• Permainan Mendalam : Catatan Tentang Sabung Ayam Di Bali

    hai hai kali ini saya masih akan memposting mengenai salah satu tugas mata kuliah kajian etnografi nih. Mata kuliah tersebut saya tempuh di semester 3 dengan dosen pengampu pak Gunawan. Pada perkuliahan ini mahasiswa diberikan artikel mengenai sabung ayam di Bali kemudian diminta untuk menggolongkan mana yang masuk kedalam etik dan emik.

    1. Peneliti Menjadi Etik
    a. Di awal bulan April 1958, ada seorang antropolog serta istrinya yang datang ke sebuah desa di Bali dengan maksud untuk melakukan studi. (seorang peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan).
    b. Seorang antropolog mengibaratkan dirinya sebagai penyusup-penyusup, orang-orang profesional.
    c. Masyarakat di Bali menganggap peneliti bukan bagian dari kehidupan mereka dan seolah-olah peneliti tidak berada disana.
    d. Etnografer memandang bahwa orang disana bersikap acuh tak acuh terhadap pendatang.
    e. Seorang antropolog dan istrinya ikut lari turun ke jalan utama desa itu, ke arah utara, jauh dari tempat tinggal mereka.
    f. Keesokan harinya, desa itu menjadi sebuah dunia yang sama sekali lain bagi kami.
    g. Peristiwa itu memberi saya semacam pemahaman langsung, pemahaman yang memandang ke dalam dari sebuah segi dari “mentalitas petani” yang biasanya tidak didapat para antropolog dari autoritas-autoritas bersenjata dengan hanya melarikan diri tanpa pikir panjang.

    2. Peneliti Menjadi Emik
    a. Orang-orang Bali atau bagaimanapun sebagian terbesar orang Bali, menghasbiskan sebagian besar waktu untuk kesayangan mereka (ayam jago). Dan di pekarangan rumah dengan pagar-pagar berdinding tinggi tempat orang-orang tinggal, ayam sabungan itu dipelihara di dalam sangkar anyaman.
    b. “Saya keranjingan jago,” tuan tanah saya, seorang afficionado yang sangat biasa dengan standar-standar Bali, biasanya bergumam ketika ia bergerak ke sangkar lain, memandikan yang lain, atau memberi makan yang lain. “Kami semuanya keranjingan jago”. (pendapat informan)
    c. Ayam–sabungan dimandikan dengan persiapan upacara dengan air suam-suam kuku, jamu-jamuan, bunga dan bawang untuk memandikan anak-anak dan kaki-kakinya dipijat, sekaligus ayam-sabungan diperiksa kekurangan-kurangannya.
    d. Tanggapan-tanggapan kolektif terhadap ancaman ilmiah, seperti penyakit, kegagalan panen, letusan gunung berapi, hampir selalu melibatkan sabung ayam. Dan hari suci termasyur di Bali “Hari keheningan” atau “Hari nyepi” , bila setiap orang duduk diam dan tak bergerak sepanjang hari agar dapat menghindari kontak dengan sergapan tiba-tiba dari roh-roh jahat yang dihalau sebentar dari neraka didahului pada hari sebelumnya dengan sabung ayam besar-besaran (legal) dalam hampir di setiap desa di pulau itu.
    e. Kegiatan sabung ayam dilakukan dan diadakan di dalam sebuah ring, yang mana peristiwa tersebut dimulai menjelang tengah hari dan berlangsung selama 3-4 jam hingga matahari terbenam dalam pertandingannya terdapat 9 hingga 10 set.
    ( data dari hasil observasi atau melihat langsung ke lapangan).
    f. Setelah taji dipasang, dua ekor jago ditempatkan oleh orang-orang yang mengurus kedua binatang itu (yang mungkin pemilik jago-jago itu, atau mungkin juga bukan) berhadapan satu sama lain di pusat ring.

    3. Tineliti Menjadi Etik
    a. Tuan rumah kami selama lima menit itu cepat-cepat bergegas membela kami.
    b. Pengetahuan yang sudah maju tentang ayam-ayam jantan dan sabung ayam yang menyertainya, ditulis dalam manuskrip-manuskrip daun palem (lontar;rontal) yang diteruskan dari angkatan ke angkatan sebagai bagian dari tradisi legal dan kultural umum orang desa.
    c. Tetapi disini mereka melukiskan diri mereka sendiri sebagai orang-orang yang liar dan kejam dengan ledekan-ledekan kebengisan naluriah yang maniak. (para tineliti menginterpretasikan dirinya sebagai orang yang liar, kejam bahkan bengis).
    d. Mereka secara sangat bertubi-tubi mengolok-olok kami: “Mengapa anda tidak mengatakan saja bahwa anda hanya menonton dan bukan bertaruh”. “Anda sungguh-sungguh takut akan senapan-senapan kecil itu?”

    4. Timeliti Menjadi Emik
    a. Dari lima puluh tujuh pertandingan dimana saya memiliki data pasti dan handal tentang taruhan pusat, besarnya adalah dari lima belas ringgit sampai lima ratus ringgit, dengan rata-rata delapan puluh lima ringgit dan dengan distribusi yang agaknya merupakan tiga bentuk yaitu, pertarungan kecil, pertarungan-pertarungan menengah, dan pertarungan-pertarungan besar.
    b. Ini sebuah hukuman baja, dan seperti saya tak pernah mendengar bantahan terhadap putusan wasit ( walau tak diragukan kadang-kadang ada beberapa), saya juga belum pernah mendengar sebuah taruhan yang tidak dilunasi, barangkali karena dalam sebuah kerumunan sabung ayam yang panas itu akibat-akibatnya, seperti yang mereka laporkan kadang-kadang tentang penipu-penipu, bisa drastis dan langsung.
    c. Mengikuti sabung ayam dan mengambil bagian di dalamnya, bagi orang Bali adalah semacam pendidikan sentimental. (Peneliti tidak hanya menerima data yang masih mentah berdasarkan apa yang dikatakan oleh para informan namun peneliti juga melakukan observasi langsung ke lapangan agar mendapatkan data yang valid).

    Terima kasih buat kalian yang sudah membaca postingan saya. semoga bermanfaat. see you 🙂

    Categories: Kumpulan Tugas Sosiologi dan Antropologi

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    * Kode Akses Komentar:

    * Tuliskan kode akses komentar diatas: