Pada suatu hari ada seorang anak laki-laki yang berusia 9 tahun yang telah duduk di kelas 3 SD selama dua tahun yang bernama Ishaan Nandkishore Awasthi. Ia mempunyai kakak yang bernama Yohan. Kakaknya sangat berprestasi dari segi akademik maupun non akademik. Hal ini berbeda dengan yang dialami oleh Ishaan. Dia menderita dislexia yang mana ia kesulitan dalam membaca maupun menulis yang menyebabkan ia tertinggal dengan teman-temannya. Suatu saat ia meminta kakaknya untuk membuatkan surat izin agar dia bisa membolos dari sekolahnya dan ia dapat pergi jalan-jalan. Namun kejadian itu diketahui ayahnya yang tidak sengaja menemukan surat tersebut jatuh di lantai. Lalu ayahnya memarahinya dan tidak segan untuk memukulnya. Melihat hal ini ibunya sangat sedih dan mencoba melindungi serta menenangkan Ishaan. Keesokan harinya, kedua orangtuanya bersama dengan Ishaan pergi menemui kepala sekolah dan menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi. Ternyata dari kejadian itu, terbongkarlah bahwa selama ini Ishaan tidak bisa membaca maupun menulis. Tulisannya pun terbalik-balik dan saat pelajaran berlangsung ia selalu merasa haus ingin minum dan selalu izin ke toilet. Ia selalu dihukum saat pelajaran berlangsung karena ia tidak bisa melakukan apa yang diperintahkan oleh gurunya. Karena itulah kepala sekolah memberitahukan kepada orangtuanya jika ia masih saja begitu dan tidak ada kemajuan, sekolah akan mengeluarkannya. Untuk mengantisipasi dikeluarkannya Ishaan dari sekolah, ayahnya meminta bantuan kepada temannya yang menjadi seorang komisaris di sebuah asrama dan Ishaan pun diterima. Namun saat Ishaan tahu bahwa ia akan dipindahkan ke asrama dan akan berpisah dengan keluarganya ia menentang keputusan tersebut dan memohon pada ibunya supaya memberitahukan kepada ayahnya agar ia tidak jadi dipindahkan ke asrama. Namun apa yang bisa diperbuat, akhirnya Ishaan pun tinggal di asrama. Saat perpisahan terjadi hanya isak tangis yang ada. Ketika keluarganya meninggalkan ia sendiri, dia hanya terdiam melihat kepergian keluarganya. Semua merasa sedih, namun inilah pilihan mereka.
Di asrama Ishaan pun menjadi pendiam karena ia tidak tahu apa yang harus ia kerjakan. Karena saat di rumah, semua hal yang ia lakukan selalu dibantu oleh ibunya. Dari bangun tidur, mandi, maupun memakai dasi. Sedangkan saat di asrama semua harus ia lakukan sendiri. Ia dipindahkan ke asrama pada pertengahan semester, ia duduk disamping teman yang selalu mendapat peringkat satu di kelasnya yang mana hal ini diharapkan agar Ishaan dapat mencontohnya. Temannya itu bernama Rajan, ia adalah anak dari seorang pemegang saham di New Era School. Rajan memiliki cacat fisik dan Ishaan menderita dislexia. Belum ada yang mengetahui bila Ishaan menderita dislexia, sampai akhirnya ada seorang guru pengganti (baru) dari Selandia Baru yang bernama Ram Shankar Nikumbh. Ia seorang guru seni dan ia mengajar seni lukis di kelasnya Ishaan. Pada awal ia masuk, ia menyuruh muridnya untuk melukis sesuatu yang sesuai dengan yang ada dipikiran masing-masing. Ia berkeliling kelas dan melihat proses melukis muridnya. Namun ada seorang murid yang terdiam dan terlihat ketakutan dan lukisannya pun kosong. Ia adalah Ishaan. Lalu guru itu berbicara pada Ishaan dan memberi motivasi, namun sampai akhir pertemuan Ishaan pun belum melukis apa-apa. Lalu ia menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi pada Ishaan. Kemudian ia mengambil buku-buku hasil pekerjaan Ishaan yang berada di loker. Ternyata ditemukan bahwa Ishaan tidak bisa membaca maupun menulis. Lalu ia pergi ke rumah orang tua Ishaan dan mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya dialami oleh Ishaan. Awalnya, keluarganya menolak kebenaran itu apalagi ayahnya. Namun guru itu mampu membuktikan bahwa Ishaan memang menderita dislexia.
Suatu hari guru itu menemui kepala sekolah di asrama itu dan menjelaksan apa yang sebenarnya terjadi pada Ishaan. Dan tak lama kemudian, ayah Ishaan datang dan bertemu dengan guru itu. Ayahnya mengatakan bahwa ibunya Ishaan telah mencari tahu apa itu dislexia dan ayahnya juga mengatakan bahwa hal ini membuktikan bahwa ia pedulia pada Ishaan. Namun hal ini secara halus ditolak oleh gurunya. Bahwa yang dinamakan peduli yaitu rasa yang tulus dari hati yang mana ditunjukkan dengan sikap melindungi dan mengasihi. Akhirnya ayahnya sadar bahwa selama ini yang ia lakukan adalah salah.
Guru tersebut selalu meluangkan waktu untuk mengajari Ishaan dengan cara belajar sambil bermain karena dengan cara ini ia dapat dengan mudah mempelajari sesuatu. Dan alangkah bahagianya dan bersyukurnya, Ishaan mengalami banyak kemajuan. Guru itu melakukan pengorbanan seperti itu karena dulu ia juga menderita dislexia sama seperti yang diderita oleh Ishaan. Dan pada suatu saat guru itu mengadakan lomba melukis yang diikuti dari kalangan guru maupun murid tentunya atas izin kepala sekolah. Kedatangan Ishaan pun sangat ditunggu-tunggu oleh gurunya, akhirnya Ishaan pun datang dan mengikuti lomba melukis itu. Waktu melukispun selesai dan Ishaan menunjukkan lukisannya kepada gurunya dan alangkah terkejutnya dirinya ketika melihat lukisan gurunya ternyata yang dilukis adalah dirinya (Ishaan). Ia pun menangis terharu. Gurunya pun takjub akan hasil lukisan Ishaan.
Waktu pengumuman pun tiba, ternyata yang menjadi juara melukis adalaah Ishaan Nandkishore Awasthi dan secara otomatis ia telah mengalahkan karya gurunya. Saat penyerahan penghargaan, ia pun menangis dan berlari menghampiri gurunya dan memeluknya. Mereka berdua saling menangis. Kemudian lukisannya pun akan dijadikan sampul buku tahunan.
Pengambilan raport pun telah tiba dan keluarganya datang untuk mengambil raport. Dan betapa terkejutnya mereka akan prestasi yang telah digapai oleh Ishaan. Akhirnya mereka hidup bahagia.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di UNNES.
Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.
Referensi : Film Taare Zameen Par