Kertas cerewet bernomor 211
Malam yang kian larut tak mampu menenggelamkanku ke negeri mimpi yang melenakan, masih terduduk risau diantara lembaran-lembaran kertas yang berserakan, membuatku semakin suntuk, sesak, dan entahlah, sejujurnya aku juga gak begitu yakin kalau kertas-kertas ini bisa membantuku lebih, tapi itulah yang selalu di janjikan mereka.
Sejak setahun yang lalu, aku menjadi fanatic dengan yang namanya kertas dan pena,menuliskan setiap hal yang ku mau, entahlah, sebenarnya aku juga gak terlalu berambisi untuk memenuhi buku-bukuku dengan coretan-coretan yang tak bernilai, tapi mereka yang selalu mengiming-imingi dengan menjanjikan ketenanagan , tapi tak ada yang berubah hingga saat ini, hingga malam ini sekalipun, ku tuliskan apa yang ku mau,di lembaran yang kuberi nomor 304, sekali lagi apa yang ku mau
“Hari ini, adalah hari yang menyebalkan untukku, gara-gara si Jasmine ngomong nylekit tadi siang, sok-sokan bilang aku blo’on lah, iya sih, aku emang gak bisa ngerjain soal-soal tadi siang, tapi bukan berarti dia harus ngatain aku kayak gitu! Dia pikir dia itu pinter apa!, dia juga lebih blo’on dari aku kali”
Ah, malang nian nasibku bukan, tapi bukan hanya itu, aku mencari lembaran kertas kosong yang lain, yang ku beri nomor 305
“Aku gak tau kenapa, Lina sewot waktu aku curhat tentang kegalauanku yang tak beralasan, padahal aku selalu dengerin curhatan dia yang sudah jelas dan gak perlu alasan lagi, uuuh”
Tiba-tiba kertas di sebelahku protes dan berteriak lantang, kertas bernomor 211
“Alis, ngapain kamu harus nulis hal itu lagi di kertas bernomor 304?, kamu tuh udah terlalu sering bikin kembaran aku, mau kamu bikin seberapa banyak lagi?”
Aku mendengus kesal dengan kertas bernomor 211 itu, kertas yang paling menyebalkan dan selalu protes kalau aku nulis kembarannya
“Eh, gak usah sewot gitu donk!, aku juga gak mau nulis kayak gitu terus, tapi emang udah adanya gitu kan?”
“ya iyalah, emang udah kenyataan, liat aja, Alis nulis nilai jeleknya diatas mukaku, seminggu yang lalu, emang udah sepantesnya dia di katain blo’on, hahaha” timpal kertas bernomor 289, yang baru ku coret-coret seminggu yang lalu
“eh, jangan asal ngomong yah, kalian tuh tau apa, gak cocok sebutan blo’on buat Alis, nih buktinya dia nulisin nilai 100nya di atas mukaku” kertas bernomor 290 maju membelaku
“Hah, paling Cuma kebetulan aja, jarang-jarang kan Alis dapet nilai 100?” kertas bernomor 211 menyangkal
“Helloooooow, di dunia ini tuh gak ada yang kebetulan, itu karena Alis mau kerja keras semalaman buat belajar!”
“Oh yaaaaaa?” kertas 289 melotot memamerkan angka jelekku di atas mukanya
“Udah-udah deh, gak usah bikin kesel kenapa sih, kalian tuh gak pernah ngertin kalau aku tuh lagi galau, gara-gara dua hal ngeselin tadi siang!” teriakku kesal
“Aduh Alis, ngapain juga kamu harus mikirin berlebihan kayak gitu deh, bukannya kemaren kamu baru aja nulis di atas mukaku kalau si Lina baru nraktir kamu makan siang di kantin sekolah?” kertas bernomor 303 menyergah
“Yeeee, itu kan kemaren, sekarang kasusnya udah laen” kertas bernomor 304 yang baru saja tergoreskan tinta tiba-tiba bangkit dan menyangkal
“Eiitttzzzz tunggu dulu, silent please, ngapain juga kalian tuh harus ikut campur urusanku?, kalian kan Cuma kertas, bisa bantu apa?
“Biarpun kita ini Cuma kertas tapi kan kita udah jadi bagian dari hidup kamu, kita udah setia dengerin curhatan-curhatan kamu yang 100% gak penting!, every day!, kalo temen kamu?, bisa jadi gak ada yang sesabar kita-kita, ya gak?”
“Setuju.., bener banget tuuuuh” semua kertas menyahut memenuhi ruang kamarku, membuat telingaku pekak karena mulut-mulut lebar mereka, bahkan yang lagi tidur sekalipun, tiba-tiba melek dan dengan sigap mengelap air liurnya, gak kalah ikut-ikutan demo.
“Ok, ok ok ok, well, gak usah pada rebut, kalian cukup duduk manis yang turuti saja apa yang kutuliskan, jangan bawel ok!”
Seketika semua diam dan mundur perlahan, aku mengambil selembar kertas kosong lagi, dan menulis sesuatu yang, aaarrrrggg, ku fikir jauh lebih beruntung dari pada dua lembar kertas yang baru ku coret-coret barusan
“Mmmm, meskipun hari ini nyebelin, tapi ada juga yang bikin aku selalu seneng, Airizaldy, tiba-tiba lewat depan kelasku dan tersenyum manis waktu aku lagi BT”, di kertas bernomor 306 ku
“Ciyeeeeee”, kertas yang baru saja kugoreskan tinta-tinta itu seketika mengerlingkan matanya menggodaku, ahay, kurasakan wajahku mulai memerah
“Halah…, Cuma disenyu….” Kertas bernomor 211 lagi-lagi berkomentar sinis, tapi cepet-cepet ku bungkam mulutnya biar gak kebanyakan congek.
Kututup semua lembaran-lembaran cerewet yang berserakan dihadapanku, menyimpannya dengan rapi, layaknya barang berharga, meski banyak yang menertawaiku karena hal ini, bahkan banyak pula yang mengataiku gila karena hobi berdialog dengan catatanku sendiri, tapi apa peduliku, mereka tak bisa melakukan apa yang ku lakukan, sedagkan aku benar-benar mendengarnya, mereka tak bisa mendengar setiap jeritan-jeritan hati mereka, entahlah, mungkin karena mereka tak pernah tau dan tak mau mendengarkan kata hati mereka sendiri. Walau bagaimanapun aku telah mempercayai 100% kertas-kertasku untuk jadi teman curhat yang setia, meski kadang mereka nyebelin karena belaga sok tahu, tapi biarlah.
***
Hari ini ada jadwal ulangan Fisika, aku gak mau kalau nilaiku jelek lagi dan di jadiin bulan-bulanan sama kertas cerewet bernomor 211 itu. Meskipun ulangan tinggal setengah jam lagi, tapi aku tetap berusaha untuk memecahkan soal-soal latihan yang sedang ku kerjakan
“Semanagat ya!” bisik kertas bernomor 290 dari selipan buku-bukuku, kertas yang memang selalu kubawa kemanapun aku pergi. Aku tersenyum simpul pada kertas itu
“Terimakasih”, lain halnya dengan kertas bernomor 211 yang Cuma tertawa sinis yang meremehkan, ih, aku dengan sengaja menenggelamkan wajahnya ke dalam tasku dengan geram, mendesaknya untuk terus masuh agar tak menggangguku, iapun hanya bisa berteriak minta ampun
“Aliis, kejem baanget sih lo, lepasin gak!, aku insyaf deh gak bakal gangguin kamu lagi!”
“Bodo!” jawabku ketus
Jasmine melirikku heran, merasa terusik dengan pekikanku, ia Cuma menggeleng-geleng maklum dengan sikapku yang terkesan aneh bin gila.
Aaaaiiiih, tiba-tiba perutku mules, panggilan alam yang harus secepatnya di eksekusi, terpaksa menyeret kakiku ke toilet.
Setelah kembali dari toilet, Jasmine menghadangku di depan pintu
“Alis kamu ngatain aku blo’on?” ucapnya tiba-tiba
“Hah?, kapan?, bukannya kamu yang selalu ngatain aku blo’on yah?”
“Gimana bisa kamu mbeber-mbeberin ke kertas kamu itu, gak Cuma sekali lagi!”
“Eh, jangan fitnah gitu donk”
“Udahlah, aku tuh udah tau semua tentang kamu, bahkan kamu juga sering kan jelek-jelekin aku!, gak nyangka yah ternyata kamu itu busuk!”
“Loh, dari mana kamu tahu ?”
“Tanya aja kekertas kamu itu” Jasmine pergi meninggalkanku dengan kesal.
Aku membuka tasku, dan mencari kertas-kertasku, tapi tak ada, kemana mereka, nampaknya mereka udah mulai pinter berjalan, ah, ternyata di laci meja
“Udah pinter jalan-jalan yah?” tanyaku kesal
“Sorry Lis, kita bukannya jalan-jalan, tadi ada yang narik paksa kita buat keluar” kertas bernomor 290 berkata memelas
“Siapa?”
“Jasmine”
“Kenapa kalian gak nglawan?”
“Mana bisa, mikir donk Lis, kita kan Cuma kertas!” timpal kertas cerewet bernomor 211
“Gak bisa gitu donk!, kan kalian udah janji bakal jaga rahasia aku baik-baik”
“Gak usah nyolot gitu donk, lagian gak logis juga kalo kamu nyalahin kita kan!”, kertas cerewet itu terus menentangku , disaat yang lain diam membeku mendengarkan omelanku
“Jelas ajah kamu yang salah, gara-gara kamu aku jadi berantem sama Jasmine”
“Heloow, lagian siapa juga yang suruh kamu jelek-jelekin Jasmine di depan kita-kita”
“Heh, aku kan udah bilang, jaga rahasia aku baik-baik , jangan sampe orang lain tahu!”
