Menuju Universitas Konservasi Bereputasi #2

Universitas Negeri Semarang (UNNES) adalah sebuah Univeritas sekaligus rumah ilmu bagi para Mahasiswa untuk mewujudkan konservasi bereputasi dimana kampus ini sangat  mengedepankan KONSERVASI di lingkungan kampus. Lalu apa itu makna dari KONSERVASI ? Konservasi adalah suatu upaya pelestarian maupun  perlindungan terhadap apapun yang ada di lingkungan tempat tinggal manusia, serta peminimalisiran penggunaan bahan-bahan yang telah disediakan oleh alam.

Lalu apa tujuan diadakannya konservasi yang dilakukan oleh universitas konservasi ini? Tujuan dari diadakannya konservasi di kampus konservasi ini adalah untuk membangun semangat Mahasiswa agar Mahasiswa mengetahui tentang lingkungannya serta mengubah perilaku dan sikap Mahasiswa agar mau berpartisipasi aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan guna keberlangsungan hidup manusia di masa sekarang dan di masa yang akan datang.

Tak lupa dalam kampus konservasi ini pun dikembangkan 7 pilar konservasi, yaitu:

  1. Pilar konservasi keanekaragaman hayati
  2. Pilar arsitektur hijau dan transportasi internal
  3. Pilar pengelolaan limbah
  4. Pilar kebijakan nirkertas
  5. Pilar energi bersih
  6. Pilar konservasi etika, seni dan budaya
  7. Pilar kaderisasi konservasi

Dimana pilar-pilar konservasi tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan pendidikan, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat mengacu pada prinsip-prinsip konservasi yang meliputi perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan secara lestari Sumber Daya Alam (SDA), lingkungan, serta Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan demikian, kita sebagai Mahasiswa UNNES, warga UNNES, kita harus bersedia untuk berperan aktif dalam segala bentuk kegiatan konservasi.

Lalu, bagaimana sih cara membangun rumah ilmu untuk mewujudkan universitas konservasi bereputasi? Menjadi sangat penting bagi kita karena untuk mewujudkan universitas konservasi bereputasi bukanlah hal yang mudah. Hal ini tergantung dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, mulai dari Mahasiswa, dosen, karyawan serta birokratnya untuk mau atau tidak secara bersama-sama menerapkan pilar-pilar yang ada tersebut demi mewujudkan universitas konservasi bereputasi. Jika dari semua pihak yang ada di dalamnya mau dengan sukarela serta memiliki kesadaran bersama untuk menerapkan berbagai pilar-pilar konservasi tersebut, maka mewujudkan universitas konservasi bereputasi menurut saya bukanlah hal yang sukar untuk diwujudkan.

Ini adalah nyata karya saya dan bukan merupakan jiplakan.

PARADIGMA LINGKUNGAN HIDUP

Paradigma Lingkungan

Paradigma adalah pandangan dasar yang dianut oleh para ahli pada kurun waktu tertentu, yang diakui kebenarannya, dan didukung oleh sebagian besar komunitas, serta berpengaruh terhadap perkembangan ilmu dan kehidupan. Harvey dan Holly (1981) mengutip batasan pengertian paradigma yang dikemukakan oleh Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolution (1970) yang mengartikan paradigma sebagai ”keseluruhan kumpulan (konstelasi) kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik) mempelajari, menjelaskan, cakupan dan sasaran kajian, dan sebagainya yang dianut oleh warga suatu komunitas tertentu”

Sejalan dengan perkembangan kebutuhan manusia, filsafat dan ilmu juga berkembang semakin kritis dalam melihat dan mengkaji hubungan manusia dengan alam.

Bersamaan dengan itu, ada perubahan dalam melihat hubungan manusia dengan alam. Perubahan hubungan manusia dengan alam tersebut mulai dari antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme.

Antroposentrisme merupakan suatu etika yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Di dalam antroposentrisme, etika, nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting diantara mahkluk hidup lainnya. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatau yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karena itu, alampun dilihat hanya sebagai obyek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dna kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Murdy dalam keraf (2005) ingin menyatakan bahwa yang menjadi masalah bukanlah kecenderungan antroposentris pada diri manusia yang memperalat alam semesta untuk kepentingannya. Tetapi masalah dan sumber malapetaka krisis lingkungan hidup adalah tujuan-tujuan tidak pantas dan berlebihan yang dikejar oleh manusia di luar batas toleransi ekosistem itu sendiri. Akhirnya dengan demikian manusia bunuh diri. Krisis lingkungan hidup bukan disebabkan oleh pendekatan antroposentris semata, tetapi melainkan oleh pendekatan antroposentrisme yang berlebihan.

Biosentrisme, merupakan suatu paradigma yang memandang bahwa setiap kehidupan dan mahkluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri, sehingga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral. Konsekuensinya, alam semesta adalah sebuah komunitas moral, setiap kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia maupun bukan manusia atau mahkluk lain, sama-sama mempunyai nilai moral. Seluruh kehidupan di alam semesta sesungguhnya membentuk sebuah komunitas moral. Oleh karena itu, kehidupan mahkluk hidup apa pun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung dan rugi bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, etika tidak dipahami secara terbatas dan sempit sebagai hanya berlaku pada komunitas manusia. Tetapi juga berlaku bagi seluruh komunitas biotis termasuk komunitas manusia dan komunitas mahkluk hidup lainnya.

Ekosentrisme, merupakan suatu paradigma yang lebih jauh jangkauannya. Pada ekosentrisme, justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Secara ekologis, mahkluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sam alain. Oleh karena itu, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada mahkluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.

Sebenarnya perubahan pandangan tersebut sudah dimulai sejak lama, dipelopori oleh seorang tokoh dengan memperkenalkan istilah deep ecology. Deep Ecology adalah suatu teori yang pertama kali diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia tahun 1973, dan sekenal sebagai salah seorang tokoh utama gerakan deep ecology hingga sekarang. Deep Ecology menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat hanya  pada manusia, tetapi berpusat pada mahkluk hidup secara keseluruhan dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hdiup. Etika baru ini tidak mengubah sama sekali hubungan antara manusia dengan manusia. Yang baru adalah manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Manusia bukan lagi pusat pusat dari dunia moral. Tetap lebih menyangkut gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekedar sesuatu yang instrumental dan ekspansionis. Serta menuntut suatu pemahaman yang baru tentang relasi etis yang ada dalam alam semesta disertai adanya prinsip-prinsip baru sejalan dengan relasi etis baru tersebut, yang kemudian diterjemahkan dalam gerakan atau aksi nyata di lapangan (Keraf, 2008).

 

  1. Etika Lingkungan

 

Etika (Bertens, 1993) berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika identik dengan kata moral yang berasal dari kata latin mos, yang dalam bentuk jamaknya mores yang juga berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral artinya sama, namum dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Suseno (1987) membedakan ajaran moral dan etika. Ajaran moral adalah ajaran wejangan, khotbah, peraturan lisan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.

Sumber langsung ajaran moral adalah pelbagai orang dalam kedudukan agama, dan tulisan para bijak. Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Keraf (2005) memberikan suatu pengertian tentang etika lingkungan hidup adalah berbagai prinsip moral lingkungan. Etika lingkungan tidak hanya dipahami dalam pengertian yang sama dengan pengertian moralitas. Etika lingkungan hidup lebih

dipahami sebagai sebuah kritik atas etika yang selama ini dianut oleh manusia, yang dibatasi pada komunitas sosial manusia. Etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas tersebut diberlakukan juga bagi komunitas biotis dan komunitas ekologis.

Etika lingkungan hidup juga dipahami sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan prinsip atau nilai moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia untuk diterapkan secara lebih luas dalam komunitas biotis dan komunitas ekologis. Etika lingkungan hidup juga dipahami sebagai refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup. Termauk juga apa yang harus diputuskan manusia manusia dalam membuat pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berdampak pada lingkungan hidup.

Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan kita manusia tidak saja mengimbangi hak dengan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan hidup juga membatasi perilku, tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup. Jadi etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan mahkluk lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk di dalamnya berbagai kebijakan yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam. Untuk menuju kepada etika lingkungan hidup tersebut, diperlukan pemahaman tentang perubahan paradigma terhadap lingkungan hidup itu sendiri.

 

  1. Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan

 

Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat dipakai sebagai pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam. Serta secara lebih luas, dapat dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan hidup berkelanjutan.

Keraf (2005: 143-159) memberikan minimal ada sembilan prinsip dalam etika lingkungan hidup.

Pertama adalah sikap hormat terhadap alam atau respect for nature. Alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam. Tetapi terutama karena kenyataan ontologis bahwa manusia adalah bagian integral dari alam. Manusia anggota komunitas ekologis. Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kedudukan paling tinggi, mempunyai kewajiban menghargai hak semua mahkluk hidup untuk berada, hidup, tumbuh, dan berkembang secara alamiah sesuai dengan tujuan penciptanya. Maka sebagai perwujudan nyata dari penghargaan itu, manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta seluruh isinya. Manusia tidak diperbolehkan merusak, menghancurkan, dan sejenisnya bagi alam beserta seluruh isinya tanpa alasan yang dapat dibenarkan secara

moral.

Kedua, prinsip tangungg jawab atau moral responsibility for nature. Prinsip tanggung jawab disini bukan saja secara individu tetapi juga secara berkelompok atau kolektif. Prinsip tanggung jawab bersama ini setiap orang dituntut dan terpanggil untuk bertanggung jawab memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan cara memiliki yang tinggi, seakan merupakan milik pribadinya. Tangung jawab ini akan muncul seandainya pandangan dan sikap moral yang dimiliki adalah bahwa alam dilihat tidak sekadar demi kepentingan manusia, milik bersama lalu diekploitasi tanpa rasa tanggung jawab. Sebaliknya kalau alam dihargai sebagai bernilai pada dirinya sendiri maka rasa tanggung jawab akan muncul dengan sendirinya dalam diri manusia, kendati yang dihadapi sebuah milik bersama.

Ketiga, solidaritas kosmis atau cosmic solidarity. Solidaritas kosmis mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan, untuk menyelamatkan semua kehidupan di alam. Alam dan semua kehidupan di dalamnya mempunyai nilai yang sama dengan kehidupan manusia. Solidaritas kosmis juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan mencermati alam dan seluruh kehidupan di dalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta rumah tangganya sendiri. Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis, serta mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro alam, pro lingkungan atau tidak setuju setiap tindakan yang merusak alam.

Keempat, prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam atau caring for nature. Prinsip kasih sayang dan kepedulian merupakan prinsip moral satu arah, artinya tanpa mengharapkan untuk balasan. Serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi tetapi semata-mata untuk kepentingan alam. Diharapkan semakin mencintai dan peduli terhadap alam manusia semakin berkembang menjadi mnusia yang matang, sebagai pribadi dengan identitas yang kuat. Alam tidak hanya memberikan penghidupan dalam pengertian fisik saja, melainkan juga dalam pengertian mental dan spiritual.

Kelima, prinsip tidak merugikan atau no harm, merupakan prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu. Bentuk minimal berupa tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam semesta. Manusia tidak dibenarkan melakukan tindakan yang merugikan sesama manusia. Pada masyarakat tradisional yang menjujung tinggi adat dan kepercayaan, kewajiban minimal ini biasanya dipertahankan dan dihayati melalui beberapa bentuk tabu-tabu. Misalnya pada masyarakat perdesasan yang masih percaya dan melakukan ritual di tempat tertentu, seperti sendang (jawa) yaitu suatu lokasi keluarnya sumber air secara alami, dipercayai memiliki nilai ritual tidak boleh setiap orang membuang sesuatu, tidak

diperkenankan melakukan kegiatan secara sembarangan, dan setiap hari-hari tertentu dilaksanakan ritual. Siapa saja yang melakukan dipercayai akan mendapatkan sesuatu yang kurang baik bahkan kutukan.

Keenam, prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam. Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup, dan bukan kekayaan, sarana, standar material. Bukan rakus dan tamak mengumpulkan harta dan memiliki sebanyakbanyaknya, mengeksploitasi alam, tetapi yang lebih penting adalah mutu kehidupan yang

baik.

Pola konsumsi dan produksi pada manusia modern yang bermewah-mewah dalam kelimpahan dan berlebihan, yang berakibat pada saling berlomba mengejar kekayaan harus ditinjau kembali. Hal ini menyangkut gaya hidup bersama, apabila dibiarkan dapat menyebabkan materialistis, konsumtif, dan eksploitatif. Prinsip moral hidup sederhana harus dapat diterima oleh semua pihak sebagai prinsip pola hidup yang baru. Selama tidak dapat menerima, kita sulit berhasil menyelamatkan lingkungan hidup. Emil Salim (1987) memebrikan penejalsan bahwa di Indonesia, sudah berulang kali dari pimpinan menganjurkan pola hidup sederhana, tetapi yang seperti apa? Masih sangat subyektif, karena harus disesuaikan dengan keadaan

masing-masing masyarakat, dan ukuran yang pasti belum ada. Untuk menuju pola hidup sederhana orang diminta untuk tenggang rasa, tetapi karena tidak semua orang peka untuk tenggang rasa, hasil anjuran untuk hidup sederhana belum banyak berhasil. Tetapi etis dapat menjadi dorongan yang amat kuat, apabila dapat dibina dengan baik. Misalnya, apabila rasa bangga untuk hidup mewah dapat diubah menjadi rasa malu, perasaan etis ini dengan sangat efektif akan menghambat pola hidup mewah. Contoh dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan mulai dari lingkup rumah tangga, di lembaga-lembaga pemerintahan maupun swasta, dan juga masyarakat.

Ketujuh, prinsip keadilan. Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip –prinsip sebelumnya. Prinsip keadilan lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar berdampak positip pada kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati pemanfatannya.

Kedelapan, prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi sangat terkait dengan hahikat alam. Alam semesta sangat beraneka ragam. Keanekaragaman dan pluralitas adalah hakikat alam, hakikat kehidupan itu sendiri. Artinya, setiap kecenderungan reduksionistis dan antikeanekaragaman serta antipluralitas bertentangan dengan alam dan anti kehidupan. Demokrasi justru memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman, pluralitas. Oleh karena itu setiap orang yang peduli terhadap lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang yang demokratis sangat mungkin seorang pemerhati lingkungan. Pemerhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diversifikasi pola tanam, diversifiaki pola makan, keanekaragaman hayati, dan sebagainya.

Kesembilan, prinsip integritas moral. Prinsip integritas moral terutama dimaksudkan untuk pejabat publik. Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan perilaku yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan kepentingan publik. Dituntut berperilaku sedemikian rupa sebagai orang yang bersih dan disegani oleh publik karena mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan terutama kepentingan masyarakat. Misalnya orang yang diberi kepercayaan untuk melakukan Analissi Mengenai dampak Lingkungan (Amdal) merupakan orangorang yang memiliki dedikasi moral yang tinggi. Karena diharapkan dapat menggunakan akses kepercayaan yang diberikan dalam melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan lingkungan hidup fisik dan non fisik atau manusia. Murdiyarto (2003) menjelaskan bahwa Clean Development Mechanism (CDM) atau Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) memiliki prospektif global yang menyangkut banyak kepentingan berbagai pihak, baik secara kolektif maupun secara individu.

Kesembilan prinsip etika lingkungan tersebut diharapkan dapat menjadi filter atau pedoman untuk berperilaku arif bagi setiap orang dalam berinteraksi dengan lingkungan hidup sebagai bentuk mewujudkan pembangunan di segala bidang. Baik pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup atau pembangunan berwawasan lingkungan hidup berkelanjutan.

Secara diagramatis, keterkaitan antara filsafat, logika, estetika, dan etika, dalam membentuk norma dalam bermasyarakat yang terbentuk berdasarkan ilmu dan agama (wahyu), dan selanjutnya menjadi dasar di dalam mengkritisi etika lingkungan untuk dapat menjadi pedoman, pandangan bagi perilaku setiap orang terhadap lingkungan hidupnya (gambar 1), karena setiap orang memiliki dan mengkaji ilmu dari berbagai aspek dan disiplin ilmu yang berbeda.

.

  1. NILAI-NILAI KARAKTER DALAM KONSERVASI

 

Pengembangan nilai-nilai karakter luhur dalam konservasi, disemaikan melalui kegiatan pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh sekolah. Selain itu, diperkuat oleh keteladanan kepala sekolah dan guru. Sejumlah nilai karakter luhur dapat digali dari khasanah kehidupan warga sekolah dan dapat dikembangkan lebih lanjut. Nilai-nilai karakter dalam konservasi terdiri dari delapan nilai, seperti religius, jujur, peduli, toleran atau tepa slira, demokratis, santun, cerdas, dan tangguh (Handoyo dan Tijan, 2010: 7). Nilai-nilai tersebut meliputi:

  1. Religius, merupakan sikap dan perilaku yang mencerminkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Jujur, merupakan kesatuan sikap, ucapan, dan perilaku sehingga dapat dijadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya.
  3. Peduli, merupakan sikap dan perilaku gemar berbagi, membantu sesamanya, dan memelihara lingkungan alam secara berkelanjutan.
  4. Toleran atau tepa slira, merupakan sikap dan tindakan yang dapat memahami dan menerima pendapat orang lain yang berbeda dengan keyakinan.
  5. Demokratis, merupakan sikap dan tindakan yang berdasar pada penghormatan kepada hak dan kewajiban orang lain dalam kesetaraan.
  6. Santun, merupakan sikap yang mencerminkan kehalusan budi dan tingkah laku kepada orang lain.
  7. Cerdas, merupakan kemampuan untuk mengetahui dan memahami segala persoalan dengan cepat dan tepat, serta mampu memecahkan segala persoalan dengan bijak.
  8. Tangguh, merupakan kemampuan tidak pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan yang dihadapi karena memiliki keyakinan, kekuatan, ketahanan, dan semangat yang tinggi.

Menurut materi yang disampaikan oleh Dr. Muhammad Khafid, M.Si. dalam kegiatan Program Pengenalan Akademik (PPA) tahun 2013 lalu tentang Kurikulum Unnes 2012 Berbasis Kompetensi dan Konservasi mengungkapkan bahwa ada 11 nilai-nilai karakter konservasi, diantaranya religius, jujur, cerdas, adil, tanggung jawab, peduli, toleran, demokratis, cinta tanah air, tangguh, dan santun. Nilai-nilai tersebut dapat dijabarkan seperti:

  1. Religius adalah menyakini kebenaran agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinan masing-masing; menghargai perbedaan agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; memiliki jiwa amanah (tulus, ikhlas, dan dapat dipercaya) dalam menerima dan melaksanakan tugas dengan segala konsekuensinya; dan melakukan suatu pekerjaan dan aktivitas yang hasilnya dipasrahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
  2. Jujur adalah berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kebenaran dalam segala aspek kehidupan; berani membela kebenaran secara objektif sesuai dengan harkat dan martabat manusia; berani mengatakan yang benar dan tidak lazim; melaksanakan janji secara konsisten dan konsekuen; dan berani mencela kebohongan dan kecurangan.
  3. Cerdas dapat dinilai dengan cara bagaimana seseorang itu dapat berpikir logis sesuai dengan konsep ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga; menemukan kebenaran secara logis dan metodologis; memecahkan masalah secara tepat dan akurat berdasarkan data empiris; kreatif dalam mengembangkan model atau cara-cara yang baru; dan menemukan solusi secara cepat berdasarkan pemikiran yang logis.
  4. Adil adalah sikap atau perilaku sesuai dengan harkat dan martabat manusia; berperilaku seimbang, serasi, dan selaras dalam hubungan dengan manusia dan lingkungan; tidak sewenang-wenang dan tidak diskriminatif terhadap orang lain; tidak membeda-bedakan hak orang yang satu dengan yang lain; dan berperilaku objektif dan proporsional dalam menyelesaikan masalah.
  5. Tanggung jawab, meliputi selalu bekerja sesuai dengan hak dan kewajibannya; bekerja secara tulus dan ikhlas; dapat mengemban kepercayaan dari orang lain; mengakui kesalahan atau kekurangan dirinya sendiri; dan mengakui kelebihan orang lain.
  6. Peduli adalah sikap atau perilaku yang peka terhadap kesulitan orang lain; peka terhadap kerusakan lingkungan fisik; peka terhadap berbagai perilaku menyimpang; peka terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang dinamis; dan peka terhadap perubahan pola-pola kehidupan sosial.
  7. Toleran dapat diwujudkan jika seseorang sudah dapat mengakui perbedaan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; mengakui perbedaan ras, etnis, gender, status sosial, dan budaya; mendahulukan kepentingan dan hak orang lain; menjaga perasaan orang lain; dan menolong atau membantu kesulitan orang lain.
  8. Demokratis adalah sikap atau perilaku mengakui persamaan hak; mampu menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban; mengutamakan musyawarah untuk mufakat; menghargai perbedaan atau keragaman; dan mematuhi aturan permainan.
  9. Cinta tanah air adalah sikap atau perilaku berani membela kepentingan bangsa dan negara; berjiwa patriot; mencintai budaya nasional; berani membela martabat bangsa dan negara; mencintai produk dalam negeri; dan memelihara lingkungan hidup.
  10. Tangguh adalah sikap atau perilaku pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan; bersemangat untuk mencapai hasil kerja optimal; tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang tidak akurat; dapat bekerja di bawah tekanan; percaya pada kemampuan diri sendiri; dan mampu menaklukkan tantangan yang dihadapi.
  11. Santun adalah sikap atau perilaku rendah hati dalam pergaulan antar sesama; berbicara dengan bahasa yang baik dan benar; berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral; selalu respek kepada orang lain; mengutamakan keharmonisan dalam pergaulan dengan sesama; dan berperilaku sesuai adat istiadat masyarakat beradab.

Beberapa contoh kegiatan untuk mengembangkan nilai-nilai karakter dalam konservasi di atas, diantaranya melakukan sholat berjamaah dan menghafal beberapa doa-doa pendek (religius), anak disuruh mengambil buah sendiri yang jumlahnya sudah ditentukan oleh guru (jujur), memberi mainan kepada teman dengan jumlah yang sama (adil), mengambil sampah di kelas dan membuangnya di tempat sampah (peduli), berbagi makanan dengan teman (toleran atau tepa slira), menyelesaikan tugas hingga tuntas (tanggung jawab). Selain itu, contoh kegiatan lainnya adalah antri saat mencuci tangan sebelum dan sesudah makan (demokratis), tidak ramai saat mengikuti upaca bendera (cinta tanah air), berbicara sopan kepada guru dan teman (santun), dapat menjawab saat ditanya guru mengenai tema yang sedang dibahas (cerdas), menyelesaikan tugas yang diberikan hingga tuntas (tangguh), dan masih banyak lagi.

