3 untuk B, dan sebagainya. Selanjutnya, nilai per mata kuliah dikalikan dengan jumlah SKS mata kuliah tersebut. Kemudian, dijumlahkan untuk semua mata kuliah dalam satu semester. Didapatlah nilai mutu. Lalu, bagikan dengan jumlah SKS satu semester. Didapatlah IP.

Sementara IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) gampangnya adalah rata-rata IP. Bagikan total mutu dengan jumlah semua SKS yang kamu ambil (tak hanya satu semester tapi semuanya) maka ketemulah yang namanya IPK itu.

Lalu seberapa penting IP dan IPK ini bagi mahasiswa? Ya tentu penting.Tapi tenang saja, IPK bukan segalanya. Perolehan IP tentu hasil perjuangan yang tak mudah, itu juga memerlukan kerjasama antara mahasiswa dan dosen. Biasanya dipertemuan awal perkuliahan dosen dan mahasiswa akan menyepakati kontrak kuliah selama satu semester kedepan. Dosen akan menjelaskan bagian mana saja yang memperoleh penilaian dengan bobot yang tinggi. Disinilah mahasiswa harus memanfaatkannya semaksimal mungkin. IP biasanya ditentukan oleh beberapa dari empat hal berikut ini:

  1. Attendance (Kehadiran)

Setiap universitas memiliki batas minimal tersendiri berapa kehadiran mahasiswa dikelas untuk dapat mengikuti ujian akhir. Contohnya nih di kampus A untuk setiap mata kuliah yang berjumlah 12 kali tatap muka dalam satu semester ditentukan minimal kehadiran 75%. Artinya, kamu minimal ikut kuliah itu 9 kali atau dengan kata lain kamu punya kesempatan bolos 3 kali. Tapi tunggu dulu, patokan 75% itu bukan dari pertemuan standar yan ditetapkan universitas. Biasanya ada dosen yang hanya mengadakan pertemuan selama 10 kali. Nah kalau begini 75% nya bukan dari 12 kali tapi 10 kali. Coba itung berapa kali kamu bisa bolos kuliah kalau begitu. Jadi hati-hati ya. Lebih baik jangan manfaatkan sepenuhnya kesempatan bolos itu, syukur-syukur presensinya bisa full.

  1. Tugas

Dosen biasanya juga memberi tugas yang bervariasi. Mulai dari yang sepele hingga ribet minta ampun. Ini juga bisa menjadi salah satu komponen yang akan membentuk IP nanti.Tergantung dosennya memberi bobot berapa.

  1. Keaktifan

Yang satu ini penting. Dosen tak haya engajar satu kelas saja. Beliau pasti mengajar banyak kelas dan tak mungkin hafal satu-satu sama mahasiswanya. Yang bisa belliau hafalkan adalah mahasiswa paling pintar atau paling aktif dan paling nyleneh. Silahkann mau pilih yang mana. Ini juga bisa membentuk IP, sekali lagi tergantung dosennya. Sarannya sih, manfaatkan benar di bagian ini karena akan banyak keuntungan jika dihafal dosen tentunya dengan image yang baik dan elegan ya jagan sampai hanya cari muka aja tanpa kemampuan lebih.

  1. UTS

UTS juga salah satu pembentuk IP. Bobotnya juga tergantung kesepakatan mahasiswa dengan dosen. Itu kalau dosennya demokratis.

  1. UAS

Nah ini yang kadang jadi momok. UAS biasanya udah terjadwal dan bobotnya bisa jadi paling tinggi diantara nilai yang lainnya. Yah meski ada dosen yang tak memberi bobot uts paling tinggi juga.

Sebagian mahasiswa mentargetkan IPK diatas 3,5 bahkan 4,0. Yang lainnya sudah merasa cukup dengan IPK 3,0. Sah-sah saja karena itu tergantung pada keinginan setiap individu. IPK menjadi penting saat tiba masanya mengikuti seleksi perolehan pekerjaan namun tidak selalu begitu untuk mendapatkan pekerjaan. Mengapa?

Begini, setiap perusahaan atau instansi yang akan menggelar seleksi karyawan tentu saja menetapkan batas minimal IPK bagi para peserta untuk dapat mengikuti seleksi itu. Disini mahasiswa yang ber-IPK tinggi tentu saja lebih mudah masuk. Namun setelah itu, saat masa-masa seleksi berlangsung tak pernah ada yang menjamin bahwa yang IPK nya tinggi alias cumlaude akan memperoleh pekerjaan. Kemampuan dalam bekerja juga tak bisa semata-mata diukur dengan IPK. Bahkan tak jarang IPK tak berlaku lagi saat bekerja. Bisa saja orang dengan IPK rendah lebih baik pekerjaannya dari pada IPK yang tinggi. Karena dalam bekerja yang lebih dibutuhkan adalah keterampilan.

Akhirnya silahkan cari IP dan IPK idaman kalian. Tentu saja dengan cara-cara yang baik ya. Katanya sih biar berkah. Usahakan IPK kalian memang benar-benar mencerminkan kemampuan kalian. Jangan sampai jomplang, IPK selangit, tapi kemampuan nol. Itu akan menghancurkan harga diri kalian sendiri.

Good luck!

Guru, Kunci Perbaikan Pendidikan Indonesia

gambar: dzakiron.blogspot.com
gambar: dzakiron.blogspot.com

Kegamangan penerapan kurikulum, kontroversi (fungsi) ujian nasional, persoalan sertifikasi guru dan dipenuhinya jam mengajar, penguatan peran LPTK, sinergitas antar lembaga birokrasi pendidikan, persoalan penempatan guru, pengembangan profesionalitas guru, peran lembaga penjaminan mutu yang overlaping dengan peran LPTK, reformasi pendidikan, overlaping permendiknas, sustainabilitas dan akuntabilitas pendidikan, pemerataan pendidikan, partisipasi pendidikan, standar nasional pendidikan guru, pendidikan karakter dan karakter bangsa, dan seterusnya, adalah masalah-masalah pendidikan yang menghadang bangsa kita hari ini.

Mari kita cermati masalah-masalah itu. Saya tak akan membahas satu persatu karena saya pikir itu bukan kapasitas saya. Bagaimanapun, saya hanyalah seorang mahasiswa yang hanya sedang belajar memahami pendidikan bangsa ini. Saya hanya ingin menyampaikan kembali apa yang disampaikan Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam buku Fiqh Priaoritas-nya. Bahwa memperbaiki diri adalah langkah pertama sebelum memperbaiki sistem.

Setiap usaha perbaikan , perubahan, dan pembinaan sosial hendaknya dimulai dari individu yang menjadi fondasi bangunan yang kita sebut sistem itu. Individu manusia adalah batu pertama dalam membangun masyarakat. Betapa pentingnya pembinaan individu karena dari individu inilah yang akan menggerakkan sistem.

Yang harus dibina dalam diri seorang individu adalah pembinaan iman. Yaitu menanamkan aqidah yang benar didalam hatinya. Karena aqidahlah yang akan mengarahkan dan menjadi pedoman manusia dalam setiap langkahnya termasuk dalam mengusahakan perbaikan. Selamanya, iman adalah pembawa keselamatan yang akan merubah jati diri manusia dan memperbaiki batiniahnya.

Jika kita belajar dari perjuangan Nabi Muhammad SAW, selama tiga belas tahun di Mekkah, seluruh perhatian dan pekerjaan nabi adalah pembinaan generasi pertama berdasarkan keimanan. Pada tahun-tahun itu belum turun syariat yang mengatur kehidupan bermasyarakat, menetapkan hubungan keluarga dan hubungan sosial, serta menetapka sanksi terhadap orang yang menyimpang dari undng-undang tersebut. Melainkan yang diturunkan adalah petunjuk untuk membina manusia dan generasi sahabat nabi, mendidik dan membentuk mereka agar dapat menjadi pendidik di dunia ini setelah kepergian Nabi Muhammad SAW.

Jika kita kaitkan dengan kondisi pendidikan saat ini beserta seluruh permasalahanya, maka jelaslah bahwa pertama kali yang harus diperbaiki adalah individunya, khususnya adalah para pendidik. Betapa banyak guru zaman sekarang yang terlalu sibuk mengejar berbagai pernak-pernik jabatan, sertifikasi, hingga ia lupa tujuan mengajarnya semula. Mari kita ambil contoh sertifikasi guru. Disini guru dituntut untuk memenuhi jam mengajarnya menjadi minimal 24 jam seminggu. Mungkin tujuannya baik, namun akibatnya, tak jarang guru yang mengajar mata pelajaran yang tak sesuai dengan pendidikannya untuk mengejar tuntutan jam mengajar itu. Jika sudah begini, mudah saja menebak bagaimana kualitas siswa yang dibimbingnya.

Betapa banyak, guru yang mengampu mata pelajaran yang tak linier dengan pendidikannya. Logikanya, guru itu harus belajar–ibarat kata dalam semalam– untuk kemudian diajarkan kepada siswa. Apakah itu bentuk pembelajaran yang berkualitas? Padahal pembelajaran berkualitas adalah hasil dari tenaga pendidik yang berkualitas terlebih dahulu.

Ada sebuah pengalaman dari seorang sahabat yang menyatakan rasa bersalahnya menjadi seorang guru kelas disebuah sekolah dasar dimana ia harus mengajarkan semua mata pelajaran sementara pendidikannya bukanlah pendidikan guru sekolah dasar. Mengapa bersalah? karena ia mengajarkan apa yang tak dikuasainya. Tentu bukan rahasia lagi betapa banyak kasus semacam ini. Jika terus begini, maka bagaimana mewujudkan impian pendidikan berkualitas itu?

Perbaikan tenaga pendidik tak boleh ditawar-tawar lagi sebelum memperbaiki sistem dan yang lainnya. Karena merekalah yang turun tangan langsung dalam pendidikan generasi muda bangsa ini. Bagaimana bisa menghasilkan siswa yang berkualitas jika gurunya saja kurang kualitasnya?

Kunci perbaikan pendidikan di Indonesia adalah ada pada guru. Bukan kurikulum, apalagi UN. Pembinaan guru merupakan lagkah pertama yang harus dilakukan. Dan pembinaan yang pertama harus diakukan itu adalah pembinaan iman.

 

Daftar Pustaka:

Al-Qaradhawi, Yusuf. 1998. Fiqh Prioritas. Jakarta: Robbani Press.

Marsigit. 2015. “Keadaan Pendidikan dan Pendidikan Guru Saat Ini”. https://vhttps://powermathematics.blogspot.co.id/2015/04/keadaan-pendidikan-dan-pendidikan-guru.html [diakses tanggal 22 November 2015].

 

 

Membangun Iklim Pendidikan Yang Kondusif Di Kampus #2

Universitas sebagai tempat menimba ilmu seyogyanya dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi proses pendidikan mahasiswa selama menempuh pendidikan. Iklim yang kondusif itu tercermin baik secara proses pembelajaran, kebiasaan mahasiswa dalam keseharianaanya, lingkungan fisik yang ada di universitas itu sendiri, serta prestasi yang dicapai.
Mari kita mulai dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang bermakna menjadi kebutuhan bagi setiap mahasiswa. Untuk mencapai itu semua tentu harus ada kerjasama antara dosen dan mahasiswa serta sarana dan prasarana yang tersedia. Dari sisi dosen sendiri kiranya dapat menciptakan suasana perkuliahan yang ‘friendly’ bagi mahasiswa agar perkuliahan bukan lagi dipikirkan sebagai beban melainkan sebagai kesempatan berharga. Lalu dari sisi mahasiswa sendiri, dapat memulainya dengan meluruskan niat dalam mengikuti perkuliahan. Apakah untuk mencari ilmu dan mengembangkan kemampuan, mencari nilai, atau bahkan mencari jodoh? Karena semua amalan itu bergantung pada niatnya. Jika niatnya sudah lurus, maka besar kemungkinan untuk dapat mengikuti perkuliahan dengan hati dan penuh keikhlasan. Kemudian adalah tentang sarana prasarana yang ada di universitas. Tersedianya sarana prasarana yang memadai menjadi penting bagi optimalnya kegiatan disuatu universitas. Meski bukan satu-satunya indikator kesuksesan pembelajaran, sarana-prasarana tetap penting untuk diperjuangkan kelengkapannya.
Selanjutnya adalah kebiasaan mahasiswa dalam kesehariannya. Kebiasaan mengisi waktu dengan kegiatan positif adalah hal yang hendaknya ditanamkan dalam diri setiap mahasiswa. Berorganisasi, membaca buku, dan berdiskusi adalah beberapa contohnya.
Lalu lingkungan fisik yang ada di kampus sebaiknya menyediakan ruang-ruang terbuka dengan banyak tumbuhan agar nyaman dan juga sebagai wujud pelestarian alam. Hendaknya dapat terus dijaga dengan baik oleh seluruh warga kampus sehingga dapat bertahan lama.
Dan terakhir adalah prestasi yang dicapai. prestasi sebenarnya adalah buah dari iklim pendidikan yang tercipta. Iklim pendidikan yang terbiasa dengan berlomba-lomba dalam kebaikan tentu akan menghasilkan prestasi-prestasi gemilang baik dari mahasiswa, dosen, maupun lembaga.
Akhirnya, semua itu dapat tercipta bila ada kerjasama antara dosen dan tenaga kependidikan, para pimpinan, serta mahasiswa sebagai aktor yang menjalankan proses pendidikan.

Langkah Pertama : Keteladanan #1 (Membangun Rumah Ilmu untuk Mewujudkan Universitas Konservasi Bereputasi)

