KONTROVERSI AKREDITASI DI DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA

Posted by: Nurhuda Kharisna (5201414010) in Uncategorized Add comments

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan di Indonesia merupakan amanah dari rakyat untuk terus ditingkatkan oleh pemerintah. Baik dari tenaga pendidik, sarana parasarana serta kebutuhan lain sehingga dapat menciptakan lulusan yang dapat berguna bagi masyarakat dalam hal ini dunia kerja. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Namun pada pelaksanaanya ada berbagai macam perbedaan tanggapan mengenai akreditasi didalam dunia pendidikan di Indonesia. Pada dasarnya akreditasi adalah pengakuan terhadap lembaga pendidikan yang diberikan oleh badan yang berwenang setelah dinilai bahwa lembaga itu memenuhi syarat kebakuan atau kriteria tertentu. Secara umum akreditasi diartikan masyarakat akademisi sebagai tolak ukur seberapa baik keadaan suatu sekolah dalam menjalankan kegiatan kependidikan. Namun muncul berbagai tanggapan mengenai diskriminasi atas diterapkanya akreditasi tersebut dimana kurangnya pemretaan pendidikan keseluruh Indonesia menyebabkan kesenjangan pendidikan dimana pendidikan yang perkembanganya bagus dan pesat adalah di pulau jawa sebab pembangunan lebih terpusat di pulau jawa sedangkan di pulau lain disebabkan kurangnya akses untuk menggapai daerah pinggiran Indonesia menyebabkan kualitas pendidikan disana jauh dari kata layak lalu apakah ini merupakan diskriminasi atas akreditasi sekolah yang diterapkan sebab dengan kondisi seperti itu maka daerah pinggiran Indonesia akan terus tertinggal pendidikanya sedangkan pendidikan di pulau jawa akan terus meningkat dan tidak mampu terkejar oleh daerah luar jawa maka itu akan memperlihatkan perbedaan kelas pendidikan antar rakyat Indonesia.
Disamping itu permasalahan lain yang menjadi perhatian adalah dimana di kemudian hari adalah masyarakat akan berbondong bondong mengincar sekolah yang berakreditasi baik saja sedangkan sekolah yang tidak berpredikat dengan akreditasi yang baik akan kesulitan mencari murid. Lalu muncul pertanyaan, bagaimana sebuah sekolah akan memperbaiki mutunya dan mencetak lulusan terbaik jika tidak ada siswa yang mendaftar di sekolah tersebut? Demikianlah masalah yang bisa dan mungkin sudah muncul di dunia pendidikan sekitar kita. Masih banyak permasalahan lain yang muncul dari sistem akreditasi ini seperti pada program SNMPTN dimana ptn akan memperhitungkan akreditasi sekolah yang dapat membantu siswa masuk ke perguruan tinggi yang didaftar. Menurut kabar bahwa nilai 7 di sekolah yang akreditasinya baik akan lebih tinggi dari nilai 9 sekolah dengan akreditasi yang kurang baik. Maka dengan itu dunia kerja ataupun ptn akan lebih memilih siswa yang bernilai 7 dari sekolah yang berakreditasi baik. Disitulah terjadi deskriminasi padahal tidak semua begitu bisa saja siswa dari sekolah yang akreditasinya kurang baik bisa menjadi lebih tinggi disbanding dengan siswa dari sekolah yang berakreditasi baik. Terkadang juga akreditasi dicapai dengan kemajuan kemajuan instant seperti melengkapi fasilitas fasilitas kemudian pembenahan dan lainya. Namun setelah proses visitasi dari tim asesor sudah terlewati suatu instansi tidak menjaga komitmen dari akreditasi yang sudah didapatkan dan masalah lainya yang muncul karena sistem akreditasi.

B. PERMASALAHAN
Dalam kesempatan ini persoalan yang diangkat adalah apakah penerapan sistem akreditasi sekolah ini akan terus diterapkan untuk menjadi tolak ukur suatu sekolah dan lulusanya dalam dunia pendidikan di Indonesia.

