Nilai Kearifan Lokal Sebagai Pedoman PemudaTuk Hadapi Manufer Tahun Politik

Nilai Kearifan Lokal Sebagai Pedoman PemudaTuk Hadapi Manufer Tahun Politik

Tahun politik akan segera dimulai pada tahun 2018. Berbagai manufer di media maupun di masyarakat pun akan segera digencarkan guna mendulang dukungan dan mengunggulkan jagoan yang diusung. Apalagi, sebelum melenggang ke pemilu pimpinan nasional dilaksanakan pada tahun 2019, kita akan menghadapi pilkada serentak pada 27 Juni 2018 terlebih dulu. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU RI) akan dilaksanakan di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Seperti dilansir kompas.com Wakil Ketua DPR Fadli Hamzah juga memprediksi tahun 2018 akan menjadi tahun politik yang panas. “Tahun 2018 besok, ada banyak orang yang turun ke gelangang melakukan kritik kepada pemerintah. Mungkin kemarin tiga tahun libur, karena sibuk atau menahan diri,” Minggu, (31/12/2017).
Berkaca dari situasi politik tahun sebelumnya, seperti di DKI Jakarta. Tentu situasi politik panas, akan mudah dimanfaatkan oleh pihak berkepentingan yang ingin jadi pemain dan ikut ambil bagian untuk sebuah kedudukan. Saling lempar ujaran kebencian, hoax, saling menjatuhkan lawan hingga bukan tidak mungkin memicu adanya sebuah tindakan deskriminasi, kekerasan, dan intoleransi. Agus dalam Deradikalisasi Nusantara (2015:118) juga menyatakan, pada saat yang bersamaan, aksi-aksi kekerasan dalam bentuk intimidasi, penyebaran kebencian, bahkan kekerasan fisik oleh kelompok-kelompok tertentu pun dilancarkan kepada mereka yang dianggap berbeda pandangan, budaya dan agama.
Sikap fanatik atau sikap keraslah yang nantinya akan lahir, hal ini tentu akan berbahaya. Karena, menurut Edwi dalam Menjadi Pribadi Religius Dan Humanis (2013:43), bahwa sikap fanatik bisa berujung pada sikap mendepak orang di luar keyakinan maupun agamannya sendiri yang tidak berada dipihaknya. Tidak memperdulikan itu saudara sendiri, kerabat, ataupun sebangsa setanah air hanya karena sebuah tujuan kedudukan mereka pun akhirnya melupakannya. Bahkan, hal terbesar yang disadari atau tidak kondisi itu juga, justru semakin memperlebarkan peluang propaganda kelompok radikalisme dan terorisme, baik di masyarakat ataupun dunia siber, untuk mengambil peran dan semakin memperkeruh persatuan bangsa Indonesia.
Melihat kondisi yang akan kita hadapi saat ini, apakah kita hanya akan menyimak atau malah terkoyak dalam situasi? Tentu Tidak! Kita sebagai generasi pembaharuan penerus bangsa tidak boleh lagi diam apalagi sampai terombang-ambing dalam situasi. Karena perlu kita sadari, semua tindakan itu bukanlah cerminan kepribadian dari bangsa Indonesian untuk mencapai sesuatu apalagi menggapai kemenangan. Saatnya kita generasi milenial yang tanggap, bangkit dengan meneguhkan kekuatan sejati yang dimiliki Indonesia untuk melawan dan mencegah tindakan intoleransi dan propaganda dari bola-bola panas yang akan segera digulirkan. Lalu, apa kekuatan sejati itu?
Jawabannya adalah, nilai-nilai luhur kearifan lokal bangsa. Kearifan yang sudah tersebar diseluruh penjuru negeri Indonesia, dari Sabang samapai Merouke. Kearifan nilai yang mencerminkan keragaman dari latar belakang masing-masing ia berasal. Menghargai perbedaan budaya, agama, ras, suku, dan pendapat sesama. Hal tersebut adalah gambaran real insan negeriku yang menjunjung Pancasila dan Bhinneka.
Ketika guliran bola panas pada situasi politik akan dilepaskan, melalui isu di masyarakat dan media sosial. Maka kita harus berusaha mengkounter dan mengimbangi setiap cuitan negatif yang dilontarkan dengan cuitan positif yang lebih membangun. Mengajak kawan sebaya untuk tidak terpancing dan memperkeruh arus, apalagi mempercayai berita-berita yang tak sepenuhnya benar (hoax).
Bahkan kita bisa membagikan ketelaan nilai yang dapat dicontoh dari kearifan lokal masing-masing daerah. Apabila berasal dari Jawa bisa membagikan makna keteladanan dari sebuah lagu tradisional “Gundul-Gundul Pacul’lagu yang ditulis Sunan Kalijaga pada 1400-an, yang juga merupakan salah satu kearifan lokal bangsa kepada para calon pemimpin dan teman jejaring. Tentu, lagu ini berkaitan dengan situasi pemilihan kepemimpinan saat ini, seperti tersirat dalam setiap larinya.Yakni, Gundul-gundul pacul gembelengan, Nyungi-nyungi wakul gembelengan, Wakul ngglimpang, segane dadi sak latar. Menyiratkan bahwa kepala tanpa rambut berarti kehormatan tanpa mahkota. Menjadi seorang pemimpin itu harus dapat memfungsikankan sesuai kegunaanya. Layaknya mata untuk melihat kesulitan rakyat atau masyarakat. Telinga digunakan untuk mendengar nasihat. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan. Mulut digunakan untuk berkata tentang kebenaran dan keadilan. Kekuasaan bukanlah segalanya, amanah adalah jantungnya apabila tidak bisa melaksanakan maka akan sia-sia.
Tentu akan sangat bukan, setidaknya sebagai pengingat dan pelajran mana memilih pemimpin yang tepat. Itulah mengapa, meneladani nilai kearifan lokal sangat penting karena nilai dapat memberikan arahan kepada individu atau masyarakat untuk berperilaku. Nilai sebagai kontrol sosial yang berfungsi untuk memberikan batasan-batasan kepada manusia untuk bertingkah laku. Nilai sebagai pelindung sosial yang memberikan perlindungan dan memberikan rasa aman kepada manusia.
Apabila kita tetap memegang teguh kembali nilai-nilai luhur dari kerifan lokal negeri ini, niscaya segala perbuatan antoleran tidak akan terjadi. Kita bersama akan bahu membahu menjaga ketentraman, perdamaian.dan bijak menghadapi segala situasi, perebutan kekuasaan politik sekalipun.
Para pelaku dalam dunia politik harusnya kembali berkaca pada nilai-nilai kearifan lokal. Jangan saling menjatuhkan hanya untuk politik musiman, bahkan dampak yang paling dikhawatirkan adalah membekas sakit yang menimbulakan perpecahan persatuan bangsa. Begitupun kita para pemuda, tetap pegang nilai luhur dan jangan sampai terjerembak dalam ombang-ambing kepentingan para calon penguasa. (R.T.J)
Raundoh Tul Jannah
Daftar Pustaka :
Agus, SB. 2015. Deradikali Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan Radikalisme dan Terorisme. Jakarta: Daulat Press.
Edwi, G. dkk. 2013. Menjadi Pribadi Religius Dan Humanis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

#semarangdamai #damaiituindonesia #tugumudadutadamai #nilaikearifanlokal #budayajawa #politik #luberjurdil #tag

Cerita Pendek “JIKA AKU PULANG”