 

  1. PERILAKU KONSERVASI

 

Indonesia merupakan bangsa yang majemuk karena memiliki keragaman suku, agama, ras, dan budaya. Untuk menjaga kedamaian dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa majemuk diperlukan penanaman rasa cinta tanah air dan pembangunan karaktersejak kecil. Tetapi beberapa tahun terakhir ini, bangsa ini sedang mengalami krisis, seperti kerusakan lingkungan dan kurangnya daya dukung, merosotnya kepercayaan, dan jatidiri sebagai sebuah bangsa. Untuk mengatasi krisis tersebut, diperlukan upaya pemulihan kembali nilai-nilai yang telah diajarkan oleh para tokoh pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan berbasis konservasi dan lebih menekankan pada pendidikan karakter sebagai usaha membangun bangsa (nation character building).

Dalam mewujudkan visi pendidikan konservasi tersebut dikembangkan tiga pilar konservasi. Adapun tiga pilar konservasi yang dikutip dalam buku Handoyo dan Tijan (2010: 5-6), yaitu: satu, perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity). Komponen ini ditujukan untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan ekosistem, menjaga keanekaragaman hayati supaya tidak punah dan berkurang sehingga tidak akan mempengaruhi keseimbangan alam. Contoh yang dapat dilakukan di TK/RA adalah melakukan penanaman pohon di lahan kritis, merawat binatang peliharaan minimal satu pasang, dan masih banyak lagi.

Dua, pelestarian sumber daya alam dan warisan budaya. Komponen ini ditujukan untuk menjaga cadangan energi strategis supaya tidak punah. Contoh kegiatan konservasi yang dapat dilakukan di TK/RA adalah menggunakan air secukupnya, membuat sumur-sumur resapan dan biopori di sekolah, menggunakan listrik sesuai dengan kebutuhan, dan masih banyak  lagi.

Tiga, pemanfaatan sumber daya alan terbarukan. Komponen ini ditujukan untuk mengembangkan keanekaragaman sumber daya energi dan maksimalisasi kegunaan sumber energi baru, sekaligus juga kampanye pemanfaatan sumber energi yang ramah lingkungan. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan di TK/RA adalah mengurangi pemakaian kertas baru dengan memanfaatkan kertas HVS bekas, menggunakan media pembelajaran yang berasal dari alam atau sampah, dan masih banyak lagi.

Berdasar Peraturan Rektor Universitas Negeri Semarang Nomor 27 Tahun 2012 tentang Tata Kelola Kampus Berbasis Konservasi mengembangkan 3 pilar tersebut menjadi 7 pilar utama konservasi, seperti yang tercantum dalam pasal 1 ayat 1, yaitu konservasi keanekaragaman hayati; arsitektur hijau dan sistem transportasi internal; pengelolaan limbah; kebijakan nirkertas; energi bersih; konservasi, etika, seni, dan budaya; dan kaderisasi konservasi. Pilar-pilar tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut ini: Pertama, pilar konservasi keanekaragaman hayati bertujuan melakukan perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, dan pengembangan secara arif dan berkelanjutan terhadap lingkungan hidup, flora, dan fauna di Unnes dan sekitarnya. Program pilar konservasi keanekaragaman hayati meliputi perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara bijaksana terhadap flora dan fauna di kampus, kegiatan pembibitan, penanaman dan perawatan tanaman, serta pemantauan terhadap keanekaragaman hayati di kampus Unnes dan sekitarnya untuk menjaga ekosistem.

Kedua, pilar arsitektur hijau dan sistem transportasi internal bertujuan mengembangkan dan mengelola bangunan dan lingkungan yang mendukung visi konservasi, serta mewujudkan sistem transportasi internal yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Program pilar arsitektur hijau dan sistem transportasi internal meliputi: pengelolaan bangunan kampus Unnes yang sesuai dengan kaidah-kaidah bangunan hijau yang ramah lingkungan; pengelolaan lingkungan kampus Unnes yang sesuai dengan kaidah-kaidah ramah lingkungan dan kenyamanan pengguna; dan pengelolaan sistem transportasi internal kampus Unnes yang sesuai dengan prinsip transportasi, humanisme dan ramah lingkungan.

Ketiga, pilar pengelolaan limbah bertujuan melakukan pengurangan, pengelolaan, pengawasan terhadap produksi sampah dan limbah, dan perbaikan kondisi terhadap lingkungan di Unnes untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat. Program pilar pengelolaan limbah diwujudkan dengan kegiatan sebagai berikut: pemanfaatan kembali barang-barang yang tidak terpakai (reuse); pengurangan kegiatan dan atau benda yang berpotensi menghasilkan sampah dan atau limbah (reduce); melakukan daur ulang terhadap sampah dan atau limbah untuk dimanfaatkan kembali (recycle); dan melakukan pemulihan kembali terhadap fungsi dari fasilitas-fasilitas di Unnes yang telah berkurang pemanfaatan (recovery).

Keempat, Pilar kebijakan nirkertas bertujuan menerapkan administrasi dan ketatausahaan berwawasan konservasi secara efisien. Program pilar kebijakan nirkertas diterapkan melalui optimalisasi sistem berbasis teknologi informasi, efisien penggunaan kertas, pemanfaatan kertas daur ulang, dan penggunaan kertas ramah lingkungan. Kelima, pilar energi bersih bertujuan untuk melakukan penghematan energi melalui serangkaian kebijakan dan tindakan dalam memanfaatkan energi secara bijak, serta pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Program pilar energi bersih diterapkan dengan cara melakukan penghematan pemakaian alat-alat berbasis energi listrik dan bahan bakar fosil sesuai dengan strategi perguruan tinggi; mengembangkan fasilitas kampus yang menunjang penghematan penggunaan energi; dan menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan.

Keenam, pilar konservasi etika, seni, dan budaya bertujuan untuk menjaga, melestarikan dan mengembangkan etika, seni, dan budaya lokal untuk menguatkan jati diri bangsa. Program pilar konservasi etika, seni, dan budaya lokal melalui pemeliharaan, pendokumentasian, pendidikan, penyebarluasan, dan mempromosikan unsur-unsurnya.

Ketujuh, pilar kaderisasi konservasi bertujuan menanamkan nilai-nilai konservasi secara berkelanjutan. Program pilar kaderisasi konservasi meliputi sosialisasi, pelatihan, pendidikan, dan pelaksanaan kegiatan kepada warga Unnes untuk menguatkan pemahaman, penghayatan, dan tindakan berbasis konservasi.

Berdasar pilar-pilar konservasi di atas, pilar konservasi yang dapat diterapkan di sekolah adalah keanekaragaman hayati; arsitektur hijau; pengelolaan limbah; kebijakan nirkertas; energi bersih; konservasi, etika, seni, dan budaya; dan kaderisasi konservasi. Hal tersebut karena masih terbatasnya informasi yang diketahui pihak sekolah dan masyarakat mengenai pilar-pilar konservasi. Sehingga masih membutuhkan waktu untuk dapat menerapkan seluruh pilar-pilar sesuai yang diterapkan oleh Universitas Negeri Semarang.

Untuk mendukung kegiatan di sekolah konservasi dan mewujudkan pilar-pilar tersebut, diperlukan penjabaran-penjabaran sederhana sehingga mudah diterima oleh guru dan masyarakat awam yang ingin mengetahui tentang konservasi.

 

  1. KONSERVASI BUDAYA
  2. Pengertian Budaya

Budaya dimaknai sebagai seperangkat gagasan, tindakan, dan karya yang dihasilkan. Dengan demikian, ia dipahami dalam dua pengertian: sebagai proses dan hasil. Karenanya, budaya bukan sekadar benda mati, melainkan kontinuitas manusia dalam mengembangkan kehidupan. Namun apakah sesuatu yang selalu berkembang dapat dikonservasi?

Konservasi budaya diibaratkan semprong. Alat dari bambu yang memiliki lubang di kedua ujungnya. Ibu-ibu biasa meniupkan angin melalui semprong agar bara bisa menyala. Tujuanya untuk menjaga nyala api perapian agar stabil saat memasak. Simpulannya, meniup api bukan untuk mematikan, melainkan memberikan aliran oksigen untuk tetap menjaga nyalanya. Laiknya semprong, konservasi budaya bekerja dengan cara yang hampir sama. Konservasi budaya bekerja dengan menjaga capaian dan proses kreatif di dalam budaya secara bersama-sama.

Konservasi budaya memiliki dimensi ke belakang dan ke depan. Dimensi ke belakang diwakili oleh proses perlindungan dan pengawetan terhadap kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat. Sementara itu, dimensi ke depan di-ejawantah-kan dengan menjaga keberlanjutan budaya.

Konservasi dapat bekerja dalam dinamisnya budaya. Ia berperan menjaga budaya agar tetap dinamis tanpa melupakan pondasi yang telah dibangun sebelumnya. Ini penting karena masyarakat kita tengah terserang oleh penyakit lena dan lupa.

  1. Pengertian Wujud Kebudayaan

 

Wujud merupakan sesuatu yang dapat dilihat. Menurut Koentjaraningrat (2000:181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sangsakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat, mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.

Koentjaraningrat juga menerangkan bahwa pada dasarnya banyak sarjana yang membedakan antara budaya dan kebudayaan, dimana budaya merupakan perkembangan majemuk budi daya, yang berati daya dari budi. Namun, pada kajian Antropologi, budaya dianggap merupakan singkatan dari kebudayaan, tidak ada perbedaan dari definsi.

Jadi, kebudayaan atau disingkat “budaya”,menurut Koentjaraningrat  merupakan“keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.”

Kebudayaan merupakan sebuah fungsi transmisi, maksudnya adalah dalam kebudayaan terjadi proses peralihan/perubahan dari suatu bentuk ke bentuk yang lain.

 

Wujud Kebudayaan

Wujud kebudayaan merupakan bentuk yang dihasilkan oleh pemikiran kebudayaan. Adapun wujud kebudayaan menurut J.J. Hoenigman, ada tiga wujud kebudayaan, yakni:

 

  1. Gagasan

Yaitu wujud kebudayaan yang berupa gagasan, ide, nilai, norma, peraturan, dan lain sebagainya. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba, disentuh dan bukan barang yang nyata. Jika gagasan ini dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan tersebut berada dalam karangan-karangan atau tulisan-tulisan. Misalnya: kitab kuno, prasati dan lain sebagainya.

  1. Aktivitas

Yaitu tindakan atau aktivitas manusia yang berasal dari pemikiran kebudayaan. Wujud kedua ini sering disebut dengan sistem sosial, terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang sering berinteraksi. Sifatnya nyata, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, dapat diamati dan didokumentasikan. Misalnya: sistem adat, sitem kemasyarakatan dan lain sebagainya.

  1. Artefak

Yaitu wujud fisik berupa hasil aktivitas atau karya manusia dalam masyarakat yang berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, didokumentasikan serta sifatnya wujud konkret. Misalnya: Patung, bangunan dan lain sebagainya.

Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :

  1. Kebudayaan material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

 

  1. Kebudayaan nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

  1. Lembaga sosial

Lembaga sosial dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem sosial yang terbantuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan sosial masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier

 

 

 

  1. Sistem kepercayaan

Bagaimana masyarakat mengembangkan dan membangun system kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.

  1. Estetika

Berhubungan dengan seni dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerah, setiap akan membangu bagunan jenis apa saj harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai symbol yang arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.

  1. Bahasa

Bahasa merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sidat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.

 

  1. Unsur Kebudayaan

 

  1. Pengertian Unsur Kebudayaan

Mengenai unsur kebudayaan, dalam bukunya pengantar Ilmu Antropologi, Koenjtaraningrat, mengambil sari dari berbagai kerangka yang disusun para sarjana Antropologi, mengemukakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia yang kemudian disebut unsur-unsur kebudayaan universal.

  1. Pembagian Unsur-Unsur Kebudayaan

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

  1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
  2. alat-alat teknologi.
  3. sistem ekonomi.
  4. Keluarga.
  5. kekuasaan politik
  6. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
  7. sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.
  8. organisasi ekonomi.
  9. alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama).
  10. Organisasi kekuatan (politik).

Tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals, yaitu:

  1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transpor).

Ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kelengkapan atau peralatan hidup manusia sehari-hari demi menunjang aktivitas kehidupan dan mencapai kesejahteraan. Peralatan dan perlengkapan yang dimaksud meliputi pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat pabrik, alat transportasi.

  1. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi).

Segala sesuatu yang berkenaan dengan perekonomian dan mata pencaharian diantaranya alat-alat pertanian, sistem jual beli, cara bercocok tanam, sistem produksi, sistem distribusi, sistem konsumsi).

  1. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan).

Yaitu cara-cara perilaku manusia yang terorganisir secara sosial meliputi sistem kekeraban, sistem komunitas, sistem pelapisan sosial, sistem politik.

  1. Bahasa (lisan, tulisan).

Terdiri dari bahasa lisan, bahasa tertulis dan naskah kuno.

 

  1. Sistem pengetahuan.

Meliputi teknologi dan kepandaian dalam hal tertentu, misalnya pada masyarakat petani ada pengetahuan masa tanam, alat pertanian yang sesuai lahan, pengetahuan yang menentukan proses pengolahan lahan.

  1. Religi (sistem kepercayaan).

Berkenaan dengan agama dan kepercayaan yang dianut dalam suatu masyarakat.

  1. Kesenian.

Berkenaan dengan hal-hal yang menurut etika dan estetika seperti: seni gambar, musik, tari dan lainnya.

 

  1. Relasi Wujud dan Unsur Kebudayaan dengan Pendidikan

 

Dalam hal ini, penulis dapat memberikan penjelasan mengenai hubungan antara wujud dan unsur kebudayaan dengan pendidikan adalah bahwasanya dengan mempelajari wujud dan unsur kebudayaan dapat menambah pengetahuan mengenai bentuk-bbentuk unsur dan kebudayaan yang ada di dunia.

Di samping itu, dengan adanya wuju kebudayaan yang meliputi benda-benda yang dapat dilihat dan dirasakan maka dapat menambah pengetahuan hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia pada zaman dahulu dan berupaya menciptakan kebudayaan yang baru di masa yang akan datang.

 

 

  1. Pengertian Kearifan Lokal

Menurut bahasa, keafiran lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan dan lokal. Di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kearifan artinya bijaksana, sedangkan local artinya setempat. Dengan demikian pengertian kearifan lokal menurut tinjauan bahasa merupakan gagasan-gagasan atau nilai-nilai setempat atau (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya di tempat tersebut.3 Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.

Kearifan lokal masyarakat sudah ada di dalam kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman prasejarah hingga saat ini. Kearifan lokal merupakan perilaku positif manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang bisa bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat yang terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya (Wietoler 2006).

Dalam disiplin antropologi, kearifan lokal dikenal dengan istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (Ayatrohaedi 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi 1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya antara lain :

  1. mampu bertahan terhadap budaya luar.
  2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.
  3. memunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli.
  4. memunyai kemampuan mengendalikan.
  5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Menurut I Ketut Gobyah dalam tulisan berjudul Berpijak pada Kearifan Lokal, mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meski pun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.

  1. Swarsi Geriya menyampaikan dalam tulisannya “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali”, bahwa secara konseptual kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga.

Berdasarkan tinjauan agama, kearifan adat dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama. Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu tindakan tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara terus-menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan. Adat yang tidak baik akan hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh penguasa. Bila demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah tetapi dipaksakan.

Secara filosofis, kearifan lokal dapat diartikan sebagai sistem pengetahuan masyarakat lokal/pribumi (indigenous knowledge systems) yang bersifat empirik dan pragmatis. Bersifat empirik karena hasil olahan masyarakat secara lokal berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di sekeliling kehidupan mereka. Bertujuan pragmatis karena seluruh konsep yang terbangun sebagai hasil olah pikir dalam sistem pengetahuan itu bertujuan untuk pemecahan masalah sehari-hari (daily problem solving). Kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu (budaya lokal) dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu (masyarakat lokal). Dengan kata lain, kearifan lokal bersemayam pada budaya lokal (local culture).

Di Indonesia istilah budaya lokal juga sering disepadankan dengan budaya etnik / subetnik. Setiap bangsa, etnik, dan sub etnik memiliki kebudayaan yang mencakup tujuh unsur, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian.

Secara umum, kearifan lokal (dalam situs Departemen Sosial RI) dianggap pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dengan pengertian-pengertian tersebut, kearifan lokal bukan sekedar nilai tradisi atau ciri lokalitas semata melainkan nilai tradisi yang mempunyai daya-guna untuk untuk mewujudkan harapan atau nilai-nilai kemapanan yang juga secara universal yang didamba-damba oleh manusia.

Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat. Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.

  1. Peranan Kearifan Lokal

 

  1. Menghadapi Arus Globalisasi

Bekembang pesatnya teknologi, informasi dan ilmu pengetahuan yang disebabkan karena kemampuan yang dianugerahi kepada manusia dalam melakukan sebuah inovasi, sehingga dengan perkembangan tersebut akan membuat gaya hidup orang berubah. Dikarenakan berkembangnya dengan pesatnya suatu ilmu pengetahuan, maupun teknologi dan informasi, menjadikan batas antar Negara di seluruh dunia tidaklah llagi menjadi suatu hambatan ataupun kendala untuk suatu Negara melakukan suatu hubungan, dan hubungan antar negarapun semakin mudah dilakukan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan serta teknologi dan informasi.

Dengan derasnya arus globalisasi seperti itu, akan menyebabkan banyak sekali hal-hal yang mencoba masuk ke dalam suatu budaya, baik hal-hal yang bersifat positif maupun hal negative, tergantung bagaimana cara masyarakat tersebut menyaring hal-hal yang masuk tersebut. Agar hal-hal yang masuk ke dalam suatu kebudayaan lokal, masyarakat nya harus mampu menyaring hal-hal termasuk budaya , norma, nilai-nilai kehidupan yang masuk ke negara tersebut tersebut agar tidak tercampur dengan budaya-budaya lokal dan tidak hilang karena budaya luar.

Oleh sebab itu dibutuhkan peranan dari kearifan dari masyarakat lokal, agar mampu untuk membantu dan mendukung budaya-budaya mereka sendiri,sehingga apa yang telah mereka saring tidak lah hal-hal yang negative melainkan hal-hal yang bersifat positif. Contohnya kebudayaan negara-negara timur yang dimana nilai-nilai sosial dan toleransi masing sangat dijunjung tinggi disini, berbeda dengan budaya barat dimana nilai-nilai kebebasanlah yang diterapkan, sehingga hal tersebut patut untuk dicontoh kebudayaan lokal itu sendiri.

  1. Menjaga Suatu Lingkungan

Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat adat, lokal, tradisional yang pada umumnya tinggal dan berada di dalam maupun disekitar hutan. Masyarakat tersebut telah melakukan pengelolaan hutan sejak ratusan tahun yang lalu hingga saat ini secara turun temurun. Pengelolaan hutan tersebut dilakukan berdasarkan kearifan, aturan dan mekanisme kelembagaan yang ada dan mampu serta teruji menciptakan tertib hukum pengelolaan, pengelolaan yang berbasis masyarakat dan pemanfaatannya berdimensi jangka panjang. Dapat dikatakan bahwa tingkat kerusakan hutan yang ditimbulkan sangatlah kecil. Berbeda jika hutan di kelola tanpa didasari kearifan, aturan dan mekanisme-mekanisme tertentu, mereka tidak akan bertanggung jawab akan apa yang telah mereka lakukan. Dan hutan tersebut mungkin akan jadi hutan yang tandusdan tidak dapat di gunakan unuk generasi-generasi berikutnya. Karena Kearifan lokal merupakan salah satu menifestasi kebudayaan sebagai system yang cenderung memegang erat tradisi, sebagai sarana untuk memecahkan persoalan yang sering dihadapi oleh masyarakat lokal.

  1. Proses Pembangunan Daerah

Menurut Oding,S (2002) kearifan lokal dicirikan dengan dasar kemandirian dan keswadayaan, Memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan, Menjamin daya hidup dan keberlanjutan, Mendorong teknologi tepat guna, Menjamin tepat guna yang efektifdari segi biaya dan meberikan kesempatan untuk memahamidan memfasilitasi perancangan pendekatan program yang sesuai.

Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987). Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.

Perekonomian berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Sehingga kearifan lokal memiliki arti penting dalam suatu proses pembangunan di suatu daerah agar terjadi suatu kebijaksanaan dalam menggunakan lahan yang ada, menggunakan suatu pembangunan tersebut tanpa merusak lingkungan dan menggunakan perekonomian yang bersifat berkelanjutan.

  1. Pengelolaan Sumber Daya

Ketergantungan dan tidak-terpisahan antara pengelolaan sumberdaya dan keanekaragaman hayati ini dengan sistem-sistem sosial lokal yang hidup di tengah masyarakat bisa secara gamblang dilihat dalam kehidupan sehari-hari di daerah pedesaan, baik dalam komunitas-komunitas masyarakat adat yang saat ini populasinya diperkirakan antara 50 – 70 juta orang, maupun dalam komunitas-komunitas lokal lainnya yang masih menerapkan sebagian dari sistem sosial berlandaskan pengetahuan dan cara-cara kehidupan tradisional. Yang dimaksudkan dengan masyarakat adat di sini adalah mereka yang secara tradisional tergantung dan memiliki ikatan sosio-kultural dan religius yang erat dengan lingkungan lokalnya. Batasan ini mengacu pada “Pandangan Dasar dari Kongres I Masyarakat Adat Nusantara” tahun 1999 yang menyatakan bahwa masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun-temurun di atas satu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat.

Dari keberagaman sistem-sistem lokal ini bisa ditarik beberapa prinsip-prinsip kearifan tradisional yang dihormati dan dipraktekkan oleh komunitas-komunitas masyarakat adat, yaitu antara lain:

  1. Ketergantungan manusia dengan alam yang mensyaratkan keselarasan hubungan dimana manusia merupakan bagian dari alam itu sendiri yang harus dijaga keseimbangannya.
  2. Penguasaan atas wilayah adat tertentu bersifat eksklusif sebagai hak penguasaan dan/atau kepemilikan bersama komunitas (comunal property resources) atau kolektif yang dikenal sebagai wilayah adat (di Maluku dikenal sebagai petuanan, di sebagian besar Sumatera dikenal dengan ulayat dan tanah marga) sehingga mengikat semua warga untuk menjaga dan mengelolanya untuk keadilan dan kesejahteraan bersama serta mengamankannya dari eksploitasi pihak luar. Banyak contoh kasus menunjukkan bahwa keutuhan sistem kepemilikan komunal atau kolektif ini bisa mencegah munculnya eksploitasi berlebihan atas lingkungan lokal.
  3. Sistem pengetahuan dan struktur pengaturan (‘pemerintahan’) adat memberikan kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam pemanfaatan sumberdaya hutan.
  4. Sistem alokasi dan penegakan hukum adat untuk mengamankan sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan, baik oleh masyarakat sendiri maupun oleh orang luar komunitas.
  5. Mekanisme pemerataan distribusi hasil “panen” sumberdaya alam milik bersama yang bisa meredam kecemburuan sosial di tengah-tengah masyarakat.

