Film ini menceritakan tentang gadis Bali yang bernama Gusti Ayu, Gusti Ayu mengalami sindrom Tourette. Sindrom ini adalah penyakit neuropsikiatrik yang membuat seseorang mengeluarkan ucapan atau gerakan yang spontan tanpa bisa mengontrolnya. Penyakit ini diwariskan secara turun temurun dan seringkali dikaitkan dengan pengeluaran ucapan kata-kata kotor, kasar, atau menghina yang tak dapat ditahan (koprolalia), namun gejala ini hanya ada pada beberapa orang yang mengidap sindrom Tourette.
Peneliti antopolog Robert Lemelson melakukan penelitian mengenai hasil dari gangguan otak di Bali dan bertemu Gusti ayu melalui seorang psikiater lokal, Keluarganya memulai pengobatan dengan obat yang akan mengcontrol gerakannya. Pada awalnya pengobatan tampaknya bekerja, Gusti mulai mencari pekerjaan dan bersosialisasi dengan masyarakat di luar desa tetapi penyakit atau gerakan itu tidak hilang dan masih sering muncul. Karena hal itu mereka menjadi tidak percaya lagi dan berpaling pada pengobatan yang disarankan oleh para tetangga yaitu melalui pengobatan tradisional oleh Pandita Hindu Tetapi kondisinya memperburuk, dan dia akhirnya dipaksa untuk meninggalkan pekerjaan dan kembali ke hidupnya tertutup di rumah.
Dalam hal ini konsep antropologi yang dapat dikaitkan adalah bagaimana menilai penyakit yang diderita oeh gusti ayu, masyarakat bali menilai penyakit tersebut di sebabkan oleh ilmu hitam, karma dan lain sebagainya. Hal yang mempengaruhi sistem medis pada masyarakat tersebut adalah manusia, dimana sistem pengetahuan pada masyarakat tersebut mencari pengobatan, awalnya pengobatan yang dicari adalah pengobatan tradisional karena sistem pengetahuan masyarakat tersebut masih beranggapan bahwa penyakit disebabkan adanya karma,hukuman dan lain sebagainya yang disebabkan oleh agen lain.
Sebelum film movement and madness dibuat, telah ada penelitian mengenai kajian tersebut, dimana gejala tersebut dinilai sebagai adanya karma tuhan terhadap seseorang, penelitian sebelumnya mengambarkan bagaimana seseorang menari dan bergerak tidak terkontrol, penelitian sebelum nya ini mendukug adanya pandangan masyarakat bali terhadap penyakit , masyarakat masih menganggap penyakit ini sebagai sickness yang artinya bahwa penyakit ini bisa menular, pada dasarnya penyakit ini hanya dialami oleh seseorang (illness) yang membuat penderita penyakit ini dijauhi oleh seseorang disekitar nya bahkan masyarakat lingkunganya hidup.
Namun diakhir cerita film tersebut tidak semuanya masyarakat berpandang seperti itu penderita seperti gusti ayu juga banyak, setelah gusti ayu dipertemukan oleh penderita lain seperti dirinya ada beberapa hal yang berbeda dimana penderita yang bertempat tinggal di kota lebih memiliki hidup yang layak berbeda dengan gusti ayu yang hidup di desa.
3 comments
menarik banget, Pak
coba penulisan judulnya dirapikan lagi biar lebih menarik 🙂
informatif sekalii, lanjutkan kakak zaidan okeee :2thumbup
keren, lnjutkan