Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta kehidupan mahkluk lainnya. Kerusakan lingkungan hidup mengakibatkan dampak kerugian multi dimensi yang sangat besar . kerusakan lingkungan ini sebagian besar adalah ulah daripada perilaku manusia. Banyak sekali perilaku manusia yang sengaja maupun tidak sengaja atau secara sadar maupun tidak, dapat membuat kerusakan pada lingkungan.
Di sini, kami mengambil sebuah masalah kerusakan lingkungan di daerah Cepu, kabupaten Blora. Kota Cepu terletak di ujung timur provinsi Jawa Tengah. Kota Cepu dikenal sebagai kota minyak. Dalam pertumbuhan ekonominya , banyak orang mengira bahwa masyarakat kota Cepu berstatus masyarakat ekonomi tingkat atas. Namun sebagai kota minyak, bukan berarti semua masyarakatnya bekerja sebagai pegawai PERTAMINA atau MIGAS atau memiliki sumber minyak sendiri. Banyak juga dari masyarakat Cepu yang berstatus ekonomi menegah ke bawah.
Kota Cepu merupakan daerah aliran sungai Bengawan Solo. Di sekitar DAS tersebut , banyak sekali permukiman para warga. Pekerjaan sehari- hari para warga di bantaran sungai tersebut adalah sebagai penambang pasir. Mereka yang tinggal di dekat DAS Bengawan Solo tersebut bukanlah masyarakat yang berstatus ekonomi tingkat atas seperti orang-orang yang bekerja di PERTAMINA ataupun MIGAS. Untuk memenuhi kebutuhan mereka, setiap hari para warga menambang pasir di DAS Bengawan Solo.
Dulu , sebelum adanya perkembangan teknologi, masyarakat sekitar menambang pasir sungai dengan cara tradisional. Walau pasir yang mereka dapat lebih sedikit namun kegiatan ekonomi mereka tidak merusak lingkungan. Alam masih mampu untuk memulihkan kembali kerusakan – kerusakan kecil. Penambangan pasir secara tradisional juga tidak merusak ekosistem sungai. Sekarang, seiring perkembangan teknologi, masyarakat memilih menggunakan mesin sedot pasir. Dengan mesin tersebut pendapat masyarakat akan menjadi berkali lipat dari pada menggunakan cara tradisional. Namun tanpa masyarakat sekitar sadari hal itu membuat kerusakan lingkungan di sekitar DAS Bengawan Solo dan juga merusak ekosistem yang ada di sungai tersebut.
Penambangan pasir secara tradisional menggunakan cara yang tidak merusak lingkungan serta ekosistem sungai. Para penambang pasir tradisional ini mendapatkan pasir dengan cara menyelam. Mereka menggunakan prahu kemudian menyelam ke dasar sungai untuk mengambil pasir. Pasir yang mereka dapatkan diangkut menggunakan prahu. Walaupun mereka hanya mendapat tiga sampai lima karung pasir setiap hari, namun hal tersebut tidak begitu merusak lingkungan dan ekosistem di sekitar daerah aliran sungai Bengawan Solo.
Namun belakangan ini atau sekitar 5 tahun ini, perkembangan teknologi membuat masyarakat sekitar lupa akan tugas mereka sebagai pelestari dan penjaga lingkungan. Meraka malah berlomba-lomba untuk mengekploitasi pasir yang ada di DAS Bengawan solo untuk di jual. Ekploitasi berlebihan yang di lakuakan oleh masyarakat sekitar secara sadar maupun tidak, banyak sekali menimbulkan banyak masalah yang nantinya juga akan berdampak pada masyarakat itu sendiri. Akibat dari perkembangan dan kemajuan teknologi, masyarakat mulai menemukan sebuah mesin atau alat penyedot pasir yang dapaat menyedot pasir hingga bertruk-truk dalam sehari. Karena kebutuhan hidup yang semakin banyak, masyarakat menjadikan tambang pasir sebagai profesi utama mereka. Padahal dahulu, tambang pasir hanyalah pekerjaan sampingan masyarakat saat mereka santai di sore hari. Namun karena banyaknya permintaan akan pasir serta didukung dengan teknologi yang memadai, membuat banyak masyarakat kini beralih profesi sebagai penambang pasir. Mereka menambang pasir menggunakan mesin sedot pasir, di mana mesin tersebut mempermudah pekerjaan mereka untuk mendapatkan banyak pasir. Dalam satu hari mereka bisa memperoleh dua truk atau lebih pasir, satu truk pasir biasanya dihargai 750 ribu rupiah. Dalam satu hari mereka dapat meraup untung hingga jutaan rupiah. Kelebihan dari mesin sedot pasir ini jelas, bahwa pasir yang didapat berkali- kali lipat jumlahnya dari pada penambang pasir tradisional. Namun dampak dari kegiatan tersebut sangatlah merugikan banyak dimensi.
Kerugian-kerugian tersebut diantaranya, yang pertama dari kerusakan ekosistem sungai. Mesin sedot pasir tersebut bukan hanya menghisap pasir saja, namun juga menghisap kehidupan-kehidupan yang ada di dasar sungai. Ekosistem yang ada di dasar sungai semuanya ikut terhisap, mulai dari ikan besar, ikan kecil, anak-anak ikan, mineral yang ada di dasar sungai, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Mahkluk hidup atau biota yang ada di dasar sungai terhisap dan lama kelamaan membuat sungai tersebut kehilangan mahkluk hidupnya sehingga merusak bahkan menghilangkan ekosistem yang ada di sungai.
Kerugian yang kedua, mesin sedot pasir membuat banyak masyarakat yang mengekploitasi pasir-pasir tersebut secara berlebihan. Banyaknya pasir yang diambil membuat pendangkalan pada sungai. Sungai yang seharusnya mampu menampung debit air yang besar kiriman dari sungai Bengawan Solo sendiri serta curah hujan yang deras, kini tidak lagi dapat menampungnya. Akibatnya daerah Cepu apalagi di daerah dekat bantaran sungai selalu mengalami banjir saat musim penghujan. Kerugian yang harus ditanggung masyarakat dan pemerintah semakin besar. Banyak rumah masyarakat yang rusak, harta benda yang hilang diterjang banjir, dan ada juga yang sampai meregut nyawa dan juga kerugian-kerugian lain yang harus ditanggung masyarakat. Pemerintah juga mengalami kerugian yang besar seperti kerusakan jalan, kerusakan sarana dan prasarana umum, serta banyak biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk memperbaiki segala kerusakan yang disebabkan oleh banjir. Tahun ini pemerintah setempat telah mengatasi banjir di daerah Cepu tersebut dengan membangun bendungan dan juga tembok penghalang di sepanjang bantaran sungai. Dengan adanya tembok penghalang setinggi 3 meter lebih ini mampu menghindari luapan air dari sungai Bengawan Solo agar tidak sampai ke permukiman warga. Penyebab banjir di kota Cepu bukan saja akibat dari tindakan-tindakan orang-orang penambang pasir tetapi juga karena masyarakat sekitar yang tidak mau menjaga kebersihan sungai. Sungai di kota Cepu menjadi tempat pembuangan sampah-sampah rumah tangga. Tidak sedikit warga yang mengabaikan kebersihan sungai, mereka mengotori sungai dengan membuang sampah-sampah mereka di sungai. Sampah-sampah ini membuat aliran sungai menjadi terhambat sehingga apabila saat musim penghujan,sampah-sampah ini juga bisa menyebabkan banjir. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Blora, Jawa Tengah, telah menyisir Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo yang melintas wilayahnya mulai dari Kecamatan Cepu – Kedungtuban hingga Kradenan untuk melakukan pendataan aktivitas penambangan pasir illegal yang dilakukan masyarkat sekitar lokasi sungai. Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Blora, Adi Purwanto, mengatakan bahwa bukan hanya aktivitas penambangan pasir yang akan dilakukan pemantauan tetapi juga melihat sebanyak apa limbah atau sampah dari masyarakat yang dibuang dan masuk di Sungai itu. Dari hasil pemetaan akan diketahui kandungan potensi serta dampak kerusakan lingkungan yang ada di sekitar sungai. Dan saat ini ada sekitar 80 persen sampah rumah tangga mencemari lingkungan termasuk yang ada di sungai. Beberapa instansi terkait yang dilibatkan diantaranya, Satpol PP, Dinas Energi dan Sumber daya Mineral serta lembaga yang bergerak dalam pelestarian lingkungan. Adapun lokasi yang disisir itu mulai dari tepi Bengawan Solo di sisi timur Kecamatan Kradenan hingga Kecamatan Cepu. Hasilnya akan dijadikan langkah untuk melakuan pelestarian lingkungan yang tepat sehingga DAS Bengawan solo tetap terjaga dan tidak menimbulkan kerusakan yang cukup parah.
Pemerintah telah membuat Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang wewenang terhadap izin produksi penambangan galian C diberikan sepenuhnya kepada pemerintah provinsi.Penambang pasir sedot galian C itu illegal dan melanggar Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Dalam pasal 158 UU itu tentang mengadakan eksplorasi tanpa izin. Dan melanggar Perda Langkat nomor 36 tahun 2002 tentang izin gangguan lingkungan (HO).Dengan peraturan- peraturan tersebut, diharapkan para penambang pasir tidak lagi mengeksploitasi pasir sungai secara berlebihan serta masyarakat di sekitar bantaran sungai mau menjaga kebersihan sungai.
Ada banyak kerugian serta masalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh perilaku manusia. Manusia hanya mau mengeksploitasi dan mendapatkan keuntungan dari sumber daya alam yang telah dieksploitasi tanpa mau memikirkan akibat dari perbuatannya. Manusia seharusnya bisa menjaga kelestarian lingkungan bukan malah merusak lingkungan. Tugas menjaga lingkungan merupakan tugas seluruh masyarakat, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, pejabat, maupun pemerintah, semua ikut berperan serta dalam menjaga dan melestarikan lingkungan. Yang perlu diingat bahwa segala sesuatu di alam raya ini bukan warisan dari nenek moyang, melainkan pinjaman dari anak cucu, sehingga wajib dikembalikan.
Daftar Pustaka
https://Mesin%20Sedot%20Pasir%20Merusak%20Ekosistem%20Sungai%20di%20Bantul,%20Ini%20Penjelasannya%20_%20Harianjogja%20-%20Bisnis.com.htm
https://Data%20Kerusakan%20Lingkungan,%20BLH%20Blora%20Telusuri%20DAS%20Bengawan%20Solo%20-%20infoblora.com.htm
https://banjir%20Bengawan%20Solo%20bagi%20masyarakat%20Cepu%20sebuah%20kajian%20Etnoekologi.%20-.htm
https://SUARA%20MERDEKA%20CETAK%20-%20Kompleksitas%20Banjir%20Bengawan%20Solo.htm