CELANA PANJANG DAN WUJUD KEBEBASAN PEREMPUAN DALAM PENERAPAN POST STRUKTURALISME MICHEL FOUCAULT

Ada banyak nilai-tanda yang digunakan untuk mengekspresikan cantik. Tanda tersebut dapat terwujud saat perempuan memakai busana yang casual, simple, dan corak warna yang beragam sehingga terlihat menarik namun tetap elegan. Seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, kaum perempuan tidak lagi menjadi manusia rumahan yang kerjanya seputar dapur, sumur dan kasur. Bukan sekedar kehendak pribadi, namun telah menjadi tuntutan hidup bahwa mau tidak mau mereka harus ikut mencari nafkah di luar rumah.

Hal ini didorong oleh semakin majunya teknologi, sehingga untuk melakukan pekerjaan yang tadinya hanya bisa dilakukan oleh laki-laki, namun sekarang perempuan-pun bisa melakukannya. Saat ini seorang perempuan akan dengan mudah melakukan mobilitas, karena sebagaimana laki-laki, mereka juga dapat mengendarai kendaraan bermotor, sehingga jarak dan waktu tidak akan menjadi kendala. Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah, apakah dengan mengendarai sepeda motor itu seorang perempuan harus mempertahankan roknya? Apakah dengan memakai rok keselamatan di jalan dapat terjamin? Menurut Michael Foucault tentang “praktek-praktek diskursif”: kelompok-kelompok yang teratur dalam sekarang tidak sesuai dengan karya-karya individu. Meskipun muncul dan untuk pertama kali menjadi jelas dalam salah satu dari mereka, ini berkembang cukup luas di luar mereka dan sering menyatukan berbagai kelompok. Akan tetapi mereka tidak selalu bersesuaian dengan yang biasa kita sebut ilmu atau disiplin, meskipun untuk sementara memiliki perbatasan yang sama (Foucault: 1970). Seorang perempuan di luar rumah sebenarnya telah melahirkan peran ganda baginya, sehingga pekerjaannya kian bertambah banyak dan penggunakan celana panjang wujud dari kekebasan mereka. Dengan demikian, mau tidak mau seorang perempuan aktif harus pandai-pandai mengatur waktu di sela-sela kesibukannya. Permasalahan ini, kemudian penulis akan mengkaji permasalahan tersebut dengan menggunakan penerapan teori Post Strukturalisme dari Michel Foucault.

A. Pemikiran Post Strukturalisme Michel Foucault
Post strukturalisme mengandung pengertian kritik maupun penyerapan. Post strukturalisme menolak ide tentang struktur stabil yang melandasi makna melalui hitam-putih atau baik-buruk. Makna adalah sesuatu yang tidak stabil, yang selalu tergelincir dalam prosesnya, tidak hanya dibatasi pada kata, kalimat, atau teks tertentu bersifat tunggal namun hasil hubungan antar teks.
Pemikiran Foucault sangat dipengaruhi Nietzsche, namun dia tidak sepenuhnya sebagai pengikut Nietzsche, sebab baginya, Nietzsche yang diikutinya adalah seseorang yang orisinal, begitu pun dengan dia yang harus orisinal dengan pandangan pribadinya. Bahkan dia tidak jarang tidak sependapat dengan filsuf pujaannya itu. Hal ini dalam teori Genealogi Foucault. Di sini, bahasa bagi Foucault tidak bisa dikurung dalam “apa yang ditulis” dan “apa yang menjadi tafsirnya”, keduanya saling terjalin tanpa pemisahan. Hal ini adalah salah satu dari pemikirannya tentang subjek dan objek, bahwa bahasa yang ditulis dan menjadi tafsirnya tidak bisa dipisahkan dalam subjek dan objek. Keduanya terserak tanpa teratur, tanpa terstruktur secara baku.
Michel Foucault adalah sosiologi tubuh dan sekaligus ahli teori post strukturalisme. Menurut Foucault, budaya berpengaruh dalam mendefinisikan tubuh dengan karakter ilmiah, universal, yang tergantung pada waktu dan tempat. Bahwa ciri-ciri alamiah tubuh (Laki-laki dan Perempuan) bisa bermakna berbeda dalam tataran kebudayaan yang berbeda. Foucault tertarik pada cara dimana berbagai bentuk ilmu pengetahuan menghasilkan cara-cara hidup. Menurutnya, aspek masyarakat yang signifikan untuk menjadi modern bukanlah fakta bahwa masyarakat itu ekonomi kapitalis (Marx), atau suatu bentuk baru solidaritas (Weber) atau bersikap rasional (Weber), melainkan cara dimana bentuk-bentuk baru pengetahuan yang tidak dikenal pada masa pramodernitas itu muncul yang dapat mendefinisikan kehidupan modern.

Kekuasaan dan Ilmu Pengetahuan
Pemikiran Foucault tentang kekuasaan sangat penting. Konsep Kekusasan Foucault dipengaruhi oleh Nietzsche. Foucault menilai bahwa filsafat politik tradisional selalu berorientasi pada soal legitimasi. Kekuasaan adalah sesuatu yang dilegitimasikan secara metafisis kepada negara yang memungkinkan negara dapat mewajibkan semua orang untuk mematuhinya. Namun menurut Foucault, kekuasaan adalah satu dimensi dari relasi. Di mana ada relasi, di sana ada kekuasaan. Karena dia merelativisir segala sesuatu yang selama ini dianggap absolut. Foucault menempatkan kebenaran, rasio pengetahuan, ilmu, wacana akademik, pengobatan, rumah sakit, manusia dan sebagainya sebagai kerangka relasi dengan kekuasaan. Kekuasaan menurutnya bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan relasi-relasi yang bekerja dalam ruang dan waktu tertentu. Kekuasaan memproduksi kebenaran, karena kebenaran berada di dalam jaringan relasi-relasi sirkular dengan sistem kekuasaan yang memproduksi kebenaran dan menjaga kebenaran itu. Karena itu kebenaran tidak ada dengan sendirinya, dan tidak berada di luar kekuasaan, tetapi berada dalam kekuasaan itu. Karena itu, kekuasaan adalah kebenaran.

B. Penerapan dalam Teori Post Strukturalisme Michel Foucault
Banyak dikalangan kaum perempuan yang lebih suka mengenakan celana panjang dari pada harus memakai rok panjang atau rok pendek. Celana panjang lebih nyaman ketika dipakai dan lebih non-formal. Menggunakan celana panjang juga tidak sebatas memakai tetapi ada banyak faktor mengapa celana panjang lebih sering dipakai yaitu
1. Tidak suka mengenakan rok. Banyak kalangan tertentu yang beranggapan memakai rok gerah, dan beraktivitas menjadi kurang nyaman karena tidak leluasa.
2. Menutupi ketidak PD-an seorang wanita. Mengenakan rok panjang bagi wanita yang memiliki postur tubuh tinggi, ramping, semampai sangat cocok dan bagus ketika mengenakan rok panjang. Bukan berarti yang tidak memiliki postur tubuh tinggi mengenakan rok panjang menjadi jelek, namun seringkali bagi mereka yang memiliki postur tubuh tidak tinggi justru mengenakan rok panjang malah terlihat lebih pendek.
3. Celana panjang cocok untuk di pakai di semua even. Celana panjang dengan berbagai bentuk, warna, dan harga sekarang sangat mudah untuk dicari. Mulai bentuk celana panjang jeans pencil sehingga membentuk tubuh atau kaki si pemakai sampai dari bahan kain dengan tatanan model yang menarik apalagi untuk yang pengemar model-model celana yang tidak membentuk lekuk tubuh (berhijab). Warna dari celana panjang sekarang juga sangat bervariasi tidak seperti zaman dahulu, ada pula satu model celana tersebut setiap sisinya berbeda warna satu sama lainnya, sehingga terlihat menarik lain dari yang lain. Harga dari celana panjang sendiri sangat beragam, ada yang biasa dengan harga cukup terjangkau dan ada pula yang bermerk sehingga cukup merogoh kantong untuk membelinya.
4. Tuntutan pekerjaan. Ada jenis pekerjaan tertentu yang mewajibkan pegawainya untuk mau tidak mau memakai celana panjang seperti pekerjaan sebagai pemandu wisata di kebun binatang.
5. Kebutuhan fashion. Misalnya Celana panjang menjadi kebutuhan fashion khususnya dikalangan remaja perempuan, hal tersebut tampak ketika di jumpai di kampus. Cukup dengan memakai hem, t-shirt dengan blazer, dan celana panjang seseorang menjadi casual berangakat kuliah dan hal tersebut banyak di jumpai di hampir semua kalangan mahasiswa.
6. Ikut-ikutan teman. Ingin seperti orang lain, atau memang senang memakai celana panjang, seseorang yang tadinya akan memakai rok panjang kemudian melihat temannya yang memakai celana panjang semua menjadi merasa kurang PD ketika harus memakai rok panjang sendirian. Akhirnya dia memutuskan untuk memakai celana panjang seperti teman-temannya.
7. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Akhir-akhir ini banyak kasus bermunculan mengenai kekerasan tindak asusila terhadap perempuan khususnya kalangan remaja perempuan. Sehingga mereka memutuskan untuk memakai celana panjang yang dirasa lebih aman dan fleksibel. Ketika hal yang tidak diinginkan tersebut sewaktu-waktu menimpa dirinya, paling tidak dia dapat melawan atau berlari untuk melindungi diri. Adapun ketika harus memakai rok panjang, tentunya dipakai bila dalam kondisi mendesak ataupun berpergian tidak terlalu lama.

Analisis Kasus
Bentuk penggunaan celana panjang adalah bentuk kekuasaan kolonialis atas budaya busana dan bentuk relasi antar manusia. Celana panjang bagi seorang perempuan menandakan penghormatan terhadap diri sendiri maupun orang lain. Pergeseran dari penggunaan celana panjang karena takut atau supaya dihormati, dianggap setara dengan bangsa berat dan beradap (eksternal) menuju pada suatu bentuk kesadaran yang dilandasi pengetahuan tentang efisiensi dan kenyamanan busana tersebut (eksternal). Busana yang melekat pada tubuh manusia menjadi medium metode menakhlukkan tubuh tersebut dalam bentuk relasi kekuasaan yang menyebar dan detail sampai pada tataran individu. Kekuasaan yang ada berasal dari luar (eksternal) tapi lebih ke dalam (internal). Menurut Foucault, bukan kekuasaan, dengan ‘K’ besar, sebagai himpunan lembaga dan perangkat yang menjamin kepatuhan warga negara di dalam suatu Negara tertentu. Tidak diartikan sebagai cara penundukan yang berbentuk aturan, jadi berbeda dengan kekerasan. Bukan juga sistem dominasi global yang dilakukan suatu unsur atau kelompok atas kelompok yang lainnya. Kekuasaan harus kekuasaan yang ingin menaklukan tubuh tersebut. Pendistribusian ini adalah metode untuk membuat tubuh menjadi patuh.
Ketika dikampus banyak sekali mahasiswa perempuan yang menggenakan celana panjang, baik dengan model jeans pensil maupun kain. Jika bisa dibandingkan dengan mahasiswa yang mengenakan rok panjang atau rok pendek perbandingannya sangat jauh. Mereka paling hanya mengenakan rok panjang ketika khusus hari-hari tertentu saja, ketika ada peraturan (wacana) yang mewajibkan memakai rok panjang. Jika dipandang sekilas hal ini akan sangat tidak berarti, khususnya bagi mereka yang tidak peka jender. Namun ketika hal ini diusung dalam wacana kesetaraan jender, maka akan sangat nampak bahwa bias jender masih juga mengakar di dunia pendidikan. Memakai rok adalah bentukan dari budaya patriarkhi. Dengan memakai pakaian tersebut maka, kebebasan perempuan sedikit banyak akan terkurangi. Misalkan saja ketika memakai jarik tentunya seorang perempuan tidak akan jalan mendahului laki-laki. Selain itu dia juga tidak akan mungkin dapat melakukan kegiatan di luar rumah dengan bebas dan lincah. Hal ini akan menguntungkan laki-laki yang masih melanggengkan budaya patriarkhi, di mana mereka secara umum tidak ingin tersaingi oleh perempuan dan menginginkan agar perempuan tetap eksis di lingkungan sebelumnya, yaitu sumur, dapur dan kasur.
Menurut Foucault, masyarakat patriarkhi menerapkan pakaian tersebut pada masa lalu adalah untuk mempermudah kaum laki-laki menjadikan perempuan sebagai obyek seksual. Pakaian bagi perempuan aktif , Seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, kaum perempuan tidak lagi menjadi manusia rumahan yang kerjanya seputar dapur, sumur dan kasur. Bukan sekedar kehendak pribadi, namun telah menjadi tuntutan hidup bahwa mau tidak mau mereka harus ikut mencari nafkah di luar rumah. Hal ini didorong oleh semakin majunya teknologi, sehingga untuk melakukan pekerjaan yang tadinya hanya bisa dilakukan oleh laki-laki, namun sekarang perempuan-pun bisa melakukannya.
Tentunya celana panjang bagi kaum perempuan adalah sebagai bentuk kebebasan bukan untuk ditentang. Kebebasan mereka mengekspresikan diri mereka. Selain itu, celana panjang juga Sebagai bentuk kekuasaan, bagi perempuan celana panjang dianggap sebagai salah satu cara mereka melawan ketidakadilan saat ini. Perempuan tidak ingin dirinya di diskriminasi seperti zaman R.A Kartini, dimana perempuan harus tunduk terhadap perintah laki-laki. Bentuk ketidakadilan tersebut tergambar sekarang dari kasus-kasus mengenai hak-hak perempuan yang dirampas meliputi: hak hidup, hak psikis, hak memperoleh keamanan dan keadilan sosial. Sudah banyak contoh kasus seperti pemerkosaan dan pelecehan seksual yang menimpa kaum perempuan, namun ujung-ujungnya tetap saja perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tanpa ada ujung memperoleh keadilan yang semestinya mereka dapatkan.