Pendidikan yang layak merupakan hak untuk seluruh rakyat Indonesia. Semua sepakat. Hingga konstitusi pun mengamanatkan demikian. Sudah terealisasikah? Sudah, meski belum maksimal. Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana pendidikan tersebut. Kontennya, kualitasnya. Mari kita lihat bagaimana produk keluaran pendidikan saat ini yang tercermin dalam sikap siswa maupun mahasiswa. Banyak yang baik, banyak juga yang kurang baik. Secara etika maupu kebiasaan-kebiasaan mereka sehari-hari. Tawuran pelajar, tawuran mahasiswa hanya salah satu contoh ketidakberdayaan pendidikan menghadapi tabiat anak muda yang kurang bisa mengendalikan diri. Tapi baiklah. Jangan sibuk mencari siapa yang salah. Mungkin benar ujaran itu, bangsa ini memerlukan anak muda yang punya solusi bukan hanya yang bisa marah-marah.
Baru-baru ini mungkin sering kita dengar tentang pendidikan karakter. Perlukah? tentu saja. Bahkan sebelum istilah ini populerpun secara tidak langsung orang tua dan guru tentu sudah memberikan itu pada anak-anaknya. Kini dengan semakain digaungkannya pendidikan karakter, menjadi sangat penting untuk memberikan perhatian yang lebih banyak terhadap hal ini. Karena sungguh, karakterlah yang pertama harus diperbaiki sebelum aspek-aspek lain. Karakter erat kaitannya dengan etika dan moral. Dua hal yang sangat penting dipertahankan ditengah gempuran globalisasi yang semakin melupakan identitas asli bangsa. Masalah moral anak muda masa kini tak terhitung jumlahnya dan pendidikan adalah kunci memperbaiki itu semua.
Dalam kaitannya dengan universitas sebagai rumah bagi para intelektual, tentu berperan penting dalam pendidikan karakter mahasiswanya. Keteladanan adalah hal yang harus diperhatikan. Keteladanan harus ditunjukkan ia yang memegang suatu jabatan. Baik itu jabatan di struktur kelembagaan universitas maupun kelembagaan mahasiswa. Karena para pejabat inilah yang banyak dilihat mahasiswa dan menjadi contoh bagi mahasiswa. Pemimpin yang baik tentu harus memberi teladan yang baik sebelum ia mengarahkan bawahan-bawahannya. Misalnya saja untuk urusan kedisiplinan. Pemimpin menengarahkan bawahannya untuk tidak telat masuk kantor. Hal pertama yang harus dilakukann pemimpin itu setelah megeluarkan aturan itu tentunya adalah memberikan contoh konkrit bagaimana tidak terlambat itu dengan senantiasa datang tepat waktu. Jangan sampai pemimpin membuat peraturan tapi dirinya sendiri melanggar peraturan itu.

Dari keteladanan maka akan tercipta iklim yang baik. Mungkin benar, kualitas suatu bangsa itu tergantun pemimpinnya. Jika pemimpinnya baik maka baik pulalah bawahannya. Bagaimana caranya sebuah institusi sekelas universitas bisa menciptakan iklim pendidikan yang baik agar baik pulalah kualitas mahasiswanya. Itu yang harus dipikirkan agar universitas sebagai tempat menimba ilmu dapat menjadi universitas yang bereputasi.

Model-Model Pembelajaran | Pengertiannya

 

Model pembelajaran merupakan cara/teknik penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa model-model pembelajaran seperti ceramah, diskusi, demonstrasi, studi kasus, bermain peran (role play) dan lain sebagainya. Yang tentu saja masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Metode/model sangat penting peranannya dalam pembelajaran, karena melalui pemilihan model/metode yang tepat dapat mengarahkan guru pada kualitas pembelajaran efektif.

Model-Model Pembelajaran

Pengertian Model Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara, contoh maupun pola, yang mempunyai tujuan meyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami yaitu dengan cara membuat suatu pola atau contoh dengan bahan-bahan yang dipilih oleh para pendidik/guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi di dalam kelas. Suatu model akan mempunyai ciri-ciri tertentu dilihat dari faktor-faktor yang melengkapinya. Ciri-ciri model pembelajaran Tahun 1950 di Amerika yang dipelopori oleh Marc Belt menemukan ciri-ciri dari model-model pembelajaran, antara lain sebagai berikut :

a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar tertentu, misalnya model pembelajaran inkuiri yang disusun oleh Richard Suchman dan dirancang untuk mengembangkan penalaran didasarkan pada tatacara penelitian ilmiah. Model pembelajaran kelompok yang disusun oleh Hebert Thelen yang dirancang untuk melatih partisipasi dan kerjasama dalam kelompok didasarkan pada teori John Dewey.
b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan pembelajaran di kelas.
d. Memiliki perangkat bagian model yang terdiri dari:

  • urutan langkah pembelajaran,yaitu tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru bila akan menggunakan model pembelajaran tertentu.
  • prinsip reaksi, yaitu pola perilaku guru dalam memberikan reaksi terhadap perilaku siswa dalam belajar.
  • sistem sosial, adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat mempelajari materi pelajaran. ada tiga pola hubungan dalam sistem sosial yaitu tinggi, menengah, dan rendah. pola hubungan disebut tinggi apabila guru menjadi pemegang kendali dalam pembelajaran. pola hubungan disebut menengah apabila guru berperan sederajat dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran. pola hubungan disebut rendah apabila guru memberikan kebebasan kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran.
  • sistem pendukung adalah penunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas misalnya media dan alat peraga.

e. Memiliki dampak sebagai akibat penerapan model pembelajaran baik dampak langsung dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maupun dampak tidak langsung yang berhubungan dengan hasil belajar jangka panjang. Menurut Komaruddin (2000) bahwa model belajar dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai : (1) suatu tipe atau desain (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati, (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek peristiwa ;(4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukan sifat bentuk aslinya.

