Materi Pelajaran Antropologi Kelas X BAB III : Internalisasi Nilai-Nilai Budaya Dalam Pembentukan Kepribadian Dan Karakter
Definisi Internalisasi
Berbicara mengenai internalisasi, setiap manusia telah mengalami internalisasi sejak lahir sampai sekarang ini. Internalisasi tersebut diperoleh melalui sebuah komunikasi yang terjadi dalam bentuk sosialisasi dan pendidikan. Dalam melakukan proses internalisasi nilai-nilai budaya ikut ditanamkan yang tujuannya setelah manusia mengerti nilai-nilai tersebut maka akan dibentuk menjadi sebuah kepribadian. Adapun definisi dari internalisasi dapat diketahui sebagai berikut.
1. Internalisasi (internalization) diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan sikap, standar tingkah laku, pendapat, dan seterusnya di dalam kepribadian (Chaplin, 2005: 256)
2. Reber, sebagaimana dikutip Mulyana (2004:21) mengartikan internalisasi sebagai menyatunya nilai dalam diri seseorang, atau dalam bahasa psikologi merupakan penyesuaian keyakinan, nilai, sikap, praktik dan aturan – aturan baku pada diri seseorang. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa pemahaman nilai yang diperoleh harus dapat dipraktikkan dan berimplikasi pada sikap. Internalisasi ini akan bersifat permanen dalam diri seseorang.
3. Ihsan (1997:155) memaknai internalisasi sebagai upaya yang dilakukan untuk memasukkan nilai – nilai kedalam jiwa sehingga menjadi miliknya.
Definisi-definisi dari beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa internalisasi sebagai proses penanaman nilai kedalam jiwa seseorang sehingga nilai tersebut tercermin pada sikap dan prilaku yang ditampakkan dalam kehidupan sehari – hari (menyatu dengan pribadi). Nilai-nilai yang diinternalisasikan merupakan nilai yang sesuai dengan norma dan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
Definisi Nilai-Nilai Budaya
Nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagian besardari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan para warga masyarakat. Sedangkan menurut Koenjaraningrat (1987: 85) nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap sangat mulia.
Peran Media dalam Internalisasi Budaya
Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, kita telah mengalami proses internalisasi. Internalisasi yang kita peroleh baik dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat luas. Dalam penanaman dan penumbuhkembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik-metodik pendidikan dan pengajaran, seperti pendidikan, pengarahan indoktrinasi, brain-washing, dan lain sebagainya. Nilai-nilai yang diinternalisasikan tersebut dapat memberikan pengaruh kepada sikap, kepribadian, dan budaya kita baik kearah negative maupun kearah positif. Pengaruh yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan tertentu atau karisma tertentu seperti kyai, guru, dan ustad akan memberikan nilai-nilai baik (nilai religious, sopan santun, dsb) yang mengarah ke positif sehingga orang yang menerimanya bisa mempunyai kepribadian yang baik. Namun, persoalan sekarang ini nilai-nilai yang buruk(seperti kekerasan, kejahatan seksual,konsumtif, dll) menjadi konsumsi dalam kehiduapan sehari-hari yang dapat diperoleh melalui media massa dan juga internet. Hal ini menimbulkan dampak negative bagi sikap dan tingkah laku seseorang akibat sebuah proses internalisasi yang salah, tidak sesuai dengan adat dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
Sebagai langkah atau antisipasi, pendidikan dijadikan sebagai alternative yang sifatnya preventif (pencegahan), karena membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Pendidikan diharapkan mampu mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Misalnya melalui sebuah materi pembentukan karakter sebuah bangsa yang dimana di dalamnya membahas tentang sebuah nilai-nilai budaya yang dapat diintegrasikan sebagai pembelajaran. Nilai-nilai biasanya terimplikasi dalam pendidikan karakter di sekolah-sekolah tersebut seperti:
1. Religius
2. Jujur
3. Toleransi
4. Disiplin
5. Kerja Keras
6. Kreatif
7. Mandiri
8. Demokratis
9. Rasa Ingin Tahu
10. Semangat Kebangsaan
11. Cinta Tanah Air
12. Menghargai Prestasi
13. Bersahabat/Komuniktif
14. Cinta damai
15. Gemar Membaca
16. Peduli Lingkungan
17. Peduli Sosial
18. Tanggung-jawab
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai budaya dan karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik dapat belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
Manfaat internalisasi
Internalisasi memiliki manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu pengembangan, perbaikan dan penyaringan dalam hal budaya. Manfaat pengembangan yaitu sebagai pengembangan potensi seseorang untuk menjadi pribadi dan memiliki perilaku yang baik agar seseorang yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa. Kemudian dalam manfaat perbaikan adalah untuk memperkuat kepribadian yang bertanggung jawab dalam pengembangan seorang individu yang lebih bermartabat; dan dalam manfaat penyaring bertujuan untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat agar tidak terjadi suatu goncangan budaya.
Keterkaitan antara Internalisasi dengan Pembentukan Kepribadian Individu
Kepribadian merupakan susunan akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah-laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia itu ( Koenjaraningrat, 1990:102). Internalisasi memiliki hubungan dengan pembentukan kepribadian, karena gejala kepribadian seseorang akan tumbuh berangsur-angsur dalam masyarakat diakibatkan oleh proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai yang dianggap baik termasuk nilai kebudayaan. Internalisasi erat kaitannya dengan sosialisai, sehingga dari sosialisasi dan internalisasi tersebut manusia akan menjadikan nilai yang diperolehnya dalam sikap dan kepribadian seseorang. Pembentukan kepribadian juga dapat dilakukan melalui sosialisasi norma-norma, pola-pola tingkah laku, dan nilai-nilai cultural secara langsung atau tidak langsung. Kemudian melalui bentuk-bentuk interaksi kelompok kesemuanya diterima dan diperhatikan oleh individu yang tengah terbentuk kepribadiannya, dan kemudian diinternalisasikan kedalam mentalnya. Di dalam mental, segala norma dan pola yang diinternalisasikan tidak dalam keadaan pecah melainkan menyatu menghasilkan organisasi kehidupan. Organisasi kepribadian telah terbentuk maka dapat dikatakan telah terbentuk kepribadian. Adapun faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah sebagai berikut:
Warisan Biologis dan kepribadian
Setiap warisan biologi seseorang besifat unik, artinya tidak seorang pun (kecuali anak kembar) yang mempunyai karakteristik fisik yang sama. Banyak orang percaya bahwa kepribadian seseorang tidak lebih dari sekedar penampilan warisan biologisnya. Namun dewasa ini tidak banyak lagi yang masih mempercayai anggapan ini. Karena sekarang ini diketahui karakteristik kepribadian dibentuk oleh pengalaman hidup seseorang.
Lingkungan Fisik dan Kepribadian
Ellsworth Huntington, menekankan bahwa perbedaan perilaku kelompok terutama disebabkan oleh perbedaan iklim, topografi, dan sumber alam. Pernyataan itu memang mempengaruhi kepribadian seseorang.
Kebudayaan dan Kepribadian.
Dari pengalaman social yang sebenarnya umum bagi seluruh anggota masyarakat tertentu, timbullah konfigurasi kepribadian yang khas dari anggota masyarakat tertentu. Sehingga masyarakat mempunyai kepribadian yang berbeda tergantung pada budaya yang mempengaruhinya.
Pengalaman Kelompok dan Kepribadian
1. Kelompok refrens/acuan (refrence group)
Yaitu sepanjang hidup seseorang kelompok-kelompok tertentu menjadi model penting sebagai gagasan atau norma-norma yang memengaruhi perilaku seseorang. Seperti, Kelompok Keluarga.
2. Kelompok majemuk dan sosialisasi.
Masyarakat yang kompleks/majemuk memiliki banyak kelompok dan kebudayaan khusus dengan standar yang berbeda dan kadang kala bertentangan. Contohnya, remaja yang nyaman bergaul dengan kelompok sebayanya, karena mereka merasa dihargai dan terima sebagai seorang individu meski terkadanng ada hal-hal yang bertentangan.
Pengalaman yang Unik dan Kepribadian
Setiap individu tidak mendapatkan pengalaman yang sama, mungkin pernah mendapatkan pengalaman serupa dalam beberapa hal dan berbeda dalam hal lainnya. Hal ini karean setiap anak memilki suatu unit/kesatuan keluarga yang berbeda. Seperti halnya setiap anak (kecuali anak kembar identik) yang mempunyai warisan biologis yang unik, yang benar-benar tidak seorangpun yang menyamainya, demikian pula dengan suatu rangkaian pengalaman hidup yang unik tidak dapat benar-benar disamai oleh pengalaman siapa pun
Daftar Pustaka:
Ihsan,Ihsan. 1997. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka cipta
Koenjaraningrat. 1987. Sejarah Antropologi. Jakarta: Bulan Bintang
___________. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Tinggalkan Balasan