Cara perempuan mengenakan celana panjang
Menurut Foucault, Kekuasaan bukan sesuatu yang bisa dimiliki, bahkan oleh kaum dominan sekali pun, tidak bisa dipengaruhi oleh kepenuhan hukum atau pun kebenaran, dia tidak tunduk pada teori politik normal, tidak bisa direduksi oleh representasi (hukum). Kemudian hubungan antara subjek dan kekuasaan adalah bukan pelaku dan produk.
Ada yang berbeda dari penggunaan celana penjang di kalangan perempuan saat ini. Berhijabpun tidak harus memakai rok panjang, celana panjang dengan model yang tidak membentuk lekuk tubuh-pun ada. Bisa dikenakan saat bersantai, bekerja, ke acara pesta, bahkan sebagai peragaan busana. Banyak sekali variasi model yang ditawarkan, namun celana panjang dengan model pencil yang sampai sekarang di gemari para perempuan khususnya remaja perempuan. Penggunaan celana panjang dianggap menjadi suatu yang non-formal. Tampaknya celana panjang yang non-formal menjadi media untuk menampilakan jati diri seseorang, siapa dia, bagaimana dia, dan bagaimana orang memandang dia. Saat mengenakan celana panjang bisa jadi seseorang bebas melakukan apa saja yang merekan ingin lakukan. Celana panjang yang tidak merepotkan, simple dan sangat sesuai dikenakan bagi mereka yang memiliki kepribadian menyukai petualangan maupun maskulin. Mengenakan celana panjang juga lebih santai, karena tidak harus menjadi seseorang yang harus terlihat anggun. Karena dengan sendirinya, apabila bisa memadu padankan pakaian yang dikenakan maka, akan terlihat anggun, rapi, dan sopan. Penggunaan celana panjang juga menjadi hal lumrah, karena tidak ada pembatasan antara laki-laki dan perempuan. Seperti yang di bahas di awal bahwa, penggunaan celana panjang di kalangan perempuan sebagai bentuk melawan ketidakadilan.
Penggunaan celana panjang di kalangan perempuan tergambar dari keteraturan penggunaan celana panjang di kalangan perempuan yang tidak disadari menjadi suatu kebiasaan perempuan maupun remaja perempuan saat ini. Mereka mengetahui, bagaimana rupa dan bentuk celana panjang. Saat mengenakannya-pun mereka sadar, namun seiring berjalannya waktu tanpa disadari celana panjang menjadi kebiasaan yang sehari-hari mereka kenakan dan hampir segala bentuk aktivitas perempuan memakai celana panjang. Celana panjang menjadi suatu tatanan sosial dan identitas diri seseorang. Mengenakan celana panjang menjadi suatu hal wajib, manakala seseorang berpergian celana panjang selalu dikenakan. Bayangkan saja apabila dalam acara yang memerlukan waktu berhari-hari dan keadaan minim atau kegiatan sosial, tidak mungkin seseorang memakai rok panjang, wajarnya wanita memakai celana panjang yang lebih sederhana dan mendukung kegiatan. Celana panjang juga sebagai pelindung tubuh, menjaga kaki terhindar dari sinar matahari maupun benturan saat jatuh.

Bentuk celana panjang sebagai kekuasaan
Berkaitan mengenai pemikiran Foulcault tentang kekuasaan, kekuasaan yang di lakukan perempuan di era sekarang adalah bagaimana wanita sekarang menunjukkan kewibawaan mereka. Bukan laki-laki saja yang di anggap wibawa, namun perempuanpun dapat dikatakan wibawa tentunya dengan cara yang berbeda. Wibawa pada laki-laki adalah apabila mereka berbadan tangguh, baik hati, penuh tanggung jawab, sopan, senatiasa menjaga sikap, dan melindungi perempuan. Sedangkan perempuan dikatakan memiliki wibawa apabila mereka mau berubah dan mengerti apa artinya sebuah perubahan. Perubahan seperti apa yang dicari? Tentunya perubahan persepsi dari yang dulunya wanita di anggap lemah, sekarang wanita di anggap sama rata dan sama karsa dengan laki-laki. Hal tersebut dapat mereka tunjukkan dengan penggunakan celana panjang yang lebih sering kita jumpai dari pada mengenakan rok panjang ataupun rok pendek. Menurut Foucault, bukan ukuran subjek (secara substantif) yang menciptakan kekuasaan, namun kekuasaanlah yang mempengaruhi adanya subjek, dan sifatnya tidaklah tetap seperti hasil penemuan (founding subject). Demikian manusia juga akhirnya dipengaruhi oleh kekuasaan, bukan manusia mempengaruhi kekuasaan.
Sebagai makhluk sosial, terkadang perempuan ingin menunjukkan relasi bagaimana ia berinteksi dengan orang lain dengan apa yang dia miliki. Relasi tersebut tergambar dari penggunaan celana panjang. Misalnya jika seseorang bertemu dengan temannya yang mengenakan celana panjang, kemudian teman yang lain datang juga sama halnya mengenakan celana panjang, dia yang memakai celana pendekpun akan berfikir, kenapa tadi sebelum tidak mengenakan celana panjang seperti teman-teman yang lain? Sebetulnya bukan suatu masalah ketika harus mempermasalahkan apa bedanya celana panjang dan celana pendek maupun rok panjang. Namun bagaimana kenyamanan itu ada pada diri seseorang yang mengenakannya. Ketika seseorang itu nyaman, tidak bisa di pungkiri hal tersebut tidak bisa di permasalahkan. Mengenakan celana panjang bukan menjadi persoalan yang rumit. Ketidak berdayaan perempuan melawan kaum yang semena-mena menjadikan apa yang perempuan lakukan sekarang menjadi hal yang sangat menarik. Persoalan penggunakan celana panjang dikalangan perempuan bukan dilihat dari satu sudut pandang saja. Pertama, jenis dan model celana panjang yang di kenakan. Kedua, bagaimana celana panjang di kenakan.

BAB III
PENUTUP

Simpulan
Penggunaan celana panjang dikalangan perempuan adalah suatu bentuk melawan ketidakadilan terhadap kaum perempuan . Ketidakadilan seperti kekerasan seksual, jasmani maupun rohani. Wanita juga memiliki kebebasan untuk mengekspresikan diri mereka, hal tersebut terlihat dari penggunaan celana panjang yang sarat dengan unsur-unsur budaya. Sebagai bentuk relasi dan penerimaan suatu bentuk perubahan sosial dan menuju tatanan kehidupan sosial yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI-Press.
Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sujarwa. 1999. Manusia dan Fenomena Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
https://id.wikipedia.org/wiki/Michel_Foucault
abstractive-sense.blogspot.com/…/uraian-pemikiran-michel-foucault.html
https://sociolovers-ui.blogspot.com/2012/06/strukutralisme-bahasan-dalam-topik-ini.html

Artikel disusun sebagai tugas Ujian Akhir Semester 2 Mata Kuliah Teori Antropologi
Dosen pengampu : Akhriyadisofyan

One thought on “CELANA PANJANG DAN WUJUD KEBEBASAN PEREMPUAN DALAM PENERAPAN POST STRUKTURALISME MICHEL FOUCAULT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: