KONSERVASI KESENIAN BARONGAN DARI KABUPATEN BLORA#2
Blora merupakan kabupaten yang terletak paling timur dari provinsi Jawa Tengah. Di kabupaten Blora ini tumbuh subur sebuah kebudayaan berupa seni barong. Barong adalah sebuah kesenian yang banyak ditemui dan sebagai seni yang khas dari Jawa Tengah. Namun khusus untuk kabupaten Blora, kesenian barong atau yang biasa disebut barongan ini sangat popular dan banyak diminati dikalangan masyarakat pedesaan di kabupaten Blora. Setiap barong yang mewakili daerah tertentu dilambangkan dengan hewan yang berbeda. Barongan yang ada di Blora dilambangakan dengan seekor singa yang gagah perkasa, yang mana menurut mitologi Jawa dan Bali sebagai karakter yang menggambarkan raja dari roh-roh dan karakter tersebut merupakan lambang dari kebaikan.
Kesenian barongan ini telah lama tumbuh dan berkembang di masyarakat kabupaten Blora. Sejak jaman dahulu hingga perkembangan jaman sekarang, kesenian barong masih sangat diminati oleh masyarakat kabupaten Blora walaupun ditengah maraknya dan berkembangnya budaya-budaya serta kesenian luar negeri yang masuk ke dalam Indonesia dan masyarakat kabupaten Blora pada khususnya. Kesenian barong masih mampu mempertahankan eksistensinya di kalangan masyarakat kab Blora ditengah persaingan ketat melawan kebudayaan asing. Salah satu faktor kesenian barong masih memiliki eksistensi serta reputasi yang baik adalah keberhasilan seni barong dalam menggambarkan sifat-sifat kerakyatan yang sesuai dengan karakter masyarakat kabupaten Blora seperti spontanitas, kekeluargaan, kesederhanaan, tegas, kekompakan, dan keberanian yang didasarkan pada kebenaran.
Seni barong yang ada di kabupaten Blora memiliki legenda tersendiri. Masyarakat sekitar telah berhasil membuat sebuah cerita berupa legenda yang menjadi sejarah lahirnya seni barong ini. Sedikit cerita tentang legenda seni barong. Berawal dari seorang raja yang bernama Prabu Klana Sawandana dari Kabupaten Bantarangin jatuh cinta kepada Dewi Sekartaji putri dari Raja Kediri, maka diperintahlah Patih Bujangganong/Pujonggo Anom untuk meminangnya. Keberangkatannya disertai 144 prajurit berkuda yang dipimpin oleh empat orang perwira diantaranya : Kuda Larean, Kuda Panagar, Kuda Panyisih dan Kuda sangsangan. Sampai di hutan Wengkar rombongan Prajurit Bantarangin dihadang oleh Singo Barong sebagai penjelmaan dari Adipati Gembong Amijoyo yang ditugasi menjaga keamanan di perbatasan. Terjadilah perselisihan yang memuncak menjadi peperangan yang sengit. Semua Prajurit dari Bantarangin dapat ditaklukkan oleh Singo Barong, akan tetapi keempat perwiranya dapat lolos dan melapor kepada Sang Adipati Klana Sawandana. Pada saat itu juga ada dua orang Puno Kawan Raden Panji Asmara Bangun dari Jenggala bernama Lurah Noyontoko dan Untub juga mempunyai tujuan yang sama yaitu diutus R. Panji untuk melamar Dewi Sekar Taji. Namun setelah sampai dihutan Wengker, Noyontoko dan Untub mendapatkan rintangan dari Singo Barong yang melarang keduanya utuk melanjutkan perjalanan, namun keduanya saling ngotot sehingga terjadilah peperangan. Namun Noyontoko dan Untub merasa kewalahan sehingga mendatangkan saudara sepeguruannya yaitu Joko Lodro dari Kedung Srengenge. Akhirnya Singo Barong dapat ditaklukkan dan dibunuh. Akan tetapi Singo Barong memiliki kesaktian. Meskipun sudah mati asal disumbari ia dapat hidup kembali. Peristiwa ini kemudian dilaporkan ke R. Panji, kemudian berangkatlah R. Panji dengan rasa marah ingin menghadapi Singo Barong. Pada saat yang hampir bersamaan Adipati Klana Sawendono juga menerima laporan dari Bujangganong ( Pujang Anom ) yang dikalahkan oleh Singo Barong. Dengan rasa amarah Adipati Klana Sawendada mencabut pusaka andalannya, yaitu berupa Pecut Samandiman dan berangkat menuju hutan Wengker untuk membunuh Singo Barong. Setelah sampai di Hutan Wengker dan ketemu dengan Singo Barong, maka tak terhindarkan pertempuran yang sengit antara Adipati Klana Sawendana melawan Singo Barong. Dengan senjata andalannya Adipati Klana Sawendana dapat menaklukkan Singo Barong dengan senjata andalannya yang berupa Pecut Samandiman. Singo Barong kena Pecut Samandiman menjadi lumpuh tak berdaya. Akan tetapi berkat kesaktian Adipati Klana Sawendana kekuatan Singo Barong dapat dipulihkan kembali, dengan syarat Singo Barong mau mengantarkan ke Kediri untuk melamar Dewi Sekartaji. Setelah sampai di alun-alun Kediri pasukan tersebut bertemu dengan rombongan Raden Panji yang juga bermaksud untuk meminang Dewi Sekartaji. Perselisihanpun tak terhindarkan, akhirnya terjadilah perang tanding antara Raden Panji dengan Adipati Klana Sawendano, yang akhirnya dimenangkan oleh Raden Panji. Adipati Klana Sawendana berhasil dibunuh sedangkan Singo Barong yang bermaksud membela Adipati Klana Sawendana dikutuk oleh Raden Panji dan tidak dapat berubah wujud lagi menjadi manusia ( Gembong Amijoyo ) lagi. Akhrnya Singo Barong Takhluk dan mengabdikan diri kepada Raden Panji, termasuk prajurit berkuda dan Bujangganong dari Kerajaan Bantarangin. Kemudian rombongan yang dipimpin Raden Panji melanjutkan perjalanan guna melamar Dewi Sekartaji. Suasana arak-arakan yang dipimpin oleh Singo Barong dan Bujangganong inilah yang menjadi latar belakang keberadaan kesenian Barongan.
Kesenian barongan perlu dilestarikan karena merupakan kekayaan budaya dan seni yang ada di kabupaten Blora. Masyarakat sekitar sangatlah antusias dalam melestarikan kesenian barongan ini. Hal ini ditandai dengan banyaknya orang tua yang mengikutkan anak-anaknya dalam sanggar budaya yang ada di desa-desa. Di mana sanggar-sanggar tersebut merupakan sanggar yang berorientasi untuk memperkenalkn anak-anak mengenai budaya dan kesenian yang ada di kabupaten Blora. Anak-anak juga begitu antusias dalam mempelajari kebudayaan dan kesenian yang ada di kabupaten Blora. Antusias tersebut ditunjukan oleh anak-anak ketika mereka mengikuti kompetisi-kompetisi yang menampilkan kebudayaan daerah, dan hasilnya banyak anak-anak yang mendapat juara dari ajang tersebut.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.