Desa Banyuringin merupakan desa yang padat penduduk, walaupun ada beberapa rumah penduduk yang dibatasi oleh kebun-kebun kecil di sekitar pekarangan rumah. Terdapat lima dusun di Desa Banyuringin yang saling berdekatan tanpa batas wilayah yang jelas, seperti jembatan atau sungai. Hanya pada dusun Tempuran yang berlawanan arah dengan ke-empat dusun lainnya, dan dusun Kebondowo yang dibatasi oleh hutan karet yang cukup luas diantara ketiga dusun lainnya. Desa Banyuringin bisa dikatakan sebagai desa pedalaman karena letaknya yang jauh dari pusat administrasi maupun pusat kegiatan lainnya. Nuansa damai, dengan pemandangan alam yang indah dikelilingi oleh hutan karet dan hamparan sawah milik masyarakat, juga masyarakatnya yang ramah, menambah elok desa ini.

            Dusun Banyuringin, Desa Banyuringin, Kecamatan Singorojo

            Dusun Banyuringin terletak 5 km dari jalan raya pusat administrasi, 500 meter ke arah utara dari pertigaan desa menuju Dusun Tempuran. Melewati hutan karet lalu hamparan sawah milik masyarakat sekitar. Mayoritas masyarakat di Dusun Banyuringin masih dalam satu keluarga, karena jikalau mereka menikah, mereka tetap tinggal disana. Sehingga sistem kekerabatan di Desa Banyuringin pun terbilang masih kental. Oleh karena itu, Desa tersebut termasuk Desa Genealogis dengan tipe campuran. Namun walaupun begitu, di dusun tersebut terdapat masyarakat pendatang dari luar kota. Umumnya masyarakat pendatang ini bekerja sebagai Guru di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama yang berada di Dusun Banyuringin. Menurut Ketua RT 1, Dusun Banyuringin, para pendatang ini dari Yogyakarta yang sekarang menetap di Dusun tersebut. Terdapat bangunan Sekolah Dasar, SD Negeri 2 Banyuringin dan SMP Negeri 3 Singorojo yang berada di pintu masuk ke dusun Banyuringin.

            Mata pencaharian masyarakat di Dusun Banyuringin mayoritas petani, tetapi ada beberapa yang bekerja di hutan karet milik perhutani. Selain itu, kini mereka juga membuka usaha pembuatan “besek” atau kardus yang terbuat dari bambu. Kegiatan ini menjadi pekerjaan sampingan disamping mereka bercocok tanam. Belum lama ini terjadi pemekaran wilayah RT yang semula hanya 2 RT, menjadi 4 RT karena masyarakatnya yang semakin bertambah.

            Letak pemukiman yang jauh dari jalan raya atau pusat kota, dan tidak adanya angkutan umum menuju Desa Banyuringin, menuntut masyarakat di Desa/dusun Banyuringin untuk memiliki kendaraan pribadi, sepeda motor maupun mobil pribadi. Rata-rata setiap kepala keluarga di dusun Banyuringin memiliki minimal dua sepeda motor, atau sebuah mobil pick-up untuk bepergian keluar desa maupun hanya sekedar untuk pergi ke ladang.

            Beberapa masyarakat di Dusun Banyuringin telah mengenyam pendidikan hingga Sarjana, dan baru-baru ini beberapa dari mereka diangkat menjadi pegawai negeri.

            Dusun Tempuran, Desa Banyuringin, Kecamatan Singorojo

            Dusun Tempuran merupakan satu-satunya dusun yang terpisah dari keempat dusun lainnya yang berada di Desa Banyuringin. Jika Dusun Banyuringin, Dusun Tlogosari, Dusun Banjaran, dan Dusun Kebondowo berada di wilayah utara, maka dusun Tempuran berada di wilayah selatan. Namun, diantara keempat dusun lainnya, Dusun Tempuran merupakan dusun dengan jumlah penduduk terbanyak dan terpadat. Setiap RT terdiri dari sekurang-sekurangnya 30 kepala keluarga. Ibu Solikhatun, Ibu RT 2/RW 2 Dusun Tempuran mengatakan, bahwa sekitar dua bulan yang lalu di dusun Tempuran mengalami pemekaran wilayah RW, terdiri dari 9 RT dan 2 RW. Masyarakat di Dusun Tempuran cenderung lebih tradisional dan tertutup daripada di Dusun Banyuringin.

            Mata pencaharian masyarakat Dusun Tempuran mayoritas petani, lahan pertanian berada terpisah dari rumah mereka, sehingga untuk pergi berladang mereka harus menggunakan kendaraan pribadi karena jaraknya yang jauh dan jalan desa yang kurang baik. Tetapi sekarang, disamping bertani, masyarakat di Dusun Tempuran memanfaatkan sungai untuk menggali material (pasir, kerikil) sungai untuk dijual keluar kota sebagai bahan bangunan. Biasanya material sungai itu mereka kirim ke Semarang, Kendal, dan daerah-daerah yang membutuhkan material sungai sebgaia bahan bangunan.

            Hasil panen dari ladang mereka, hanya untuk dikonsumsi sehari-hari dan disimpan di “grobok”, karena tidak terdapat lumbung padi di dusun tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan, seperti lauk pauk dan sayur mayur, mereka membelinya dari tukang sayur keliling yang setiap pagi dan siang hari datang ke Desa Banyuringin membawakan berbagai macam kebutuhan memasak. Hal ini dikarenakan, tanah dan cuaca di Desa Banyuringin yang tidak cocok untuk menanam sayur mayur sehingga mereka harus membeli. Terkadang mereka juga pergi ke pasar, apabila ada kebutuhan lain yang harus mereka beli, itupun masyarakat di dusun tersebut membeli secara “borongan” jika belanja yang mereka butuhkan banyak. Hal ini dikarenakan pasar terdekat dari Desa Banyuringin berjarak cukup jauh dan akses transportasi yang sulit.

            Anak-anak sekolah tingkat SMP dan SMA di dusun tersebut kebanyakan mengendarai sepeda motor, karena jarak ke sekolah yang jauh dan tidak tersedianya angkutan umum yang memfasilitasi kegiatan mereka. Apalagi masyarakat Dusun Tempuran yang berada di dataran tinggi “nggunung” , mereka kesulitan untuk pergi ke sekolah jika tidak mengendarai sepeda motor, karena tidak mungkin ditempuh dengan berjalan kaki dengan jarak yang jauh.

            Di Dusun Tempuran ini banyak pemuda-pemudi yang sekarang sedang melangsungkan studinya di perguruan tinggi, dan ada juga yang sudah lulus sarjana. Rata-rata mereka yang sudah menjadi sarjana, mencari pekerjaan di luar kota.

            Di Dusun Tempuran masih terdapat tradisi, atau kegiatan rutin masyarakat setempat, yaitu sedekah dusun. Sedekah dusun ini merupakan ucapan syukur atas hasil panen yang mereka dapatkan dari lahan pertanian yang mereka miliki. Acara dari sedekah dusun ini biasanya berupa “wayangan” (wayang kulit), lalu dangdutan, yang dilaksanakan selama 2 malam.