Masyarakat Dukung BPK Mengawal Harta Negara

Badan Pemeriksa Keuangan menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006, merupakan lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (BPK RI). Hal ini menunjukan bahwa keberadaan lembaga BPK sangatlah penting. Karena tersalurnya uang negara untuk kesejahtraan rakyat bergantung pada BPK. Oleh karena itu, tugas lembaga ini dapat dikatakan berat, apalagi dengan semakin maraknya kasus-kasus korupsi yang melibatkan para pemegang tampuk kekuasaan negara. Korupsi itu sendiri merupakan salah satu beban berat bagi BPK. Selama periode 2017 tercatat sebanyak Rp 226 kasus korupsi di Indonesia yang menelan harta negara sebesar 1,83 triliyun dan nilai suap Rp 118, 1 miliar (Detiknews.com:2017). Mengacu pada kasus tersebut, BPK butuh dukungan dari berbagai pihak dalam menjalankan tugasnya mengawal harta negara.

Dukungan tersebut tidak hanya dibutuhkan dari pihak BPK, lembaga pemerintah , atau pihak swasta saja, melainkan dari pihak masyarakat secara umum pun sangat diperlukan. Sebagaimana anggota BPK Ri  Bahrullah Akbar mengatakan “Masyarakat bisa menjadi alat kontrol penyelenggara negara dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya”. Lantas bagimana bentuk konstribusi masyarakat dalam mengontrol pelaksanaan tugas dan kewenangan BPK tersebut?

Pertama, masyarakat harus mengetahui terlebih dahulu apa itu BPK, dan apa saja tugas dari BPK. Dapat dikatakan proses pengenalan ini disebut taarufan dengan BPK. Masyarakat harus mengenal BPK terlebih dahulu,  setelah mengenal, niscaya akan muncul perasaan sayang di hati masyarakat terhadap lembaga BPK. Lagipula ada pepatah yang mengatakan “tak kenal maka tak sayang.” Tahap mengenal BPK ini merupakan tahap krusial yang perlu ditempuh masyarakat sebelum menempuh kontribusi lanjutan. Apabila masyarakat sudah benar-benar paham mengenai lembaga BPK ini, maka dapat dipastikan masyarakat akan lebih giat dan optimis membantu program-programnya. Lantas bagaimana cara mengenal BPK? Sekarang ini zamannya teknologi modern begitu mudah diakses. Khususnya teknologi internet. Melalui internet, masyarakat dapat mengakses segala informasi tentang BPK. baca selanjutnya

Jangan Ganggu Slamet

Ibu kami sangat cantik, selalu terlihat seperti gadis. wajahnya memancarkan kedamaian, kesejukan, dan keanggunan. Dan yang terpenting ibu kami adalah segalanya, karena beliaulah yang tak pernah letih menyusui anak-anaknya, hingga anak-anaknya bisa hidup, sehat-sehat, tak kurang gizi. Oleh karena kecantikan dan kebaikannyalah banyak orang terpikat pada ibu. bahkan saat ini, ada tuan-tuan berdasi yang sangat tergila-gila pada ibu. Namun sayang, Tuan-tuan itu terkenal bengis dan kejam. Kami tak rela ibu direbut oleh mereka.

Karena perihal tuan-tuan bengis itulah, setiap hari hati kami digumuli rasa khawatir. Apalagi mendengar berita, Ibu

kami “Slamet”, akan ditelanjangi, diperkosa, lalu payudaranya akan dipotong. Jika payudara ibu telah dipotong. Kami akan menyusu pada siapa? Kami akan minum apa? minum listrik?. Kentang, jagung, kol, wortel, buncis, padi, dan lain sebagainya yang telah kami tanam, mau diairi apa ketika musim kemarau tiba? listrik?

Saya heran. Kenapa orang-orang pintar seperti tuan-tuan tadi melakukan hal sebejat itu. Apa mereka tak pernah berpikir, bahwa aksi bejatnya telah menyakiti ibu-ibu rakyat, dan telah menciptakan generasi piatu yang hidupnya penuh dengan kesengsaraan.

(Saya sepakat dengan pandangan hidup orang samin (sedulur sikep) yang pada intinya mengatakan bahwa “Hidup itu tidak perlu menjadi ”pintar”, jika pintarnya digunakan untuk membodohi orang lain”)

Catatan Si Pencari Kerja

Pencari kerja sejatinya adalah pencari tempat persembunyian uang. Namun mereka justru harus mengeluarkan uang. Contohnya pada saat pendaftaran dan pengumpulan surat lamaran pekerjaan, mereka harus mengeluarkan biaya terlebih dahulu. Baik untuk ongkos transport maupun biaya pendaftaran itu sendiri. Di sana, mereka juga harus berdesakan, kepanasan, tentunya mereka lelah, butuh makan dan minum. Setelah mengantar surat lamaran, bukan berarti urusannya sudah selesai dan langsung bekerja. Mereka harus menunggu cukup lama untuk mengetahui pengumuman apakah diterima atau ditolak.
Nah, ketika pengumuman, ternyata banyak dari mereka yang ditolak. Siapa yang tidak kecewa, sudah buang duit tapi tidak diterima.
Kebanyakan yang diterima karena bantuan dari orang dalam. Hal ini menunjukan bahwa org yg tdk diterima kerja bukan melulu karena kurang memiliki ketrampilan. Akan tetapi lebih karena adanya permainan “orang dalam” menyerupai kolusi & nepotisme. Kata penyair, Dua sejoli (korupsi & nepotisme) itu sepertinya sudah menyerupai jamur di musim semi, dimanaana tumbuh banyak sekali. Tidak hanya di lini pemerintahan, di masyarakat biasa pun ada. Mengapa? Karena sepertinya keduanya merupakan hal yang mustahil ditepiskan dari kepala-kepala penghuni negeri ini. Namun tidak bisa bisa dipungkiri. masih banyak faktor yang menyulitkan seseorang memperoleh pekerjaan. Bukan hanya disebabkan karena kolusi dan nepotisme saja. Tapi juga faktor  urbanisasi, pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk, perkembangan teknologi, dan pendidikan. 

Melihat fenomena tersebut di atas. Pasti penguasa bisa melihat. Rakyatnya masih banyak yang kesulitan karena belum memiliki pekerjaan. Lantas, apakah para penguasa berencana menambah kesulitan lagi dengan merampas rumah-rumah rakyat?

Sudah ada ribuan rakyat yang mati. Jadi Jangan mematikan rakyat yang masih hidup. Jangan buat negeri ini dipenuhi orang mati ya?
#save_para_pencari_kerja
#save_slamet