Prinsip-prinsip ini berkembang secara evolusioner sebagai akumulasi dari temuan-temuan pengalaman masyarakat adat selama ratusan tahun. Karenanya, prinsip-prinsip ini pun bersifat multi-dimensional dan terintegrasi dalam sistem religi, struktur sosial, hukum dan pranata atau institusi masyarakat adat yang bersangkutan. Masyarakat lokal di pedesaan yang tidak lagi mendefenisikan dan menyebut dirinya sebagai masyarakat adat, juga secara berkelanjutan menerapkan kearifan (pengetahuan dan tata cara) tradisional ini dalam kehidupannya, termasuk dalam memanfaatkan sumberdaya dan keanekaragaman hayati untuk memenuhi kebutuhannya seperti pengobatan, penyediaan pangan, dan sebagainya. Masa depan keberlanjutan kehidupan kita sebagai bangsa, termasuk kekayaan sumberdaya dan keanekaragaman hayati yang dimilikinya, berada di tangan masyarakat adat yang berdaulat memelihara kearifan adat dan praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam yang sudah terbukti mampu menyangga kehidupan dan keselamatan mereka sebagai komunitas dan sekaligus menyangga fungsi layanan ekologis alam untuk kebutuhan mahluk lainnya secara lebih luas.

 

 

  1. Contoh-contoh Kearifan Lokal di masyarakat
  2. Kearifan Lokal di Bengkulu

Ada beberapa etnik yang bersinggungan langsung dengan alam diantaranya etnik Rejang dan Serawaiyang. Etnik Rejang memiliki kearifan dengan mengetahui zonasi hutan, mereka sudah menentukan imbo lem (hutan dalam), imbo u’ai (hutan muda) dan penggea imbo (hutan pinggiran). Dengan zonasi yang mereka buat, maka ada aturan-aturan tentang penanaman dan penebangan kayu. Hampir mirip dengan Etnik Rejang, Serawai yang dikenal sebagai tipikal masyarakat peladang telah mengembangkan kearifan lokal dalam pembukaan ladang yaitu “celako humo” atau “cacat humo”, dimana dalam pembukaan ladang mereka melihat tanda-tanda alam dulu sebelum membuka ladang dimana ada 7 pantangan yaitu:

  1. ulu tulung buntu, dilarang membuka ladang di hutan tempat mata air
  2. sepelancar perahu
  3. kijang ngulangi tai
  4. macan merunggu
  5. sepit panggang
  6. bapak menunggu anak
  7. dan nunggu sangkup

tujuh pantangan ini jika dilanggar akan berakibat alam dan penunggunya (makhluk gaib) akan marah dan menebar penyakit.

  1. Kearifan Lokal di Yogyakarta

Pernah mendengar Gunung Kidul? Pasti bayangan kita langsung kekeringan. Benar saja, salah satu keunikan Gunung Kidul adalah kawasan Karst. Tetapi harus kita ingat bahwa kawasan ini telah dihuni selama berabad-abad oleh masyarakatnya bahkan dari zaman batu. Munculnya peradaban manusia yang berkembang pada kawasan ini menggambarkan bahwa masyarakat di kawasan ini telah dapat beradaptasi dengan kekeringan. Air menjadi sangat berharga di kawasan ini. Apakah tidak ada sumber air di kawasan ini? Oh kita jangan salah, kawasan ini memiliki sungai bawah tanah yang banyak sekali tetapi karena merupakan kawasan karst agak sulit untuk menaikkan air karena kedalamannya dan juga tipikal kawasan karst. Masyarakat di kawasan ini melakukan pemeliharaan cekungan-cekungan (sinkhole), mereka memodifikasi bagaimana cekungan ini sebagai tabungan air mereka dengan menata batu dan menanami tanaman seperti jarak dan jati di sekitar bibir cekungan. Batu sebagai penyaring, sementara tanaman sebagai penyimpan air. Selain itu juga para penduduk juga menampung air ketika musim hujan tiba sebagai tabungan air ketika kemarau datang.

  1. Kearifan Lokal Kediri

Cerita Panji mungkin bukan hal yang asing lagi terutama di tanah Jawa Timur. Cerita Panji adalah harta karun yang dimiliki Jawa Timur, lahir di Kediri berkembang sejak zaman Majapahit. Salah satu dongeng Panji adalah Enthit yang terkait dengan pertanian. Cerita semacam Enthit itu memberikan inspirasi mengapa timun dapat ditanam sampai mentheg-mentheg (gemuk dan menyenangkan). Mengapa berbagai sayuran itu tumbuh subur dan menyehatkan. Bagaimana petani pada masa itu memperlakukan lahannya. Bagaimana cara bercocok tanam, semuanya seolah-olah diserahkan pada kekuasaan alam belaka. Semuanya dilakukan dengan cara organik. Konsep pertanian dalam budaya Panji adalah soal tantra atau kesuburan. Jadi bagaimana memperlakukan tanah (lahan) seperti menyayangi istri dan ini hubungannya dengan konservasi alam.

  1. Kearifan Lokal di Sumatera Utara

Sumatera Utara memiliki sekelompok masyarakat yang dikenal sebagai Parmalim berpusat di Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir. Parmalim menekankan lingkungan hidup pada dasarnya memberi dukungan terhadap kelangsungan hidup manusia, maka sewajarnya manusia juga memberi dukungan terhadap lingkungan hidup. Air adalah sumber kehidupan, maka kita harus memberi dukungan terhadap semua hal yang berkaitan dengan pelestarian air. Pada saat menebang pohon, maka bisa dilakukan jika sebelumnya sudah cukup banyak menanam tunas baru, selain itu aturan penebangan juga dengan cara bahwa penebang tidak boleh merobohkan pohon besar sampai menimpa anak pohon lain, jika terjadi maka penebang harus diganti orang lain. Selain itu juga dalam memetik umbi-umbian yang menjalar, umat Parmalim harus menyisakan tunas sehingga bisa tumbuh kembang.

  1. KADERISASI KONSERVASI

 

            Kaderisasi berasal dari kata kader atau cadre dalam bahasa Perancis, yang berarti elit atau inti. Kader adalah orang-orang yang memiliki kualitas baik sebagai seorang pemimpin yang ‘terpilih’ dan tergabung dalam suatu kelompok elit atau inti, yang kemudian dididik dengan suatu cara tertentu, sehingga memiliki kemampuan, spiritualitas, kinerja, militansi, kerahasiaan dan kemampuan melebihi anggota organisasi lain yang tidak terpilih (Pratama 2011)

Kaderisasi adalah suatu proses penurunan dan pemberian nilai-nilai, baik nilai-nilai umum maupun khusus, oleh institusi bersangkutan. Proses kaderisasi sering mengandung materi-materi kepemimpinan, manajemen, dan sebagainya, karena yang masuk dalam institusi tersebut nantiny akan menjadi penerus tongkat-tongkat estafet kepemimpinan, terlebih lagi pada institusi dan organisasi yang dinamis (Nawawi 2003:188)

Kaderisasi merupakan sebuah proses penyiapan sumber daya manusia agar kelak menjadi para pemimpin yang mampu mebangun peran dan fungsi organisasi secara lebih bagus (Koirudin 2004:113). Adapun 2 persoalan penting dalam pengkaderan yaitu :

  1. Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk meningkatkan kemampuan baik ketrampilan maupun pengetahuan.
  2. Kemampuan untuk menyediakan stok kader atau individu yang dikhususkan bagi kaum muda.

Kader konservasi adalah orang/kelompok orang yang telah memperoleh pendidikan khusus yang secara sukarela berperan dalam upaya konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan mampu menyampaikan nilai-nilai konservasi kepada masyarakat.

Dalam proses kaderisasi, pandangan umum tentang kaderisasi suatu organisasi, ternyata dapat dipetakan menjadi dua bagian secara umum, yaitu :

  1. Perilaku kaderisasi (subjek). Subjek kaderisasi sebuah organisasi maksudnya adalah individu atau sekelompok orang yang berada di dalam sebuah organisasi, yang kebijakannya dipersonifikasikan melalui fungsi regenerasi dan kesinambungan tugas-tugas organisasi.
  2. Sasaran kaderisasi (objek). Objek kaderisasi maksudnya adalah individu-individu yang dipersiapkan dan dilatih untuk meneruskan visi dan misi sebuah organisasi.

Kaderisasi merupakan salah satu bentuk usaha regenerasi kepemimpinan, dalam hal ini adalah kepemimpinan dalam pengembangan konservasi kampus. Adapun prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan regenerasi kepemimpinan, yaitu :

  1. Harus adanya kesadaran bahwa institusi atau organisasi tidak boleh tergantung kepada orang, tetapi harus bergantung kepada sistem pembinaan dan kaderisasi SDM yang berkualitas.
  2. Adanya suatu kepercayaan bahwa ada orang yang bisa dipersiapkan untuk membesarkan institusi atau organisasi.
  3. Regenerasi kepemimpinan dimulai dengan menciptakan situasi psikologis bagi para anggota, agar mereka menyadari pentingnya regenerasi kepemimpinan, serta berkeinginan untuk memulai proses tersebut.
  4. Memulai menyiapkan para kader dalam proses adaptasi dan proses persiapan sebagai seorang pemimpin.

Adapun yang harus masih dibangun adalah

  1. Membiasakan para kader untuk memiliki cita-cita besar dalam membangun kampus konservasi.
  2. Membimbing untuk memberikan keyakinan kuat.
  3. Menumbuhkan motivasi untuk sukses.
  4. Mendisiplinkan kader untuk memiliki sikap dan kebiasaan unggul.

 

Kesimpulan :

Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan kita manusia tidak saja mengimbangi hak dengan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan hidup juga membatasi perilku, tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kepentingan lingkungan hidup. Bersamaan dengan itu, ada perubahan dalam melihat hubungan manusia dengan alam. Perubahan hubungan manusia dengan alam tersebut mulai dari antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme. Antroposentrisme merupakan suatu etika yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Biosentrisme, merupakan suatu paradigma yang memandang bahwa setiap kehidupan dan mahkluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri, sehingga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral. Ekoseentrisme, merupakan suatu paradigma yang lebih jauh jangkauannya. Pada ekosentrisme, justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Untuk menjaga kedamaian dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa majemuk diperlukan penanaman rasa cinta tanah air dan pembangunan karaktersejak kecil. . Tetapi beberapa tahun terakhir ini, bangsa ini sedang mengalami krisis, seperti kerusakan lingkungan dan kurangnya daya dukung, merosotnya kepercayaan, dan jatidiri sebagai sebuah bangsa. Untuk mengatasi krisis tersebut, diperlukan upaya pemulihan kembali nilai-nilai yang telah diajarkan oleh para tokoh pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan berbasis konservasi dan lebih menekankan pada pendidikan karakter sebagai usaha membangun bangsa. Dalam mewujudkan visi pendidikan konservasi tersebut dikembangkan tiga pilar konservasi. Adapun tiga pilar konservasi yang dikutip dalam buku Handoyo dan Tijan (2010: 5-6), yaitu: satu, perlindungan keaTiga, pemanfaatan sumber daya alan terbarukannekaragaman hayati (biodiversity). Dua, pelestarian sumber daya alam dan warisan budaya. Tiga, pemanfaatan sumber daya alan terbarukan.