“berfikir realistis dikit donk Lis, itu semua salah kamu karena gak bisa menjaga rahasia-rahasia kamu dengan baik!, kamu emang pantes dikatain BLO’ON!”
Aku mulai geram dan ingin mencekik kertas cerewet itu, aku mengambil selembar kertas yang cerewet itu dan mencekik lehernya kuat-kuat
“Ampun Lis, jangan bunuh aku!” kertas cerewet itu meronta-ronta minta di bebaskan
“Gak bakal aku lepasin kamu, kamu harus mati, karena kamu udah jadi penghianat terbesar dalam hidupku , kamu harus mati!” aku semakin memperkuat cengkramanku, kertas yang lain menjadi panic dan berteriak-teriak menghentikanku.
“Lis, kamu bakal nyesel kalo aku mati, karena gak akan ada lagi yang lebih cerewet dan merhatiin kamu seperti aku”
“Diam kamu!, mulutmu itu emang harus di robek!”
“Jangan…!” teriak semua kertas dengan cemas, namun lain halnya dengan kertas cerewet bernomor 211 itu seolah pasrah dalam sakitnya cengkramanku yang geram dan berambisius untuk merobek mulut embernya itu.
Tak terbendung lagi, aku merobek-robek kertas itu menjadi kepingan-kepingan bagai puzzle yang tak berbentuk, kertas yang lain hanya ternganga melihatku menghabisi nyawa kertas cerewet bernomor 211 itu, antara kasihan, takut , kesal dan sebagainya.
Selesai!, selesai sudah aku mengakhiri hidup kertas cerewet itu, kini tak ada lagi kenangan buruk yang pernah tertulis di kertas itu, tak ada lagi kertas cerewet terburuk yang selalu mengingatkanku dan meremehkanku, tak ada lagi kertas yang berani mengataiku bodoh, tak ada lagi, semua musnah, dan aku tak pernah lagi menulis sesuatu yang lebih buruk yang kutulis, namun begitu, baru kusadari, aku kehilangan sahabat yang hakikatnya dalah sahabat baikku, meski dia teramat buruk dan menyimpan segala kepedihan, namun tanpa dia, diluar sana lebih banyak lagi yang mengataiku bodoh, lebih tajam, bahkan lebih menggangguku, meski begitu, aku masih belum memberanikan diri untuk menciptkan kertas cerewet bernomor 211 itu lagi, karena tak ada yang bisa menggantikannya, tak ada, karena tak ada yang lebih cerewet darinya dan tahu segalanya tentangku.
Dan kau tahu, apa isi dari kertas cerewet bernomor 211 itu?, baiklah aku akan menceritakannya
“Hari terburuk dalam hidupku, ketika aku mendapat nilai ulangan 0, semua itu karena kelihaianku sebagai pencontek professional terbongkar sudah, kertas ulanganku ditarik seketika dan langsung di beri angka nol, di tambah lagi omelan dari guru killer itu didepan semua siswa, uuuuuh”
Dan kau tahu, kertas cerewet itu pula yang selalu mengingatkanku dengan hal terburuk itu, namun sekarang tak ada lagi, ia sudah mati, aku sudah melupakan hal itu, tak ada lagi yang akan mengusikku selain mulut-mulut yang lebih lebar diluar sana seperti ribuan kertas cerewet bernomor 211 itu.
Tapi hakikatnya aku lah yang telah membunuh jiwaku sendiri bersama kertas cerewet itu, dengan kematian kertas cerewet bernomor 211 itu tak membuat hidupku lebih baik, namun semakin buruk dari sebelumnya.
Catatan : Cerpen yang kutulis diatas hanya menggambarkan seorang yang mampu berdialog dengan dirinya sendiri melalui sebuah tulisan, melalui sebuah catatan yang akan mengingatkan kita akan masa lalu meski yang paling tidak kita sukai sekalipun. Sebagai manusia biasa terkadang kita mengalami kejadian yang sangat buruk dalam hidup kita yang kemudian bisa menggugah hidup kita kearah yang lebih baik, namun kemampuan otak kita terbatas, kadang jika kita sudah mendapat kebahagiaan yang lain, kita lupa dengan tujuan kita yang sebenarnya. Maka tulislah hal itu diatas selembar kertas yang akan selalu mengingatkanmu , meski menyebalkan, meski kau tak menyukainya, tapi tetap tulislah untuk kau jadikan motivasi, jangan seperti Alis yang akhirnya merobek kertas cerewet bernomor 211 itu, karena akhirnya dia akan menyesal, karena tak ada lagi yang akan mengingatkannya pada tujuannya yang sesungguhnya. Lalu apa hikmah yang bisa kita petik?, yups, terkadang hal yang kita tak sukai dan amat kita benci justru itu baik bagi diri kita, so, jangan gegabah mengambil kesimpulan, lihatlah dengan kacamata hikmah, maka kamu akan menemukan kebaikan dari sisi yang lain, jadi, jangan pernah membenci apa yang menurut kita buruk tapi hakikatnya baik, dan lebih-lebih menghancurkannya.
Recent Comments