Apa sih Intifada itu kawan?

Intifada berasal dari kata berbahasa Arab intifadlah dari asal kata nafadla yang berarti gerakan, goncangan, revolusi, pembersihan, kebangkitan, kefakuman menjelang revolusi, dan gerakan yang diiringi dengan kecepatan dan kekuatan. Intifada pertama kali dipakai sebagai nama oleh sebuah kelompok perjuangan Palestina yang membelot dari Gerakan Fatah. Namun kini kata itu lekat dengan gerakan kebangkitan baru rakyat Palestina. Pada dekade 1980-an, rakyat Palestina secara serentak bangkit melakukan perlawanan menentang rezim Zionis Israel. Sejak itu, intifada dipakai untuk menyebut gerakan yang muncul secara tiba-tiba, serentak, independen, agresif, universal, dengan kesadaran dan rasa protes, serta dengan penuh keberanian. Gerakan itu dilakukan oleh rakyat Palestina dalam menghadapi rezim Zionis Israel.

Saat itu, rakyat Palestina tidak memiliki sarana dan fasilitas apapun dalam perjuangan membebaskan negeri mereka melawan tentara Zionis. Mereka bersenjatakan batu untuk membela diri dan menyerang musuh. Karena itu, intifada dekade 80-an disebut juga dengan revolusi batu. Meski hanya bersenjatakan batu, tetapi intifada ini sangat menakutkan bagi Israel. Sebab dalam kitab suci mereka tercatat kisah Nabi Daud as yang membunuh Jalut, raja yang kejam dan bengis dengan senjata batu.

Sejarah Palestina moderen diwarnai dengan empat kebangkitan, yaitu kebangkitan tahun 1921, 1932, 1939 dan 1987. Intifada terakhir disebut sebagai yang terbesar dan paling luas. Para pejuang Palestina menggunakan strategi menyerang ke dalam wilayah pendudukan (Israel) dan mengatasnamakan perjuangan ini dengan syiar Islam, dengan mencampakkan cara-cara lama yang bertahan dan menggunakan atribut perjuangan nasionalis atau jargon-jargon non agama lainnya.

Mengenai gerakan intifada, Syahid Dr Fathi Ibrahim Shaqaqi, Sekjen pertama Gerakan Jihad Islam Palestina mengatakan, “Dalam sejarah revolusi dan perjuangan, kata intifada memiliki latar belakang yang panjang. Akan tetapi dari sisi makna, intifada berarti kebangkitan menggantikan masa kevakuman. Intifada adalah tahap pendahulu bagi sebuah revolusi. Misalnya, di Iran, terjadi kebangkitan di madrasah Feiziyah Qom. Kebangkitan itu kita namakan intifada, sebab gerakan itu pada tahun 1979 membuahkan kemenangan revolusi. Apa yang terjadi saat ini di Palestina tak lain adalah tahap bagi sebuah revolusi. Kita tak pernah membayangkan gerakan kebangkitan ini akan berjalan secara luas dan universal seperti ini. Kita namakan gerakan ini dengan nama intifada. Karena itu, kami di Gerakan Jihad Islam menyebut kebangkitan ini sebagai intifada dan revolusi.

Intifadah pertama memasuki panggung politik pada 1987, dimulai dengan pemuda Palestina yang membalas pembunuhan enam anak-anak Palestina oleh tentara-tentara Israel. Berlanjut hingga 1993, Intifadah menghadapi tanggapan yang sangat keras dari Israel, berdasar prinsip bahwa “kekerasan melahirkan kekerasan,” Timur Tengah kembali terjatuh ke dalam kekacauan. Sepanjang masa ini, perhatian dunia tertuju pada kasus anak-anak yang tempurung kepalanya pecah dan tangan-tangan mereka dipatahkan oleh para tentara Israel. Orang-orang Palestina, dari yang paling muda hingga yang paling tua, menentang kekerasan militer Israel dan penindasan dengan sambitan batu apa pun yang dapat mereka temukan. Sebagai balasannya, tentara Israel secara besar-besaran memberondongkan senjatanya: menyiksa, mematahkan tangan, dan menembaki lambung dan kepala orang-orang dengan tembakan senapan. Pada tahun 1989, sebanyak 13.000 anak-anak Palestina ditahan di penjara-penjara Israel.