JIKA AKU PULANG 

Gumpalan mega di sudut mataku baru saja ku hapus.
“Jess, kemarilahh!!” Suara Ibu membangkitkan lamunanku, panggilan itu membuatku harus segera bergegas menghampirinya yang tengah duduk di ruang tamu.
“Ada apa Bu?” Tanyaku. “Ayo, segera rapikan bajumu karna nanti sore Ibu akan mengajakmu pulang ke rumah.” Jawab Ibu. “Baiklah” sahutku lirih.
“Hai, mengapa matamu terlihat merah” timpalnya, sambil memegang mata kiriku. “Ah, tidak apa-apa Bu, tadi aku hanya kelilipan saja, aku akan segera bereskan bajuku.” Aku langsung masuk kamar dan merapikan baju. Memang melelahahkan, tapi mau bagaimana lagi, perjalananku semalam dari Semarang terlalu larut. Hingga membuat Ibu dan Adikku harus menjemputku di halte kota, dan kami memutuskan pulang ke rumah kakak yang jaraknya tidak jauh dari halte. Lagi pula rumahnya jarang ditempati karena ia sibuk bekerja di luar kota.
Tak perlu waktu lama untuk membereskan bajuku, cukup 5 menit saja. “Ibu, aku sudah selesai membereskan baju. Oh ya kemungkinan besok sore aku sudah kembali ke Semarang karena masih banyak kegiatan diminggu ini.”
“Mengapa cepat sekali nak? Apa kau tidak menunggu beberapa hari lagi, Ibu masih rindu denganmu, sayang.” Jawabnya.
“Tapi Bu, Aku memiliki kesibukan organisasi yang tak bisa ku tinggalkan, sebentar lagi ada acara besar jadi panitia harus matang mempersiapkannya. Tenanglah Bu, bulan depan aku pasti pulang.” Jelasku dengan tersenyum dan merangkul pundak Ibuku, menenangkan. Menahan agar air di mataku tak keluar lagi.
“Baiklah Jessy, Ibu akan tunggu dan semoga acaramu lancar, ya sayang.” Jawabnya sambil mengelus-elus kepalaku.
***
Waktu telah menunjukan pukul 15.11 WIB, aku segera memakai sepatu dan menyetarter motor beat hitam kesayanganku yang terparkir di depan rumah. “Brummm….Brummmm…..” mendengar suara motor ku nyalakan, Ibu bergegas mematikan listrik dan mengunci pintu. “Ready, Mom? Tanyaku.
Ya, ree..ready sayang,,,.” Jawabnya terbata-bata dan membuat kami tertawa.
Kurang dari satu jam kami tela sampai di depan rumah, segera kuangkat ransel dan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu terlihat Ayah yang sudah pulang kerja, dan duduk menonton berita. “Assalamualikumm,,,” salamku.
“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatu” jawab Ayah dengan salam lengkap. “Jessy, kamu sudah pulang, sayang? Bagaimana kabarmu Jes, kenapa 2 bulan kamu tak pulang, kakek menanyakanmu, Ndhuk (panggilan Jawa).” Tuturnya menambahi.
“Iya, Ayah maafkan Jessy karena di semester ini jarang pulang. Jessy terlalu disibukan dengan berbagai macam kegiatan organisasi dan tugas hingga tidak memiliki kesempatan untuk pulang. Ohh, iya, besok siang saja sebelum pulang aku akan ke rumah kakek sebentar .” Paparku.
“Ya Allah, Jes kamu baru saja pulang besok sudah kembali lagi? Apa kamu tidak kelelahan di perjalanan, Ayah sangat rindu denganmu, sini!” Pintanya dan memelukku.
Aku tersenyum. “Maafkan aku Ayah, kali ini ada acara besar di kampus jadi Jessy harus pulang. Jessy juga sangat merindukan Ayahku tersayang.” Godaku.
Entah apa yang terjadi, saat ini aku sibuk dengan duniaku sendiri. Entah dengan organisasi di Jurusanku maupun dengan kegiatan lainnya. Ohhh Tuhan, betapa aku menjadi Miss Bussy Universe kali ini, Jhehehe,,,,. Dan parahnya, kali ini pekerjaanku di rumah hanya tidur, nonton TV, sholat dan tidur lagi. Ya Tuhan manusia macam apakah aku ini? Dasar pemalas akut. ***
Keesokan harinya, aku bangun dan pergi lari-lari kecil di sekitar rumahku. “Huftt betapa segarnya udara minggu pagi ini, ternyata sudah lama aku tak menikmati indahnya pagi di desaku ini. Terakhir kapan aku berolahraga dan bermain air sungai depan rumah saja, aku sudah lupa, menyebalkan!” Gumamku dalam hati.
Dari kejauhan ku lihat di ujung jalan ada seorang perempuan berjilbab berjalan dan melihat kesana kemari, sepertinya tengah mencari seseorang. Setelah ku perhatikan, perempuan itu ternyata adalah Ibu. Lalu ku hampiri. “Ada apa Bu? Sedang apa di sini?” Tanyaku sambil menggandeng tangannya.
“Kamu ini lho, dicari-cari ko ternyata di sini, ayo pulang Ibu sudah masakan makanan kesukaanmu, sambel kerig tempe.” Tuturnya. “Sungguh?? Yeeeeah!!! Yeaaahhh!!!! Jawabku kegirangan karena sudah rindu sekali dengan masakannya.
Kali ini tidah hanya sambal kering tempe, tapi juga susu putih kesukaanku yang terhidang. Mungkin memang aku sudah asing dengan ini semua, karena betapa lamanya ku tak pulang ke rumah. Saat di kospun tidak ada yang memperhatikanku sedetail ini. Apalagi menyiapkan makan bersama, seperti ini. “Hemmm….”
“Ibu, Aku sudah selesai makan, dan kebetulan tadi pagi temanku mengirimkan pesan, bahwa nanti pukul 4 sore aku harus sudah sampai di sana untuk rapat koordinasi. Jadi Aku akan ke rumah kakek setelah dzuhur, Ya. Sudah lama Aku tak pernah bercerita dan bermanja padanya, Jhehehe….” Pintaku.
“Lho, mengapa secepat itu, semalam kamu cerita klo pulang sore, kenapa sekarang sore harus sampai Semarang? Berangkat nanti sorelah atau besok saja. Rindu Ibu dan Ayah belum terobati, nak.” Rayunya. “Ibu, tenanglah, awal bulan depan aku pasti pulang, lagi pula masih ada adik di rumah, jadi tenanglah.” Jawabku.
***
Langsungku ambil ponsel, dan mencari nomor Kakekku. “Aaa, ini dia nomornya”, tanpa pikir panjang langsung ku tekan tombol calling. Terdengar suara i-Ring dari ponsel kakek yang khas dan belum pernah tergantika, “Hancur-hancur hatiku sakit hati karna mu sungguh tak bissa Aku…..” “Hallo,,Assalamualikum.” Suara yang tak asing dan selalu ku rindukan, namun sudah lama tak ku dengar, akhirnya muncul lagi. “Hallo, Kakek.” Jawabku dengan centil dan manja. “Kakek, nanti setelah dzuhur pas, Aku sudah di rumahmu ya, tidak pergi kemana-manakan? Jessy rindu sekali.” Timpalku lagi.
“Tidak pergi kemana-mana, kakek di rumah dan selalu menunggumu pulang, kakek kira kamu sudah lupa dengan ku, karena sekarang sudah banyak teman dan kegiatan. Kamu sudah 2 bulan lebih tak pulang, membuat kakek rindu dengan manja dan cerewetnya cucuku yang paling cantik, Heheee, hehee….” Tuturnya dengan tawa lepas, canda yang telah lama tak ku dengar. “Baiklah, nanti aku akan segera kesana, tunggu aku, Okee Kek? Kalau begitu aku tutup dulu telponnya, Assalamualaikum.”
Tuuuttt…tuuuttt…tuuuutttt…. Suara sambungan telepon terputus.
Tak lama kemudian ponselku berbunyi, dan ada 1 pesan dari temanku yang membuatku sediki kesal. Karena aku diberikan tugas merekap data dan segera mengirimkannya. Ini akan membuatku terlambat ke rumah kakek, tapi harus bagaimana lagi. ***
Ternyata benar dugaanku, jam menunjukan 12.30 baru selesai, dan ini artinya sudah dzuhur. Tentunya kakek sudah menunggu. Tanpa pikir panjang, langsung ku raih kunci motor dan bergegas ke rumah kakek yang jarak tempuhnya kira-kira 30 menitan dari rumahku. Tapi sudah bisa ku pastikan nanti aku hanya berpamitan saja, dan tak bisa bercerita panjang kali lebar kali tinggi seperti biasanya saat aku pulang.
Ternyata benar, Kakek sudah menungguiku di depan rumah, dengan peci putih di kepala dan sarung yang ia pegangi sampingnya, dan melihat ke arah darimana datangku. “Jessy, putene wedok sing ayu dhewe (cucu perempuannya yang cantik sendiri), eleh,,,elehhh,,,” merangkulku dan mencubit hidungku lalu membawaku pergi duduk di kursi hijau ukiran dari Jepara, tempat favorit kami mengobrol.
“Kek, maaf sebelumnya Jessy, ini hanya pamit tidak bisa berlama-lama karena sore nanti aku harus segera tiba di kampus ada urusan penting. Jessy janji bulan depan akan pulang kerena banyak tanggal merah, tenang saja,,nanti akan Jessy ceritakan apapun yang kualami disana. Tapi tidak sekarang, ini juga Jessy agak pusing kepalanya, Kek.” Jelasku. “Oh, jika begitu ambillah ini, permen masuk angin dan manisan untuk kamu di bis. Ya sudah pulanglah, Aku akan merindukanmu, Ndhuk, hati-hati jaga dirimu, kesehatanmu baik-baik dan jangan ceroboh.” Jawabnya.
Seketika itu aku berdiri, dan berpamitan. Tiba-tiba, Kakek meraih tanganku dan membuatku menoleh. Kakek mencium pipi kanan dan kiriku,”Hati-hati ya, selalu ingat Allah, dan semoga kau tak lupa denganku.” Tambahnya dengan mata yang terlihat berkaca-kaca. Aku mengangguk menahan air mata, karena tidak biasanya beliau menciumku seperti tadi dan pesannya membuatku merasa bersalah. Sebegitu lupakah aku akan rumah. “Ah, mungkin karena sangking rindunya”, gumamku dalam hati. Ku starter motor dan pergi menghilang dari pandangannya sore itu.
***
Tiga minggu kemudian, tepatnya Selasa pagi aku mendapat kabar dari Bulek, bahwa Kakek masuk Rumah Sakit. Betapa kaget dan sedihnya diriku, hingga tak mampu berkata apapun. Aku diminta ulang ke rumah, namun aku menolak karena paginya aku ada ujian dan setiap hari Rabu ada saja acara yang membuatku tidak masuk kelas. “Maaf Bulek, tapi besok Jessy masih ada kuliah dan ujian, jadi besok saja ya aku pulang, semoga Kakek lekas sembuh.” Jawabku. “Iya sudahlah, tapi setelah itu pulanglah, Jes Ibu dan Kakek menunggumu.” Sahut Beliau. “Baiklah, sampaikan salam, sayangku kepada Kakek, tenang aku akan pulang.”
Malam harinya, aku mengajar les privat, namun perasaanku sudah tidak karuan. Entah apa yang terjadi, dan bagaimana kabar kesehatan Kakek, aku belum sempat menanyakan karena padatnya perkuliahan hari ini dan ku pikir tak terlalu parah.
“Tut,,,tulit,,,tutt…tulit HP-ku berbunyi ada telepon rupanya. “Halo, iya Bulek..” aku mendengar suara orang menangis. “Bulek ada apa? Tolong jawab Aku.” Tanyaku panik. “Kakek meninggal, dan sehari sempat koma, segeralah pulang!” Jawabnya.
“Baik,” jawabku tanpa bisa menahan air di bendungan mataku. Aku segera pamit, kustater motor menuju kos dengan berlinangan air mata. Aku bingung bagaimana caraku pulang, hari sudah larut malam dan hingga tak bisa memejamkan mataku.
Namun fatal, itu membuatku bagun kesiangan. Tanpa berpikir lama lagi, ku bangunkan teman sekamarku dan dengan kecepatan tinggi ia lajuka motor menuju Pati, kota asal kami. Namun sayang, nasi telah menjadi bubur bahkan hangus. Ketika kedua bola mataku menyaksikan jenazah kakek telah di bawah batu nisan. Terkubur oleh tanah basah, yang baru saja digali. Tanpa bisa melihat saat terakhirnya. Robohlah badanku seketika itu bagai pagar tanpa tiang dan terbang tertiup angin. Betapa bodohnya aku, kenapa tak memutuskan pulang kemarin-kemarin saja. Betapa egonya aku, hanya memikirkan kegiatanku saja, tanpa pernah memikirkan pentingnya pulang dan bersu apalagi orang yang merindukanku.
Penyesalan memenuhi ruang dadaku, tiap kali ku pandang tempat duduk Kakek saat menanti kehadiranku. Kursi hijau favorit kami dan semua curahan serta candaan di ruang tamu. Betapa terguncangnya batinku, belum bisa menerima kenyataan pait. Pohon jambu tempatku bermain bersamanya, sekan ikut menangis melihat derasnya air mataku. Menyesal,,,dan menyesal, kenapa kepulanganku kemarin begitu singkat hanya sekedar berjabat tangan? Mengapa Engkau ambil dirinya disaat aku masih berjuang untuk mengukir senyum di wajahnya Tuhan? Kini tinggallah kecambuk dalam hati, dan hanya satu hal yang ingin putar kembali, yaitu waktu, JIKA AKU PULANG kala itu pasti sesal takkan seberat ini.
Maka dariku, Pulanglah!
***
(R.T.J.)
Notte:
Satu pelajaran untukku, pulanglah jika kau ingin pulang. Jangan kau berpura-pura sibuk dengan segala kegiatan dan pekerjaanmu. Karena itu semua Takkan pernah akan ada habisnya.
Pulanglah, selagi ada tempat untukmu berpulang. Sepait apapun kau pulang ke rumah, masih ada senyum-senyum kecil yang sebenarnya kau rindukan. Dan jika kau sadari, itulah penawar paitmu.
Pulanglah selagi ada kesempatan dan ada orang-orang yang menyambutmu.
(R.T.J.

