Pemanfaatan Penambangan Pasir Sungai Serayu, Peralihan Masyarakat Pertanian Menuju Masyarakat Penambang Di Desa Gumingsir, Kec. Wanadadi, Kab. Banjarnegara

gms

Sumber Daya Alam adalah segala sesuatu yang dimanfaatkan untuk memenuhi hajat hidup manusia. Sumber Daya Alam ada yang dapat diperbaharui, namun juga ada yang tidak dapat diperbaharui. SDA berkaitan erat dengan lingkungan tempat sumber tersebut berada. Sungai Serayu merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada di wilayah Jawa Tengah, yang dimanfaatkan Sumber Daya Alamnya oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Masyarakat yang berada di sekitaran DAS Serayu mengekspoloitasi sungai mulai dari galian pasir dan batu, untuk pertambakan ikan, tempat pembuangan limbah baik limbah rumah tangga maupun produksi industri, untuk mengaliri sawah dan ladang yang ada di bantaran sungai dan untuk tempat pariwisata. Lingkungan yang berada di sekitaran DAS Serayu semakin hari semakin memperihatinkan. Hal ini dikarenakan eksploitasi yang berlebihan tanpa adanya pengetahuan pemanfaatan sungai yang baik dan benar. Krisis mulai terjadi ketika pabrik industri yang berada di DAS Serayu turut andil dalam pencemaran lingkungan yang mempengaruhi ekologi dan ekosistem sungai. Illegal logging yang terjadi di DAS Serayu semakin parah karena tidak didukung oleh program reboisasi sebagai pencegah abrasi di pinggiran sungai. Area pinggiran sungai yang dulunya hajau dan dilindungi oleh masyarakat kini berubah menjadi area pertambangan pasir dan batu.

Desa Gumingsir, Kec. Wanadadi, Kab. Banjarnegara merupakan desa yang turut serta memanfaatkan pasir DAS Serayu sebagai mata pencaharian penduduk. Kegiatan penambangan ini bertujuan untuk mengurangi angka pengangguran yang ada di desa, untuk meningkatkan taraf hidup penduduk dan sebagai sumber dana pendapatan kas desa. Masyarakat Desa Gumingsir yang sebelumnya pekerjaan utamanya sebagai petani padi, kini beralih menjadi masyarakat penambang. Masalah terjadi ketika area pertambangan pasir DAS Serayu yang ada di Desa Gumingsir diperluas. Tidak hanya ekologi dan ekosistem yang ada di kawasan pertambangan tersebut yang semakin rusak, namun juga turut serta mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat.

Tujuan

Pertama, pengertian pertambangan sesuai UU Minerba No.4 Tahun 2009 Pasal 1, yang dimaksud dengan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Kedua, pertambangan merupakan kegiatan, pekerjaan dan industri yang berhubungan dengan ekstraksi mineral (Hartman,1987). Dari pengertian diatas, maka fokus utama penulis ingin mengungkapkan kondisi atau keadaan lingkungan DAS Serayu Desa  Gumingsir beserta kehidupan sosial ekonomi dan struktur masyarakatnya.

  • Kondisi Demografi desa dan Pekerjaan Masayarakat
  • Luas dan batas desa.

Desa Gumingsir mempunyai luas wilayah 146,540 hektar dengan batas-batas:

Sebelah selatan: Kecamatan Bawang

Sebelah barat   : Desa Linggasari

Sebelah utara   : Desa Linggasari

Sebelah timur : Kecamatan banjarmangu

  • Sedangkan distribusi penduduk menurut jenis pekerjaan sebagai berikut :

JENIS PEKERJAAN

JUMLAH

Petani sendiri 254    orang
Buruh tani 233    orang
Pedagang/ pengusaha 101    orang
Buruh industri 120    orang
Buruh bangunan 22    orang
Pengangkutan 21    orang
TNI/POLRI/PNS 19    orang
Pensiunan 19    orang
Lain-lain (Penambang,Pemuat Gol C) 389    orang

JUMLAH

1.178    orang

  • Pemanfaatan DAS Serayu dari Masyarakat Bertani Menjadi Masyarakat Penambang Pasir

Menurut pemuka Desa Gumingsir, yaitu Mbah Martono sejak dahulu dari zaman Belanda dan Jepang hingga Indonesia merdeka pada tahun 1945, posisi Desa Gumingsir yang berada di cekungan Sungai Serayu sangat strategis lokasinya sebagai tempat pengintaian dan merupakan daerah yang subur untuk bertani padi serta pada zaman tersebut pasir yang ada di desa sudah terkenal. “Londo karo Jepang mbangun deso, deso dibangun kanggo ngawasi mungsuh,” tutur Mbah Martono. “Pasir nang sekitaran kali, dikeruk terus digawe suling-suling (irigasi) karo trowongan”. Dari ungkapan tersebut, dapat dipahami bahwa tanah yang ada di sekitar desa meruapakan tanah yang subur untuk dimanfaatkan bertani dan penambangan pasir sudah ada di desa tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal.

DAS Serayu sangat bermanfaat bagi masyarakat Desa Gumingsir yang tanahnya cocok untuk pertanian. Dari Sungai Serayulah masyarakat dapat hidup bertani mulai dari bertani padi, kacang-kacangan, umbi-umbian, jagung dan pertambakan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup anak cucu. Pada tahun 1990-an hingga 2000-an masyarakat bergantung pada Sungai Serayu untuk mengairi ladang dan sawah-sawah mereka. Bagi masyarakat pada saat itu, Sungai Serayu merupakan sumber penghidupan yang harus dijaga kelestarian alamnya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapakan Pamong desa (pegawai kelurahan), bernama Heri Setyadi yang menyatakan, “Zaman tahun 2000-an kuwe penak, bantaran Kali Serayu ijo-ijo, adem ora panas, banyune bening, karo lingkunganne apik”.

Hingga pada akhir tahun 2007, pemerintahan desa mencanangkan untuk memaksimalkan pasir yang ada di DAS Serayu untuk mengurangi angka pengangguran, dan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada sektor pertanian. Pada tahun 2008 diresmikanlah penambangan pasir yang diberi nama “DEPO PASIR GUMINGSIR”. Setelah 8 tahun, depo tersebut tetap menjadi depo yang ramai aktifitas pertambangannya hingga area depo diperluas hingga berhektar-hektar. Pendapatan depo pasir ini dikelola sendiri oleh masyarakat dan hasil dari pendapatan ini sebagian besar masuk ke dana kas desa yang mencapai puluhan juta rupiah. Pemanfaatan Sungai Serayu di Desa Gumingsir yang mendominasi dapat berupa pemanfaatan sumber daya alam pada sektor pertanian, dan pertambangan pasir. Pada saat ini, terjadi peralihan dalam kehidupan masyarakat, dari masyarakat yang memanfaatkan Sungai Serayu sebagai pertanian dan ciri masyarakat yang guyup berubah menjadi masyarakat pertambangan pasir yang berorientasi ekonomi serta individualis.

  • Perubahan Struktur Sosial Masyarakat

Dari peralihan tersebutlah muncul perubahan dalam kehidupan masyarakat Desa Gumingsir. Tidak hanya perubahan sosial ekonomi, tetapi juga menimbulkan kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat. Pertambangan pasir termasuk ke dalam jenis pertambangan golongan C. Pertambangan golongan C adalah bahan galian tidak strategis dan tidak fital, yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hidup orang banyak. Penduduk Desa Gumingsir yang bekerja pada sektor pertanian baik petani sendiri maupun buruh tani berjumlah 487 orang, sedangkan  pertambangan pasir berjumlah 389 orang. Dari perbedaan inilah dapat dibandingakan bahwa masyarakat mulai beralih profesi, menjadi masyarakat yang berorientasi ke arah kemajuan ekonomi dari pada mengolah lahan pertanian yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Penduduk saat ini mengikuti trend pekerjaan yang dianggap lebih mudah pengerjaannya dan dapat menghasilkan uang yang banyak serta dalam kurun waktu yang singkat. Mereka menganggap bahwa pekerjaan pertanian adalah pekerjaan tradisional yang sudah ketinggalan zaman dan kuno. Dibuktikan para pekerja laki-laki pertambangan pasir adalah mereka anak-anak muda dan orang dewasa bahkan orang tua. Penghasilan mereka perorang dalam satu kali menambang pasir, baik yang mengangkut ke dek-dek penampungan maupun ke truk-truk adalah Rp. 30.000,00. Dalam satu hari, para penambang dapat mengangkut pasir empat sampai lima kali. Jadi penghasilannya dalam satu hari  kalau dihitung 4 x Rp. 30.000,00 =   Rp. 120.000,00. Dalam satu bulan, rata-rata perorangan dapat mencapai jutaan rupiah.

Dari penghasilan inilah mulai muncul adanya orang-orang kaya “baru” terutama mereka yang memiliki alat penyedot pasir. Kesejahteraan masyarakat mulai meningkat, dan adanya dana kas desa yang dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur publik untuk kepentingan masyarakat. Adanya depo pasir tersebut juga memunculkan stratifikasi sosial di masyarakat. Sekarang ini, orang yang memiliki alat penyedot pasir banyak dianggap sebagai pemuka desa. Pemuka desa / orang penting di desa tidak lagi berorientasi pada petani yang memiliki lahan yang banyak dan luas. Struktur sosial masyarakat yang pada awalnya rukun, dan gotong royong kini berubah. Gotong royong tersebut berubah ke arah materi. Jika ada masyarakat yang tidak bisa hadir, maka hanya cukup diberi denda berupa uang. Rasa kebersamaan masyarakat mulai luntur dengan adanya kesibukan masing-masing. Inilah yang terjadi bila masyarakat bertani pada umumnya mulai beralih profesi untuk memanfaatakan Sumber Daya Alam semaksimal mungkin. Yang terjadi pada DAS Serayu adalah desa-desa di bantaran sungai mulai memanfaatkan sungai tersebut tidak hanya untuk mengairi sawah dan ladang-ladang, tetapi juga memanfaatkan pasir, batu, bendungan dan pariwisata untuk penghidupan. Hal ini dibuktikan pada masyarakat DAS Serayu Desa Gumingsir, yang memanfaatkan Sungai Serayu untuk bertani sekaligus memanfaatkan bantaran sungai menjadi pertambangan pasir yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

SIMPULAN

Dari pemaparan penulis diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa terjadi krisis yang berada di DAS Sungai Serayu. DAS Sungai Serayu dieksploitasi secara besar-besaran tanpa memperdulikan kondisi lingkungan sekitar. Fokus utama penulis melakuakan penelitian di Desa Gumingsir. Masyarakat desa memanfaatkan Sungai Serayu untuk mengaliri sawah-sawah dan ladang sekaligus memanfaatkan pasir yang ada di bantaran sungai sebagai depo pasir. Terjadi perubahan pola hidup masyarakat yang tadinya guyup dan bekerja pada sektor pertanian menjadi masyarakat penambang pasir yang berorientasi ekonomi. Struktur sosial masyarakat berubah dari tadinya masyarakat yang rukun, dan menjunjung rasa kebersamaan dan gotong royong menjadi masyarakat yang sibuk akan kepentingannya sendiri. Gotong royong dapat digantikan dengan uang, rasa kebersamaan antar masyarakat mulai memudar.

DAFTAR PUSTAKA

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (Rpjmdes) Tahun 2014-2019

https://www.geo-ugm.ac.id/…/Potensi-Sumberdaya-Air-Das-Serayu.pdf

https://fordamof.org/files/Jurnal_Antek_vol_10_no_3_20131.Nur_Ainun_n_Irfan_Budi.pdf

https://ml.scribd.com/…/Pengertian-Pertambangan-Pertambanga.pdf

https://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmu-lingkungan/dampak-kerusakan-lingkungan-penambangan -pasir/pdf

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: