Archive for the ‘Uncategorized’ Category

Pecel Pakis Colo

Lezatnya Pecel Pakis Colo jelas beda dengan lainnya
Pecel Pakis Colo. Peziarah makam Sunan Muria, bisa mampir menikmati menu ini. Menu ini berasal dari Desa Colo, karena di daerah tersebut ditemukan tanaman paku-pakuan seperti tanaman pakis. Banyaknya tanaman ini membuat warga memanfaatkan tanaman paku-pakuan tersebut menjadi pecel.
Pecel Pakis Colo terdiri dari pakis, kacang panjang, toge, kacang tanah, cabai keriting, garam, dan gula merah

Pecel_Pakis_Colo

Jenang Kudus

Mubarokfood Cipta Delicia adalah produsen Jenang Kudus dengan merk-merk terkenal : Mubarok,Viva, Mabrur, Sinar Tiga Tiga, Jawa Rasa, Baginda, dan Semesta. Mubarokfood Cipta Delicia mulai dirintis pada tahuin 1910 dan terus berkembang dengan menerapkan Sistem Menajemen Mutu ISO 9001 : 2000.

Selain memproduksi Jenang Kudus, perusahaan juga terus melakukan inovasi-inovasi terbaru dengan memproduksi Dodol Indonesia dengan merk Citra Persada yang diolah dengan menggunakan teknologi Vacuum dan Produk tomat rasa kurma (Torakur) dengan merk Ala Jazeera.

Untuk Memberikan jaminan mutu, perusahaan melakukan pengawasan secara ketat oleh Laboratorium/QC (aspek fisika, kimia, mikrobiologi). Pengawasan secara ketat diarahkan agar jenang Mubarok memiliki karakteristik khas : tekstur elastis, flavor dan cita rasa yang sangat lezat. Jenang Mubarok diolah secara higienis dengan mengacu pada Good Manufacturing Practise (GMP) sertaHazard Analysis Critical Control Point (HACCP).

Mubarokfood merupakan perusahaan terbesar dalam penguasaan pangsa pasar jenang di Indonesia dengan area pemasaran hampir semua kota di pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Batam, Pulau Sumatra, dan Pulau Sulawesi. Selain itu perusahaan juga telah berhasil menembus pasar luar negeri, diantaranya Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Hongkong, Abu Dhabi, Arab Saudi, Jepang, dan beberapa negara lain.

 

Taman Sardi


 

 

Kudus- Menara Pisang yang lagi hits di media sosial instagram ini ternyata berada di Wisata Outbound dan Perkemahan Taman Sardi .Wisata Taman Sardi  merupakan sebuah wahana wisata alam yang memiliki pemandangan yang indah dan Taman Sardi juga dapat menikmati outbound yang seru bersama keluarga maupun teman. Lokasi Taman Sardi tidaklah jauh dari  Colo tepatnya di Dukuh Watu Lumpang  Desa Kajar ,Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Jawa Tengah .
 
 
Di Taman Sardi para wisatawan juga dapat menikmati area Camping yang berkonsep kerakyatan. Dilokasi Taman Sardi juga memiliki sarana penunjang lainya seperti air bersih,listrik,kamar mandi , area camping ground dan pemandangan alam yang indah.
Bagi temen-temen yang suka berwisata outbound dan camping ,tak ada salahnya untuk mencoba wisata alam yang satu ini.

Museum Kretek

Di kudus, ada sebuah museum yang unik. Museum tersebut adalah Museum Kretek. Museum Kretek merupakan salah satu museum rokok di Indonesia. Keunikan lain dari museum Kretek adalah koleksi sejarahnya. Umumnya, museum mengoleksi dari peninggalan peristiwa masa lalu. Di museum ini, koleksi sejarahnya tidak hanya dari peninggalan peristiwa masa lalu, tapi ada juga beberapa koleksi dari masa kini. Museum Kretek akan menambah koleksi sejarahnya setiap ada hal baru dalam mobilitas industri rokok nasional.

Museum Kretek didirikan pada 3 Oktober 1986 atas prakarsa Soepardjo Roestam, gubernur Jawa Tengah saat itu. Gagasan ini bermula sewaktu beliau berkunjung ke Kudus menyaksikan potensi kontribusi usaha kretek dalam menggerakkan perekonomian daerah. Museum yang terletak di kota Kudus ini didirikan untuk menyimpan dokumentasi perkembangan kretek di Kudus dan tanah air.

Sejarah kretek di Kudus bermula dari kisah sosok H. Jamhari yang memiliki penyakit asma. Berbagai metode pengobatan sudah ia jalani, namun asma yang dideritanya tak kunjung sembuh. Hingga akhirnya H. Jamhari mencoba metode lain, yaitu dengan cara meracik campuran tembakau dengan cengkeh, lalu dibungkus dengan daun jagung kering sebagai pembungkusnya. Hasilnya ia bakar dan ia hisap. Proses pembakaran yang berbunyi ‘kretek-kretek’ menjadi awal produk ini disebut kretek. Metode pengobatan ini dilakukan H. Jamhari secara berulang-ulang, dampaknya mulai ia rasakan. Asma yang dideritanya mulai reda.

Berita mengenai racikan obat H. Jamhari mulai tersebar luas di masyarakat. Setelah tersebarnya berita tersebut, permintaan akan racikan H. Jamhari meningkat. Sejak saat itu, H. Jamhari mulai memasarkan hasil racikannya secara luas dan besar-besaran. Itu merupakan tonggak sejarah kretek di tanah air.

Museum Kretek telah memiliki 1.195 koleksi mengenai sejarah kretek. Diantaranya adalah dokumentasi kiprah para tokoh pendiri pabrik kretek. Selain itu, terdapat pula bahan dan peralatan tradisional pembuatan kretek, hasil produksi, benda-benda promosi, dan diorama proses pembuatan kretek. Museum yang dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kabupaten Kudus sudah menyimpan koleksi sejarah dari masa lalu hingga masa kini.

Kesalahan dalam proses pengajaran sejarah menimbulkan dampak serius bagi perkembangan seseorang atau suatu bangsa dalam memahami sejarah. Berbagai persoalan bangsa yang mengemuka saat ini seharusnya dapat diperbaiki apabila bangsa ini memiliki kesadaran sejarah. Kesadaran tersebut berarti kita dapat mengambil pelajaran dari kesalahan pengalaman di masa lalu. Lemahnya kesadaran sejarah hampir pasti adalah buah dari kesalahan suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita mempertanyakan bagaimana proses pembelajaran mengenai sejarah itu berlangsung.

Masa lalu merupakan sesuatu yang penting untuk diketahui dan dipahami agar apa yang terjadi di masa lalu, dapat dijadikan pelajaran berharga dalam menapaki hari ini dan melangkah menuju masa depan. Demikian ungkapan,”We learn history for learning the present and building the future.” (Kambali, 2005)

Salah satu media pembelajaran sejarah terpenting adalah museum. Museum merupakan jendela dunia yang mampu membuka mata kita bagaimana mengetahui urutan waktu suatu peristiwa.

Dalam hal ini, museum yang menyimpan koleksi sejarah mengenai kretek, seperti museum Kretek sangat penting keberadaannya. Selain untuk menyimpan dokumentasi perkembangan kretek dari masa lalu, melalui keberadaan museum Kretek juga dapat menyadarkan kita sebagai bangsa Indonesia bahwa kretek merupakan salah satu simbol perjuangan bangsa. Sejarah bangsa Indonesia juga tidak lepas dari keberadaan Kretek. Oleh karena itu, keberadaan museum Kretek akan membuka kesadaran kita untuk melindungi kretek sebagai salah satu simbol sejarah.

Ki Anom Suroto

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ANOM SUROTO, H, (1948 – ), dalang Wayang Kulit Purwa, mulai terkenal sebagai dalang sejak sekitar tahun 1975-an. Ia lahir di Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu Legi 11 Agustus 1948. Ilmu pedalangan dipelajarinya sejak umur 12 tahun dari ayahnya sendiri, Ki Sadiyun Harjadarsana. Selain itu secara langsung dan tak langsung ia banyak belajar dari Ki Nartasabdo dan beberapa dalang senior lainnya.

Dalang laris itu juga pernah belajar di Kursus Pedalangan yang diselenggarakan Himpunan Budaya Surakarta (HBS), belajar secara tidak langsung dari Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN), Pawiyatan Kraton Surakarta, bahkan pernah juga belajar di Habiranda, Yogyakarta. Saat belajar di Habiranda ia menggunakan nama samaran Margono.

Pada tahun 1968, Anom Suroto sudah tampil di RRI (Radio Republik Indonesia), setelah melalui seleksi ketat. Tahun 1978 ia diangkat sebagai abdi dalem Penewu Anon-anon dengan nama Mas Ngabehi Lebdocarito. Tahun 1995 ia memperolah Satya Lencana Kebudayaan RI dari Pemerintah RI.

Selain aktif mendalang, ia juga giat membina pedalangan dengan membimbing dalang-dalang yang lebih muda, baik dari daerahnya maupun dari daerah lain. Secara berkala, ia mengadakan semacam forum kritik pedalangan dalam bentuk sarasehan dan pentas pedalangan di rumahnya Jl. Notodiningratan 100, Surakarta. Acara itu diadakan setiap hari Rabu Legi, sesuai dengan hari kelahirannya, sehingga akhirnya dinamakan Rebo Legen. Acara Rebo Legen selain ajang silaturahmi para seniman pedalangan, acara itu juga digunakan secara positif oleh seniman dalang untuk saling bertukar pengalaman. Acara itu kini tetap berlanjut di kediamannya di Kebon Seni Timasan, Pajang, Sukoharjo. Di Kebon seni itu berdiri megah bangunan Joglo yang begitu megah dalam area kebon seluas 5000 M2.

Hingga akhir abad ke-20 ini, Anom Suroto adalah satu-satunya yang pernah mendalang di lima benua, antara lain di Amerika Serikat pada tahun 1991, dalam rangka pameran KIAS (Kebudayaan Indonesia di AS). Ia pernah juga mendalang di Jepang, Spanyol, Jerman Barat (waktu itu), Australia, dan banyak negara lainnya. Khusus untuk menambah wasasan pedalangan me-ngenai dewa-dewa, Dr. Soedjarwo, Ketua Umum Sena Wangi, pernah mengirim Ki Anom Suroto ke India, Nepal, Thailand, Mesir, dan Yunani.

Di sela kesibukannya mendalang Anom Suroto juga menciptakan beberapa gending Jawa, di antaranya Mas Sopir, Berseri, Satria Bhayangkara, ABRI Rakyat Trus Manunggal, Nyengkuyung pembangunan, Nandur ngunduh, Salisir dll. Dalang yang rata-rata pentas 10 kali tiap bulan ini, juga menciptakan sanggit lakon sendiri antara lain Semar mbangun Kahyangan, Anoman Maneges, Wahyu Tejamaya, Wahyu Kembar dll.

Bagi Anom Suroto tiada kebahagiaan yang paling tinggi kecuali bisa membuat membuat senang penontonnya, menghibur rakyat banyak dan bisa melestarikan kesenian klasik.

Anom Suroto pernah mencoba merintis Koperasi Dalang ‘Amarta’ yang bergerak di bidang simpan pinjam dan penjualan alat perlengkapan pergelaran wayang. Selain itu, dalang yang telah menunaikan ibadah haji ini, menjadi pemrakarsa pendirian Yayasan Sesaji Dalang, yang salah satu tujuannya adalah membantu para seniman, khususnya yang berkaitan dengan pedalangan.

Dalam organisasi pedalangan, Anom Suroto menjabat sebagai Ketua III Pengurus Pusat PEPADI, untuk periode 1996 – 2001.

Pada tahun 1993, dalam Angket Wayang yang diselenggarakan dalam rangka Pekan Wayang Indonesia VI-1993, Anom Suroto terpilih sebagai dalang kesayangan.

Anom Suroto yang pernah mendapat anugerah nama Lebdocarito dari Keraton Surakarta, pada 1997 diangkat sebagai Bupati Sepuh dengan nama baru Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Lebdonagoro.

Karena punya banyak penggemar, banyak pula pergelaran Anom Suroto yang direkam dan kemudian dijual dalam bentuk kaset

Sunan Kudus

       

     Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang. Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.

Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.

menurut riwayat beliau juga termasuk salah seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita

Advertisement

       pendek yang berisi filsafat serta berjiwa agama. diantara buah ciptaannya yang terkenal, ialah Gending Maskumambang dan Mijil. Adapun Imam Ja’far Sodiq yang terkenal di Iran itu tidak saja sebagai seorang imam dari kaum Syi’ah, akan tetapi juga sebagai seorang yang terkemuka di dalam soal-soal hukum maupun ilmu pengetahuan lainnya.

Dengan demikian, maka menurut hemat kita Ja’far Sodiq yang terkenal di Iran sebagai seorang wali, seorang imam dari golongan Syi’ah yang amat dipuja serta dihormati itu, kiranya bukanlah Ja’far Sodiq seorang wali yang menjadi salah seorang anggota dari kesembilan wali di Jawa, yang makamnya terdapat di kota Kudus, adapun Ja’far Sodiq yang kemudian ini, terkenal dengan sebutan Sunan Kudus. Disamping bertindak sebagai guru agama Islam. juga sebagai salah seorang yang kuat syariatnya, Senan Kudus-pun menjadi senopati dari kerajaan Islam di Demak

Antara lain yang termasuk bekas peninggalan beliau adalah Masjid Raya di-Kudus, yang kemudian dikenal dengan sebutan masjid menara Kudus. Oleh karena di halaman masjid tersebut terdapat sebuah menara kuno yang indah. Mengenai asal-usulnya nama Kudus menurut dongeng (legenda) yang hidup dikalangan masyarakat setempat ialah, bahwa dahulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menuntut ilmu di tanah arab, kemudian beliaupun mengajar pula di sana. pada suatu masa, di tanah arab konon berjangkit suatu wabah penyakit yang membahayakan, penyakit mana kemudian menjadi reda, berkat jasa sunan kudus., oleh karena itu, seorang amir disana berkenan untuk memberikan suatu hadian kepada beliau. akan tetapi beliau menolak,hanya kenang-kenangan beliau meminta sebuah batu. Batu tersebut katanya berasal dari kota Baitul Makdis, atau Jeruzalem, maka sebagai peringatan kepada kota dimana Ja’far Sodiq hidup serta bertempat tinggal, kemudian diberikan nama Kudus. Bahkan menara yang terdapat di depan masjid itupun juga menjadi terkenal dengan sebutan menara Kudus.

Adapun mengenai nama Kudus atau Al Kudus ini di dalam buku Encyclopedia Islam antara lain disebutkan : “Al kuds the usual arabic nama for Jeruzalem in later times, the olders writers call it commonly bait al makdis (according to some : mukaddas), with really meant the temple (of solomon), a translation of the hebrew bethamikdath, but itu because applied to the whole town.” Mengenai perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam tidak berbeda dengan para wali lainnya, yaitu senantiasa dipakai jalan kebijaksanaan, dengan siasat dan taktik yang demikian itu, rakyat dapat diajak memeluk Agama Islam.

Sunan Muria (Raden Umar Said)

 

gerbang menuju makam Sunan Muria

 Satu versi menyebutkan, Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Ahli sejarah A.M. Noertjahjo (1974) dan Solihin Salam (1964, 1974) yakin dengan versi ini. Berdasarkan penelusuran mereka, pernikahan Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh binti Maulana Is-haq memperoleh tiga anak, yakni Sunan Muria, Dewi Rukayah, dan Dewi Sofiah.

Versi lain memaparkan, Sunan Muria adalah putra Raden Usman Haji alias Sunan Ngudung. Karya R. Darmowasito, Pustoko Darah Agung, yang berisi sejarah dan silsilah wali dan raja-raja Jawa, menyebutkan Sunan Muria sebagai putra Raden Usman Haji. Bahkan ada juga yang menyebutnya keturunan Tionghoa.

Dalam bukunya, Runtuhnya Kerajaan Hindhu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara (1968), Prof. Dr. Slamet Muljana menyebutkan ayah Sunan Muria,Sunan Kalijaga, tak lain seorang kapitan Tionghoa bernama Gan Sie Cang. Sunan Muria disebut ”tak pandai berbahasa Tionghoa karena berbaur dengan suku Jawa”.

Slamet mengacu pada naskah kuno yang ditemukan di Klenteng Sam Po Kong, Semarang, pada 1928. Pemerintahan Orde Baru ketika itu khawatir penemuan Slamet ini mengundang heboh. Akibatnya, karya Slamet itu masuk dalam daftar buku yang dilarang Kejaksaan Agung pada 1971. Sayang sekali, belum ada telaah mendalam mengenai berbagai versi itu.

Sejauh ini, karya Umar Hasyim, Sunan Muria: Antara Fakta dan Legenda (1983), bolehlah digolongkan penelitian awal yang mencoba menelusuri silsilah Sunan Muria secara lebih ilmiah. Ia berusaha membedakan cerita rakyat dengan fakta. Misalnya tentang Sunan Muria sebagai keturunan Tionghoa.

Umar mengumpulkan sejumlah pendapat ahli sejarah. Ternyata, keabsahan naskah kuno tadi meragukan, karena telah bercampur dengan dongeng rakyat. Walau begitu, Umar mengaku kadang-kadang terpaksa mengandalkan penafsirannya dalam menelusuri jejak Sunan Muria. Hasilnya, Umar cenderung pada versi Sunan Muria sebagai putra Sunan Kalijaga.

Sejarah Rokok Di Indonesia

Rokok Kretek Indonesia

      Kisah kretek bermula dari kotaKudus. Tak jelas memang asal-usul yang akurat tentang rokok kretek. Menurut kisah yang hidup dikalangan para pekerja pabrik rokok, riwayat kretek bermula dari penemuan Haji Djamari pada kurun waktu sekitar akhir abad ke-19. Awalnya, penduduk asli Kudus ini merasa sakit pada bagian dada. Ia lalu mengoleskan minyak cengkeh. Setelah itu, sakitnya pun reda. Djamari lantas bereksperimen merajang cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau untuk dilinting menjadi rokok.
      Kala itu melinting rokok sudah menjadi kebiasaan kaum pria. Djamari melakukan modifikasi dengan mencampur cengkeh. Setelah rutin menghisap rokok ciptaannya, Djamari merasa sakitnya hilang. Ia mewartakan penemuan ini kepada kerabat dekatnya. Berita ini pun menyebar cepat. Permintaan “rokok obat” ini pun mengalir. Djamari melayani banyak permintaan rokok cengkeh. Lantaran ketika dihisap, cengkeh yang terbakar mengeluarkan bunyi “keretek”, maka rokok temuan Djamari ini dikenal dengan “rokok kretek”. Awalnya, kretek ini dibungkus klobot atau daun jagung kering. Dijual per ikat dimana setiap ikat terdiri dari 10, tanpa selubung kemasan sama sekali. Rokok kretek pun kian dikenal. Konon Djamari meninggal pada 1890. Identitas dan asal-usulnya hingga kini masih samar. Hanya temuannya itu yang terus berkembang.
      Sepuluh tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tanganNitisemito, perintis industri rokok di Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek “Tjap Bal Tiga”. Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Indonesia.
      Menurut beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah dikenal sudah sejak lama. Bahkan sebelun Haji Djamari dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung menjual rokok klobot (rokok kretek dengan bungkus daun jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok itu direkatkan dengan ludahnya.

Batik Kudus

 

 

 

 

 

 

 

Pada era tahun 1935 batik Kudus sudah mulai ada dan berkembang pesat pada era 1970an. Corak dan motif batik Kudus sangat beragam karena pada masa itu pengrajin batik Kudus ada yang dari etnis keturunan Cina dan pengrajin penduduk asli atau pribumi.

Batik Kudus coraknya lebih condong ke batik pesisiran ada kemiripan dengan batik Pekalongan maupun Lasem karena secara geografis Kudus berdekatan. Batik Kudus yang dibuat oleh pengrajin Cina dikenal dengan batik nyonya atau batik saudagaran, yang mempunyai ciri khas kehalusan dan kerumitannya dengan isen-isennya. Dan kebanyakan dipakai oleh kalangan menengah ke atas, motif yang dibuat coraknya lebih ke arah perpaduan antara batik pesisir dan batik mataraman (warna sogan).

Batik Kudus yang dibuat oleh pengrajin asli Kudus atau pribumi dipengaruhi oleh budaya sekitar dan coraknya juga dipengaruhi batik pesisiran. Motif yang dibuat mempunyai arti ataupun kegunaan misalnya untuk acara akad nikah ada corak Kudusan seperti busana kelir, burung merak dan adapula motif yang bernafaskan budaya Islam atau motif Islamic Kaligrafi. Motif yang bernafaskan kaligrafi karena dipengaruhi sejarah walisongo yang berada di Kudus yaitu Sunan Kudus (Syech Dja’far Shodiq) dan Sunan Muria (Raden Umar Said), corak yang bernafaskan Islam karena pengrajin batik banyak berkembang disekitar wilayah Sunan Kudus atau dikenal dengan Kudus Kulon.

Salah satu motif yang juga sangat dikenal di Kudus adalah motif kapal kandas menurut sejarah yang dituturkan juru kunci Gunung Muria ada kaitan dengan sejarah kapal dampo awang milik Sampokong yang kandas di Gunung Muria, menurut sejarahnya pada masa itu terjadi perdebatan antara Sunan Muria (Raden Umar Said) dengan Sampokong.

Menurut Sampokong gunung yang dilewati adalah merupakan lautan tetapi Sunan Muria keyakinan itu adalah gunung sampai akhirnya kapal Dampo Awang kandas di Gunung Muria. Kapal tersebut membawa rempah-rempah dan tanaman obat-obatan yang sampai sekarang tumbuh subur di Gunung Muria salah satunya adalah buah parijoto yang diyakini oleh masyarakat sekitar untuk acara 7 bulanan supaya anaknya bagus rupawan.

Dan diantara tumbuhan yang ada di Gunung Muria adalah pohon Pakis Haji yang pada zaman Sunan Muria dipakai sebagai salah satu tongkat Sunan Muria dan sampai sekarang kayu pakis haji diyakini oleh masyarakat sekitar bisa mengusir hama salah satunya tikus, karena motif tersebut mempunyai alur seperti ular dan ukiran seperti kaligrafi.

Pada era 80an Batik Kudus mengalami kemunduran karena sudah tidak ada pengrajin yang berproduksi lagi karena adanya perkembangan batik printing maka pengrajin batik Kudus banyak yang gulung tikar dan akhirnya masyarakat Kudus lebih senang bekerja sebagai buruh pabrik rokok karena banyaknya industri rokok di Kudus.

Wisata di kota kudus

Menara Kudus jejak Sunan Kudus. Kudus, merupakan kota kecil yang berada di provinsi Jawa Tengah. Dan taukah kalian ikon kota tersebut?. Ya ikon kota tersebut adalah sebuah menara yang dinamakan menara kudus. menara ini berada di komplek Masjid Al – Aqsa. Memang masjid al – aqsa kurang begitu terkenal di kalangan warga kudus. Masjid ini lebih terkenal dengan masjid menara Kudus mungkin dikarenakan masjid ini sebuah menara yang bernilai historis tinggi, eksotis dan unik.

Menara Kudus ini terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kudus. Menara yang didirikan oleh Jafar Shodiq alias Sunan Kudus pada tahun 1549 M (956 H) ini tersusun atas batu bata merah yang terlihat seperti sebuah bangunan candi peninggalan jaman Hindu. Masjid Menara Kudus ini merupakan perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu. Gaya arsitektur candi pada Menara Kudus menyerupai candi-candi di Jawa Timur, salah satunya seperti Candi Jago di Malang. Selain itu, bangunan masjid ini juga menyerupai Menara Kukul di Bali.

Untuk memasuki halaman Masjid Kudus harus melewati dua gapura utama yang berbentuk candi. Dan pada bagian belakang masjid, ada komplek Makam Sunan Kudus yang selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah. Di kompleks makam yang bersekat-sekat ini juga terdapat ratusan makam lainnya dari keluarga beliau, para pangeran, panglima, dan sahabat beliau. Makam Sunan Kudus sendiri terletak paling dalam. Setiap tanggal 10 Muharram, ada tradisi yang dinamakan dengan buka luwur, yakni penggantian kain kelambu makam dengan yang baru. Dan pada saat itu banyak dikunjungi wisatawan yang datang dari berbagai wilayah Indonesia. Keindahan serta nilai historis dari menara kudus ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga harmonisasi antar umat beragama yang telah dilaksanakan sejak dahulu.

Categories
Links:
Skip to toolbar