  1. Kebudayaan merupakan hasil dari akal budi
  2. Kebudayaan mencakup semua aspek kehidupan
  3. Wujud kebudayaan ada tiga, yaitu:gagasan, aktivitas dan artefak
  4. Unsur-unsur kebudayaan adalah: sistem religi dan upacara kebudayaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan alat, bahasa dan kesenian.
  5. Pengaruh kebudayaan terhadap kehidupan masyarakat sangat besar.
  1. Dari penjelasan Kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi.
  2. Peranan Kearifan Lokal adalah sebagai berikut.
    1. Berperan dalam menghadapi arus globalisasi.
    2. Berperan dalam menjaga suatu lingkungan.
    3. Berperan dalam pembangunan daerah.
    4. Berperan dalam pengelolaan sumber daya.
    5. Meskipun di akhir era ini banyak masyarakat yang acuh terhadap lingkungan namun masih terdapat masyarakat yang memiliki kesadaran tentang lingkungan.
    6. Tantangan-tantangan dalam mewujudkan kearifan lokal :
      1. Jumlah penduduk yang tinggi
      2. Teknologi modern dan budaya barat
      3. Modal dan eksploitasi besar-besaran
      4. Kesenjangan dan kemiskinan
  3. Dari penjelasan Kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi.
  4. Peranan Kearifan Lokal adalah sebagai berikut.
    1. Berperan dalam menghadapi arus globalisasi.
    2. Berperan dalam menjaga suatu lingkungan.
    3. Berperan dalam pembangunan daerah.
    4. Berperan dalam pengelolaan sumber daya.
    5. Meskipun di akhir era ini banyak masyarakat yang acuh terhadap lingkungan namun masih terdapat masyarakat yang memiliki kesadaran tentang lingkungan.
    6. Tantangan-tantangan dalam mewujudkan kearifan lokal :
      1. Jumlah penduduk yang tinggi
      2. Teknologi modern dan budaya barat
      3. Modal dan eksploitasi besar-besaran
      4. Kesenjangan dan kemiskinan
  1. Sifat kaderisasi yang harus masih dibangun adalah
    1. Membiasakan para kader untuk memiliki cita-cita besar dalam membangun kampus konservasi.
    2. Membimbing untuk memberikan keyakinan kuat.
    3. Menumbuhkan motivasi untuk sukses.
    4. Mendisiplinkan kader untuk memiliki sikap dan kebiasaan unggul.

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Anonim. 1997. Pedoman Pembinaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Penddikan

Dasar dan Menengah.

Berten, K., 1993. Etika. Jakarta. Gramedia. Ganter, Grace and Margaret Yeakel. 1980.

Human Behavior and the Social Environment a Perspective for Social Work

Practice. New York. Columbia Unievrsity Press.

Gunawan, Totok. 2003. Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan.

Jakarta . Depdiknas.

Gunn, Alastair S dan P. Aarne Vesilind. 1986. Environmental Ethics For Engineers. New

Zealand. Lewis Publishers, Inc.

Keraf, A. Sonny. 2005. Etika Lingkungan. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.

Murdiyarso, Daniel. 2003. CDM : Mekanisme Pembangunan Bersih. Jakarta. Penerbit

Buku Kompas.

Soerjani, Moch. Rofiq Ahmad, Rozy Munir. Editor. 1987. Lingkungan: Sumber daya Alam,

dan Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta. Penerbit Universitas indonesia.

Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Dasar. Yogyakarta. Kanisius

daftar Rujukan:

 

Handoyo, Eko dan Tijan. 2010. Model Pendidikan Karakter Berbasis Konservasi: Pengalaman Universitas Negeri Semarang. Semarang: Cipta Prima Nusantara Semarang.

Khafid, Muhammad. (2013). Kurikulum Unnes 2012 Berbasis Kompetensi dan Konservasi. Online. Dapat ditemukan di https://konservasi.unnes.ac.id/. [Diakses 24/08/2014].

Mangunjaya, Fachruddin M.. 2005. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

 

Sugiyo. (2012). Pengembangan Karakter Anak melalui Konservasi Moral Sejak Dini. Indonesian Journal of Conservation, Vol. 1 No. 1 Juni 2012: 40–48. Tersedia di https://ejournal.unnes.ac.id. [Diakses 23/8/2013].

Masrukhi. (2012). Mambangun Karakter Berbasis Nilai Konservasi. Indonesian Journal of Conservation, Vol. 1 No. 1 Juni 2012: 20–29. Tersedia di https://ejournal.unnes.ac.id. [Diakses 23/8/2013].

 

 

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, (2006), Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, Bandung: Remaja Rosdakarya.

https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya, diakses tanggal 26 Maret 2012.

Koentjaraningrat,(2000), Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Radar Jaya Offset.

Rafiq Karsidi, (2007),  Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Sindunata.

Soerjono Soekanto, (2007)

Hakikat Bahasa

Hakikat Bahasa

Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Pada saat manusia membutuhkan eksistensinya diakui, maka interaksi itu terasa semakin penting. Kegiatan berinteraksi ini membutuhkan alat, sarana atau media, yaitu bahasa. Sejak saat itulah bahasa menjadi alat, sarana atau media.

Tiada kemanusiaan tanpa bahasa, tiada peradaban tanpa bahasa tulis. Ungkapan-ungkapan itu menunjukkan betapa pentingnya peranan bahasa bagi perkembangan manusia dan kemanusiaan. Dengan bantuan bahasa, anak tumbuh dari organisme biologis menjadi pribadi di dalam kelompok. Pribadi itu berpikir, merasa, bersikap, berbuat, serta memandang dunia dan kehidupan seperti masyarakat di sekitarnya.

Hakikat bahasa sama halnya dengan menjawab pertanyaan tentang: “Apa sebenarnya bahasa itu?” Pada dasarnya bahasa merupakan rangkaian bunyi yang melambangkan pikiran, perasaan serta sikap. Pengertian bahasa jika dijawab melalui tiga sudut pandang, yakni:

  1. Bahasa sebagai istilah

Sebagai istilah, bahasa dapat memiliki pengertian yang bersifat umum-khusus dan abstrak-konkrit. Secara umum, pengertian bahasa dalam kalimat itu memiliki pengertian yang luas karena meliputi berbagai macam bahasa (Inggris, Prancis, Jepang, Indonesia, dan sebagainya). Bahasa dalam arti khusus, hanya merujuk pada bahasa tertentu. Misalnya, “bila orang mengatakan manusia memiliki bahasa”, pengertian bahasa dalam kalimat ini memiliki pengertian yang luas karena memiliki berbagai macam bahasa, contohnya seperti: bahasa Inggris, Prancis, Jepang, Indonesia, dan sebagainya.

 

  1. Bahasa sebagai sistem

Bahasa sebagai sistem berupa lambang bunyi bermakna yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sebagai sistem lambang bunyi (ujaran) bermakna, antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya memiliki sistem yang berbeda, tetapi setiap bahasa sama-sama memiliki dua sistem, yakni sistem bunyi dan sistem makna.

 

  1. Bahasa sebagai alat

Bahasa sebagai alat, bahasa digunakan sebagai sarana komunikasi baik secara lisan maupun tulis. Bahasa lisan sangat efektif digunakan sebagai sarana komunikasi secara langsung antar sesama manusia. Secara tulis, bahasa dapat menjadi alat perekam berbagai peristiwa. Bahasa tulis juga digunakan sebagai bahasa ilmu.

Bahasa merupakan alat komunikasi yang mengandung beberapa sifat yaitu sebagai berikut:

  1. Bahasa dikatakan bersifat sistematikkarena bahasa memiliki pola dan kaidah yang harus ditaati agar dapat dipahami oleh pemakainya. Bahasa diatur oleh sistem. Setiap bahasa mengandung dua sistem, yaitu sistem bunyi dan sistem makna.
  2. Bahasa disebut mana sukakarena unsur-unsur bahasa dipilih secara acak tanpa dasar. Tidak ada hubungan logis antara bunyi dan makna yang disimbolkannya. Sebagai contoh mengapa manusia yang baru lahir disebut bayi bukan disebut remaja. Mengapa wanita yang masih muda disebut sebagai gadis bukan nenekatau sebaliknya. Jadi, pilihan suatu kata disebut bayi, remaja, gadis, nenek, dan lain-lainnya itu ditentukan bukan atas dasar kriteria atau standar tertentu, melainkan secara mana suka.
  3. Selanjutnya, bahasa disebut juga ujarankarena media yang terpenting adalah bunyi walaupun kemudian ditemui ada juga media tulisan.
  4. Bahasa disebut bersifat manusiawi karena bahasa menjadi berfungsi selama manusia yang memanfaatkannya, bukan makhluk lainnya.
  5. Terakhir, bahasa disebut bersifat komunikatifkarena fungsi utama bahasa adalah sebagai alat berkomunikasi atau alat penghubung antar keluarga, masyarakat, dan bangsa dalam segala kegiatannya.

 

2.2    Fungsi Bahasa

Secara umum sudah jelas bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Bahasa sebagai wahana komunikasi bagi manusia, baik komunikasi lisan maupun tulis. Fungsi ini adalah dasar bahasa yang belum dikaitkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa tidak dapat dilepaskan dari kegiatan hidup masyarakat, yang di dalamnya sebenarnya terdapat status dan niali-nilai sosial. Bahasa selalu mengikuti dan mewarnai kehidupan manusia sehari-hari, baik manusia sebagai anggota suku maupun bangsa.

Terkait hal itu, Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut:

1)             Fungsi informasi, yaitu untuk menyampaikan informasi timbal-balik antaranggota keluarga ataupun anggota-anggota masyarakat.

2)             Fungsi ekspresi diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi atau tekanan-tekanan perasaan pembaca. Bahasa sebagai alat mengekspresikan diri ini dapat menjadi media untuk menyatakan eksistensi (keberadaan) diri, membebaskan diri dari tekanan emosi dan untuk menarik perhatian orang.

3)             Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri dengan anggota masyarakat, melalui bahasa seorang anggota masyarakat sedikit demi sedikit belajar adat istiadat, kebudayaan, pola hidup, perilaku, dan etika masyarakatnya. Mereka menyesuaikan diri dengan semua ketentuan yang berlaku dalam masyarakat melalui bahasa.

4)              Fungsi kontrol sosial, bahasa berfungsi untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain. Bila fungsi ini berlaku dengan baik, maka semua kegiatan sosial akan berlangsung dengan baik pula. Dengan bahasa seseorang dapat mengembangkan kepribadian dan nilai-nilai sosial kepada tingkat yang lebih berkualitas.

Fungsi bahasa menurut Hallyday (1992) sebagai alat komunikasi untuk berbagai keperluan sebagai berikut:

1)             Fungsi instrumental, yakni bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu. Bahasa berfungsi menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu. Kalimat-kalimat berikut ini mengandung fungsi instrumental dan merupakan tindakan-tindakan komunikatif yang menghasilkan kondisi-kondisi tertentu.

Contoh :

  1. Cepat, pergi!
  2. Sampaikan salam hormat saya kepada Beliau!
  3. Silakan Anda berangkat sekarang!

2)             Fungsi regulatoris, yaitu bahasa digunakan untuk mengendalikan perilaku orang lain.

Contoh :

  1. Kalau Anda tekun belajar maka Anda akan lulus dengan baik.
  2. Kalau kamu mencuri maka kamu pasti dihukum.
  3. Sekali berbohong maka kamu akan ditinggalkan kawan-kawanmu.

3)        Fungsi intraksional, yaitu bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Contoh :

  1. Penyapa hendaknya menyapa dengan sapaan yang tepat dan hormat.
  2. Penutur sangat perlu mempertimbangkan siapa mitra tutumya dan bagaimana adat-istiadat serta budaya lokal yang berlaku pada suatu daerah tertentu.

4)             Fungsi personal, yaitu bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Dari bahasa yang dipakai oleh seseorang maka akan diketahui apakah dia sedang marah, jengkel, sedih, gembira, dan sebagainya.