C. KERANGKA TEORITIS
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional secara bertahap, terencana dan terukur sesuai amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB XVI Bagian Kedua Pasal 60 tentang Akreditasi, Pemerintah melakukan akreditasi untuk menilai kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah telah menetapkan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dengan Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005. BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Sebagai institusi yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Mendiknas, BAN-S/M bertugas merumuskan kebijakan operasional, melakukan sosialisasi kebijakan dan melaksanakan akreditasi sekolah/madrasah. Dalam melaksanakan akreditasi sekolah/ madrasah, BAN-S/M dibantu oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) yang dibentuk oleh Gubernur, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya Pasal 87 ayat (2).

Ada juga Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1994 dengan tugas melakukan akreditasi terhadap perguruan tinggi. Pada awal pembentukannya BAN-PT telah memutuskan untuk melakukan terlebih dahulu akreditasi program studi, dengan alasan bahwa program studilah yang menentukan mutu hasil pendidikan dan kenyataan bahwa tingkat mutu program studi beragam.
Landasan Hukum Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi
Pengembangan akreditasi institusi perguruan tinggi merujuk kepada:
1. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 60 dan 61).
2. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 47).
3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Pasal 86, 87 dan 88).
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 28 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.

TUJUAN DAN MANFAAT AKREDITASI INSTITUSI PERGURUAN TINGGI
Akreditasi institusi perguruan tinggi adalah proses evaluasi dan penilaian secara komprehensif atas komitmen perguruan tinggi terhadap mutu dan kapasitas penyelenggaraan program tridarma perguruan tinggi, untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan. Evaluasi dan penilaian dalam rangka akreditasi institusi dilakukan oleh tim asesor yang terdiri atas pakar sejawat dan/atau pakar yang memahami hakikat pengelolaan perguruan tinggi. Keputusan mengenai mutu didasarkan pada evaluasi dan penilaian terhadap berbagai bukti yang terkait dengan standar yang ditetapkan dan berdasarkan nalar dan pertimbangan para pakar sejawat. Bukti-bukti yang diperlukan termasuk laporan tertulis yang disiapkan oleh institusi perguruan tinggi yang diakreditasi, diverifikasi dan divalidasi melalui kunjungan atau asesmen lapangan tim asesor ke lokasi perguruan tinggi.
BAN-PT adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengevaluasi dan menilai, serta menetapkan status dan peringkat mutu institusi perguruan tinggi berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan. Dengan demikian, tujuan dan manfaat akreditasi institusi perguruan tinggi adalah sebagai berikut.
1. Memberikan jaminan bahwa institusi perguruan tinggi yang terakreditasi telahmemenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh BAN-PT, sehingga mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat dari penyelenggaraan perguruan tinggi yang tidak memenuhi standar.
2. Mendorong perguruan tinggi untuk terus menerus melakukan perbaikan dan mempertahankan mutu yang tinggi
3. Hasil akreditasi dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam transfer kredit perguruan tinggi, pemberian bantuan dan alokasi dana, serta pengakuan dari badan atau instansi yang lain.
Mutu institusi perguruan tinggi merupakan cerminan dari totalitas keadaan dan karakteristik masukan, proses dan keluaran atau layanan institusi yang diukur berdasarkan sejumlah standar yang ditetapkan oleh BAN-PT.

D. PEMBAHASAN
Akreditasi sekolah dilakukan Badan Akreditasi Nasional (BAN) dan agar lebih efektif dibantu oleh Badan Akreditasi Provinsi (BAP). Secara berkala semua sekolah di semua jenjang harus diakreditasi. Akreditasi dimaksudkan untuk menjamin dan mengendalikan mutu sekolah sesuai dengan 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP), yaitu standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, standar penilaian pendidikan, dan standar kompetensi lulusan.
Namun pada pelaksanaanya terkadang beberapa sekolah melakukan pelobian terhadap tim asesor agar proses pengakreditasian berjalan lancar dan hasilya dapat sesua yang sekolah harapkan. Ini sudah berlangsung seperti budaya dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kegiatan visitasi dari tim asesor dilakukan terkadang sampai beberapa hari tentu sekolah akan menjamu mereka dengan cara yang sebaik mungkin seperti memfasilitasi penginapan kepada tim asesor di hotel berbintang kemudian diajak berkeliling daerah setempat serta makan makanan yang serba mahal. Itu semua ditujukan agar tim asesor dapat memberikan hasil survey yang sesuai yang sekolah harapkan. Terkadang muncul deskriminasi bagi sekolah yang tidak menyediakan fasilitas sebagaimana diatas kemudian sekolah tersebut akan didiskriminasi dengan dipersulit ketika ada sesuatu yang berurusan dengan birokrasi pendidikan. Ini adalah salah satu dari ironi proses dari pengakreditasian suatu sekolah.
Dengan itu budaya lobi-melobi dengan cara yang demikian menjadi suatu budaya dalam dunia pendidikan di Indonesia. Praktiknya akreditasi merupakan satu alat tolak ukur untuk menunjukan hasil prestasi dari suatu sekolah. Namun dalam pelaksanaanya memang perlu banyak perbaikan untuk mencapai tujuan dan untuk mempertahankan kualitas sesuai predikat akreditasi yang didapat. Disekolah juga perlu perhatian khusus untuk meningkatkan kwalitas sekolah tersebut shingga dalam meningngkatkan akreditasi sekolah harus brusaha mendapatkan perhatian dari pemerintah dengan cara meningkatkan kuawalitas peserta didik dalam prestasi, sehingga sekolah itu mendpatkan peminat untuk bersaing dengan sekolah lain.
Akreditasi mempengaruhi daya tarik sekolah tersebut. Akreditasi hanya digunakan untuk meningkatkan daya tarik sekolah di mata masyarakat namun pada kenyataanya kualitas didalam sekolah tersebut tidak dijaga sesuai predikat akreditasi yang didapat. Sehingga sekolah hanya focus dalam mengejar predikat akrditasi tersebut tanpa memperdulikan kondisi yang memang harus mulai ditingkatkan yaitu sumber daya manusia itu sendiri yang mana sumber daya manusia itu sendiri adalah para siswa di sekolah tersebut. Padahal tujuan sebenarnya dari suatu sekolah yaitu untuk meningkatkan kualitas siswa itu sendiri. Untuk bersaing dengan dunia luar, maka apabila dengan penerapan yang demikian tidak akan membantu siswa untuk bisa bersaing atau. Bisa digunakan oleh masyarakat dalam hal ini DU/DI. Itu terjadi dikarenakan sekolah hanya mengejar reputasi dari sekolah tersebut, namun bukan karena keegoisan sekolah tetapi sekolah tersebut sedang menaikan nama baik sekolah agar sekolah tersebut memiliki reputasi yang tinggi sehingga sekolah dapat menarik minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebu
Penyimpangan penyimpangan dalam proses pelaksanaan pengakreditasian suatu sekolah disebabkan karena budaya gratifikasi masih tinggi di dunia pendidikan Indonesia. Oleh karena itu mau tidak mau sekolah akan mengikuti budaya tersebut untuk mencapai target yang mereka tetapkan. Sebab kalau tidak kemungkinan diskriminasi biasanya akan dilakukan oleh birokrasi ketika sekolah yang bersangkutan tidak mengikuti budaya tersebut. Maka disinilah titik yang menyebabkan banyak tanggapan atas pelaksanaan pengakreditasian sekolah. Apabila kebiasaan tidak baik yang ini diteruskan maka kualitas dari sekolah hanyalah sebuah predikat yang diberikan suatu badan akreditasi namun bukanlah sebuah refleksi dari kualitas dari sebuah sekolah.
Terlepas dari tidak baiknya proses pengakreditasian suatu sekolah, akreditasi menciptakan diskriminasi dari suatu sekolah atas sekolah yang lain. Misalnya akreditasi sekolah kota dan sekolah desa terjadi kesenjangan antara kota yang dekat pusat pemerintah dengan sekolah yang jauh dari sentuhan pemerintah apalagi dari pedalaman. Dengan keaadaan yang demikianlah yang dirasa proses akreditasi masih perlu banyak pertimbangan atau perlu tinjauan ulang pelaksanaan proses pengakreditasian yang masih berjalan sampai sekarang. Misal dalam keadaan suatu sekolah yang belum memiliki akreditasi yang belum baik maka minat akan berkurang pada sekolah tersebut sehingga peluangnya untuk meningkatkan kualitas sekolahnya dengan proses yang baik akan berkurang sebab para calon siswa akan memilih sekolah yang akreditasinya sudah baik saja. Sehingga kesenjangan yang terjadi disini adalah sekolah yang sudah baik akreditasinya sudah baik akan semakin baik dan sekolah yang belum baik akan semakin sulit untuk menjadi sekolah yang lebih baik lagi. Kemudian permasalahan yang mungkin muncul kembali adalah masih kurang maksimalnya upaya pemerataan pendidikan di Indonesia yang masih terpusat di pulau jawa akan menyebabkan kesenjangan pendidikan sehingga masih jauh kesempatan daerah lluar jawa untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti yang sudah berjalan di daerah jawa.

E. SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Akreditasi adalah suatu tolak ukur untuk menunjukan hasil pencapaian dari suatu sekolah. Semakin baik akreditasi suatu sekolah akan semakin baik pula predikat akreditasi yang didapat. Akreditasi memunculkan berbagai tanggapan dimana ada yang mendukung proses pengakreditasian suatu sekolah ada juga yang menganggap akreditasi tidaklah baik sebab memunculkan diskriminasi atas suatu sekolah. Misal saja dalam proses penerimaan SNMPTN yang sekolah swasta dan sekolah negeri yang akreditasinya lebih bagus dari sekolah swasta tetapi PTN tetap melakukan penerimaan mahasiswa baru dari sekolah negeri. Apabila dikaitkan dengan kualitas sesungguhnya tidak semua sekolah swasta memiliki kualitas yang kurang baik.
Pada pelaksanaan praktik dilapangan banyak cara-cara yang kurang baik dalam melancarkan proses pengakreditasian suatu sekolah dikarenakan banyak faktor sehingga ada sekolah yang akreditasinya sudah baik namun kualitas dilapangan tidak sesuai. Ini dikarenakan apabila menginginkan akreditasi yang baik maka mengharuskan sekolah untuk melakukan gratifikasi dalam prosesnya atau dengan cara menyajikan kualitas sekolah yang memang benar benar layak untuk mendapatkan hasil akreditasi yang baik. Namun dengan tuntutan demikan maka tidak semua sekolah mampu untuk menyajikan kualitas yang baik sebab kurangnya sarana prasarana kemudian tenaga pendidik dan kependidikan yang minim yang membuat mereka tidak mampu. Terlebih lagi pemerintah yang belum mampu meratakan pendidikan keseluruh pelosok Indonesia sehingga ini akan menyebabkan kesenjangan antar daerah dimana suatu daerah yang pembangunannya cepat akan memiliki pendidikan yang lebih baik ketimbang daerah yang pembangunanya lambat.

SARAN
Setelah mempelajari dan mengamati dari proses berjalanya pengakreditasian sekolah di dunia pendidikan di Indonesia yang menunjukan berbagai tanggapan mengenai akreditasi sekolah tersebut. Kami menanggapi bahwa akrediitasi boleh menjadi tolak ukur dalam menunjukan suatu sekolah sudah baik atau belum tetapi jangan digunakan sebagai salah satu syarat untuk memutuskan seorang siswa dapat digunakan di masyarakat dalam hal ini DU/DI atau PTN. Namun syarat diterima atau tidaknya seorang siswa dalam proses seleksi apapun ditentukan dari setiap individu dan tidak ada campur tangan faktor lain sehingga siswa yang diterima merupakan siswa yang lolos uji baik dari sekolah manapun itu sehingga tidak memunculkan diskriminasi dan apabila ingin melakukan proses pengakreditasian suatu sekolah sebelumnya pendidikan haruslah diupayakan merata sehingga tidak menimbulkan kesenjangan.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, 2011. Buku I Naskah Akademik Jakarta
Taroepratjeka, Harsono. 1997. Kebijakan pengembangan sumber daya manusia di Perguruan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia. Jakarta.
C.E.Beeby, 1982. Pendidikan di Indonesia Penilaian dan Pedoman Perencanaan, Jakarta : Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Perencanaan Ekonomi dan Sosial
Atmodiwirio, Soebagio. 2000. Manajemen Pendidikan. Jakarta : Ardadizya sJaya.

One Response to “KONTROVERSI AKREDITASI DI DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA”

  1. Nurhuda Kharisna (5201414010) Says:

    :matabelo

Leave a Reply

Skip to toolbar