Apa pun alasannya, memilih cara kekerasan tidak pernah memecahkan persoalan. Dan kembali, kenyataan penting harus dicamkan ketika merenungkan tanah tempat Intifadah terjadi. Pertama-tama, karena diperkuat oleh keputusan PBB, tentara Israel menggunakan kekuatan yang, sejalan dengan hukum internasional, seharusnya dijauhi. Meskipun sudah diperkuat aturan, jika Israel menuntut agar keberadaannya di tanah ini diterima, cara menunjukkannya tentu bukan dengan membunuh orang-orang tak berdosa. Karena semua orang yang waras pastilah sepakat, jika salah bagi orang-orang Palestina memilih kekerasan, maka pastilah juga salah bagi tentara-tentara Israel membunuh mereka. Setiap negara memiliki hak membela diri dan melindungi dirinya, namun apa yang telah terjadi di Palestina jauh dari sekedar membela diri.

Tentara pendudukan Israel menanggapi batu-batu dan ketapel remaja Palestina dengan senapan otomatis dan peluru tajam. Oleh karenanya setidaknya beberapa orang Palestina meninggal setiap hari.

Selama tahun-tahun Intifadah, sebuah peristiwa terjadi di desa Kristen Beit Sahour di dekat Bethlehem. Kejadian ini, yang disaksikan oleh penduduknya Norman Finkelstein, hanyalah satu dari banyak contoh yang tidak mendukung bahwa campur tangan militer didorong oleh keinginan membela diri:

Suatu kali di camp pengungsian Jalazoun, anak-anak membakar ban ketika sebuah mobil menepi. “Pintu dibiarkan terbuka, dan empat pria (pemukim Israel maupun tentara berpakaian preman) melompat keluar, menembak membabi buta ke segala penjuru. Anak-anak di samping saya tertembak di punggungnya, peluru keluar dari pusarnya… Hari berikutnya Jerussalem Post melaporkan bahwa tentara itu menembak untuk membela diri.”

Intifadah rakyat Palestina, yang dilakukan dengan sambitan batu dan pentungan untuk melawan tentara paling modern di dunia, berhasil menarik perhatian internasional pada wilayah ini. Gambar-gambar yang intinya mengenai pembunuhan tentara Israel atas anak-anak berusia sekolah sekali lagi menunjukkan kebijakan teror pemerintah pendudukan. Masa ini berlanjut hingga Kesepakatan Oslo tahun 1993, ketika Israel dan PLO duduk bersama di meja perundingan. Pada pertemuan ini, Israel mengakui Yasser Arafat untuk pertama kalinya sebagai perwakilan resmi rakyat Palestina.

Setelah Intifadah pertama mencapai puncaknya dalam kesepakatan damai, rakyat menunggu dengan sabar perdamaian dan keamanan kembali ke wilayah Palestina. Penantian ini berlanjut hingga Sepetember 2000, ketika Ariel Sharon, yang dikenal sebagai “Penjagal dari Libanon,” melakukan kunjungan yang menghebohkan ke Mesjid al-Aqsa bersama puluhan polisi Israel. Kejadian ini memicu bangkitnya Intifadah al-Aqsa.

Rasa sakit dan penderitaan tak berujung orang-orang Palestina meningkat dengan adanya Intifadah al-Aqsa. Saat ini, tiap hari ada laporan yang menyebutkan anak-anak dan remaja meninggal di wilayah-wilayah Palestina. Semenjak awalnya di bulan September 2000 hingga Desember 2001, sebanyak 936 orang Palestina tewas (angka-angka ini bersumber dari Organisasi Kesehatan Palestina). Sepanjang pertikaian, satuan-satuan tentara Israel menjadikan banyak warga sipil, termasuk anak-anak yang pulang sekolah sasaran pengeboman dengan helikopter.

Tentara Israel menggunakan senjata mereka bukan untuk melucuti senjata anak-anak Palestina, melainkan untuk membantai dan membunuh mereka. Suleiman Abu Karsh, wakil menteri perdagangan Palestina, menyatakan perasaan rakyatnya mengenai Intifadah ini dalam sebuah wawancara:

Intifadah ini terlahir dari kekejaman Zionis Israel dan provokasi terhadap rakyat Palestina dan hal-hal yang kami anggap suci. Karena ikatan kuat rakyat Palestina terhadap tempat-tempat suci ini, khususnya Mesjid Aqsa, yang merupakan kiblat pertama Muslimin, mesjid mereka, dan salah satu titik pusat Haram asy-Syarif, Israel menunjukkan tindak kekejaman.

Di Palestina, di mana 70% penduduk terdiri atas kalangan muda, bahkan anak-anak pun telah mengalami perpindahan, pengusiran, penahanan, pemenjaraan, dan pembantaian semenjak pendudukan tahun 1948. Mereka diperlakukan seperti warga kelas dua di tanahnya sendiri. Mereka telah belajar bertahan hidup dalam keadaan yang paling sulit. Renungkanlah fakta-fakta berikut ini: 29% dari orang yang terbunuh selama Intifadah al-Aqsa berusia di bawah 16 tahun; 60% dari yang terluka berusia di bawah 18; dan di wilayah tempat bentrokan paling sering terjadi, paling tidak lima anak terbunuh tiap hari, dan setidaknya 10 orang terluka.

Tentara Israel, yang menjadikan warga sipil dan anak-anak sebagai sasaran, tidak ragu menembak bahkan anak-anak yang tengah bermain di tempat bermain sekolah. Karena jam malam yang diberlakukan oleh Israel, dalam tahun itu mereka lebih sering tidak pergi ke sekolah. Ketika mereka bisa bersekolah, mereka menjadi sasaran serangan Israel. Salah satu serangan itu terjadi pada 15 Maret 2001. Sewaktu murid-murid Sekolah Dasar Ibrahimi di al-Khalil tengah bermain selama jam istirahat, tentara Israel menembaki mereka. Kejadian ini, ketika enam anak-anak terluka parah, bukan contoh yang pertama maupun terakhir tentang kekejaman semacam itu.

Dalam The Palestine Chronicle, wartawan-penulis Ruth Anderson menggambarkan beberapa kejadian tak berperikemanusiaan dalam Intifadah al-Aqsa:

Tak ada yang menyebutkan seorang lelaki muda yang baru menikah yang pergi berdemonstrasi hanya untuk menjadi martir, meninggalkan pengantin wanitanya menjadi janda. Tak ada yang menyebutkan pemuda Palestina yang kepalanya diremukkan oleh orang Israel dan tangannya dipatahkan sebelum ia secara brutal dijagal. Tak ada yang menyebutkan seorang anak kecil berusia 8 tahun yang tertembak mati oleh tentara Israel. Tak ada yang mengatakan bagaimana para pemukim Yahudi, yang dilengkapi dengan berbagai jenis senjata dan disokong oleh pemerintah Barak, menyerang desa-desa Palestina dan mencabuti pohon-pohon zaitun dan membunuh orang-orang sipil Palestina. Tak ada yang menyebutkan bayi-bayi Palestina yang meninggal ketika rumah mereka dibom dengan serangan udara atau orang yang dihujani oleh peluru Israel ketika dipindahkan ke tempat aman. Setiap orang tahu bahwa bayi-bayi tidak bisa melempar batu. Setiap orang tahu kecuali orang-orang Israel dan Amerika.

Mungkinkah akan terjadi gerakan Intifada ketiga, setelah sikap Israel yang tidak mengindahkan gencataan senjata dan prilaku – prilaku zalim yang dilakukan yahudi saat ini!

Ayo akhi dan ukhti sempatkanlah kalian memohon dalam selipan do’a kalian untuk saudara kita di Palestina, agar senantiasa dibebaskan dari penderitaan yang saat ini menerkam mereka…….

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

 

 

 

rsz_man-jadda-wajada

Man Jadda Wa Jada

Akhi dan ukhti… pernahkah kalian mendengar ungkapan Man Jadda Wa Jada? Namun sudahkah akhi dan ukhti mengaplikasikan prinsip ini? Banyak orang sudah tahu namun masih sedikit yang mengamalkannya.

Banyak contoh yang kita temui dalam kehidupan seharian, banyak orang yang tidak menerapkan prinsip ini. Mereka cepat menyerah, berhenti berusaha, dan menyerah pada nasib.

Mereka suka mengatakan “saya tidak boleh”.

OK, bagi yang tahu ertinya, man jadda wa jada bererti sesiapa bersungguh-sungguh pasti dapat. Setahu saya, ini bukanlah hadis, tetapi sejenis pepatah Arab yang mengandungi makna yang mendalam.

Kata kunci dalam pepatah ini ialah jadda atau maksudnya bersungguh-sungguh. Jadi, sejauh mana kita sudah mengamalkan pepatah ini,  sejauh kita bersungguh-sungguh?