5)             Fungsi heuristik, yaitu bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu.

Contoh :

  1. Mengapa di dunia ini ada matahari?
  2. Mengapa matahari bersinar?
  3. Mengapa jika matahari tenggelam hari menjadi gelap?

6)             Fungsi imajinatif, yakni bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi. Fungsi ini biasanya untuk mengisahkan cerita·cerita, dongeng-dongeng, membacakan lelucon, atau menuliskan cerpen, novel, dan sebagainya.

7)             Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi.

Contoh :

  1. Gula manis.
  2. Bulan bersinar.
  3. Jalan ke Tawangmangu naik turun dan berkelok-kelok.

 

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus yang sesuai dengan kepentingan bangsa Indonesia. Fungsi itu adalah sebagai:

1)         Bahasa resmi kenegaraan. Fungsi ini bahasa Indonesia dipergunakan dalam

administrasi kenegaraan, upacara atau peristiwa kenegaraan, komunikasi timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat.

2)         Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Sebagai bahasa pengantar, bahasa

Indonesia digunakan di lembaga-lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal, dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.

3)         Sebagai alat pemersatu berbagai suku di Indonesia. Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang masing-masing memiliki bahasa dan dialeknya sendiri. Maka dalam mengintegrasikan semua suku tersebut, bahasa Indonesia memainkan peranan yang sangat penting.

4)         Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina serta mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki identitasnya sendiri, yang membedakannya dengan bahasa daerah. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, baik dalam bentuk penyajian pelajaran, penulisan buku atau penerjemahan , dilakukan dalam bahasa Indonesia.

5)         Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah. Dalam hubungannya dengan fungsi ini, bahasa Indonesia tidak hanya dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dengan masyarakat luas atau antar suku, tetapi juga sebagai alat berhubungan di dalam masyarakat yang keadaan sosial budaya dan bahasanya sama.

 

Sumber : https://andonus.blogspot.co.id/2013/04/hakikat-dan-fungsi-bahasa.html

RAGAM BAHASA

 

Pengertian kata ragam secara umum dalam bahasa Indonesia adalah tingkah, jenis, langgam, corak dan laras. Ragam bahasa diartikan sebagai variasi bahasa menurut pemakaian yang dibedakan menurut topik pembicaraan, sikap penutur, dan media atau sarana yang digunakan. Pengertian ragam bahasa ini memperhatikan situasi yang dihadapi, masalah yang hendak disampaikan, latar belakang pendengar dan pembaca yang dituju, dan media atau sarana yang hendak digunakan.

 

Pengertian ragam bahasa menurut para ahli sangat penting untuk dipahami, karena dari situ kita bisa menyimpulkan sendiri pengertian ragam bahasa versi kita sendiri. Berikut ini adalah beberapa definisi ragam bahasa yang dijelaskan oleh para ahli.

 

Pengertian ragam bahasa menurut Bachman

 

Menurut Bachman (1990), “ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda  menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.”

 

Pengertian ragam bahasa menurut Dendy Sugono

Menurut Dendy Sugono (1999), “bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.”

 

Pengertian ragam bahasa menurut Fishman ed

Menurut Fishman ed (1968), suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan.

Kesimpulan

Jadi bisa kita simpulkan bahwa ragam bahasa adalah variasi dalam pemakaian bahasa, yaitu perbedaan penutur, media, situasi, dan bidang.

  1. Perbedaan penutur
    Tiap-tiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam berbahasa. Perbedaan berbahasa antar individu disebut idioleksedangkan perbedaan asal daerah penutur bahasa juga menyebabkan variasi berbahasa yang disebut dialek.
  2. Perbedaan media
    Perbedaan media yang digunakan dalam berbahasa menentukan pula ragam bahasa yang digunakan, sehingga bahasa lisan berbeda dengan bahasa tulisan.
  3. Perbedaan situasi
    Situasi pada saat pembicaraan dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap ragam bahasa yang digunakan, sehingga ragam bahasa pada situasi santai akan berbeda dengan situasi resmi.
  4. Perbedaan bidang
    Ragam bahasa yang digunakan pada bidang yang berbeda mempunyai ciri yang berbeda pula, misalnya bahasa jurnalistik berbeda dengan ragam bahasa sastra.

 

 Dasar-dasar Ragam Bahasa

Pada ragam bahasa yang paling pokok adalah seseorang itu menguasai atau mengetahui kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa. Kerena kaidah bahasa dianggap sudah diketahui, uraian dasar-dasar ragam bahasa itu diamati melalui skala perbandingan bagian persamaan bagian perbedaan. Dasar-dasar ragam bahasa yang akan diperbandingkan itu didasarkan atas sarana ragam bahasa lisan dan ragam tulisan.

Jenis-jenis Ragam Bahasa

 

  1. Ragam bahasa berdasarkan media

    a.   Ragam bahasa Media (Lisan)
    Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan kalimat dan unsur-unsur didalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicara menjadi pendukung didalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
    Pembicara lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicara lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa dituliskan, ragam bahasa itu tidak bisa disebut ragam bahasa tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri- cirinya tidak  menunjukan cir-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dengan tulisan,  ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing adapun ciri dari keduanya:
    Ciri-ciri ragam lisan:
    · Memerlukan orang kedua/teman bicara.
    · Tergantung kondisi, ruang, dan waktu.
    · Tidak harus memperhatikan gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
    · Berlangsung cepat
    Contohnya; “Sudah saya baca buku itu”

    b.   Ragam Tulis
    Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulisan makna kalimat yang diungkapkan nya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalomat. Oleh karrena itu, enggunaan ragam baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk katadan struktur kalimat, serta kelengkapaan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.

    Ciri-ciri ragam tulis:
    1. Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;
    2. Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
    3. Harus memperhatikan unsur gramatikal;
    4. Berlangsung lambat;
    5. Selalu memakai alat bantu;
    6. Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
    7. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.
    Contohnya: “Saya sudah membaca buku itu”.

    Perbedaan antara ragam lisan dan tulisan (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata ) :

    Tata Bahasa :
    a. Ragam Bahasa lisan
    1.  Nia sedang baca surat kabar.
    2. Ari mau nulis surat.
    3. Tapi kau tak boleh menolak lamaran itu.
    b. Ragam bahasa tulisan.
    1. Nia sedang membaca surat kabar.
    2. Ari mau menulis surat.
    3. Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.

    Kosa kata :
    a. Ragam bahasa lisan
    1. Ariani bilang kalau kita harus belajar.
    2. Kita harus bikin karya tulis.
    3. Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
    b. Ragam bahasa tulisan
    1. Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
    2. Kita harus membuat karya tulis.
    3. Rasanya masih telalu muda bagi saya, Pak.

 

  1. 2. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

 

  1. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur

Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas.

Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

  1. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur

Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.

  1. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi
  2. Ragam Baku

Ragam baku adalah ragam bahasa yang dipakai dalam forum resmi. Ragam ini bisa juga disebut ragam resmi.

 

  1. Ragam Tidak Baku

Ragam tidak baku adalah ragam bahasa yang menyalahi kaidah-kaidah yang terdapat dalam bahasa baku.

  1. Ragam Bahasa Berdasarkan Bidang
  2. Ragam Ilmu dan Teknologi

Ragam ilmu dan teknologi adalah ragam bahasa yang digunakan dalam bidang keilmuan dan teknologi.

  1. Ragam Sastra

Ragam satra adalah ragam bahasa yang bertujuan untuk memperoleh kepuasan estetis dengan cara penggunaan pilih jata secara cermat dengan gramatikal dan stilistil tertentu.

  1. Ragam Niaga

Ragam niaga adalah ragam bahasa yang digunakan untuk menarik pihak konsumen agar dapat melakuakan tindak lanjut dalam kerjasama untuk mencari suatu keuntungan finansial.

Sumber:

  1. https://irfanisprayudhi.wordpress.com/2013/09/30/arti-fungsi-dan-ragam-bahasa/
  2. https://herisllubers.blogspot.com/2013/10/ragam-bahasa-indonesia.html
  3. https://www.trigonalworld.com/2013/07/pengertian-ragam-bahasa-menurut-para.html

 

 

Dialek dan Idiolek

  1. Idiolek
    Bila kita membandingkan  bahasa seseorang dengan bahasa seorang yang lain, maka akan tampak bahwa setiap orang memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki orang lain, walaupun mereka sama-sama anggota dari suatu masyarakat bahasa. Abiq dalam kebiasaan sehari-harinya suka mengucapkan kata  “ya kan”, sedangkan temannya Imron tidak suka dengan kebiasaan seperti itu. Pilihan kata pun dalam mengungkapkan sesuatu berbeda antara satu orang dengan orang yang lain, namun mereka sebenarnya pemakai satu bahasa, perbendaharaan dari satu bahasa. Tutur kata setiap anggota masyarakat bahasa yang ditandai perbedaan-perbedaan kecil semacam itu disebut idiolek.

 

  1. Dialek
    Setiap kelompok idiolek mempunyai persmaan yang khas dalam tata bunya, kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan lain-lain. Tiap kumpulan mempunyai ciri tertentu yang membedakannya dengan kumpulan yang lain. Dalam bahasa Melayu kita mengenal ada Melayu Jakarta, Melayu Ambon, Melayu Medan. Dalam bahasa Jawa, terdapat perbedaan bahasa Jawa yang dipakai orang Surabaya dengan yang dipakai orang Semarang. Tiap-tiap perbedaan itu merupakan suatu kesatuan yang disebut dialek. Jadi, ada dialek Melayu Jakarta, dialek Melayu Medan, dialek Jawa Surabaya, dialek Semarang, dan lain-lain.

 

Sumber : https://bahasaindonesiayh.blogspot.co.id/2012/06/dialek-dan-idiolek.html

 

  1. Analisis kesalahan berbahasa dalam bidang sintaksis berdasarkan jenisketerampilannya (menyimak, membaca, menulis dan membaca)

Menurut Sungkar Kartopati (2010) dalam pembelajaran bidang sintaksis terdapat 4aspek yang berhubungan dengan analisis kesalahn berbahasa, yaitu :

  1. Pembelajaran Sintaksis dalam mendengarkan

Kalimat merupakan satuan kata yang mengandung gagasan yang menjadi pokok yangdidengar. Dari kegiatan mendengarkan tersebut respon atau tanggapan yang diharapkan dapat berupa aspek keterampilan yang bersifat produktif misalnya menulis atau berbicara. Dalamkegiatan atau sesuatu yang didengar tersebut diharapkan si pendengar dapat menyimpulkansesuatu yang didengar dalam kalimat yang benar pula. Sebagai contoh dalam sebuah TujuanPembelajaran dijelaskan bahwa hasil yang diharapkan adalah siswa mampu menyimpulkanisi berita dari bahan dengaran ke dalam beberapa kalimat dan menuliskan kembali berita yangdari bahan dengaran dalam beberapa kalimat.Untuk dapat mencapai tujuan tersebut siswa tentu saja harus mempunyai pengetahuanyang cukup tentang kalimat dan unsur-unsur pembentuknya. Bagaimana membuat kalimatyang efektif dan mudah dipahami oleh orang lain. Untuk mengajarkan kalimat kepada siswa

 

guru dapat menggunakan menggunakan metode-metode yang komunikatif dan melibatkansiswa secara langsung dalam membuat atau menganalisis kalimat.2.

 Pembelajaran Sintaksis dalam Berbicara

Kecermatan dalam menyusun kalimat merupakan syarat bagi siswa ketika berbicara agargagasan atau ide yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh pendengar dengan baik.Pengetahuan tentang seluk beluk kalimat, baik jenis kalimat maupun keefektifan dalammenyusun sebuah kalimat sangatlah perlu. Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas yang menanyakan apakah Amenjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini kalau diterjemahkan kedalam kalimat menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan).Bentuk kalimat ini bukan hanya menyangkut persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi juga menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya,sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Contoh kasusseoarang guru yang sedang menasihati siswa dapat disusun ke dalam bentuk kalimat pasif juga aktif. Kalimat guru menasehati siswa menempatkan guru sebagai subjek. Denganmenempatkan guru di awal kalimat, memberi klarifikasi atas kesalahan siswa. Sebaliknyakalimat siswa dinasehati guru, guru ditempatkan tersembunyi. Makna yang muncul darisusunan kalimat ini berbeda karena posisi sentral dalam kedua kalimat ini adalah guru.Struktur kalimat bisa dibuat aktif atau pasif, tetapi umumnya pokok yang dianggap pentingselalu ditempatkan diawal kalimat.

  1. Pembelajaran Sintaksis dalam Membaca

Sintaksis merupakan tataran gramatikal sesudah morfologi. Untuk Kalimat-kalimat yangdirangkai hingga membentuk wacana harus dapat dipahami oleh siswa sehingga siswa dapatmemahami sebuah tulisan melalui kegiatan membaca. Oleh karena itu, pengetahuan tentangkalimat perlu diberikan kepada siswa, melalui keterampilan bahasa lainnya.

  1. Pembelajaran Sintaksis dalam Menulis

Sintaksis atau tata kalimat yang mewajibkan siswa untuk dapat menyusun kalimat secaraefektif dan mudah dipahami. Dalam pelaksanaan pembelajaran siswa seringkali mengalamikesulitan dalam membuat kalimat sehingga menimbulkan kesalahan-kesalahan yangmenyebabkan gagasan yang ingin disampaikan tidak dapat dipahami oleh pembaca. Sebagai

 

contoh seorang guru meminta murid membuat kalimat dengan kata hasil. Siswa membuatnyamenjadi Hasil dari pada pembangunan harus kita nikmati, secara langsung guru pasti akanmelihat pada kesalahan penggunaan kata daripada. Sintaksis dalam pembelajaran menulisdapat dikemas dalam berbagai teknik pembelajaran yang menarik, misalnya dengan menulis berantai, yaitu guru memberikan satu kalimat pembuka dan siswa diminta untuk melanjutkankalimat tersebut, selain itu untuk menulis cerita guru dapat meminta siswa membuat paragraf pembuka atau penutup. Dengan demikian siswa akan tertarik untuk menulis.

  1. Berbagai contoh kalimat yang salah serta analisisnya

“Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri”

Membaca kalimat diatas pasti kita mengatakan bahwa kalimat itu salah. Kalimat tersebut

berbunyi “ Kesalahan orang itu yaitu ialah mencuri “.

Poerwadarminta (1976:367) dalam

Pateda (1989 : 60) menyatakan bahwa kata “ialah” bermakna “yaitu”, dan kata “yaitu” bermakna “ialah”. Dengan demikian kalimat diatas dapat diperbaiki menjadi :

 

“Kesalahan orang itu ialah mencuri”

 

“Kesalahan orang itu yaitu mencuri”

 

“ Para sodara jamaah pengajian sekalian yang kita hormati,….. Kita bersyukur kepada para

pelantara agama yang mana pada beliau-beliau itu begitu gigih memperjuangkan

agama….”

Kita lihat kesalahan yang sering kita jumpai ini adalah kerancuan atau gejala pleonasmedalam penjamakan. Kata / para / yang sudah menunjukkan lebih dari satu sering digabungkandengan kata / sekalian / atau diulang misalnya / para pengurus-pengurus, para bapak-bapak,dan sebagainya yang sudah sama-sama bermakna banyak. Demikian pula akhiran asing /-in / pada kata hadirin, ini juga sudah menandakan banyak. Kesalahan serupa sering kita simakmisalnya pada saat ada pertunjukkan hiburan di lapangan, pembawa acara menyambut

penampilan penyanyi idola mereka dengan ucapan “ Baiklah para hadirin sekalian, kitasambut penyanyi kesayangan kita…..” Bentuk yang benar adalah para hadir ( tetapi kurang

baik, kurang lazim ), sehingga bentuk yang baik dan benar adalah cukup hadirin atauditambah dengan kata sifat yang berbahagia. Dalam pengajian bisa menggunakan sapaanHadirin yang berbahagia, Bapak/ Ibu sekalian, Bapak/ Ibu/ Saudara sekalian yang sayahormati, Saudara-saudara yang berbahagia, Para Saudara jamaah pengajian yang berbahagiaatau yang mengharap rida Allah, yang dimulyakan Allah, dan sebagainya. Bentuk sapaansodara dalam pengucapan memang alih-alih menjadi bunyi / o /, padahal dalam penulisan dan juga pelafalan yang tepat adalah saudara ( secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta

 

yakni / sa / yang berarti satu dan / udara / yang berarti perut, jadi artinya adalah satu perutatau berasal dari satu perut ibu seperti kakak, adik. Lama-kelamaan kata itu meluas penggunaanya. Demikian pula kata / ibu /, / bapak / yang dialamatkan hanya pada lingkungankeluarga saja (Inta Sahrudin : 2008)

 

sumber : https://www.academia.edu/7339271/MAKALAH_Analisis_Kesalahan_Berbahasa_dalam_Bidang_Sintaksis

 

Kesalahan Sintaksis 

Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frase, klausa, atau kalimat. Analisis kesalahan dalam bidang sintaksis ini menyangkut urutan kata, kepaduan susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat.

 

Sumber : https://latifalalabolla.blogspot.co.id/2013/03/komponen-komponen-analisis-kesalahan.html

 

15 Manfaat Air Putih Bagi Kesehatan Tubuh Manusia

Manfaat Air Putih Untuk kesehatan memang sangat banyak, air putih dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit berbahaya atau mencegah terjadinya penyakit yang tidak diinginkan. Perlu diketahui tubuh kita terdiri lebih dari 70% cairan yang mana kebutuhan akan cairan sangat tinggi. Manfaat airdalam tubuh kita tentu tidak dapat digantikan oleh apapun. Cairan ini bisa kita dapatkan dengan mengkonsumsi air putih yang cukup. Air Putih merupakan minuman yang paling sehat dan tidak berbahaya karena dibutuhkan setiap hari oleh tubuh kita untuk menjaga kesehatan.

Manfaat Air PutihManfaat Air Putih sangatlah banyak, jika diuraikan satu per satu mungkin tidak akan ada habisnya. Manfaat yang langsung dirasakan mungkin hanya menghilangkan haus pada saat siang atau malam hari. Namun lebih dari itu, manfaat air putih dapat bertambah banyak dan memberikan dampak yang positif terhadap kebugaran tubuh kita.

Manfaat Air Putih

Manfaat air putih untuk tubuh manusia memang tidak perlu diragukan lagi, berikut adalah beberapa manfaat air putih yang secara tidak terduga memiliki peran vital terhadap keberlangsungan hidup manusia.

1. Penghilang Dehidrasi dan Haus

Ini mungkin manfaat paling utama dari air putih yaitu penghilang haus, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika kita tidak minum air putih? tentu akan terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan yang akan menyebabkan tubuh lemas. Minum banyak air putih akan menghilangkan dan mencegah terjadinya dehidrasi.

2. Menjaga Keseimbangan Cairan Dalam Tubuh

3. Mengkontrol Kalori dan Menurunkan Berat Badan
4. Meningkatkan Energi
5. Membantu Mengeluarkan Racun
6. Membuat kulit halus dan cerah
7. Menjaga Fungsi Ginjal
8. Meningkatkan Produktivitas
9. Mencegah Penuaan Dini
10. Mengembalikan Mood / Mood Boaster
11. Mengingkatkan Fungsi Otak
12. Mencegah dan ‘Obat’ Demam
13. Melawan beberapa penyakit
14. Meningkatkan sistem peredaran darah
15. Mengobati sakit kepala dan Migrain

sponsored links

Manfaat minum air putih niscaya kita akan mendapatkan manfaat yang sangat besar untuk tubuh kita di luar hal yang disebutkan di atas. Selain air putih ada beberapa  manfaat lain dari air yang mungkin penting dan belum kita sadari. Manfaat kesehatan tubuh yang penting untuk kita menuntut kita harus mengkonsumsi air secara cukup setiap hari.

Manfaat Air Putih Untuk Mengecah Penyakit Berbahaya

Manfaat air putih lainnya adalah untuk mencegah berbagai penyakit kronis yang menyerang tubuh. Penyakit ini antara lain adalah stroke dan kanker, ada banyak penyakit lain yang dapat dicegah dengan minum air putih minimal 2 liter per hari. Selain itu manfaat terpenting air putih adalah menurunkan kadar racun yang ada di dalam tubuh melalui air seni. Semakin banyak kita minum air putih maka akan semakin banyak racun yang akan dibuang dari dalam tubuh kita.

Tips Agar Dapat Minum Air Putih Yang Banyak

Apa yang harus anda lakukan agar dapat mengkonsumsi air putih yang cukup setiap hari ?

  1. Berolahraga, pasti akan membutuhkan minum yang lebih banyak
  2. Bawa botol minum dimana pun anda berada.
  3. Konsumsi buah-buahan kaya air seperti semangka, jeruk, dan sebagainya.

Ada banyak manfaat minum air putih yang baik untuk tubuh dan kesehatan manusia, jadi ada baiknya anda meminum air yang cukup setiap hari.

 

sumber : https://manfaat.co.id/manfaat-air-putih

Rumah Ilmu #1

 

Universitas konservasi merupakan universitas yang mengedepankan KONSERVASI pada setiap proses kehidupan di lingkungan sekitar kampus. Yaps.. Universitas konservasi yang saya maksud disini adalah Universitas Negeri Semarang atau biasa dikenal UNNES. UNNES merupakan kampus yang menjunjung tinggi pada proses perlindungan, pengawetan serta pengembangan secara lestari sumber daya alam yang ada sehingga keberadaan sumber daya alam tersebut tetap terjaga, terlindungi, serta berguna bagi keberlangsungan manusia di masa sekarang dan di masa yang akan datang.

UNNES juga mengembangkan 7 pilar konservasi yang meliputi :

  1. Pilar konservasi keanekaragaman hayati
  2. Pilar arsitektur hijau dan transportasi internal
  3. Pilar pengelolaan limbah
  4. Pilar kebijakan nirkertas
  5. Pilar energi bersih
  6. Pilar konservasi etika, seni dan budaya
  7. Pilar kaderisasi konservasi

Dimana dalam ketujuh pilar tersebut terdapat suatu maksud yaitu agar UNNES  ini dalam pelaksanaaan pendidikan, penelitian serta pengabdian kepada masyarakatnya memiliki konsep yang mengacu kepada kegiatan yang sesuai dengan prisip konservasi yang meliputi perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan secara lestari Sumber Daya Alam (SDA), lingkungan, serta Sumber Daya Manusia (SDM).

Dengan demikian, kita sebagai warga UNNES, dalam rangka mewujudkan Universitas konservasi yang bereputasi, kita harus senantiasa dengan kesadaran mau berperan aktif dalam upaya perwujudan tersebut, yaitu dengan menerapkan pilar-pilar konservasi tersebut dalam kehidupan nyata sehari-hari. Menjadi sangat penting bagi kita karena untuk mewujudkan universitas konservasi bereputasi bukanlah hal yang mudah, sehingga kesadaran dari dalam diri individu sangatlah diperlukan.

 

Ini adalah nyata karya saya dan bukan merupakan jiplakan.