Continue reading Cerita Pendek “JIKA AKU PULANG”

GELORA MOMENTUM SUMPAH PEMUDA DALAM MELAWAN RADIKALISME DAN TERORISME #1

GELORA MOMENTUM SUMPAH PEMUDA  DALAM

MENCEGAH RADIKALISME DAN TERORISME #1

 

 “Kita Satu Indonesia”, kalimat itu kini kembali digelorakan. Sebagai salah satu motif pembangitkan rasa persatuan diantara para barisan pemuda, yang tengah terombang-ambing masa. Gelora itu sebenarnya telah membara dan memuncak sejak 89 tahun yang lalu, tepatnya 28 Oktober 1928 ketika Sumpah Pemuda dikumandangkan.

Berbagai peristiwa kala itu menyulut rasa dan mencabik hati para barisan pemuda Indonesia, untuk melawan para penjajah dengan apapun taruhannya. Hingga menciptakan berbagai semboyan diantaranya “lebih baik mati berkalang tanah dari pada  kehilangan kemerdekaan tanah air.” Meski 17 tahun kemudian kemerdekaan Indonesia baru terproklamirkan, akan tetapi dari situlah kobaran semangat perjuangan pemuda dibawah pimpinan Budi Utomo beraksi.

Perjuangan serentak diberbagai kota di Indonesia yang diwarnai dengan pertumbahan darah dan tangisan, akhirnya menghasilkan kebangkitan dari gelora kemenangan pemuda. Hingga momen itu dimaknai sebagai bangkit dan rekatnya persatuan, kesatuan di antara masyarakat Indonesia. Semangat yang membumbung menjadi satu diwujudkan dalam ikrar “Sumpah Pemuda” yang menyatakan Kita Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Dan Bahasa Yakni Indonesia.

Sudah 89 tahun hasil pengorbanan pemuda dinikmati oleh masyarakat Indonesia diberbagai lini. Sebuah usia yang tak lagi muda dari perjalanan panjang sebuah bangsa yang selalu berusaha untuk terus menjadi sebuah negera yang benar- benar merdeka baik secara moral dan mental.

Namun, sayangnya realitas di lapangan jauh nan berbeda. Dimana menunjukkan merosotnya karakter dalam pengamalan nilai luhur persatuan Pancasila, di kalangan generasi mudanya. Di tengah arus globalisasi yang dipenuhi intrik dan propaganda, yang diantaranya penyebaran-penyebaran paham radikalisme dan terorisme. Dikhawatirkan dapat menyulut perpecahan atas kebhinekaan masyarakat Indonesia, jika generasi mudanya saja sebagai pilar utama malah kehilangan jati dirinya.

Karena Paul Ricoeur dalam Haryatmoko “Etika Politik dan Kekuasaan” (2014:24) menyatakan ideologi sangat berperan dalam strukturasi tindakan sosial. Kelompok tersebut menjadi provoktor untuk memecah belah bangsa ini, dengan berbagai tujuan polikti kekuasaan. Mereka berlomba-lomba untuk menebarkan benih-benih kebencian, di atas perbedaan masyarakat yang plural ini. Apabila disadari, bahwa kebencian itu penyebab utama kekerasan masal yang mewabah di Indonesia saat ini. Berbagai tindakan kriminal seperti perusakan dan pembakaran tempat ibadah, penjarahan, pemerkosaan, penganiayaan, dan pembantaian yang sering kali disayangkan pemuda terlibat di dalamnya. Orang boleh mengatakan bahwa, sebab utamanya adalah kesenjangan ekonomi atau sistem politik yang represif. Tetapi, tidak bisa dipungkiri dan diabaikan bahwa, peran kebencian sebagai “pisau sayat” untuk merobek jala persatuan diantara barisan kelompok agama, ras, dan golongan itu dilakukan oleh pihak yang berkepentingan melalui menyebaran faham radikalnya.

Oleh karena itu, mengingat berbagai pengorbanan, kecerdasan, dan ketangguhan para pemuda saat itu, dapat kita jadikan sebagai refleksi untuk membangkitkan semangat nasionalisme generasi muda dalam menghadapi gejolak zaman terutama terkait dengan radikalisme dan terorisme.

Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk menyongsong Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2017 nanti, yakni mewarnainya dan mengisiya dengan berbagai kegiatan yang mengandung nilai-nilai afektif serta edukatif yang dapat dijadikan teladan untuk generasi masa kini dan yang akan datang. Dapat menggali kembali kearifan lokal seperti mengangkat kisah tokoh lokal yang disajikan melalui kreasi kesenian daerah. Melaksanakan gotongroyong, bersih lingkungan, dan membenahi fasilatas desa. Tidak hanya itu, yang paling utama adalah membiasakan menghargai pendapat serta menjunjung tinggi toleransi beragama tanpa saling berlomba menjatuhkan sesama.

Selain itu, momentum peringatan ini dapat jadikanlah titik balik dalam membangun kesadaran untuk bergerak mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Lawan Radikalisme dan Terorisme dengan kebersamaan dalam perbedaan. Karena pemuda memiliki kedudukan utama dalam aksi mewarna Indonesia yang damai dari paham yang mengusik. Para perintis bangsa tak pernah mengharapkan dan mengikhlaskan, fondasi persatuan diatas perbedaan dirusak begitu saja oleh pengidealis meski ia telah tiada.

Perlu diingat kebangkitan yang telah diperjuangan dengan pertumpahan darah dan gelora kebangsaan itu, dapat kita apresisasi dengan semangat persatuan yang tertanam dalam jati diri setiap warga negara. Apabila hal itu dilakukan, akan semakin memperkukuh rasa persatuan, kesatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penjagaan dari segala bentuk ancaman dan tidak lupa perbaikan kehidupan bangsa yang lebih “berharmoni” ke depannya, terutama di Kota Semarang. Maka generasi muda harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional sebagai dasar kepribadiannya untuk menghadapi brbagai tantangan dan pengembangan kreativitas budaya globalisasi.

Di luar itu, dengan adanya momentum tersebut, gerekan pemuda Semarang patut terus mengapresiasi kesadaran masyarakat Semarang, yang telah berani mengambil keputusan dan tindakan atas penyebaran paham radikalisme. Diantaranya adalah penolakan terhadap rencana pembentukan  suatu organisasi masyarakat yakni Hizbut Tahrir Idonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).

Seperti yang dilontarkan Wakil Ketua Organisasi Pemuda Laskar Merah Putih, Iwan Cahyono yang dilansir oleh detik.com. “Sampai kapanpun kami menolak keberadaan FPI di Kota Semarang. Kami harap segera dibubarkan (acara pengukuhan),” kata Iwan di lokasi.  Maka banggalah menjadi generasi muda yang tangguh dan berani bangkit untuk melawan paha-paham yang bertentangan dengan Pancasila, serta merusak kebhinekaan negara ini.

Karena sejatinya Sumpah Pemuda adalah salah satu tonggak sejarah perjuangan pemuda Indonesia yang harus diingat, dipahami, dan diamalkan dalam mewujudkan cita-cita hidup berbangsa dan bernegara. Dibalik rasa nasionalisme yang tinggi tersimpan dorongan yang kuat untuk bangsa ini tetap eksis, mandiri,  dan berani membela keutuhan Pancasila dari berbagai hal yang dapat memecah persatuan karena kesetiaan yang mendalam terhadap bangsanya. Ayo bersatu pemuda, mari bahu-membahu gelorakan dan warnai hari ini dengan semangat “Kita Satu Indonesia, Maju Damaikan NegaraTercinta.” [RTJ]

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

KEBANGKITAN NASIONAL SEBAGAI MOMENTUM MENCEGAH RADIKALISME

KEBANGKITAN NASIONAL SEBAGAI MOMENTUM MENCEGAH RADIKALISME

Momentum Kebangkitan Nasional merupakan salah satu wahana yang dapat kita gunakan untuk membangkitkan semangat nasionalisme, utamanya generasi muda di Semarang. Karena pemuda Semarang merupakan salah satu bagian dari perubahan kebangkitan bangsa, yaang bersinergi di bawah pimpina Budi Utamo melawan  penjajah ditandai dengan Pertempuran Lima Hari Semarang. Di sisi lain, Kota  Semarang merupakan salah satu saksi bisu perjuangan kebangkitan itu.

Kebangkitan Nasional adalah tonggak sejarah bangsa Indonesia, yang harus dipelajari, dipahami, yang selanjutnya dijadikan inspirasi dalam perjalanan bangsa untuk mewujudkan cita-cita hidup berbangsa. Rasa nasionalisme tersebut mendorong bangsa ini tetap eksis, mandiri,  dan berkembang sejajar dengan martabat bangsa-bangsa lain yang sudah maju maupun yang sedang menggapai kemajuan.

kebangkitannasional

Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri. Perjuangan serentak diberbagai kota di Indonesia yang diwarnai dengan pertumbahan darah dan pengorbanan, yang menghasilkan kebangkitan gelora kemenangan pemuda. Hingga dimaknai sebagai kebangkitan pada perekatan persatuan dan kesatuan di antara masyarakat Indonesia. Semangat akan persatuan dan kesatuan diwujudkan dengan ikrar Sumpah Pemuda yang dilakukan oleh para pemuda Indonesia pada waktu itu untuk berjuang bersama mencapai suatu kemerdekaan bagi tak terkecuali pemuda-pemudi Semarang.