Jawablah persoalan  ini dalam hati kita dengan ikhlas. Ukurlah diri kita tanpa dalih tanpa alasan (jika bersungguh-sungguh ingin maju).

  • Sudahkah kita bersungguh-sungguh melihat peluang?
  • Sudah berapa kali kita gagal dan bangkit mencuba lagi?
  • Seberapa gigih dan tabah kita dalam mencari solusi masalah?
  • dan sebagainya.

“Tapi saya…” jika kita masih suka mengatakan “tapi” sebagai dalih tidak berusaha, ertinya kita belum bersungguh-sungguh. Mungkin dalih kita benar, tetapi kita tidak akan meraih apa yang kita inginkan.

Jika kita memang bersungguh-sungguh, akan selalu ada jalan untuk mencapai apa yang kita inginkan. Akan selalu ada jalan untuk menyelesaikan masalah kita. Kekuatan fikiran, hati, dan tubuh kita sudah cukup untuk mengatasi masalah kita. Sebesar mana pun masalah kita.

Semua orang memiliki potensi yang sama, yang berbeza ialah sejauh mana kita menggunakan potensi tersebut. Sejauh mana kita menanamkan man jadda wa jada dalam kehidupan kita.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

 

 

Hasan Al Banna merumuskan 10 karakteristik muslim. Karakteristik ini seharusnya yang menjadi ciri khas dalam diri seseorang yang mengaku sebagai muslim, yang dapat menjadi furqon (pembeda) yang merupakan sifat-sifat khususnya (muwashofat). Menurut beliau, karakter ini merupakan pilar pertama terbentuknya masyarakat islam maupun tertegaknya sistem islam dimuka bumi, kesepuluh karakter tersebut adalah :

1.Salimul Aqidah – Good Faith – Akidah yang Bersih

Bersih Akidahnya dari sesuatu hal yang mendekatkan dan menjerumuskan dirinya dari lubang syirik.

2. Shahihul Ibadah – Right Devotion – Ibadah yang benar

Benar Ibadahnya menurut AlQur’an dan Assunnah serta terjauh dari segala Bid’ah yang dapat menyesatkannya.

3. Matinul Khuluq – Strong Caharacter – Akhlak yang kokoh

Matinul Khuluq, Mulia Akhlaknya sehingga dapat menunjukkan sebuah kepribadian yang menawan dan dapat meyakinkan kepada semua orang bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan Lil Alamin).

4. Qawiyul Jismi – Physical Power – Fisik yang kuat

Kuat Fisiknya sehingga dapat mengatur segala kepentingan bagi jasmaninya yang merupakan amanah/titipan dari Allah SWT.

5. Mutsaqaful Fikri – Thingking Briliantly – Intelek dalam berpikir

Luas wawasan berfikirnya sehingga dia mampu menangkap berbagai informasi serta perkembangan yang terjadi disekitarnya.

6. Qodirun ‘alal Kasbi-Independent dari segi ekonomi

Mampu berusaha sehingga menjadikannya seorang yang berjiwa mandiri dan tidak mau bergantung kepada orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

7. Mujahidun linafsihi – Berjuang melawan hawa nafsu

Bersungguh sungguh dalam jiwanya sehingga menjadikannya seseorang yang dapat memaksimalkan setiap kesempatan ataupun kejadian sehingga berdampak baik pada dirinya ataupun orang lain.

8. Haritsun ‘ala waqtihi – Pandai menjaga waktu

Efisien dalam memanfaatkan waktunya sehingga menjadikannya sebagai seorang yang pantang menyiakan waktu untuk melakukan kebaikan, walau sedetikpun. karena waktu yang kita gunakan selama hidup ini akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT.

9. Munazhom Fii Su’unihi – Teratur dalam segala urusan

Tertata dalam urusannya sehingga menjadikan kehidupannya teratur dalam segala hal yang menjadi tanggung jawab dan amanahnya. Dapat menyelesaikan semua masalahnya dengan baik dengan cara yang baik.

10. Naafi’un Li Ghairihi – Bermanfaat untuk orang lain

Bermanfaat bagi orang lain, sehingga menjadikannya seseorang yang bermanfaat dan dibutuhkan. Keberadaannya akan menjadi sebuah kebahagiaan bagi orang lain dan Ketiadaannya akan menjadikan kerinduan pada orang lain.

Cinta dan kepribadian adalah dua kata yg tumbuh bersama dan sejajar. Makin kuat kepribadian kita, makin mampu kita mencintai dengan kuat. Semoga dengan kesepuluh karakter tersebut dapat menjadi motivasi kita untuk menjadi sosok muslim/muslimah sejati di dunia dan akhirat. Aamiin Allahuma Aamiin.

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Nah, sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai bagaimana cara membangun rumah ilmu untuk mewujudkan universitas konservasi bereputasi, kita bahas terlebih dahulu mengenai rumah ilmu itu apa, serta konservasi itu apa……….

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka disebutkan, bahwa Ilmu adalah Pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa rumah ilmu itu adalah suatu wadah atau tempat untuk memperoleh pengetahuan tentag suatu bidang tertentu. Jadi kita belajar di rumah ilmu yang berbeda-beda, tergantung dari bidang ilmu yang kita pelajari.

Kita memperoleh ilmu pengetahuan tidak terikat oleh tempat dan terbatas oleh waktu, dimanapun kita berada, dan kapanpun kita menjalani waktu, dari semua itu kita bisa bnayak mendapatkan ilmu, ilmu tidak hnya bisa kita dapatkan saat kuliah saja, namun banyak hal seperti mengiuti organisasi, seminar, unit kegiatan, dan lain-lain, semua itu dapat dikatakan sebagai rumah ilmu.

Seperti yang diketahui saat ini, pengaruh budaya barat terhadap Indonesia telah sangat memprihatinkan, arus perkembangan teknologi yang menjadi alasan utama pengaruh budaya barat. Banyak sekali dampak negatif akibat dari pengaruh budaya barat, sabagai contoh dapat menghilangkan kebudayaan asli Indonesia, serta dapat terjadi proses perubahan social didaerah yang dapat mengakibatkan permusuhan antar suku sehingga rasa persatuan dan kesatuan bangsa menjadi goyah. Apabila budaya asing masuk ke Indonesia, dan tidak ada lagi kesadaran dari masyarakat untuk mempertahankan dan melestarikannya, dipastikan lagi masyarakat Indonesia tidak akan dapat lagi melihat kebudayaan Indonesia kedepan. masuknya budaya asing yang lebih mudah diserap dan ditiru oleh masyarakat baik tua maupun muda, dan parahnya biasanya meniru perilaku yang buruk adanya globalisasi bisa memungkinkan hilangnya suatu kebudayaan karena adanya percampuran antara kebudayaan lokal dengan kebudayaan dr luar, bisa juga karna memang tidak ada generasi penerus yg melestarikan budaya tersebut. Bebasnya setiap orang mengakses ataupun menggunakan teknologi, maka dengan mudah juga terjadi penyalahgunaan fungsi dari teknologi tersebut. Teknologi yang tidak akan ada habisnya, akan membuat para penggunanya tidak pernah puas sehingga perlu biaya untuk selalu mengupdate teknologi yang mereka miliki ataupun penggunaan teknologi komunikasi yang makin meluas hal ini akan berakibat terhadap pemborosan biaya. Pengalihan kinerja manusia ke mesin tentu makin menyebabkan polusi udara sehingga memperparah pemanasan global.

Indonesia sekarang seakan pasrah akan keadaanya, budaya asli Indonesia pernah di akui oleh negara lain, seperti reog, angklung, dan yang lain. Kita sadarnya setelah pengakuan dari negara lain tersebut, sebenarnya apa sih yang ada dalam fikiran rakyat Indonesia???

Salah satu penyebab pengaruh budaya barat masuk ke Indonesia adalah karena kurangnya greget rakyat Indonesia untuk melestarikan kebudayaannya. Kebanyakan telah di kuasai oleh budaya barat sehingga lupa akan kekayaan yang di miliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Melestarikan budaya adalah tugas para pemuda terutama mahasiswa. Banyak cara yang dapat dilkukan di dalam kampus oleh mahasiswa untuk melestarikan budaya bangsa. Salah satu nya dengan memanfaatkan rumah ilmu. Rumah ilmu tersebut dapat berbentuk unit kegiatan seperti lomba kesenian tradisional, organisasi yang didalamnya berkecipung tentang dunia seni tradisional, serta sosialisasi tentang kesenian tradisional kepada masyarakat dan sekolah-sekolah untuk mengadakan pelatihan kesenian agar kelak dapat diwariskan kepada generasi penerus bangsa.

Dengan adanya pelestarian kesenian lewat beberapa rumah ilmu tersebut, diharapkan dapat menuntun Indonesia menjadi lebih baik lagi dan dapat melestarikan budaya-budaya tradisional yang hampir tertinggal, sehingga lingkungan kampus sebagai universitas konservasi bereputasi dapat terwujud.

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Universitas Negeri Semarang adalah salah satu universitas yang mengedepankan akan pentingnya konservasi. Unnes sebagai universitas konservasi memiliki 7 pilar konservasi yang meliputi :

  1. Devisi konservasi biodiversitas (biodiversity conservation),
  2. Pengelolaan limbah ( waste management),
  3. Energi bersih (clean energy),
  4. Kebijakan nirkertas (papeless),
  5. Arsitektur hijau dan transportasi internal (green architecture and internal transportation),
  6. Seni,etika, dan budaya (art,ethics, culture conservation),
  7. Kader konservasi (cadre conservation) .

Pengertian konservasi itu sendiri berasal dari kata conservation (con = together, servare =keep/save) yang merupakan suatu upaya pelestarian lingkungan , tetapi tetap memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh pada saat itu dan tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa depan.

Namun dalam konteks ini, tidak hanya konservasi lingkungan saja yang harus dikembangkan, namun juga konservasi moral, Unnes yang mendeklarasikan diri sebagai universitas konservasi pada bulan Februari 2010 yang dimotri oleh Rektor Universitas Negeri Semarang saat itu Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, menetapkan 11 nilai karakter konservasi yang diterapkan Unnes. Kesebelas niai tersebut yaitu religius, jujur, cerdas, adil, tanggung jawab, peduli, toleran, demokratis, cinta tanah air, tangguh dan santun.

Dapat diketahui bahwa konservasi moral juga saling berkaitan dengan konservasi lingkungan, dengan kata lain, jika ingin mewujudkan konservasi lingkungan, maka harus mempunyai juga konservasi moral pada diri pribadi masing-masing.

Agar dapat mewujudkan tujuan Unnes sebagai universitas konservasi bereputasi, maka dibangunlah rumah ilmu. Rumah ilmu adalah suatu wadah dalam memperoleh pendidikan dan ilmu pengetahuan, kemudian mengaplikasikannya. Dari ketujuh pilar konservasi diatas, ditiap-tiap pilar telah mempunyai rumah ilmu tersendiri, dan semuanya telah di terapkan di Universitas Negeri Semarang. Dalam menerapkan hal tersebut, semua tidak akan lepas dari peran mahasiswa dalam kampus, para mahasiswa sebagian besar telah menerapkan rumah ilmu mulai dari yang sederhana. Seperti contoh membuang sampah pada tempatnya, itu merupakan aplikasi dari perilaku konservasi. Dan jika kita tidak melakukan atau membiarkan hal tersebut, kita akan terkena dampak yang ditimbulkan, seperti banjir, dan sebagainya. Jadi kita memperoleh pengetahuan dan pendidikan dari perilaku konservasi yang telah kita lakukan, itu adalah suatu contoh dari penerapan rumah ilmu di universitas negeri semarang.

Dalam perkuliahan, terdapat mata kuliah pendidikan konservasi, itu merupakan suatu contoh lain dari rumah ilmu, jadi di Unnes pembelajaran tentang konservasi tidak hanya sekedar teori-teori saja namun juga disertai dengan aplikasinya. Dari perilaku mahasiswa Unnes dapat diukur sejauh mana terwujudnya universitas konservasi bereputasi.

Dalam kenyataan yang ada masih ada mahasiswa Unnes yang belum menerapkan perilaku konservasi. Baik konservasi lingkungan maupun konservasi moral, untuk itu peran rumah ilmu sebagai pembinaan sekaligus saran pendidikan yang dilakukan secara nyataharus lebih ditingkatkan lagi. Peran penting rumah ilmu yaitu harus melahirkan para generasi yang mempunya aspek-aspek penting sebagai modal dalam pembelajaran dan aplikasi konservasi, aspek tersebut adalah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dengan begitu Unnes sebagai Universitas konservasi yang bereputasi akan segera terwujud.

 

Pesan untukmu kawan :

#fastabiqul khairat

#sebesar apapun masalahmu pasti ada celah untuk bersyukur

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Assalamualaikum

Posted by: Sri Hayati in Uncategorized 1 Comment »

Welcome to Jejaring Blog Unnes Sites. This is your first post. Edit or delete it, then start blogging!


Skip to toolbar