Atas dasar pengertian tersebut, maka model dalam pembelajaran dapat dipahami sebagai model pembelajaran merupakan suatu rancangan yang telah diprogram melalui media media peraga dalam membantu untuk memvisualisasikan pesan yang terkandung didalamnya untuk mencapai tujuan belajar sebagai pegangan dalam melaksanakan kegiataan pembelajaran.
Joyce dan Weil (2000)mengatakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar yaitu Model Informasi, model personal, model interaksi, dan model tingkah laku. Model mengajar yang telah dikembangkan dan di tes keberlakuannya oleh para pakar pendidikan dengan mengklasifikasikan model pembelajaran pada empat kelompok yaitu:

 

1. Model pemrosesan informasi (information Procesisng Models) menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan non verbal. Model ini memberikan kepada pelajar sejumlah konsep, pengetesan  hipotesis, dan memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif. Model pengelolaan informasi ini secara umum dapat diterapkan pada sasaran belajar dari berbagai usia dalam mempelajari individu dan masyarakat. Karena itu model ini potensial untuk digunakan dalam mencapai tujuan yang berdimensi personal dan sosial disamping yang berdimensi intelektual. Adapun model-model pemrosesan menurut Tom Final din (2001) terdiri atas:

a. Model berfikir Induktif.
Tokohnya adalah Hilda Taba. Tujuan dari model ini adalah untuk mengembangkan proses mental induktif dan penalaran akademik atau pembentukan teori. Kemampuan-kemampuan ini berguna untuk tujuan-tujuan pribadi dan sosial.
b. Model Inkuiri Ilmiah.
Tokohnya adalah Joseph J. Schwab. Model ini bertujuan mengajarkan sistem penelitian dari suatu disiplin tetapi juga diharapkan untuk mempunyai efek dalam kawasan-kawasan lain (metode-metode sosial mungkin diajarkan dalam upaya meningkatkan pemahaman sosial dan pemecahan masalah sosial).
c. Model Penemuan Konsep
Tokohnya, Jerome Brunet. Model ini memiliki tujuaan untuk mengembangkan penalaran induktif serta perkembangan dan analisis konsep.
d. Model pertumbuhan Kognitif.
Tokohnya, Jean Pieget, Irving sigel, Edmund Sulivan, dan Laawrence Kohlberg, tujuannya adalah untuk meningkatkan perkembangan intelektual, terutama penalaran logis, tetapi dapat pula diterapkan pada perkembangan sosial moral.
e. Model Penata Lanjutan
Tokohnya, David ausebel. Tujuannya untuk me-ningkatkan efisiensi kemampuan pemrosesan informasi guna menyerap dan mengkaitkan bidang-bidang pengetahuan.
f. Model memori
Tokohnya, harry Lorayne & Jerry Lucas. Model ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengingat.

2. model personal (personal family) merupakan rumpun model pembelajaran yang menekankan kepada proses pengembangan kepribadian individu siswa dengan memperhatikan kehidupan emosional. Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk memungkinkan seseorang dapat memahami dirinya dengan baik, memikul tanggung jawab, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Model ini memusatkan perhatian keada pandangan perseorangan dan berusaha menggalakkan kemandirian yang produktif. Sehingga diharapkan Smanusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuannya. Adapun tokoh-tokohnya adalah:

a. Model pengajaran nondirektif.
Tokohnya, Carl Rogers. Tujuan dari model ini adalah membentuk kemampuan untuk perkembangan pribadi dalam arti kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian, dan konsep diri.
b. Model latihan Kesadaran
Tokohnya adalah fritz Peris dan William schultz tujuannya adalah meningkatkan kemampuan seseorang untuk eksplorasi diri dan kesadaran diri. Banyak me-nekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antarpribadi.
c. Model Sinektik
Tokohnya adalah William Gordon model ini bertujuan untuk mengembangkan pribadi dalam kreativitas dan pemecahan masalah kreatif.
d. Model Sistem-sistem Konseptual
Tokohnya adalah, David Hunt tujuannya adalah me-ningkatkan kekompleksan dan keluwesan pribadi.
e. Model Pertemuan Kelas
Tokohnya adalah William Glasser. Bertujuan untuk mengembangkan pemahaman diri sendiri dan kelompok sosial.

3. Model sosial (social family) menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan siswa agar memiliki ke-cakapan untuk berhubungan dengan orang lain sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perbedaan dalam realitas sosial. Inti dari sosial model ini adalah konsep sinergi yaitu energi atau tenaga (kekuatan) yang terhimpun melalui kerjasama sebagai salah satu fenomena kehidupan masyarakat. Dengan menerapkan model sosial, pembelajaran di arahkan pada upaya melibatkan peserta didik dalam menghayati, mengkaji, menerapkan dan menerima fungsi dan peran sosial. Model sosial ini dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerjasama, membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah, mengumpulkan data yang relevan, dan mengembangkan serta mengetes hipotesis, oleh karena itu guru, seyogianya mengajarkan proses demokratis secara langsung jadi pendidikan harus diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama (cooperative inquiry) terhadap masalah-masalah sosial dan masalah-masalah akademis.

4. Model sistem perilaku dalam pembelajaran (behavioral Model of Teaching) dibangun atas dasar kerangka teori perubahan perilaku, melalui teori ini siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah belajaar melalui penguraian perilaku kedalam jumlah yang kecil dan berurutan.

Dari beragam pernyataan-pernyatan mengenai model pembelajaran diatas menunjukan bahwa berbagai banyak cara untuk menerapkan pembelajaran efektif dan efisien. Dengan semikian, melalui pendekatan-pendekatan tersebut diharapkan guru dapat memilih pendekatan mana yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam kondisi yang ada saat ini. Intinya para guru harus bisa menyesuaikan dengan situasi didalam kelas dan suasana hati siswa dalam proses pembelajaran. Jika hal tersebut dapat dilakukan oleh guru secara tepat dan kontinyu, proses pembelajaran di kelas akan dirasakan menyenangkasn baik oleh guru maupun murid.

[https://panduanguru.com]

Menyimak Model Pembelajran E-Learning

Pada ulasan berikut ini saya akan mengajak anda untuk membicarakan mengenai sebuah bahasan yang sangat menarik tentang model pembelajaran e-learning. Saat ini seiring dengan dunia yang terus mengalami perkembangan akibat dari adanya perkembangan teknologi yang tidak terbendung maka berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia pun kian mengalami perkembangan yang semakin banyak dan bervariasi. Salah satunya adalah tentang pembelajaran. Saat ini anda akan dapat melihat berbagai macam model pembelajaran yang diharapkan di sekolah-sekolah yang lahir dengan memanfaatkan adanya perkembangan teknologi yang terjadi. Salah satu di antaranya yang begitu terkenal sehingga membuat kita tertarik adalah tentang model pembelajaran  e-learning. Apakah itu model pembelajaran e-learning? Untuk mendapatkan informasi tentangnya secara lengkap maka anda harus membaca ulasan berikut ini dengan seksama.

Pembelajaran e-learning merupakan sebuah pembelajaran baru yang sering kali kita sebut dengan on line –learning. Pembelajaran e-learning atau elektronik

learning sebenarnya dapat kita artikan sebagai sebuah inovasi dalam hal pembelajaran yang menjadi perkembangan teknologi semacam internet sebagai basis dari pembelajaran. Seperti yang anda ketahui satu ini bahwa internet memang menjadi sebuah fenomena yang kian diminati oleh masyarakat karenanyalah membuat banyak orang yang peduli dengan pendidikan mencoba mengembangkan model pembelajaran e- learning ini.

Model pembelajaran e-learning memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan pembelajaran lain pada umumnya. Pertama pembelajaran ini menitikberatkan atau mengutamakan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan perkembangan teknologi layaknya internet dalam penyampaian materi pembelajaran dari tenaga pendidik kepada para peserta didiknya. Dengan menggunakan sarana internet ini maka pembelajaran pun akan terasa lebih modern dan lebih menyenangkan untuk dilakukan oleh peserta didik.

Ciri yang kedua dari pembelajaran ini terletak pada fleksibelitasnya. Pada model pembelajaran ini setiap kegiatan pembelajaran yang berlangsung dapat terjadi kapan saja dan dari mana saja tanpa terbatas waktu dan tempat yang penting tersedia alat dan tersedia jaringan yang menghubungkan ke internet maka kegiatan pembelajaran akan dapat berjalan. Tentu saja dengan hal semacam ini menjadikan pembelajaran e-learning ini sebagai sebuah pembelajaran yang efektif di jaman yang semakin modern seperti sekarang ini.

[https://www.informasi-pendidikan.com]

Strategi Belajar Mengajar yang Dapat Diterapkan Secara Maksimal

Strategi belajar mengajar ini adalah sebuah cara untuk memilih dan menyampaikan sebuah bahan pembelajaran atau materi pembelajaran yang berada di dalam suatu lingkungan tertentu. Pengajaran ini mempunyai sebuah sifat seperti urutan sebuah kegiatan yang dapat memberikan sebuah pengalaman pada para anak didik. Untuk strategi belajar mengajar ini tidak hanya akan di batasi oleh sebuah prosedur kegiatan akan tetapi juga di dalamnya terdapat sebuah materi dan paket cara pengajarannya. Untuk sebuah strategi belajar mengajar ini di perlukan sebuah tingkah laku untuk dapat membantu para siswa dapat mencapai sebuah tujuan yang di kehendaki oleh para pengajar secara tepat dan tidak keluar dari tujuan awal.

Menurut dari Gropper yang sesuai dengan Ely bahwa

Dijelaskan di perlukan sebuah strategi belajar mengajar yang berkaitan erat dengan tujuan para pengajar. Beliau mengatakan

 
bahwa untuk setiap strategi untuk belajar mengajar ini adalah suatu rencana supaya dapat mencapai sebuah tujuan yang baik dan tepat. Strategi ini lebih ke arah para siswa supaya para siswa dapat benar-benar paham dan mengerti apa tujuan dari sang pengajar berikan. Strategi ini dapat lebih luas dari pada sebuah metode ataupun teknik pengajaran.

Metode itu sendiri merupakan sebuah cara dimana dalam fungsinya adalah salah satu alat untuk dapat mencapai sebuah tujuan. Dan hal ini juga akan berlaku untuk semua para pengajar atau para guru ataupun juga untuk para siswanya. Semakin baiknya metode pengajaran yang di pakai maka hal ini juga akan semakin efektif pula mencapai sebuah tujuan yang di harapkan.

Terkadang sering kali sebuah metode pengajaran di bedakan dengan adanya sebuah teknik, dan sedangkan metode ini bersifat procedural. Pada teknik ini lebih memiliki sifat yang implementatif. Maksudnya ialah sebuah pelaksanaan yang sesungguhnya dapat terjadi sesuai dengan tujuan dan mencapai suatu tujuan tersebut.

Maka dapat di simpulkan bahwa untuk mencapai sebuah strategi belajar mengajar ini di butuhkan sebuah metode serta teknik yang sesuai dengan prosedur untuk dapat menjamin semua siswa supaya dapat mencapai sebuah tujuan. Teknik dan juga metode merupakan sebuah sistem yang juga bagian dari strategi belajar mengajar.

Etika Guru

Di dalam etika guru Indonesia dituliskan dengan jelas bahwa guru membimbing murid untuk membentuk mereka menjadi manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Etika bagi guru adalah terhadap peserta didiknya, terhadap pekerjaan dan terhadap tempat kerja. Etika tersebut wajib dimiliki oleh seorang guru untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang baik.

Guru sebaiknya memberi contoh yang baik bagi muridnya. Keteladanan seorang guru adalah perwujudan realisasi kegiatan belajar mengajar dan menanamkan sikap kepercayaan kepada murid. Guru yang berpenampilan baik dan sopan akan mempengaruhi sikap murid demikian juga sebaliknya. Selain itu di dalam memberikan contoh kepada murid, guru harus bisa mencontohkan bagaimana bersifat objektif dan terbuka pada kritikan serta menghargai pendapat orang lain.

Guru harus bisa mempengaruhi dan mengendalikan muridnya. Perilaku dan pribadi guru akan menjadi bagian yang ampuh untuk mengubah perilaku murid. Guru hendaknya menghargai

 
potensi yang ada di dalam keberagaman murid. Seorang guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan ilmu pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, namun juga harus memperhatikan perkembangan pribadi anak didiknya baik perkembangan jasmani atau rohani.

Etika guru yang berikutnya adalah profesional terhadap pekerjaan. Sebagai seorang guru adalah pekerjaan yang mulia. Guru harus melayani masyarakat di bidang pendidikan secara profesional. Supaya bisa memberikan layanan yang memuaskan pada masyarakat maka guru harus bisa menyesuaikan kemampuan serta pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat.

Yang berikutnya adalah profesional terhadap tempat kerja. Suasana yang baik ditempat kerja bisa meningkatkan produktivitas. Kinerja guru yang tidak optimal bisa disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak memberi jaminan pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.

Pendekatan pembelajaran kontekstual bisa menjadi pemikiran bagi guru supaya lebih kreatif. Strategi belajar yang membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan situasi akan mendorong murid mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sikap profesional guru pada tempat kerja adalah dengan cara menciptakan hubungan yang harmonis di lingkungan tempat kerja dan lingkungan. Etika guru sangat dibutuhkan dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

[https://www.informasi-pendidikan.com]

Awal Pengabdian Sarjana Mengajar di Morotai

Puluhan guru muda SM3T dari Unnes tiba di Pulau Morotai untuk memulai pengabdian. (Foto: dok. Unnes)

JAKARTA – Setiap tahun, pemerintah melalui program Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan Terpencil dan Tertinggal (SM3T) mengirim ribuan guru ke pelosok Nusantara. Bulan ini, pengabdian mereka bermula.Kabupaten Morotai, misalnya, pekan ini kedatangan 40 guru SM3T dari Universitas Negeri Semarang (Unnes). Begitu menginjakkan kaki di pelabuhan kapal cepat (speed boat) Pulau Morotai, saat itu pula para guru muda siap mengabdi selama setahun di tengah berbagai keterbatasan.

Ketika melepas para sarjananya, Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum Unnes, Dr S Martono menyatakan, anak didiknya ini siap ditempatkan di mana pun.

“Harapan saya, 40 sarjana ini datang dalam kondisi sehat pada hari ini. Setahun lagi kami tarik juga dalam sehat dan bertambah. Dalam artian bertambah pengalaman dan pengetahuannya,” ujar Martono, seperti dikutip dari laman Unnes, Jumat (28/8/2015).

Dinas Pendidikan Kabupaten Pulau Morotai, Yanto A Giri mengatakan, keberadaan SM3T bisa membantu kebutuhan sekolah atas guru mengingat Kabupaten Morotai baru berdiri lima tahun lalu. “Kedatangan mereka mengatasi sebagian masalah pendidikan di pulau yang kerap disebut sebagai Jendela Indonesia itu,” imbuhnya.

Hal itu diamini Kepala SMAN 4 Pulau Morotai, Fahrizal. “Di sini semua sekolah kekurangan guru,” ujar Fahrizal.

Kepala Bidang Pendidikan Dasar Pulau Morotai, Djufri menyampaikan, mereka paling kekurangan guru sekolah dasar. “Kami juga butuh guru pelajaran produktif di SMK. Selain itu, guru-guru mata pelajaran eksakta juga masih sangat kurang,” tuturnya.

SM3T adalah program tahunan Kemenristek Dikti. Program ini diinisasi Ditjen Dikti Kemendikbud sekira lima tahun lalu. Dan hingga kini, sudah puluhan ribu guru yang lolos berbagai seleksi ketat dikirim untuk mengabdi di berbagai pelosok Tanah Air.

[Afriani Susanti dalam news.okezone.com]

Ini Alasan Mengapa Sistem Pendidikan Finlandia Menjadi yang Terbaik di Dunia

Pendidikan adalah salah satu aspek paling penting dalam kehidupan kita. Dengan pendidikan kita bisa memajukan taraf hidup dan menjalani kehidupan yang lebih bermartabat. Begitu pentingnya pendidikan dalam kehidupan kita, sehingga di sekeliling kita terdapat banyak sekali orang yang berjuang mati-matian untuk kelangsungan pendidikan.

 

Finlandia adalah salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia dalam berbagai versi, termasuk versi World Economy Forum. Pada tahun 2000, negara ini bahkan berhasil mencapai tingkat Literacy (kemampuan baca) hingga 100 persen, yang artinya tidak ada satupun warganya yang buta huruf. Negara ini juga memakai sistem pendidikan yang sama sejak tahun 1970. Apa yang membuat pendidikan di negara mereka sangat maju? Ini rahasianya.

1. Anak-Anak Tidak Boleh Sekolah Sebelum Berumur 7 Tahun

Di negara ini, tidak akan ada yang menerima murid jika umur murid tersebut belum genap 7 tahun. Semua anak yang berumur di bawah 7 tahun hanya diperbolehkan bermain, tanpa beban untuk sekolah. Hal ini diterapkan karena menurut pemerintah Finlandia, otak anak justru akan rusak jika diberikan pelajaran seperti membaca atau menghitung sebelum usia mereka cukup. Di umur-umur tersebut anak-anak sebaiknya dibiarkan lebih banyak bermain dan mengeksplorasi dunianya.

Tidak Boleh Sekolah di Bawah 7 Tahun

Sebenarnya, pemerintah Indonesia juga menerapkan aturan ini. Di Indonesia, usia yang diperbolehkan untuk masuk ke Sekolah Dasar adalah 7 tahun. Di bawah umur tersebut, anak-anak hanya diperbolehkan belajar di Taman Kanak-kanak atau Playgroup, dimana membaca, menulis dan mengenal huruf dan angka tidak termasuk dalam kurikulum. Anak-anak hanya diajari mengenal warna, bentuk, tekstur dan melatih motorik kasarnya. Tapi sudah menjadi rahasia umum, TK dan Playgroup di Indonesia secara sembunyi-sembunyi mengajarkan baca-tulis-hitung pada muridnya. Orangtua muridpun seolah bangga jika anaknya bisa membaca dalam usia sedini mungkin, padahal hal itu justru merusak daya imajinasi si anak, yang harusnya menghabiskan waktu untuk bermain.

 

[https://boombastis.com]