Gelora semangat kemenangan tersebut, sudah 109 tahun dinikmati oleh berbagai lini kehidupan masyarakat Indonesia. Sebuah usia yang tak lagi muda serta perjalanan panjang bangsa ini untuk terus menjadi sebuah negera yang benar- benar merdeka baik secara moral dan spiritual.

Namun, realitas saat ini menunjukkan merosotnya semangat Kebangkitan Nasional tersebut,  terutama di kalangan generasi muda. Apalagi, di tengah arus globalisasi yang dipenuhi oleh berbagai isu dan propaganda, melalui penyebaran-penyebaran paham atau ideologi radikalisme dan terorisme. Hal ini dikhawatirkan dapat menyulut perpecahan, ……Indonesia, apabila generasi muda sebagai pilar pemimpin bangsa sudah kehilangan jati dirinya.

Karena Paul Ricoeur dalam Haryatmoko “Etika Politik dan Kekuasaan” (2014:24) menyatakan ideologi sangat berperan dalam strukturasi tindakan sosial. Kelompok tersebut menjadi provoktor untuk memecah belah bangsa ini, dengan berbagai tujuan polikti kekuasaan. Mereka berlomba-lomba untuk menebarkan benih-benih kebencian, di atas perbedaan masyarakat yang plural ini. Apabila disadari, bahwa kebencian itu penyebab utama kekerasan masal yang mewabah di Indonesia saat ini. Berbagai tindakan kriminal seperti perusakan dan pembakaran tempat ibadah, penjarahan, pemerkosaan, penganiayaan, dan pembantaian. Orang boleh mengatakan sebab utama adaah kesenjangan ekonomi atau sistem politik yang represif. Tetapi, tidak bisa dipungkiri dan diabaikan peran kebencian sebagai “pisau sayat” untuk merobek jala persatuan atarkelompok agama, ras, dan golongan itu dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Salah satu tindakan yang dapat pemuda Semarang lakukan untuk menyongsong Kebangkitan Nasional, 21 Mei 2017 nanti yaitu mengisiya dengan berbagai kegiatan yang mengandung nilai-nilai afektif dan edukatif yang dapat dijadikan teladan untuk generasi masa kini dan yang akan datang. Memanfaatkan momentum untuk menghidupkan kembali semangat nasionalisme pada generasi muda. Karena, sesungguhnya berbagai problematika yang terjadi di sebuah bangsa modern tidak bisa dipisahkan dari sejarah panjang identitas nasional yang telah diperjuangkan para elit masa pergerakan nasional yang perlu kita ingatkan kembali.

Selain itu, momentum peringatan ini dapat jadikanlah titik awal dalam membangun kesadaran untuk bergerak mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Perlu diingat kebangkitan yang telah diperjuangan dengan pertumpahan darah dan gelora kebangsaan itu, dapat kita apresisasi dengan semangat persatuan yang tertanam dalam jati diri setiap warga negara. Apabila hal itu dilakukan, akan semakin memperkukuh rasa persatuan, kesatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penjagaan dari segala bentuk ancaman dan tidak lupa perbaikan kehidupan bangsa yang lebih “berharmoni” ke depannya, terutama di Kota Semarang. Maka generasi muda harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional sebagai dasar kepribadiannya untuk menghadapi brbagai tantangan dan pengembangan kreativitas budaya globalisasi.

Di luar itu, dengan adanya momentum tersebut, gerekan pemuda Semarang patut terus mengapresiasi kesadaran masyarakat Semarang, yang telah berani mengambil keputusan dan tindakan atas penyebaran paham radikalisme. Diantaranya adalah penolakan terhadap rencana pembentukan  suatu organisasi masyarakat yakni Hizbut Tahrir Idonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).

Seperti yang dilontarkan Wakil Ketua Organisasi Pemuda Laskar Merah Putih, Iwan Cahyono yang dilansir oleh detik.com. “Sampai kapanpun kami menolak keberadaan FPI di Kota Semarang. Kami harap segera dibubarkan (acara pengukuhan),” kata Iwan di lokasi, Kamis (13/4/2017) malam.  Maka banggalah menjadi generasi muda yang tangguh dan berani bangkit untuk melawan paha-paham yang bertentangan dengan Pancasila, serta merusak kebhinekaan negara ini. (R.T.J.)

 

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”


Cerdas Berjejaring di Media Sosial Sesuai Fatwa MUI

Cerdas Berjejaring di Media Sosial Sesuai Fatwa MUI

Untuk menyikapi penyalah gunaan akun media sosial atau medsos sebagai sarana propaganda dan menebar isu kebencian yang dapat menggoyahkan keragaman bangsa. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan, fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyampaikan hal ini dilakukan karena penyelanggara media sosial saat ini dinilai sudah keterlaluan. Dalam artian sudah membiarkan konten-konten negatif tersebut berkembang biak begitu saja. Dimana nantinya pemerintah akan mengambil tindakan untuk tidak segan-segan menutup layanannya.
Selain itu, ketua MUI Ma’ruf Amin juga mengatakan bahwa fatwa tersebut dibuat berdasarkan kekhawatiran akan maraknya ujaran kebencian dan permusuhan yang terjadi melalui media sosial. Juga guna menghindari serta meminimalisir berbagai kemungkinan yang terjadi utamanya masyarakat sesama muslim melalukan hal tersebut. Apalagi di era digital milenial saat ini, yang dimanjakan dengan kemudahan dalam berinteraksi dengan orang lain, bahkan menumpahkan ocehan pribadi melalui lenggangan jari di akun pribadi media sosial yang nantinya malah menjadi konsumsi khalayak umum.
Oleh karena itu, MUI menyoroti beberapa aspek dalam fatwa tersebut. Yang pertama adalah mengenai urusan bermuamalah yang diakukan secara daring. Yakni, setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan. Maksudnya dalam menyebarkan konten di media sosial sebaiknya menitikberatkan pada kemanfaatan isi dan tujuan, bukan untuk saling menjatuhkan atau bahkan merugikan satu sama lainnya.
Di sisi lain konten yang dimuat dalam media sosial tidak mengandung bullying, ujaran kebencian, permusuhan atas dasar suku, agama, ras. Maupun berita hoax, pornografi, dan kemaksiatan. Apalagi jika sampai menyebarkan konten yang benar di waktu yang salah. Maka hal trsebut akan fatal akibatnya, dan bukan tidak mungkin dapat menyulut kerusuhan yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Kedua, selain bentuk muatan tidak merugikan maka konten yang disebarkan juga harus memenuhi kriteria seperti. Hal yang dibicarakan tersebut benar adanya, bermanfaat, bersifat umum, layak untuk diketahui seluruh kalangan masyarakat. Tepat waktu dan tempatnya, tepat konteks, dan memiliki hak penyebaran juga perlu dduperhatikan agar tidak melanggar hak privacy. Misalkan menyangkut urusan atau aib pribadi seseorang yang tidak perlu diketahui oleh orang lain.
Sebagai generasi yang cerdas dalam berdunia maya maka kita juga harus selektif dalam hal apapun. Terutama dalam tindakan memilih dan menerima informasi yang jangan membiasakan untuk langsung menyebarkan sebelum melakukan Tabayyun. Yakni dengan memastikan terlebih dahulu sumber informasinya, aspek kebenaran, konteks waktu dan tempat, maupun latar belakang konten informasi tersebut. Dengan cara bertanya kepada sumber informasi atau meminta klarifikasi pada pihak yang memiliki otoritas dan kompetensi.
Kemudian, yang perlu untuk diketahui pula oleh generasi cerda bermedia sosial adalah bahwa hukumnya Haram apabila memproduksi, menyebarkan, dan membuat dapat teraksesnya konten yang bermuatan hoax atau berita bohong, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying serta ujaran kebencian sejenis. Selain itu juga diharamkan untuk mencari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang atau kelompok lain, kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar’i.
Di sisi lain, tidak diperbolehkan pula aktivitas buzzer media soasial yang berisi hal-hal yang diterangkan di atas sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan. Dan dalam membuat konten di dunia maya haruslah berpedoman pada hal berikut, yakni menggunakan kalimat, grafis, gambar, dan suara yang mudah dipahami. Informasi harus benar, sudah terverivikasi, serta konten yang dibuat menyajikan informasi bermanfaat.
Selanjutnya, yang perlu diperhatikan lagi sebagai sari penting sebuah informasi, yakni konten yang dibuat setidaknya menjadi sarana mencegah keburukan, informasi yang dibuat pun harus berdampak baik bagi masyarakat. Selain itu, juga memilih diksi yang tidak provokatif, serta tidak membangkitkan konten tidak berisi hoax, ghibah, bullying, dan ujaran kebencian. Konten tidak dorongan kekerasan, dan kemudian menyebabkan permusuhan hingga konten tidak berisi hal pribadi yang tidak layak disebarkan ke publik.
Demikian cara cerdas berjejaring di Media Sosial sesuai Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017, semoga bermanfaat.

Salam Senyum Semangat. (R.T.J)

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Mahasiswa Bagian Dari Laboratorium Keberagaman Dalam Mencegah Radikalisme Dan Terorisme #2

Mahasiswa Bagian Dari Laboratorium Keberagaman Dalam Mencegah Radikalisme Dan Terorisme #2

Pemerintah berencana membubarkan HTI karena dinilai meresahkan masyarakat. Organisasi masyarakat itu juga dinilai tidak memberi kontribusi terhadap pembangunan bangsa. Kegiatan HTI itu dinilai meresahkan dan dapat membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena tidak sesuai dengan Pancasila. Selain itu, aktivitas yang dilakukan telah banyak menimbulkan benturan di tengah masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat Indonesia.

Namun keputusan tersebut menuai reaksi keras dari organisasi tersebut. Salah satunya yakni penolakan untuk berhenti menyuarakan tujuan mereka berdakwah. Selain itu, HTI juga menyatakan dan menegaskan akan melanjutkan aktivitasnya termasuk berdakwah di kampus serta di tengah masyarakat. Pernyataan tersebut langsung disampaikan oleh Juru Bicara HTI Ismail Yusanto. Seperti yang telah dilansir detik.com, “Kita akan lanjutkan (kegiatan dakwah). Bukan hanya di kampus , dakwah dimana saja bisa dilakukan ,” tegas juru bicara HTI Ismail Yusanto di Kantor HTI Tebet Jakarta Selatan, Senin (8/5/2017).

Tentu dari pernyataan tersebut perlu digaris bawahi oleh para pimpinan birokrasi dan masyarakat kampus di universitas seluruh Indonesia. Di mana seharusnya mereka memberikan pengawasan yang lebih ketat terhadap ormas yang akan masuk dan beraktivitas di dalam lingkungan kampus. Jangan sampai menyalahi nilai-nilai keberagaman yang harus dijunjung tinnggi oleh perguruan tinggi.

Apalagi memberikan peluang besar kepada HTI yang menentang keberagaman tersebut dan khususnya menyasar  pada program studi eksata. Karena menurut Ketua Pengurus Cabang NU Jember KH Abdullah Syamsul Arifin atau Gus Aab menilai (kalangan mahasiswa eksata) banyak mendapatkan transformasi keilmuan di bidang agama lebih pada proses instan, seperti e-learning atau halaqoh, yang tidak berangkat dari dasar pengetahuan itu sendiri yang banyak dipelajari di pesantren.

Tentu apabila dibiarkan akan membahayakan kehidupan sosial pendidikan di kampus. Selain itu, pihak kampus juga seharusnya mengawasi penyebaran ideologi tertentu yang berkembang di lingkungan kampus, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar negara yakni Empat Pilar Kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI). Kampus harus bersih dari organisasi keormasan, haruslah netral, menjunjung nilai dan tidak sentral pada agama atau ideologi tertentu.

Oleh karena itu, birokrasi kampus harus mendeteksi paham radikal yang muncul di lingkungan kampus. Kampus tidak boleh diam saja setelah mengetahui bibit radikalisme dan harus segera bekerja sama melakukan tindakan, dengan menggandeng seluruh civitas akademika.

Hal itu sudah menjadi kewajiban kampus karena berkaitan dengan kebebasan akademik untuk mengembangkan intelektualitas. Sulistyowati Irianto dalam Otonomi Perguruan Tinggi Suatu Keniscayaan (2012:128), menyatakan kebebasan akademik hanya bisa diperoleh dalam universitas yang otonom. Berdasarkan kebebasan akademik tersebut, maka birokrasi kampus pun dapat memilih maupun memilah ormas mana yang dapat masuk sesuai kriteria. Hal itu agar kampus bersih dan terhindar dari segala unsur-unsur yang merugikan, apalagi hingga paham terorisme dan radikalisme.

Karena perguruan tinggi seharusnya tidak boleh terlibat dalam politik praktis dan organisasi masyarakat yang fanatik terhadap suatu idelogi. Sebab, perguruan tinggi merupakan pusat keragaman. Selain itu, perguruan tinggi mesti berkutat pada wilayah riset dan keilmuan sekaligus membumikan hasilnya kepada masyarakat. Sebagai kawah candradimuka, kampus juga menjadi tempat ideal bagi mahasiswa untuk menempa diri dan memaksimalkan potensinya.

Namun demikian, kampus juga tidak boleh mengekang proses demokrasi yang dijalankan oleh civitas akademika. Pemberian penghargaan terhadap pendapat atau aspirasi juga perlu dilakukan, karena dari hal itulah kampus akan menjadi maju dan membuat kampus lebih terbuka terhadap kritik dan masukan. Haryatmoko dalam Etika Politik dan Kekuasaan (2014:104-105) menyatakan bahwa, “Di Indonesia dewasa ini, kebebasan berpendapat belum menjadi sarana utama dan eksklusif bagi tindakan politik, meskipun demokratisasi terus bergulir. Intimidasi, ancama, pengerahan massa dan kekerasan fisik masih menjadi sarana dominanbagi pencapaian tujuan-tujuan politik. Tetapi, bukankah kekerasan semacam itu menghianati demokrasi itu sendiri, suatu bentuk pemerkosaan ruang publik?” Memang, dengan memberi kebabasan berpendapat bukan berarti bahwa lingkup publik bisa dibersihkan dari tindakan kekerasan.

Apabila ditemukan mahasiswa yang terlibat di dalam ormas yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kebangsaan, maka kampus perlu mengadakan pembinaan secara intensif. Jangan semakin menekannya dengan hal yang menyudutkan, namun kampus bisa mendukung mereka agar lebih berkembang sesuai minat dalam bidang keilmiahan, teknologi, atau pengembangan diri.

Di luar itu, pencegahan penyebaran radikalisme dan terorisme bisa dilakukan mahasiswa melalui berbagai kegiatan. Seperti seminar kebangsaan, dikusi ilmiah, sarasehan budaya dan lainnya. Mahasiswa sebagai salah satu sasaran harus memiliki pemikiran yang lebih luas, terbuka dan tidak hanya semata-mata berorientasi pada ideologi tertentu, tidak mudah terombang-ambing apalagi tersulut polemik yang sengaja diciptakan pihak tertentu. Sebagai generasi milenial, mahasiswa harus lebih cerdas dan memiliki filter-filter dari doktrin bahkan pemikiran di luar rasional serta memihak pada ideologi tertentu. Apalagi yang menjurus pada kegiatan radikalisme bahkan terorisme yang pastinya akan merusak keutuhan bangsa dan masa depan pribadi.

Di sisi lain, yang harus kita sadari bahwa diera milenial ini dunia maya malah dijadikan sebagai salah satu sarang penebar konten kebencian. Maka sekali lagi yang harus dilakukan oleh pemuda adalah bertabbayun (mengkonfirmasi kebenarannya), menyaring keberadaannya kemudian jika terbukti benar maka “sharing” atau bagikanlah. Jangan hanya berlomba untuk eksis terlebih dahulu di grup, namun pahamilah bijak berjejaring dengan melakukan “Saring baru Sharing” itu penting.

Karena sesungguhnya mahasiswa adalah bagian “laboratorium keberagaman” dalam mencegah radikalisme dan terorisme di kampus yang tidak memihak pada unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan. Di dalam kampuslah potret ideal kehidupan berbangsa, dan bernegara itu ada. Dari kampuslah nampak masyarakat Indonesia yang plural, dengan berbagai kekayaan dan keanekaragaman budaya, agama, bahasa hingga suku bangsanya. Tanpa adanya semangat peran mahasiswa, mungkin reformasi masih menjadi mimpi.

Mahasiswalah yang nanti akan mendominasi seluruh kegiatan berakademik, politik, ekonomi, sosial budaya masyarakat, bahkan ketahanan negara dalam menghadapi ancaman pemecah kebhinekaan. (R.T.J.)

 

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Cerpen Bingkai Hidupku Bunda

Bingkai Hidupku Bunda

Ningsih adalah anak terakhir dari 3 bersaudara. Ningsih terlahir di keluarga yang sederhana, kesederhanaan itulah yang membuatnya menghargai segala arti hidup ini.Hidup yang jauh dari kata mewah, makan minum pun seadanya.

Sore ini suasana yang begitu tenang, cahaya matahari yang bersinar hangat menerpa wajah gadis cantik yang sedang duduk di taman belakang asrama. Entah apa yang sedang gadis cantik yang masih keturunan Jawa itu, renungkan saat ini, tiba-tiba angan pikirannya melayang jauh mengingat semua kenangan dan kejadian yang menjadikan pil pahit di hidupnya.

Ia mengingat benar kejadian beberapa tahun silam yang membuat mimpi hidupnya hampir seolah berhenti ditengah jalan. Ketika kakaknya yang pertama berpamitan untuk pergi bekerja ke luar daerah tetapi selang beberapa bulan tak ada kabar beritanya. Bapakaannya yang bekerja sebagai karyawan pabrik pun terkena PHK karena perusahaan mengalami kerugian dan harus mem-PHK para pegawainya. Saat kejadian itu bertepatan benar ketika Ningsih duduk di kelas XII Madrasah Aliyah Negeri(MAN), sungguh cobaan yang menguji keteguhan hatinya, bak durian runtuh yang tiba-tiba saja menimpa dirinya.

Betapa tidak, semua angan yang saat itu telah direncanakan untuk melanjutkan sekolah harus hilang begitu saja. Lalu ia duduk mendekati sang Bapak dan ketika ia bertanya pada beliau. ” Bapak lalu bagaimana dengan sekolah Ningsih Yak, klo Bapak berhenti bekerja?”tanya Ningsih dengan suara tertahan tahan. “Bapak tidak tau nak, Bapak bingung”, Jawab Bapak saat itu dengan menggeleng gelengkan kepalanya tanpa menatap wajahku. Aku hanya bisa berlari ke kamar dan menangis.

Tetapi sosok yang menyejukan hati mendatangiku dan memelukku dari belakang. “Ibuuu,,,,”kataku halus sambil menoleh kebelakang lalulku pegang erat tangannya. Ibu hanya tersenyum dengan menahan butiran air mata dikelopak matanya. “Ibu maafkan Ningsih yang membuat Ibu sedih,,,,”kataku pada Ibu. Dengan tangan lembut dan penuh kasih sayang, Ibu mengusap air mata ku dan berkata “Tidak nak,,,,Ibu malah yang membuat Ningsih sedih anak Ibu gak boleh cengeng, bagaimana pun juga kita harus bersyukur sayang,,,,ini cobaan yang diberikan oleh Allah untuk mengukur seberapa kekuatan keimanan kita, berarti Allah sayang kepada kita”, tutur Ibu yang tak kuasa lagi menahan butiran butiran air mata yang berlinang membasahi pipinya.

*****

Ketika pengumuman UJIAN tiba, Ibu dan Ningsih datang dengan hati yang penuh debar, dan saat yang dinantikan pun tiba, ketika surat telah diberikan oleh wali kelas kemudian dibukanya tertulis bahwa Anggita Nurningsih dinyatakan “LULUS” seketika itu pun Ningsih langsung memeluk sang Ibunda dengan menangis bahagia. “Terimakasih Ibu,,,,,Terimakasihhh,,,,Tanpamu aku tak akan pernah bisa bertahan dan berdiri disini saat ini”, kataku pada Ibu dengan menangis.

Tidak lama kemudian wali kelasku pun datang menghampiriku dan memberikan ucapan selamat kepadaku, beliau juga memberitahukan kepada Ibuku bahwa Aku diterima disalah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Palembang. Betapa bahagianya Aku dan Ibuku saat itu, dengan ekspresi wajah sumringah pipi yang tersenyum merona dengan ungkapan rasa syukur kepada Allah menunjukkan Ibu begitu bahagia saat itu. Tak hentinya Ibu mengucapkan kalimat-kalimat Thoyibah sambil mencium pipiku.

Akhirnya selang beberapa minggu Aku harus melanjutkan perjuangan perjalanan hidupku, yaitu aku pergi ke kota dan memanfaatkan beasiswa yang telahku dapatkan untuk menuntut Ilmu di jenjang yang lebih tinggi. Tetapi ada satu yang mengganjal hatiku sebenarnya, Aku tak tega dan tak kuasa untuk meninggalkan kedua orang tuaku sendiri, dengan kakak perempuanku yang menjadi tenaga kerja honorer yang jauh dari desa dan hanya sesekali pulang untuk menjenguk Bapak dan Ibu saja. Gajinya yang pas-pasan hanya cukup untuk kebutuhan hidupnya dan hanya lebihan sisa uang yang dsisihkannya yang dapat dibeikan kepada Ibu untuk sekedar tambahan uang belanja.

Beberapa hari sebelum keberangkatanku ke Kota tatapan sorot mata Bapak dan Ibu sangatlah berbeda, entah apa yang ingin beliau katakan tetapi seakan mengisyaratkan raut wajah yang menyimpan rasa kesedihan dan takut untuk kehilangan. Yang sering Bapak dan Ibu katakan, “Hati hati ya nak, jaga diri dan pergaulanmu baik-baik ya,Ibu sayang Ningsih,” kata Ibu lirih sambil mengelus elus kepalaku.”Iya Ibu Ningsih akan jaga diri kog Bu, Ibu dan Bapak tenang saja ya”, jawabku dengan tersenyum meyakinkan Ibu.

Hari yang ditunggu pun tiba, aku berangkat ke terminal bis bersama Bapak dan Ibu dengan menggunakan sepeda motor Astrea milik Bapak. Ketika samapai di terminal tak lama kemudian bis yang menuju tempat tujuanku pun tiba. aku yang sedari tadi menggenggam tangan Ibu seakan tak ingin aku lepaskan, tapi keadaan yang harus memaksaku tuk melepaskan genggaman tangan ini.

Air mata tak dapat ku bendung lagi ketika semua kenangan bersama mereka terlintas semua di benakku, ketika aku mulai bangun tidur, berangkat sekolah, mengaji, belajar sampai kembali tidur lagi pun. Aku tak pernah kekurangan perhatian mereka, yang aku pikirkan kapan aku pulang dan akan mendapatkan kasih sayang yang seperti itu lagi?Tangisku di dalam hati semakin menjadi setelah Bapak mencium keningku dan Ibu memelukku seraya berkata”Jangan pernah merasa kamu sendiri disana karena Allah dan doa Bapak, Ibu akan selalu bersamamu nak,,,,dan igatlah ‘Ojo Kepengen Sugih, ,……….”.”Iya Bu Ningsih akan ingat baik baik semua pesan Bapak dan Ibu, doakan Ningsih ya Bu, Yah semoga Ningsih bisa sukses dan membahagiakan Bapak dan Ibu.

Hari pertama di Kampus aku mengikuti OSPEK(Orientasi Siswa Pelajar Kampus) rasa berbeda sekali, di sini belum ada satupun orang yang aku kenal, tempat rungan yang begitu luas membuatku merasa asing karena hampir aku tak pernah terbiasa dengan suasana ruangan yang seperti ini. Baju-baju yang terlihat sangat mewah dan berkelas membuatku merasa tak percaya diri karena apa yang mereka kenakan berbeda sekali dengan apa yang aku miliki, baju yang sederhana tetapi pantas dan sopan.

Asrama yang memiliki kamar yang cukup lumayan untuk sekedar numpang tidur dan belajar menjadi tempat persinggahanku sekarang. Walau harus hidup seadanya dan penuh dengan keterbatasan harus aku lalui saat ini. Di kamar ini aku meiliki teman satu kamar, sebut saja Karin dia anak orang kaya dengan barang-barang mewah yang melengkapi dan menunjang hidupnya. Tiba tiba ia datang dan menghampiriku “ Hai sendirian aja, kalo kamu,,,,, kalo boleh tau siapa namamu? Persinggahanku”Tanyanya kepadaku. “Ech iya mbak, nama saya Anggitanur Ningsih biasa di panggil Ningsih, jawabku. Ngomong ngomong klo saya boleh tau nama mbak sendiri siapa? Tanyaku tak berapa lama kemudian. “Haaaa? Apa? Mbak apa gak salah denger nich telingaku?”Jhaha okelah gak papa ya, biasa anak baru kenali nama gue Karinita Bramantiya,panggil aja Karin”.Jawabnya dengan tersenyum kecil dipipi.

“Oh ya udah makan apa belum Ning?” Tanyanya lagi. “Oh,,,, kebetulan sudah mbak,,,ech maaf Karin…”, jawabku dengan tersenyum. “Kamu udah pernah jalan-jalan malem,,,?”Tanya Karin.

“Ya tergantung urusannya Rin keluar untuk apa, klo keluar ke pengajian bareng temen ya sering Rin, tapi klo jalan jalan malem untuk refresing jarang sekali”. Jawabku menjelaskan.

“Ohhhh gitu kapan kapan aku ajak kamu pergi jalan jalan malem ya Ning?mau gak?”Pintanya. “Pergi kemana Rin?”.

“Udah gak usah banyak tanya ikut aja, dijamin asyik dan seru kok, gak bakal nyesel dech”.Jawab Karin dengan menepuk pundak untuk menyakinkanku. “Iya InsyaAllah ya Rin nanti klo Aku ada waktu luang”.

Selang beberaa hari kemudian Karin, pulang dengan ekspresi wajah yang sebal ia masuk kamar sepertinya habis bertengkar degan seseorang. “Ning kita cabut ke Mol yuk, ayo temenin aku”. Kata Karin.”Tapi ,,,,,iiiii,,,,,,Rin,,,,,”. Belum selesai aku berbicara dia sudah memotong pembicaraanku keudian menarik tanganku keluar kamar. “Ayoookkkkk,,,,,,udah dech gak usah kebanyakan omong, cepet ambil tasmu”.

Dengan berat hatipun aku pergi meninggalkan kamarku dan menuruti tarikan tangan Karin yang sangat kuat. Malam itu pun aku terbuai dengan kehidupan mewah di luar sana, tanpa Aku pikir panjang lagi karena ajakan Karin. aku diajari untuk menjadi orang yang memiliki style fation yang modern dengan membeli barang-barang yang cuku mewah bagiku. Hal itu terjadi sampai beberapa bulan lamanya, uang saku yang dikirimkan oleh Bapak dan uang saku dari beasiswa pun habis dalam sekejap. aku bingung saat itu, dan sampai puncaknya ketika suatu malam setelah dari Coffe Break di salah satu pusat perbelanjaan aku diajak Karin ke suatu tempat dengan mengendarai mobil mewahnya. “Lho Rin kita kok arahnya gak ke jalan biasanya sich?”Tanyaku padanya.”Achhhhh,,,,,udah dech gak usah banyak tanya, ikut aja kenapa?”dijamin seru soalnya Aku dah lama gak ke tempat ini”.Jawabnya dengan menatap kearahku. “Kerumah saudara ya?”,Tanyaku lagi. “Bukan,,,,”, jawabnya singkat.

Tak selang beberapa lama kemudian mobil Karin tlah terparkir di depan suatu tempat yang tak pernah Aku tau dan kenali. ”Ayo turun”, Ajak Karin dengan membuka pintu mobilnya.

“Ech iya Rin, sebentar”,Jawabku sambil meraih tas pundakku. Betapa terkejutnya diriku ketika tempat yang dimaksud oleh Karin adalah tempat yang tak sepantasnya sebagai tempat main cewek saat malam hari. Aku sangat takut saat itu, ini adalah tempat yang dilarang oleh Bapak dan Ibu. “Jangan sekali-kali Ningsih pergi ketempat-tepat Club malam”, itu pesan Bapak dan Ibu padaku. aku kebingungan saat mencari keberadaan Karin, lampu disko yang kelap-kelip dan suara tawa terbahak-bahak orang-orang yang sedang asyik berjoget membuatku semakin pusing dan ingin mutah. Tanpa pikir panjang lagi aku memutuskan untuk pergi dan meninggalakan Karin di sana.

Aku menangis sepanjang jalan yang ku lalui, kakiku semakin cepat melangkah, meninggalkan tempat terlarang itu. Tanpaku sadari aku sampai gang di dekat kampusku. Dengan memercepat langkah kaki Aku pulang menuju ke kemar dan aku menangisi semua kesalahan yang telah Aku perbuat dan semua aturan yang ku langgar. “Bapak Ibu maafkan Ningsih Buuuu,,,,,Ya Allah ampunilah hambamu ini Ya Rob”. Kataku dalam isak tangisku, hanya itu yang aku dapat katakan berkali-kali dan memohon ampun pada Allah karena aku telah masuk ketempat yang dilarang oleh aturan agama.

“Kenapa,,,kenapa,,,aku percaya pada teman yang baru saja aku kenal dan dia hanya merusak kehidupan ku dengan mengajari ku hidup yang konsumerisme dan hidup yang keluar dari batas-batas aturan”.Kataku mengungkapkan rasa kecewaku hati pada diriku sendiri. Lalu aku mengambil wudlu dan melaksanakan sholat malam untuk mendapatkan ketenangan batin dan mohon ampunan pada-Nya. Seusai sholat aku menangis dan terselinap di benakku “aku harus pulang ke rumah untuk mohon maaf pada Ibu dan Bapak atas apalarangannya yang aku langgar”.

Tanpa pikir panjang lagi pada esok harinya, aku menemui pengurus kampus dan meminta izin untuk pulang beberapa hari ke desa karena ada urusan yang penting. Tanpa pikir panjang pengurus pun memberikan izin padaku, dan aku langsung kembali menuju ke kamarku untuk mengambil baju yang telah aku siapkan di dalamnya. Karin yang ternyata sudah bangun pun memandangku, meski tadi malam ia telah meminta maaf padaku tapi rasa kecewa di hatiku masih ada padanya. Ia menawarkan untuk menghantarkanku tetapi aku menolaknya dengan halus, sambil tersenyum meyakinkan. “Ning Aku hantarkan sampai ke terminal ya”. “Ahhh tidak usah repot-repot Rin aku rindu untuk naik kendaraan umum ke terminal, aku sedang ingin menikmati dulu ketika awal massa aku ke sini”. Jawabku. Yang aku pikirkan sekarang yang terpenting adalah aku pulang dan menceritakan semua yang terjadi dan meminta maaf pada Bapak dan Ibu, dengan Bismilah aku memulai langkahku meniggalan Asrama Kampusku.

Aku memiliki pesan yang ingin aku sampaikan kepada teman-teman yang sedang berjuang menuntut ilmu untuk mewujudkan sebuah angan sepertiku. “Kawan Jangan Sekali-kali Kalian tergoda Akan kehidupan yang baru saja kalian kenal, Sampul yang bagus belum tentu dalamnya uga bagus dan menjamin, Jangan mudah prcaya Akan teman yang baru saja di kenal karena belum tetu mereka sebaik yang kita kira. Seletif dalam memilih pergaulan dan teman itu harus, peganglah prinsip hidupmu kalo kamu igin berhasil, dan selalu ingatlah pesan dari orang tua tercinta kita,Oke”.

 

 

 

 

_R._T._J._

Al-Kisah

Al-Kisah
Syeh Jangkung Landoh Kayen

Hai ahabat Insani ketemu lagi nich dengan Tim Redaksi Insani V ,,,,,,Semoga Karya-karya kami dapat selalu menginspirasi agar Sahabat senang mengebangkan kreatifitasnya dalam menulis ,,,,,Nah pada Edisi kali ini di Rubrik Al-Kisah, akan diangkat cerita tentang salah satu tokoh pejuang Islam yang ada di Kota Pati. Beliau adalah Mbah Saridin atau orang awam lebih mengenalnya dengan nama Syeh Jangkung Landoh Kayen, melalui wawancara dengan Juru Kunci Makam kami akan menceritakan kisah singkat perjalannan hidup beliau
Mbah Syeh Jangkung Landoh atau Mbah Saridin adalah seorang Wali Yallah yang ada di tanah Jawa khususnya di daerah Kota Pati. Beliau lahir di desa Keringan Tayu Pati, dari pasangan Loro Sujinah Ya Dewi samaran dan ayahannya Sayid Abdul Yazid Ki Ageng Keringan. Beliau hidup di Dukuh Landoh Desa Kayen Kecamatan Kayen Kabupaten Pati Jawa Tengah. Beliau merupakan Dariyah atau keturunan dari Rosulullah SAW yang ke 13 yaitu Syeh Sayid Abdul Yazid bin Abdul Syukur bin Sultan Cempol bin Maulan Sultan Mahtubi bin Zainal Ibrahim bin Maulana Ibrahim Sayid Sahal bin Maulana Khubro bin Zainal Kubro bin Zainal Arifin bin Husen Fatimatus bin Rosulullah SAW.
Ketika masa kecilnya beliau Tinggal di Desa Keringan Tayu dengan Bapak dan Ibu beliau, tetapi saat beliau masih kecil Bapak dan Ibu beliau wafat hingga akhirnya beiau di asuh oleh Raden Umar Said atau Sunan Muria. Semenjak beliau diasuh oleh Raden Umar Said beliau sudah biasa diajari tentang Ilmu Agama dan Ilmu Ketatanegaraan dan Mbah Saridin diangkat menjadi putra Sunan Muria. Setelah Mbah Saridin dewasa beliau ikut dengan Sunan kalijaga atau Raden Sahid dan memerintahkan Mbah Saridin untuk bertapa di laut dengan menggunakan dua biji kelapa selama 8 tahun atau orang Jawa biasa menyebutnya dengan Grumbang Dalem Laut Biji Kelapo Sekanthi (dua biji) 8 taun.
Setelah selesai melakukan pertapaan di tengah laut selama 8 tahun, Mbah Saridin kembali ke Kadilangun Demak untuk menemui Raden Sahid yang memerintahkan beliau untuk berjalan ke arah selatan jika ingin bertemu dengan ibunya. Kemudian berjalanlah beliau ke arah selatan dan sampailah beliau di suatu tempat di dekaat Parang Tritis disana beliau bertemu dengan sang Ibu sampai-sampai beliau menangis. Kemudian sang Ibu memerintahakan kepada beliau dan berkata berkata, “Klo kamu kepengin muliya hidupnya bergurulah di Padepokan Kudus atau Sunan Kudus”.
Akhirnya dengan penuh rasa horman pada sang Ibunda, Mbah Saridin sowan ke Padepokan Kudus, dan ketika sampai di sana Sunan Kudus memberitahu kepada Mbah Saridin “ Beliau boleh belajar dengan Sunan Kudus dan beliau boleh menghadap dengan Sunan Kudus, apabila beliau sudah mendapat panggilan dari Sunan Kudus untuk menghadap. Tetapi selama selama berada di Padepokan Kudus Mbah Saridin tidak pernah dipanggil ataupun menghadap Sunan Kudus.
Ketika para santri Kudus sedang sholat berjamaah Mbah Saridin malah sibuk bermain air comberan. Karena mengetahui hal tersebut Sunan Muria pun datang dan bertanya kepada beliau. “Kamu itu bagaimana saat para santri yang lain sedang melaksanakan sholat berjamaah kamu malah asyik bermain air comberan, memangnya da apa di situ?”. Lalu beliau menjawab “Di dalam air ini ada ikannya, dimana ada air di situ pasti ada ikannya”. Kemudian Sunan bertanya lagi kepada beliau “Klo begitu di dalam kendi itu ada ikanny”. Lalu beliau menjawab “iya”, dan kendi kemudian dipecah dan di dalamnya terdapat ikan. Kemudian Sunan Kudus bertanya lagi “Apakah di dalam buah kelapa itu ada ikannya?”. Beliau menjawab “Iya”, lagi lalu manjatlah Mbah Saridin untuk mengambil buah kelapa setelah itu buah kelpa tersebut dipecah dan isinya ada ikannya lagi.
Pada saat santri Kudus disuruh untuk mengisi kulah (bak air), beliau tida mendapatkan tempat air atau ember. Akhirnya beliau menggunakan keranjang yang terbuat dari bambu untuk mengsi bak air, meskipun hanya menggunakan keranjang tetapi sama-sama bisa memenuhi bak air. Karena beliau percaya sepenuhnya kepada kekuasan Allah dengan apa yang telah beliay terima.
Mendengar hal tersebut Sunan Kudus pun marah kepada Mbah Mbah Saridin dan Sunan Kudus berkata kepada beliau “ Kamu tidak boleh berdiam diri di bawah langit Kudus dan di atas bumi Kudus” padahal beliau masih keponakan Sunan Kudus karena Ibu beliau Loro Sujinah adalah kakak Sunan Kudus. Karena beliau sendiko dawuh dengan sang guru beliau masuk ke dalam WC, berarti beliau tidak berdiri di atas tanah Kudus dan berlindung di bawah langit Kudus. Karena ketahuan oleh Sunan Kudus akhirnya beliau diusir dan disuruh berjalan ke arah barat.
Waktu beliau berjalan diantara Kadilangun Demak dan Kudus, beliau bertemu dengan pedagang legen atau air dari buah kelapa yang bernama Mbah Royo Guno sedangkan Istrinya bernama mbah Bakirah. Lalu beliau ditawari oleh bakul legen tersebut “Apakah Raden mau minum legen?”. Karena ditawari beliau akhirnya meminum legen yang berada di dalam bumbung tersebut, minum sdari 1, 2, 3 bumbung sampai 10 bumbung. Kemudian setelah menghabiskan 10 bumbung legen beliau ditanya oleh Mbah Royo Guno, “den mana uangnya?”. Karena mersa tidak pernah merasa membeli beliau tidak punya uang tetapi beliau percaya makanya ada kata-kata hidup Mbah Mbah Saridin itu tiudak bisa lepas dari DUET. DUET berasal dari singatan yang artinya Doa Usaha Ikhtiar dan Tawakal, duit tersebut nantinya untuk membeli KURMA atau Syukur dan Terima.
Ketika pulang ke rumah Mbah Troyo Guno dimarahi oleh istinya Mbah Bakirah karena legennya habis tetapi tidak dapat uang. Lalu mbah Troyo Guno menjelaskan bahwa yang meminum legennya tadi bukan orang sembarangan. Katika bumbung legen tadi dicuci oleh mbah Bakirah di sungai bumbung tadi penuh dengan uang, mengetahui hal tersebut Mbah Bakirah da suaminya percaya bahwa yang meminum legennya tadi bukan orang sembarangan.
Karena memiliki anak prawan yang sedang sakit dan tidak sembuh-sembuh pedagang legen tadi meminta tolong kepada Mbah Mbah Saridin untuk menyembuhkan. Pedagang legen pun berkata bahwa barang siapa lelaki yang bisa menyembuhkan putrinya maka akan dijadikan suaminya. Ternyata Mbah Mbah Saridin bisa menyembuhkannya, setelah menikahi putri pedagang legen tadi beliau kemudian berpamitan untuk pergi ke Sumatra dengan melintasi laut. Kemudian oleh Mbah Troyo Guno beliau di beri 2 biji kelapa untuk menyebrang.
Hingga beliau wafat beliau senang dengan untuk mengembara mensyiarkan agama Allah. Makam Wali Yallah Mbah Saridin Syeh Jangkung Landoh, berada di Dukuh Landoh Desa kayen Kecamatan Kayen pati, yang berdiri sejak beliau meninggal pada tahun 1650 Masehi. Khoul beliau diperingati setiap tahun pada tanggal 15 Rajab, dengan juru kunci makam yang akan membantu kita saat berziarah yaitu bernama Raden Haryo Damhari Pranoto Jiwa dan pembatu atau juru kunci ke dua yaitu Bapak Darman.

Tempat pemkaman beliau atau orang biasa menyebutnya dengan Sarehan tidak pernah sepi dari peziarah. Pada setiap harinya penziarah yang datang kurang lebih sekitar 1000 orang, yang berasal dari berbagai daerah dari Pulau Jawa maupun dari Luar Pulau Jawa.Sedangkan hari yang pengunjungnya paling ramai adalah hari Kamis Legi Jum’at Pahing.
Yang paling berkesan disetiap perjalanan hidup beliau ketika melakukan pengembaraan adalah memberi nama tempat yang pernah beliau singgahi dengan menggunakan kata Landoh. Landoh bersal dari kata Lendah Andap Asor atau sopan santun.
Demikian Al-Kisah mengenai sejarah hidup salah satu Wali Yallah Mbah Saridin Syeh Jangkung Landoh Kayen Pati.

_R._T._J._

Persatuan Guna Wujudkan Rumah Ilmu Konservasi yang Bereputasi #1

Persatuan Guna Wujudkan Rumah Ilmu Konservasi yang Bereputasi

 

Di dalam sebuah lembaga yang besar utamanya Lembaga Pendidikan Tinggi, pasti memiliki berbagai macam masalah dan kendala dalam proses perjalanannya menuju suatu visi yang hendak dicapai. Karena semakin tinggi pohon tiupan anginnya akan semakin kencang. Begitu pula halnya yang tengah terjadi di Universitas kebanggaan kita ini, banyak permasalahan yang muncul dan harus dihadapi, salah satunya yaitu masalah Persatuan atau Kekompakan antar Fakultas. Sorotan  tentang rasa persatuan dan kebersamaan antar fakultas tersebut terjadi, karena sering terlihatnya dari sisi kekompakan,  rasa persatuan yang masih kurang dan  terkadang terjadi  perselisihan faham akibat kesalah fahaman. Utamanya pada even-even tertentu. Perselisihan pendapat memang wajar, apalagi pada tingkatan Mahasiswa yang didukung Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang membebaskan masyarakatnya untuk mengemukakan pendapat dan gagasannya, yang selama tidak melanggar hukum serta mengandung unsur sara.

Akan tetapi dalam mewujudkan kampus atau universitas sebagai rumah ilmu yang bereputasi konservasi. Rasa persatuan dan kesatuan harus dipupuk sejak dini untuk mewujudkan mimpi Unnes sebagai rumah ilmu yang cinta alam dan memiliki taste atau selera dan harga di masyarakat, yaitu berupa reputasi yang baik. Baik universitas dan mahasiswa yanga ada  di dalamnya. Rasa persatuan amat penting, ingatlah sejarah terjadinya Proklamasi Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang dapat dilihat kerjasama yang solit baik golongan muda yang mendesak, meyakinkan golongan tua  dan akhirnya memutuskan untuk menculik guna mengamankan Ir. Soekarno agar merumuskan teks proklamasi, dengan penuh tekad, rasa berjuang dan persatuan. Serta golongan tua yang kemudian membantu mempeerlancar proses persiapan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.Hingga pada akhirnya Indonesia dapat merdeka seperti saat ini.

Ibaratkanlah  kita menyusun rangka  rumah, yang  awalnya telah disusun secara indah dan penuh kehati-hatian. Akan ambruk dan berantakan karena kelalaian salah seorang  tukang tidak mengindahkan instruksi untuk memaku dan mengikatnya erat-erat. Apakah hanya karena tidak memperhatikan rasa persatuan, semuanya bisa saja hanya menjadi tiada guna dan hanya dapat menimbulkan kerugian moral serta waktu. Tentunya tidak ingin bukan?

Coba kita fikirkan tiada guna saling ribut hanya karena hal yang harusnya tidak begitu penting untuk diperebutkan. Karena setiap bidang memiliki keunggulan, keunikan, dan kualitas tertentu yang tentunya berbeda dengan yang lainnya. Guna mendukung kehidupan ini dan yang akan mendasari terwujudnya UNNES Konservasi lingkungan dan budaya  bertaraf Internasional pada nantinya.Kita dapat kembali merajut rasa kebersamaan dan persatuan antar mahasiswa di 8 fakultas di UNNES tercinta ini. Misalnya melalui Festival Budaya dan Pentas Kolaborasi antar fakultas, untuk menciptakan suatu maha karya . Dimana didalamnya kita dapat saling belajar, berbagi ilmu dan berkarya bersama. Hingga akan terpupuklah asa kompak, persaudaraan dan saling percaya. Tetapi hal ini tentunya membutuhkan dukungan, baik dari  pihak Universitas dan harus pula  dipelopori bersama,  utamanya oleh para pimpinan mahasiswa tiap fakultas dan jangan malah sebaliknya.

Apalagi beberapa saat lagi akan diadakan pemilihan pemimpin pada setiap sektor  mahasiswa, baik di tingkat jurusan, fakultas maupun universitas. Jangan lupa pertimbangkanlah calon yang sesuai kriteria yang dapat membawa amanah mewujudkan mahasiswa UNNES yang beretika konservasi dan bereputasi untuk negeri serta penggerak persatuan kerukunan, intelegensi dan prestasi untuk Rumah Ilmu Konservasi dan Bereputasi. Oleh karena mari kita bangun kembali rasa persatuan dan kesatuan untuk mahasiswa UNNES yang lebih baik.

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

 

 

 

 

 

Rumah Ilmu Beruputasi Konservasi Budaya Jawa # 2

Rumah Ilmu Beruputasi Konservasi Budaya Jawa
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa yang mengunggulkan atau mengagungkan tata krama dan solah bawa dalam kehidupannya. Sesuai dengan tataran tingkatan serta aspeknya masing-masing. Misalnya dalam berbicara atau yang biasa dikenal undha-usuking basa yang selalu ditanamkan tindakannya di dalam berkehidupan. Salah satu yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa terkenal dengan andhab ashor yang lebih meninggikan atau menghormati orang lain . Begitu pula halnya dalam mencari ilmu, juga ada tatanan yang membedakan dari yang lainnya, dimana masyarakat Jawa zaman dahulu sangat senang atau gandrung dengan urusan berguru ilmu yang rela berkorban melakukan apa saja agar berhasil. Baik ilmu umum, rohani maupun kanuragan dengan melakukan pertapaan yang penuh dengan tantangan. Pada era modern saat ini untuk mencari ilmu, sudah jarang sekali dijumpai kegiatan seperti bertapa, memang wajar. Karena dalam era saat ini jika kita ingin berguru ilmu maka kita akan mengeyam yang namanya bangku Pendidikan, baik formal maupun non formal. Dalam sistem dunia pendidikan masyarakat Jawa, dapat diingat dan di kenal tiga prinsip pendidikan, yang di kemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu yang pertama ING NGARSA SUNG TULADHA yang artinya “di depan, seseorang harus bisa memberi teladan atau contoh”. Lalu yang kedua adalah ING MADYA MANGUN KARSA yang artinya “ditengah -tengah atau diantara seseorang bisa menciptakan prakarsa dan ide”. Kemudian yang ketiga adalah TUT WURI HANDAYANI yang artinya “dari belakang seorang pendidik harus bisa memberikan dorongan dan arahan”.
Dimana ketiga prinsip tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan masyarakat Jawa pada umunya. Penerapan tersebut yang paling penting dalam penyampaian pertama prinsip pendidikan tersebut adalah dalam lingkungan, baik keluarga maupun di sekolah atau lembaga pendidikan. Rumah merupakan tempat pertama dan utama dimana kita di tanamkan karakter moral maupun spiritual, untuk mendukung kita dalam berkehidupan utamanya dalam proses pembelajaran mencari ilmu. Karena sekolah atau lembaga pendidikan merupakan rumah ke dua bagi siswa maupun mahasiswa. Akan tetapi seiring berjalannya waktu budaya dan pola tingkah laku masyarakat Jawa yang penuh keharmonisan, keselarasan dan toleransi saat ini mulai luntur dengan berbagai macam virus global yang menyerang generasi penerusnya termasuk pula dalam lembaga pendidikan. Bahkan ada yang sama sekali tidak mengenal apa itu tatanan Jawa, yang sangat memiliki semangat juang untuk mendapatkan dan meraih apa yang mereka inginkan, dengan usaha dan kerja keras. Maka alangkah baiknya apabila lembaga Pendidikan Tinggi di tingkat Universitas seperti Universitas kebanggan bersama UNNES, yang telah melestarikan arifnya budaya Jawa dapat pula menambah dan mengentalkannya dengan menciptakan suwasana nyaman, penuh dengan ajaran luhurnya budaya Jawa sebagai jati diri bangsa yang ditanamkan pada para mahasiwanya agar menjadi generasi yang berkualitas serta berakhlak tertata. Apalagi UNNES merupakan kampus konservasi yang tidak hanya mengkonservasi lingkungan tetapi juga budaya. Utamanya adalah budaya Jawa.
Hal yang dapat kita lakukan untuk memperkenalkan dan menanamkan budaya berpendidikan dan tatanan berkehidupan Jawa adalah dengan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari dimana saja dan kapan saja. Seperti memperkenalkan tulisan aksara Jawa pada nama-nama tempat dan papan pengumuman di lingkungan kampus, membiasakan bertutur kata yang sopan sesuai jenjang usia dan bertegur sapa sesuai aturan unggah –ungguh bahasa, dengan demikian akan terbiasa dan mengenallah mahasiswa dengan apa itu budaya tata krama berkehidupan sebagai orang Jawa yang baik. Ingatlah. Jangan hanya mengejar ilmu tanpa memperhatikan untuk melestarikan dan meninggalnya budaya sendiri untuk suatu kata modernisasi, tetapi kita juga harus modern dan tetap mencintai serta menjunjung tinggi budaya Jawa sebagai budaya tanah kelahiran sendiri. Dengan begitu kehidupan kita akan tertata secara otomatis,dapat hidup selaras dan berdampingan dengan alam seisinya termasuk manusia dan makhluk hidup lainnya. Menjadi manusia yang berbudaya dan manusia yang bermartabat. Sehingga dapat benar-benar mewujudkan Universitas Negeri Semarang sebagai Rumah Ilmu yang Bereputasi Konservasi Budaya.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.