Kapitalisme
Kapitalisme sebenarnya bukanlah hal yang baru untuk untuk di perbincangkan, tetapi melihat pengaruhnya yang masih begitu kuat terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat dunia umumnya dan Indonesia khususnya membuat kapitalisme tak pernah berhenti untuk diperbincangkan. Oleh karena itu tiada salah bila kita sekali lagi mengenal sedikit tentang kapitalisme dan sejarah perkembangannya. Kapitalisme jika dilihat dari segi etimologi yaitu berasal dari dua kata “Capital (modal) dan Isme (paham atau cara pandang). Namun jika kita telusuri makna dari kapitalisme sendiri yait berasal dari bahasa latin caput yang berarti “kepala”. Arti ini menjadi jelas, misalnya dalam istilah “pendapatan per kapita” atau pendapatan per kepala. Apa hubungannya dengan “capital” yang lain yang sering kita terjemahkan sebagai “modal”? Konon kekayaan penduduk Romawi kuno diukur oleh berapa kepala hewan ternak yang ia miliki.[1][3] Semakin banyak caput-nya, semakin sejahtera. Tidak mengherankan, jika kemudian mereka “mengumpulkan” sebanyak-banyaknya caput. Sekarang jelas sudah, mengapa kita menterjemahkan capital sebagai “modal”. Sementara” Isme” sendiri mengacu kepada paham, “ideologi” cara pandang atau cara hidup yang diterima oleh sekelompok luas masyarakat dan karenanya menjadi konvensi, karea dapat saja ditolak oleh kelompok masyarakat yang lainnya, sehingga kapitalisme adalah modal –isme atau paham yang berdasarkan modal (pemilik modal).
Kapitalisme merupakan sistem perekonomian yang menekankan peran Capital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya. Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sepertihalnya Ebenstein, menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan Hayek, memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi. Menurut Ayn Rand, kapitalisme adalah “a social system based on the recognition of individual rights, including property rights, in which all property is privately owned”. (Suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana semua pemilikan adalah milik privat). Heilbroner, secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang memiliki hakekat tertentu dan logika yang historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud mengacu pada gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan dalam proses-proses kehidupan dan konfigurasi-konfigurasi kelembagaan dari suatu masyarakat. Istilah “formasi sosial” yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebut kapitalisme sebagai salah satu empat formasi sosial (primitif, tradisional, kapitalisme, post-kapitalisme).
Keadaan kemudian berubah ketika gelombang industrialisasi melanda negara-negara Eropa Barat. Di dalam masyarakat tradisional tersebut terjadi perubahan, dimana sistem ekonomi bersekala kecil mulai diguncang oleh adanya industrialisasi sebagai sistem ekonomi bersekala besar. Sebenarnya industrialisasi itu muncul karena pengaruh zaman Renaissance yang melanda Eropa pada abad ke-15 hingga abad 19, yaitu pada masa perkembangan perbankkan komersial di eropa ada zaman dahulu.[2][4] Dimana sekelompok individu maupun kelompok luas dapat bertindak sebagai badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, seperti tanah dan manusia guna proses perubahan dari barang modal menjadi barang jadi. Untuk mendapatkan modal-moda tersebut maka para kapitalis tersebut harus mendapatkan bahan baku dan mesin terlebih dahulu. Baru setelah itu buruh menjadi operator atau tenaga produktif agar para kapitalis bisa mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.
Kapitalisme menurut Marx Webber merupakan sebuah cara produksi dan hubungan dalam proses produksi yang kemudian menimbulkan berbagai implikasi dalam konteks ekonomi politik, sosial psikologis maupun kultural. Selain itu kapitalisme bukan sekedar sebuah nilai atau sikap mental untuk mencari keuntungan secara rasional dan sistematis atau sekedar suatu sistem produksi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika feodalisme memudar kemudian hadirlah sistem ekonomi yang kapitalis. Esensi dari kapitalis adalah pemilikan, persaingan dan rasionalitas. Berbeda dengan feodalisme dimana modal dan sumber pembentukan kelas tergantung pada pemilikan luas lahan dan tradisi, dalam lapitalisme sumber perbedaan dan pembagian kelas adalah modal dan pemilikan aset indrustri. di era kapitalisme, orientasi kelas buruh bukan mengembangkan loyalitas kepada patron yang melindungi atau elit-elit lokal yang berperan sebagai penguasa setempat, karena sebagai kelas proletar mereka cenderung teraliensi dan mengalami proses eksploitasi yang menyebabkan posisi mereka benar-benar marjinal. Hubungan kerja antar majikan di era kapitalisme bukan bukan dibangun karena kesepahaman dan solidaritas sosial, melinkan lebih karena keterpaksaan. Kaum buruh umumnya bekerja karena keinginan dan kebutuhan untuk mendapatkan upah, dan mereka cenderung tidak berdaya karena dominasi dan hegemoni yang di kembangkan kelas bourjuis yang superordinasai.
Marx menganggap subordinasi kelas buruh dan superordinasi kelas borjuis adalah watak kapitalis yang paling penting, karena dengan posisi dan cara seperti itulah kelas borjuin kan mendapaatkan leluasa menyerap nilai tambah ( surpus value) dari tenaga kerja. Dengan posisi tawar yang relatif lemah, sering terjadi kaum buruh akan rentan menjadi korban eksploitasi dari kelas borjuis atau kelas modaal yang berusaha meningkatkan keuntungan dengan meminimalisir pengeluaran. Dalam konteks ini, tidaklah keliru jika dikatakan kapitalisme baru benar-benar disebut kapitalisme apabila jantung hidupnya, yaitu rasionlisasi perolehan laba berkelanjutan melalui eksploitasi tenaga kerja, memasuki ranah produksi masyarakat ( Mulyono, 2012: 22).
Di dalam kapitalisme di bagi menjadi dua jenis nilai barang, dimana pada dasarnya dua jenis nilai yang berbeda, yaitu nilai guna ( use value) dan nilai tukar (exchange value). Nilai guna sebuah barang adalah nilai yang kemanfaatan suatu barang atau keuntungan yang diberikan oleh suatu barang ketika barang itu di gunakan. Adapun yang dimaksud nilai tukar adalah suatu barnga yang diperoleh ketika barang tersebut dipertukarkan dengan barang yang lain. Dalam sistem kapitalisme modern, produksi besar sejumlah barang ditujukan terutama untuk nilai tukarnya, yaitu memperoleh sejumlah uang yang menjadi keuntungan kekuatan kapitalisme tas barng-barang yang mereka jual ke pasar. Di pasar dalam sitem kapitalisme, produksi brang yang di jual ke pasar, dan bukanya untuk di konsumsi sendiri.
Esensi yang mendasar dari kapitalisme, menurut Robert Lekachman dan Boorin Van Loon (2008:3), antara lain :
- Modal adalah bagian dari kekayaan suatu bangsa yang merupakan hasil karya manusia dan karenanya bisa di produksi berulang kali (reproducible),
- dibawah sistem kapitalisme, suatu perlengkapan modal masyarakat, alat-alat produksinya di miliki oleh legelintir individu yang memiliki hal legal untuk menggunakan hak miliknya guna meraup keuntungan pribadi,
- kapitalisme bergantung pada sistem pasar, yang menetukan distribusi, mengalokasikan sumber daya sumber daya dan menetapkan tingkat-tingkat pendapatan,gaji, biaya sewa, dan keuntungandari kelas-kelas yang berbeda.
Eric Wolf ( 1990: 77-90) menyebutkan tiga ciri pokok yang menandai kapitalisme. Pertama, berkembnagnya kelas kapitalis yang dengan kekayaan uangnya bisa membeli tenaga kerja dan sarana produksi untuk memproduksi barang dagangan di pasar. Kedua, kelas kapitalis menguasai semua sarana produksi yang paling dalam perekonomian masyarakat dan membatasi akses bebas pekerja terhadap sarana-sarana produksi, sehingga pekerja haruas menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis. Ketiga, maksimalisasi keuntungan melalaui produksi yang di kuasai sepenuhnya oleh kapitalis ( dalam Mulyanto, 2011: 164).
Sementara itu. Menurut Ernest Mandel (2006), secara lebih perinci mengajukan lima ciri pokok kapitalis sebagai berikut ( dalam Mulyanto, 2011:164-165). Pertama, di tingkat produksi, corak kapitalis adalah produksi komoditas, yaitu produksi yang bertujuab untuk menjual semua hasilnya ke pasar untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Produksi komuditas merupakan penyangga kebertahanan ekonomi kapitalis yang melaluinya kapitalis memperoleh nilai yang lebih dari kerja yang dicurahkan pekerja dan nilai lebih yang terkandung di dalam nilai tukar komoditas yang di hasilkan. Kedua, produksi dilandasi denga kepilikan pribadi atas sarana produksi. Artinya, kekuasaan mengetur kekuatan produktif- sarana produksi dan tenaga kerja-bukan milik kolektif, tetapi milik perorangan, entah dalam bentuk kepentingan pribadi, keluarga, perusahaan, perseoranag terbatas, atau kelompok-kelompok penguasa keuangan. Ketiga, produksi dijalan kan untuk pasar yang tidak terbatas dan berada dibawah tekanan persaingan. Untuk itu, setiap kapitalis bersaing dengan kapitalis lain. Keempat, tujuan nproduksi adalah memaksimalkan keuntungan. Kemampuna bersaing yang bertujuan pada kemampuan mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, yang mengharuskan kapitalis menjula komoditas dengan harga yang lebih rendah daripada pesaingnya. Untuk itu, kapitalis harus memperluas jaringan produksinya, sehingga menghasilkan komoditas yang lebih banyak. Cara paling efisien yaitu, dengn meningkatkan kemampuan permesinannya, kapitalis mau tidak mau harus memaksimalkan keuntungan dengan cara menegmbangkan produksinya yang benar-benar maksimal. Kelima, produksi kapitalis adalah produksi untuk akumulasi kapital. Kapitalis membutuhkan sebagian besar nilai yang terkumpul untuk dicurahkan kembali pada kegiatan produksi. Nilai lebih yang diambil diwujudkan menjadi kapital tambahan dalam bentuk mesin-mesin, bahna baku, dan tambahan tenaga kerja. Nilai lebih ini sedikit mungkin digunakan untuk konsumsi pribadi dan tidak produktif.
Tinggalkan Balasan