Emansipasi

Cahaya mentari mulai redup dilangit Universitas Negeri Semarang, segala impian akan berganti masanya menuju massa yang baru. Hari itu bertepatan pada tanggal 21 April 2015, yang mainstreamnya adalah hari Kartini. Bagi saya hari itu tak lebih dari hari-hari yang lain, hari itu adalah hari selasa layaknya biasa. Hari kartini bagi saya adalah bukan sesuatu yang istimewa mengingat saya adalah laki-laki, bukan seorang Kartini muda di era global. Bagi sebagian besar mahasiswa, hari kartini dijadikan sebagai salah satu titik balik pergerakan mereka, begitupun oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Dihari Kartini ini, sekummpulan aktivis kampus Fakultas Ilmu Sosia Universitas Negeri Semarang melakukan aksi turun ke jalan, dengan bangganya mereka menyuarakan tentang “emansipasi”. Aksi mahasiswa tersebut diisi dengan orasi-orasi, sehubungan dengan aksi tersebut diadakan dalam rangka memperingati hari kartini para orator adalah mereka para Kartini-Kartini muda di era global.

Kartini-kartini muda tersebut dengan lantang dan dengan bangganya meneriakkan tentang keadilan, kesetaraan, dan pemerangan terhadap diskriminasi yang diterima oleh kaum perempuan. “Kita (Perempuan) bukanlah kelas ke dua, kita itu sama dengan mereka kaum laki-laki” kata mereka para Kartini muda. Semangat perjuangan atas penindasan yang mereka serukan untuk melawan perlakuan yang tidak adil kepada mereka. Entah, darimana datangnya semangat itu, semangat yang menggambarkan perlawanan, semangat yang menggambarkan bahwa kaum perempuan juga memiliki kekuatan serta mampu mendobrak segala batas yang memarjinalkan mereka (perempuan). Semangat itu apakah hanya, dalam ceremony pada saat itu saja, ataukah itu adalah sebenar-benarnya semangat para Kartini muda saya sendiri kurang mengetahuinya, yang jelas pada saat itu mereka menunjukkan bahwa mereka kuat, mereka mampu merubah paradigma-paradigma yang selama ini membelenggu mereka.

Jikalau semangat yang mereka tunjukkan adalah sebenar-benarnya harapan atas impian yang mereka cita-citakan, hal tersebut merupakan suatu tindakan yang positif. Akan tetapi jika semangat yang mereka tunjukkan hanyalah sekedar perilaku yang dibuat untuk sebuah ceremony, agaknya sangat miris melihatnya. Hari kartini, hendaklah jangan dimaknai sesempit itu terutama bagi mereka (perempuan), hari kartini ada bertujuan sebagai bentuk penghargaan kepada para pejuang perempuan (Kartini) dalam melakukan perlawanan terhadap diskriminasi yang diterima oleh para perempuan pada masa kolonialisme. Dengan demikian bukan hanya perayaan semata bukan pula hari Kartini dijadikan sebagai suatu symbol perlawanan. Makna yang harus dicamkan oleh mereka (perempuan) adalah, bagaimana mereka mampu memberikan kontribusi terhadap perubahan bangsa,bukan hanya perubahan untuk kaum perempuan, bagaimana mereka hendaknya dapat memaknai peran mereka (perempuan) sama dengan kaum lelaki itulah yang menurut saya haruslah lebih dicermati oleh para perempuan Kartini muda. Bahwasanya perempuan adalah salah satu bagian terpenting dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara, perempuan juga yang mampu menjamin keberlangsungan hidup bangsanya, perempuanlah yang melahirkan penerus-penerus genersi bangsa. Lihat, tidak ada satupun orang hebat yang tidak dibesarkan oleh tangan perempuan.

Dengan demikian sebagai kaum perempuan, boleh saja menggemar-gemborkan tentang emansipasi, sah-sah saja. Namun hal yang penting harus diingat adalah, bagaimana perempuan mampu memberikan kontribusi di dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara, bagaimana para Kartini muda haruslah tetap memiliki nyala api semangat yang membara jika ingin disejajarkan dengan kaum lelaki, yang mana kaum lelaki identic dengan penguasa, kaum lelaki sebagai kaum yang superior dan perempuanlah kelas inferior.

3 comments

  1. Blognya bagus.
    #yahya

    1. Ternakasih

  2. keren gan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: