Teori strukturalisme pada intinya berpendapat bahwa dalam segala keanekaragaman budaya tentu ada sebuah struktur pembentuk yang sifatnya universal, sama dimanapun dan kapanpun. Claude Levi-Strauss sendiri dikenal sebagai Bapak Strukturalisme, karena memang beliaulah yang pertama kali menjelaskannya secara lebih rinci dan detail. Claude Lévi-Strauss merupakan ahli antropologi Prancis yang konsisten menggunakan paradigma struktural dalam pemahaman atas fenomena sosial-budaya yang beraneka ragam.
METODE SEGITIGA KULINER
Levi-straus menguraikan berbagai unsur kebudayaan manusia dengan suatu metode analisa khas yang juga diambilnya dari ilmu linguistik yang disebut dengan metode segitiga kuliner (triangle culinaire). Metode tersebut diterapkan terhadap unsur makanan. Levis-Strauss banyak menaruh perhatian terhadap makanan, karena makanan adalah kebutuhan alamiah pokok dari binatang maupun manusia, makanan juga menjadi unsur kebudayaan dan sumber energi manusia yang sangat dini. Sehingga unsur makanan paling cocok untuk mengilustrasikan perbedaan antara alam dan kebudayaan. Berbagai jenis makanan juga mempunyai arti sosial, arti keagamaan,dan arti simbolik. Menurut dia makanan terbagi menjadi tiga jenis yaitu makanan yang melalui proses pemasakan, fermentasi, dan mentah. Jadi makanan yang bebas dari proses dan kena proses.
Dari golongan tersebut kemudian digolongkan ke dalam dua extreme yaitu makanan yang dimasak dan makanan yang terkena proses fermentasi. Golongan yang satu adalah kebudayaan, sedangkan golongan kedua adalah golongan alam. Golongan makanan mentah itulah keadaan antara yang ditemukan oleh manusia, karena makanan mentah termasuk golongan alam karena tidak kena campur tangan manusia. Namun termasuk golongan kebudayaan juga, karena sumber makanan berupa tumbuh-tumbuhan yang ditanam atau binatang yang dipelihara atau diburu.
ANALISA SISTEM KEKERABATAN
Menurut levis-strauss masyarakat bersahaja dianggapnya sebagai contoh dari masyarakat elementer, dan manusia yang hidup didalamnya tentu berfikir secara elementer artinya berfikir secara bersahaja (la pensee sauvage). Masyarakat bersahaja biasanya didominasi oleh sistem kekerabatan, dan warga-warganya berinteraksi di dalamnya berdasarkan sistem simbolik yang menentukan sikap mereka terhadap paling sedikit tiga kelas kerabat, yaitu kerabat karena hubungan darah, karena hubungan kawin, dank arena hubungan keturunan. Hubungan antara saudara sekandung dan hubungan karena perkawinan ada dua macam yang menurut levi-strauss secara universal selalu bertentangan kebutuhan. Seorang individu biasanya akan bersikap positif dalam hubungannya dengan iparnya. Kehidupan kekerabatan menurut levi-strauss dianggap hubungan positif adalah hubungan berdasarkan sikap bersahabat, mesra, dan cinta-mencintai. Sedangkan yang dianggap hubungan negatif adalah hubungan berdasarkan sikap sungkan, resmi, dan menghormat.
Simbolik mengatur perkawinan antara kelompok kekerabatan
Levi-Strauss mampu mengandalkan analisis struktural kekerabatan dan mitologi. Satu hal yang menarik direnungkan (oleh yang ragu kehumanistisan), sistem oposisi berpasangan dalam kekerabatan seperti “bapa-biyungjaki-nini, gedhana-gedhini” (contoh ini ditranformasikan ke budaya Jawa), akan menyuguhkan komunikasi yang berbeda. Komunikasi ini persoalan kemanusiaan, persoalan parole. Belum lagi ihwal larangan incest (incest-taboo), seperti halnya larangan perkawinan “indogami” dalam masyarakat Jawa cukup menghadirkan kultur tersendiri, seperti “aja nikah karo sedulur misan”, aja nikah karo pring sedulur sedhapur”, dan sejumlah gugon tuhon (larangan) lain yang termuat dalam Primbon.
Pengaturan perkawinan, pranata perkawinan pada dasarnya merupakan tukar-menukar antara kelompok adalah akibat berasal dari konsepsi mengenai pantangan incest, yaitu pantangan menikah antara saudara sekandung. Apabila ada suatu kelompok manusia mulai mencari wanita untuk dijadikan isteri dari kelompok lain, maka kelompok dari mana wanita itu diambil tentu tidak tinggal diam. Mereka akan mempertahanka diri atau memberiakan saja wanita tersebut dengan kelompok lain dengan syarat mereka juga memperoleh wanita dari kelompok lain sebagai gantinya. Alasannya dengan tukar-tukar menukar wanita kedua kelompok dapat bersekutu ke dalam lapangan kebutuhan yang sama, sehingga menjadi kelompok yang lebih besar dan lebih kuat apabila menghadapi kelompok-kelompok lain. Sebaliknya sama kelompok lain juga melakukan tukar-menukar wanita dengan kelompok-kelompok lain agar dapat membentuk persekutuan kekerabatan yang besar, sehingga mampu menghadapi persekutuan-persekutuan kekerabatan yang telah tergabung lebih dahulu.
Adat mencari calon isteri di luar kelompok sendiri atau adat exsogami yang menyebabkan suatu sistem tukar-menukar wanita antara kelomok-kelompok manusia makin lama semakin luas dan kompleks. Teori umum mengenai sistem-sistem kekerabatan berdasarkan konsep tukar-menukar wanita itu dimulai dengan membedakan adanya dua golongan sistem kekerabatan dengan dua kategori struktur yaitu
- Structures Elementaires adalah struktur-struktur elementer dengan aturan-aturan yang tegas, yang mengakibatkan bahwa para warga kelompok kekerabatan yang bersangkutan mengetahui dengan gadis atau wanita mana dan dari kelompok mana, mereka dapat menikah.
- Structures Complexes adalah struktur-struktur komplek, aturan-aturan yang hanya membatasi kelompok kekerabatan sendiri, tetapi tidak mempunyai aturan-aturan yang tegas yang menentukan dengan gadis atau wanita mana diluar kelompok sendiri itu seseorang boleh menikah. Struktur-struktur elementer terjadi karena berbagai peraturan kawin antara saudara sepupu silang (cousin croises), sedangkan struktur-struktur komplek terjadi sebagai akibat dari usaha pria mendapatkan wanita untuk calon isterinya berdasarkan perjanjian mas kawin, pemilihan sendiri, ekonomi, dan sosial-politik.
Ada tiga kemungkinan struktur elementer yang terjadi sebagai akibat dari dua macam cara tukar-menukar wanita yaitu struktur “tukar-menukar terbatas”, Struktur tukar-menukar meluas, yang dapat digolongkan lebih khusus ke dalam struktur tukar-menukar kontinu dan struktur tukar-menukar tak kontinu. Struktur tukar-menukar luas memerlukan adat peraturan lebih ketat, sehingga muncul adat pembatasan perkawinan dengan saudara sepupu silang. Golongan saudara sepupu silang yaitu saudara silang patrilateralnya (anak saudara wanita ayah), dan saudara sepupu silang matrilateralnya (anak saudara pria ibu). Levi-strauss akhirnya menemukan bahwa adat perkawinan dengan saudara sepupu silang matrilateral jauh lebih besar frekuensinya dari adat perkawinan saudara sepupu silang patrilateral.
Azas Klasifikasi Elementer
Levi-Strauss mengatakan bahwa untuk mengetahui kategori-kategori yang secara elementer dipergunakan akal manusia dalam mengklasifikasikan seluruh alam semesta beserta segala isinya, maka dapat dipelajari dari studi tentang totemisme. Menurutnya, arti kata totem (yang secara lengkap berbunyi ototeman dalam bahasa Ojibwa) adalah “dia adalah kerabat pria saya”. Hampir secara universal manusia dalam akal pikirannya merasakan dirinya sebagai kerabat atau berhubungan dengan hal-hal tertentu dalam alam semesta sekelilingnya, atau dengan manusia-manusia tertentu dalam lingkungan sosial-budayanya, sehingga manusia ber-ototeman dengan hal-hal itu. Dalam hubungan itu, manusia mengklasifikasikan lingkungan alam serta sosial budayanya ke dalam kategori-kategori yang elementer.
Suatu hal yang paling pokok dalam pandangan ini adalah membagi alam semesta ke dalam dua golongan berdasarkan ciri-ciri yang saling kontras bertentangan, atau merupakan kebalikannya, yaitu suatu cara yang disebut binary opposition (oposisi berpasangan). Dua golongan ini bersifat mutlak seperti bumi-langit, pria-wanita, bisa pula bersifat relatif seperti kiri-kanan, orang dalam-orang luar. Pada oposisi tipe pertama tiap pihak dalam pasangan saling menempati kedudukan yang tetap dan mutlak. Sedangkan pada oposisi tipe relatif, satu pihak dalam pasangan menempati kedudukan tertentu terhadap pihak lawannya, tetapi bisa juga menempati kedudukan lawannya itu terhadap pihak ketiga. Tipe klasifikasi ke dalam dua golongan beroposisi ini secara universal ada dalam hampir semua kebudayaan di dunia. Konsep elementer dua golongan yang relative telah menimbulkan konsep akan adanya golongan ketiga yang bisa menempati kedua kedudukan dalam kedua pihak dari suatu pasangan binary. Pihak ketiga itu dalam cara berpikir bersahaja dianggap merupakan suatu golongan antara yang memiliki ciri-ciri dari kedua belah pihak, namun tidak tercampur, melainkan saling terpisah dalam keadaan yang berlainan. Contoh dari gagasan rangkaian tiga adalah misalnya; manusia/roh halus/dewa, kerabat darah/kerabat karena nikah/bukan kerabat, hidup/maut/kehidupan akhirat, bumi/gunung/langit, dsb.
Perbedaan besar antara konsepsi levi-strauss dalam cara menganalisa sistem-sistem kekerabatan dan caranya menganalisis mitologi. Dia tidak hanya mencari azas-azas universal dari proses-proses berfikir simbolik yang menyebabkan sistem kekerabatan di dunia hidup dan berjalan. Levi-strauss sama sekali tidak membicarakan sistem-sistem perkawinan saudara sepupu paralel dan sistem-sistem perkawinan yang disebut komplex, yaitu sistem perkawinan seperti antara keluarga-keluarga bangsa-bangsa Eropa dan Amerika yang beragama Kristen, atau diantara keluarga bangsa-bangsa di Afrika, Asia, Oseania, dan Amerika latin yang menyebutkan dirinya terpelajar atau modern. Selain itu, dalam analisisnya mengenai sistem kekerabatan levi-strauss lebih memperhatikan fungsi dari sistem-sistem tukar-menukar wanita untuk menerangkan struktur-strukturnya. Levi-strauss menghubungkan fungsi dari sistem kekerabatan dengan kebutuhan naluri atau kebutuhan psikologi dari mahluk manusia, kemudian dikaitkannya dengan sistem kekerabatan itu masing-masing dengan masyarakat dan dan kebudayaan yang bersangkutan.
Artikel disusun sebagai tugas Mata Kuliah Teori Antropologi
bagus