Ramadhan dan Idul Fitri (Momentum Maslahat Ekonomi)

June 23rd, 2017 by Kemal Budi Mulyono Leave a reply »

Fenomena bulan ramadhan dan hari raya lebaran atau Idul Fitri di Negeri ini, terutama tahun ini, sangatlah futuristik, memiliki suatu khaas dimana dari adat, ataupun kebiasaan tersebut, “selalu membawa manfaat tidak hanya dari segi individual tetapi juga kolektif”. Apa maksud dari hal tersebut? . Tentunya hal tersebut dilihat dari segi ekonomi ataupun sosial. Namun pada kali ini penulis hanya mencermati dari segi ekonomi. Dari kebijakan fiskal ekspansif, yang diikuti dengan adanya peningkatan jumlah uang yang beredar, dan inflasi ternyata cenderung mendorong terciptanya relokasi distribusi pendapatan, walaupun tidak ada jaminan menciptakan pemerataan distribusi pendapatan.

Dari sisi konsumsi tentunya mengalami peningkatan. Hal tersebut bermula dari kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai melalui penerapan gaji ke 14, yang sebelumnya tidak ada. Hal tersebut juga diikuti dengan diberikannya tunjangan hari raya bagi instansi atau pekerja swasta. Tetapi nampaknya dari sisi tersebut kebijkan fiskal ekspansif tidak menciptakan terjadinya “bocoran/leakage” tetapi justru menciptakan suntikan (injection)  yang dapat kita lihat munculnya investasi mikro (penjual makanan minuman). Dari sektor tersebut tentunya akan meningkatkan PDB (Pengeluaran Domestik Bruto) untuk kuartal 2 meskipun sifatnya temporer.

Hal tersebut juga didukung oleh penambahan sektor konsumsi dari ZIS (Zakat, Infak dan Sodakoh). Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa pendapatan disposabel itu tidak hanya dikurangi dengan pajak semata, tetapi juga ketiga hal tersebut jadi ketika bulan ramadhan formula pendapatan disposabel cendering menjadi pendapatan nasional perkapita dikurangi dengan ( pajak + zakat + infak + sodaqoh) + dengan transfer payment (THR dan tunjangan lainnya). Sehingga pengelolaan dana ZIS tersebut dialokasikan tidak sebagai pengeluaran pemerintah tetapi juga konsumsi jadi apabila kita buatkan formulasi maka akan menjadi seperti berikut ini :

Pengeluaran Domestik Bruto = {konsumsi awal + MPC (pendapatan nasional perkapita dikurangi dengan ( pajak + zakat + infak + sodaqoh) + dengan transfer payment (THR dan tunjangan lainnya) +  pengeluaran masyarakat (ZIS) } investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor neto.

Sehingga dari pengeluaran masyarakat (konsumsi sosial masyarakat /ZIS) tersebut juga dapat disebut sebagai realokasi distrubusi pendapatan, yang tentunya berdampak pada peningkatan pendapatan nasional. Dimana pengeluaran tersebut lebih bersifat riil / nyata sehingga distribusi ZIS tersebut dapat meningkatkan power purchasing (daya beli) masyarakat terutama golongan menengah kebawah, meskipun hal ini tidak menjangkau masyarakat non muslim. Tetapi karena sebagian besar masyarakat Indonesia beragama muslim, maka realokasi pendapatan tersebut sangat berdampak bagi pertumbuhan ekonomi kuartal 2.

Konsumsi dari aspek yang ketiga adalah silatirahmi dan fenomena rekreasi. Kembalinya dari tanah perantauan tidak dapat dipungkiri mampu meralokasikan pendapatan ke kampung halaman. Hal ini nampaknya efektif dan membawa peningkatan pendapatan masyarakat yang berada dikampung halaman. Karena dalam silaurahmi tersebut kegiatan yang dilakukan dari aspek ekonomi dapat berupa memberikan uang saku untuk (angpau) untuk anak sekitar, atau tetangga (sodakoh), membeli oleh-oleh dari kampung halaman. Serta yang tidak ketinggalan adalah wisata atau rekreasi yang dilakukan ketika pulang kampung (mudik). Dari sektor pariwisata tentunya akan mengalami lonjakan pendapatan yang sangat besar. Karena tidak dapat dipungkiri dengan adanya long weekend (liburan panjang) lebaran, dimanfaatkan untuk pariwisata oleh para pemudik.

Dari aspek jumlah uang yang beredar dalam masyarakat juga meningkat, tetapi ternyata peningkatan tersebut yang menyebabkan inflasi, tetapi justru meralokasikan distribusi pendapatan sehingga juga berdampak bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan dapat mengurangi pengangguran meskipun sifatnya temporer, tetapi fenomena ini mendukung teori yang diungkapkan Philip dalam kurvanya bahwa inflasi memiliki hubungan positif dengan pengangguran. Jadi terjadinya inflasi karena sektor pull demand inflation (inflasi karena adanya tarikan permintaan atau banyaknya permintaan) justru berdampak pada perekonomian masyarakat selama ramadhan dan idul fitri.  Berdasarkan beberapa fenomena ekonomi tersebut tentunya kita sangat bersyukur karena adanya ramadhan dan idul fitri yang tidak hanya secara pribadi, tetapi membawa maslahah bagi umat dan bangsa.

 

 

Advertisement

Leave a Reply

Skip to toolbar