Jangan kau robohkan istanaku
Ratusan tahun sudah penantian mengabdi didalam raga ini
Ratusan tahun sudah peluh menetes diatas padang pala yang membentang luas
Ratusan tahun sudah jeritan berkumandang diatas gemerlap pesta
Dan ratusan tahun sudah jiwa-jiwa terkapar sia-sia bak butiran nasi yang terbuang
Ah, sudahlah kawanku, hari sudah berganti
Matahari dengan bebas menyinari
Dan tangisanpun seketika lenyap oleh riangnya hati
Kini tidak ada lagi manusia-manusia yang berambut pirang nan tinggi
Kini zaman sudah berganti
Tetapi musuh tetap membayangi diri
Tanah air yang telah terikat, suatu saat akan terlepas secara perlahan
Oleh manusia-manusia yang tak beretika
Oleh manusia-manusia yang egois yang mengaku beragama tapi atheis
Itulah yang akan mengguncangkan semangat kita
Itulah yang disebut sebagai maut bangsa indonesia
Dia hancurkan paham-paham kami
Dia tumpahkan air keruh kedalam sungai-sungai yang jernih
Kemudian dia robohkan istana yang selama ini dibangun oleh darah-darah pejuang
Dengan keras dan bersembunyi dibalik topeng
Menyusup kedalam daun-daun kering yang berjatuhan dijalanan
Semangat keemasanpun menyala demi melawan musuh yang tak kunjung padam
Tak kan kubiarkan kau menyentuh bahkan mengetuk pintu istanaku dengan hati kerasmu
Tak kan ada kata lelah ataupun menyerah bagi kami para prajurit muda
Perjuangan berat memang harus dilakukan untuk melindugi istana