Hai jumpa lagi, kali ini saya akan membagikan pengalaman mengeni materi yang di tugaskan dalam mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia. Dimana kita sebagai manusia di harapkan dapat menjadi manusia yang berguna bagi manusia lain.
semarang, 10 November 2016
Mendidik Diri Jadi Indonesia: Memanusiakan Liyan Di Depan Kita
Indonesia merupakan negara kepulauan yanga subur dan makmur, mempunyai potensi yang banyak. Sudah terbukti bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan kekayaan alamnya. Indonesia juga merupakan negara yang homogeny, terdapat kebudayaan, ras, suku, agama, dan etnis yang berbeda-beda. Mulai dari sabang samapai merauke, Indonesia terbentang sangatlah luas, indah nan permai. Seperti yang tersirat di lagu “jadilah legenda” oleh : Supermen is Dead
“Hembus angin yang terasa panas, Keringat menetes di dada, Tiada henti kau bekerja keras berjuang, Demi cinta. Untuk indonesia teruslah bertahan, Walau dihancurkan disakiti kau tetap berdiri di sini, Untuk indonesia jadilah legenda, Kita bisa dan percaya. Lihat laut dan indahnya ombak,Gemulainya pohon kelapa, Para Gadis yang mulai menari,Kibarkan Merah Putih. Untuk Indonesia,Kita punya semua seribu budayadan kekayaan alam yang takkan terkalahkan,Untuk Indonesia jadilah legenda,Kita bisa dan percaya”.
Seperti cuplikan lagu di atas bahwa Indonesia bisa menjadi legenda dengan adanya sumberdaya alam dan keanekaragaman budaya. Dengan adanya deversitas budaya lagu tersebut mengharapkan bahwa rakyat Indonesia bisa meniknati kekayaan budaya, kekayaan alam dan potensinya dengan adil.
Indonesia dengan segala aspek di dalamnya mempunyai kebudayaan, terutama masyarakatnya. Sementara menurut Nasikhun (1993: 28) struktur masyarakat Indonesia dapat ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik yaitu: (1) secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan kedaerahan, (2) secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. (SMI, hal: 7). Kita tahu bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, perbedaan suku bangsa, agama, ras, adat istiadat, dan kedaerahan menjadikan Indonesia berpotensi rawan akan timbulnya konflik sosial.
Untuk menjadikan Indonesia yang damai akan konflik yang ada,maka Indonesia belum bias menjadi masyarakat multicultural, sekarang ini, Indonesia baru proses untuk menjadi masyarakat majemuk menuju masyarakat multicultural. Dengan adanya proses yang di lakukan maka Indonesia harus memberikan pengetahuan kepada masyarakat. Untuk menjaga kelangsungan hidup yang damai dan sejahtera, Indonesia tidak bisa terus-menerus menjadi masyarakat yang majemuk sehingga untuk mengatasi hal tersebut multikulturalisme menjadi salah satu solusinya. Dari masyarakat majemuk menuju masyarakat multikulturalisme perlu adanya pendidikan multikulturalisme, dengan cara memberikan pengetahuan dan pemahaman antarbudaya sesuai perspektif kebudayaan. Keyakinan keagamaan masing-masing masyarakat dan melalui kebijakan-kebijakan kesederajatan dalam perbedaan-perbedaan kebudayaan oleh pemerintah. (Studi Masyarakat Indonesia, hal: 27).
Dengan adanya konflik yang memicu ketika masyarakat Indonesia majemuk maka yang menyebabkan konflik adaah masalah etnosentrisme,dan ketika masyarakat menjadi masyarakat multicultural maka yang memicunya adalah social ekonomi atau kesenjangan social. Seperti halnya masalah etnosentrisme, adanya perang Sampit di Madura, yang dilakukan oleh suku Dayak dan suku Madura. Awal dari konflik tersebut adalah perkelahiran antar siswa yang melibatkan anak warga Dayak dan warga Madura, hal tersebut yang memicu adanya konflik antar keluarga dan antar etnis,karena kurangnya kesadaran mereka terhadap multikulturalisme.
Jadi kita sebagai mahasiswa yang biasanya di sebut agen perubahan (agent of change) harus mempunyai kesadaran untuk menjadikan Indonesia yang makmur, tapi tak bisa di pungkiri juga, kita sebagai makhluk social tidak lepas dengan adanya konflik, dari kita mempelajari SMI (studi masyarakat Indonesia) yang kita dapatkan dari perguruan tinggi Universitas Negri Semarang khususnya Fakutas Ilmu Sosial, kita di belajarkan untuk menjadi insan yang baik. Dari mempelajari SMI kita di beri pembelajaran tentang pendidikan multicultural, yang harus di ketahui oleh masyarakat Indonesia agar mereka saling bersolidaritas satu sama lain.
Menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain bukanlah hal yang mudah, kita melakukan suatu hal yang tulus dari hati sangatlah sulit, kecuali orang-orang yang sudah terlatih untuk melakukan hal yang sedemikian rupa. Meskipun hal tersebut sulit untuk dilakukan, maka kita sebagai manusia harus terus berusahan untuk menjadi insan yang bermanfaat untuk orang lain, dan saling tolong menolong satu sama lain. Sudah di tuliskan dalam al quran, bahwasannya Allah berfirman ; Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ( QS AL-Maidah : 2-5). Dari tugas SMI (studi masyarakat Indonesia) ini, saya akan menggambarkan sedikit tentang kejadian yang sesuai tema pada tugas ini.
25 Agustus 2016
Jalan sehat bikin ketawa yang meneteskan air mata
Masih teringat betul di pikiranku, waktu kejadian lucu tapi membuat ketawa meneteskan air mata, kejadian itu terjadi ketika waktu saya mengikuti jalan sehat yang di selenggarakan oleh IPNU IPPNU se kecamatan, tepatnya di desa Tunahan, kecamatan Keling, kabupaten Jepara. Kejadian itu terjadi pada hari Jum’at sekitar jam 09.00. Dengan suasana terik matahari yang cukup menyengat di kulit, tapi kami tetap antusias mengikuti acara jalan sehat tersebut. Saya berjalan bergerombol mengikuti alur yang sudah di tentukan oleh panitia. Ketika kami berjalan di tengah persawahan, kami melihat segrombolan anak kecil sekitar enam anak, mereka sekitar ber umur 7 tahunan, masing-masing anak berboncengan dua anak dua anak dengan menaiki sepeda.Dari kejauhan mereka terlihat asyik bermain dan bercanda satu sama lain. Akan tetapi terlihat betul di mataku, mereka bermain sudah melampaui batas, mungkin salah satu dari mereka ada yang tidak terima dengan gurauan anak yang lainnya. Ketika jarak saya dengan mereka sudah nampak jelas, mereka mulau nampak sudah bertengkar satu sama lain.
Pada akhirnya sepasang anak laki-laki dan perempuan di satu sepeda terjatuh ke petakan sawah atau biasanya kami menyebutnya dengan nama “kedok an”. Ketika itu, saya berlari untuk berniat menolong anak yang jatuh dari sepeda di petakan sawah, tapi saya sudah terlambat untuk menolong anak itu, setelah saya sampai di tempat anak itu jatuh, mereka sudah berlumuran lumpur dan sudah merusak sebagian tanaman padi petani yang mungkin baru satu minggi petani tanam. Awalnya mereka berdua terbangun dan tidak menangis tapi mungkin mereka kaget dengan adanya ejekan dari teman-temannya dan lebih-lebih mereka terkejut dengan adanya kami yang berada di sekitar mereka, akhirnya mereka berdua menangis.
Saya langsung turun ke petak an sawah untuk menolong mereka ber dua,meskipun kakiku berlumuran lumpur tapi saya lebih kasihan melihat mereka berdua yang seluruh badannya berlumuran lumpur yang sangat menjijikan. Saya tarik mereka berdua ke daratan, lalu teman-teman saya ikut membantu untuk mengangkat mereka dan ikut membersihkan lumpur yang ada di badan mereka berdua.
Waktu kejadian tersebut terjadi, kelihatannya lucu,saya dan teman-teman saya sempat tertawa karena melihat tingkah anak kecil yang berboncengan dan bermain bersama, tapi waktu mereka terjatuh, saya merasa kasian dengan mereka, bisa-bisanya teman-teman mereka tertawa terbahak-bahak melihat temannya yang kesakitan dan kotor. Dan waktu itu juga saya di gerakkan untuk membantu mereka, rasa peduli saya muncul seketika waktu melihat anak kecil itu terjatuh.
Setelah mereka kami bersihkan badannya dengan air yang mengalir di aliran sawah, saya ingin tau awal kejadian mereka bisa bertengkar dan bisa jatuh ke petakan sawah. Dan akhirnya salah satu dari mereka menceritakan kejadian tersebut. Sebelumnya kami berkenalan terlebih dahulu, yang laki-laki namanya Rizki dan yang perempuan namanya Ida. Si Ida menceritakan dengan tersengak-sengak karena ia menangis, ia bercerita bahwa nama orang tua mereka di ejek oleh teman-temannya, dan mereka tidak terima dengan ejekan tersebut, akhirnya kejadian tersebut bisa terjadi.
Bagi Dahrendorf dan para teoritisi konflik, setiap masyarakat pada setiap titik tunduk kepada proses-proses perubahan. Dimana kaum fungsionalis menekankan ketertiban masyarakat, para teoritisi konflik melihar pertikaian dan konflik ada pada setiap titik di dalam sistem sosial. (George Ritzer, 2012: 450).
Dalam teori konflik menurut Dahrendorf bahwa suatu permasalahan tidak bisa terkendali ketika permasalahan tersebut mulai memuncak. Seperti yang di alami Rizki dan Ida, bahwasannya mereka mulai geram dengan ejekan teman-temanya yang semakin lama semakin keterlaluan. Meskipun anggapan teman-temannya itu hanya gurauan atau bercandaan semata. Tapi si korban sudah tidak tahan lagi dengan gurauan teman-temannya. Akhirnaya mereka bertengkar di persawahan dan terjadilah aksiden yang seperti di ceritakan di atas. Menurut saya meskipun Rizki dan Ida anak kecil tapi mereka sudah mempunyai rasa emosional karena dengan kejengkelan mereka dengan teman-temannya mereka merasa di buli, lebih-lebih nama orang tua mereka berdua yang mereka jadikan sasaran untuk mengejek mereka berdua. Jadi wajar saja jika mereka berdua sakit hati tapi mereka tidak bisa mengalahkan mereka ber empat yang akhirya mereka tersenggol dan jatuh ke petakan sawah.
16 September 2016
Memasak Sebagian dari Tugasku…..
Kejadian yang masih ku ingat. Setiap dua minggu sekali saya dan teman-teman saya mendapatkan jatah piket masak di pondok pesantren Piket masak tersebut adalah sebuah kewajiban saya sebagai santri, karena dengan ikut serta dalam piket masak, saya lebih merasa senang jika saya membantu seseorang untuk kebaikan, dengan piket tersebut saya gunakan untuk kesempatan saya untuk berlatih memasak dan tolong menolong sesama teman. Hal yang sepele mungkin, jika hal seperti ini di ceritakan dalam tugas SMI (studi masyaraat Indinesia) ini, tapi menurut saya hal ini sangat penting untuk dilakukan karena dengan ketawadu’an, menghormati orang lain adalah suatu hal yang sangat penting untuk saya menjadi santri.
Masih ingat betul saya waktu kejadian itu berlangsung, tanggal 16 September 2016 tepatnya hari sabtu sekitar pukul 23.30 dimana hari itu adalah piket masak di pondok yang paling mengenang selama saya berada di pesantren selama 3 semester. Waktu itu seharusnya bukan jadwalku untuk piket masak di pondok, karena jadwal piket saya hari Kamis, berhubung malam itu yang piket masak kekurangan personil maka saya pindah jadwa pada hari sabtu. Eh ternyata saya berada di piket yang mana yang lainnya adalah anak baru yang belum pengalaman dalam memasak di podok bagaiman. Dengan banyaknya beras yang di masak, dan banyaknya sayur dan lauk yang harus dimasak menjadi makanan sehari-hari kita, kita harus pandai-pandai untuk mengolah lauk dan sayur se enak-enaknay dengan cara kita untuk masak.
Dengan akal budi, manusia mampu menciptakan, mengkreasi, memperlakukan, memperbarui, memperbaiki, mengembangkan, dan meningkarkan sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia ( Herimanto, 2016 : 19 ). Dengan adanya akal budi yang kita miliki, maka yang membedakan dalam hal tata cara, berpikir, dan berbuat yang sesuai etika yang baik, kita harus memanfaatkan cara kita sebagai manusia sosial yang bermanfaat bagi orang lain. kita memasak di pondok untuk kepentingan kita juga dan kepentingan bersama-sama. Jadi piket memasak di pondok adalah sebagian dari tugasku selain kuliah dan mengaji.
Pada malam itu, saya menjadi orang yang lebih tua diantara mereka, maka orang yang lebih tua diantara orang yang lebih muda itu ada enak dan tidaknya, karena seseorang yang lebih tua adalah tempatnya untuk menjadi panutan bagi orang yang lebih muda, sekitar enam adek-adek dan tuju dengan saya, yang malam itu piket bersama, waktu itu saya ke dapur pukul 22.30 padahal mulai masak pukul 22.00. waktu itu saya dengan keadaan ngatuk berat karena sebelum saya ke dapur, saya sudah tidur terlebih dahulu, meskipun dengan keadaan yang ngantuk akan tetapi saya menjalankan piket masak ini dengan ikhlas dan senang.
Waktu itu saya masih mengarahkan mereka untuk melakukan pekerjaan yang harus mereka lakukan ketika memasak, dengan membagi mereka untuk menyelesaikan tugasnya, ada yang membuat bumbu, memasak nasi,memasak lauk dan sayur. Kita memasak dengan enjoi mengobrol dengan asyik. Tapi seketika itu, canda dan tawa kami terhenti karena gas yang di buat memasak nasi kami keluar api, mungkin karena kami memasang selang gasnya kuran benar maka terjadi kesalahan yang seperti itu.
Saya melihat kobaran api yang semakin membesar, kami tambah panic, tapi saya langsung bergegas dan mengambil selimut yang saya basahi dengan air dan akhirnya saya taruh selimut yang basah ke api yang menyala dari gas, dan di susul kang-kange dan mbk-mbke yang mendengar kepanikan kami menuju ke dapur untuk menolong kami, setelah api mulai padam maka yang mengurusi gasnya kang-kange yang menbawa gas itu ke luar ruangan. Dan setelah kejadian itu berlangsung maka kami berhati-hati untuk memasang gas. Alhamdulillahnya adek yang bernama Firda tidak kenapa-kenapa, ia hanya ketakutan dan syok karena melihat api yang muncul dari gas di hadapannya, karena ia yang memasak nasi.
Setelah kejadian itu berlangsung, kami melanjutkan memasak kami. Pukul 03.30 kami selesai memasak, mungkin agak lama kita memasak karena ada kejadian itu terjadi.setelah itu kami bersih-bersih diri untuk tidur. Kita sebagai manusia waspada itu penting.
26 Mei 2016
Jiwa Korsa Penunjang Utama
Dengan permasalahan yang sama seorang manusia harus memanusiakan orang lain, masih teringat betul kejadian yang perah terjadi di kehidupanku, , Pada waktu saya semester II, saya diajak teman untuk menghadiri sekaligus menjadi peserta penghijauan mangrove yang diadakan oleh Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam) WAPALHI (Wahana Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup) UNISNU (universitas Islam Nahdlatul Ulama) Jepara di pantai Benteng Portugis, letak tepatnya di Desa Donorojo, kecamatan Donorojo kabupaten Jepara.
Saya dan teman-teman berangkat dari kampus Unisnu (universitas Islam Nahdlatul Ulama) dengan membawa mobil truk dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Jepara dengan hati senang dan bergembira, bernyanyi dan bersorak sorai sepanjang jalan, saya bahagia sekali pada saat itu, bagaiman tidak, saya bertemu banyak teman baru dari berbagai Mapala yang berada di Jawa Tengah dan dapat pengalaman baru merupakan kegembiraan bagi diri saya sendiri.
Teman-teman dari Mapala lain begitu gembira karena melewati hutan karet yang asri nan sejuk dan membuat hati tenang, tepatnya di Desa Keling kecamatan Keling kabupaten Jepara, karena kebanyakan teman-teman yang berasal dari luar kota Jepara belum pernah menjumpai hutan yang seperti itu. Setelah itu tibalah saya dan teman-teman di Benteng Portugis sekitar jam 09 : 30, dan teman-teman mengajak untuk mampir di Benteng Portugis untuk berfoto-foto dan mengabadikan moment bersama-sama teman Mapala dari kota lain.
Ketika saya dan teman-teman hampir sampai di lokasi opening ceremony, tiba-tiba ada orang jatuh dari sepeda motor, saya dan teman-teman tanpa berfikir panjang langsung turun dari truk tanpa harus menunggu perintah untuk menolong, hal itu sepontan terjadi karena mereka yang selalu diajari jiwa korsa, saling menolong, dan peduli pada lingkungan sekitar. Jiwa korsa tertanam karena kita sebagai makhluk social, dan jiwa itu biasanya di terapkan pada suatu organisasi yang menekankan pada ketanggung jawaban.
Kejadian itu terjadi sekitar jam 10 : 15 pagi, orang-orang disekitar jalan menjelaskan bahwa orang yang jatuh dari motor itu mempunyai penyakit Ayan, yang awal gejalanya mulutnya berbusa, serta kejang-kejang, korban kira-kira berumur 36 tahun dan bernama pak Parno. Setelah itu kami melanjutkan acara kami yaitu Penghijauan Mangrove dipantai sampai selesai dan pulang kembali ke kampus UNISNU.
Saya menerapkan hal ini dengan teori tentang tekanan Durkheim pada tingkat analisa mengenai hasil-hasil tindakan sosial yang obyektif terlepas dari motif-motir subyektif. Lebih dari itu, ide yang umum mengenai kesadaran subyektif individu, pola-pola kepribadian, sikap-sikap, nilai-nilai, dan sebagainya yang sebagainya dan sebagian besar merupakan produk lingkungan sosial. (Johnson Paul, teori sosiologi klasik dan modern: 205).
Jadi jiwa social menurut Durkheim dalam analisis tentang jiwa social tercerminkan dari setiap seseorang yang berperilaku social terhadap orang lain, seperti saling tolong menolong, toleransi kepada orang lain, dan yang bersifat positif, maka jiwa tersebut bisa tumbuh dari kesadaran seseorang untuk melakukan hal yang baik. Mulai dari hal yang sepele dilakukan jika di terapkan atau sudah menjadi kebiasaan maka akan sepontan kita lakukan, jika seseorang melakukan hal yang positif maka hasilnya juga akan positif bagi diri.
20 Desember 2015
Kita Adalah Saudara
Hati mulai gundah, resah,ketika liburan mulai tiba. Rasa jumpa dengan keluargapun mulai tak bisa terkendalikan dan suasana rumah pun mulai tercium, pastilah berbeda suasana tempat kelahiran kita dengan tempat rantau kita yang sekarang ku tempati. Suasana kamarpun mulai terdengar bising, karena yang merasakan hal seperti itu bukan saya saja, melainkan teman-teman semua yang merasakan tinggal di tanah rantau.
karena saya berada di kamar yang berukuran kecil di pondok. Hari ini suasana di pondok begitu ramai seperti berada di pasar, bagaimana tidak, semua teman-temanku pada sibuk packing barang-barang mereka untuk di bawa pulang kampung. Beginilah suasana kamar di pondok ketika hendak liburan pondok, semua pada sibuk mencari barang-barang mereka untuk dibawa pulang, adapula yang pinjam pakaian untuk dibawa pulang, sandal, sepatu dll.
Ikar dan hariyanti yang terkenal usil, crewet, selalu ceria, tiba-tiba mereka berdua duduk termenung dan bengong seperti orang yang kehilangan tenaga. Entah apa yang mereka berdua pikirkan, aku hanya diam dan melihat mereka berdua, karena saya takut bila saya salah bicara. Setelah saya selesai packing semua barang-barang saya, saya pergi keluar kamar untuk sowan kepada pengasuh pondok untuk berpamitan pulang kerumah, karena ini liburan UAS (Ujian Akhir Semester) yang panjang. Tepatnya waktu kami masih semester l. Bersama teman-teman yang lain ingin pulang, kita izin bersama-sama.
Setelah saya selesai sowan, saya berjalan menuju ke kamar untuk mengecek barang apa yang belum saya bawa untuk pulang. Kita bersorak gembira karena kita sudah mendapatkan izin dari “ndalem”. Dan tiba-tiba ikar dan Hariyanti memanggil saya, mereka duduk di depan koprasi pondok, saya langsung menghampiri mereka. ketika mereka saya tanya ada apa, mereka malah enggan untuk berbicara, setelah saya bujuk mereka berdua sambil saya ikut duduk di hadapan mereka, mereka angkat bicara bahwa mereka mau pinjam uang 100 ribu untuk ongkos pulang ke kampung halaman mereka di Rembang dan Kebumen Jawa Tengah.
Hampir dua bulanan Ikar dan Hariyanti tidak pernah pulang ke kampung halaman mereka, karena waktu yang kurang cukup lama untuk di rumah, katanya waktunya hanya habis diperjalanan untuk pulang pergi saja. Selain itu biaya yang cukup mahal menjadi pertimbangannya mereka untuk tidak sering-sering pulang ke kampung halaman, pasalnya ongkos untuk pulang ke kampung mereka bisa di buat makan sekitar satu minggu, oleh karena itu mereka jarang sekali pulang kampung. Karena kami teman satu kamar dan begitu dekat, jadi mereka tidak sungkan-sungkan untuk bercerita kepada saya, akhirnya saya putuskan untuk meminjami mereka, karena saya merasa kasian dan tak tega kepada mereka. Dalam literatur structural-fungsional yang menekankan kecenderungan akhir system social untuk mencapai keadaan seimbang melalui mekanisme internal yang mengimbangi setiap gangguan ( Piotr Sztompka, 2011 : 14)
Jadi dalam struktur-fungsional kita sebagai makhluk social harus mengimbangi perilaku social dalam kehidupan sehari-hari kita, jika orang lain membantu kita, kita harus membantu orang lain juga, dalam kasus ini saya membantu teman dengan cara meminjami mereka uang untuk pulang kerumah masing-masing karena libut UAS telah tiba. Begitupun dengan mereka,mereka selalu ada ketika saya membutuhkan bantuan. Sebagai makluk social kita tidak bisa hidup sendiri-sendiri atau individualis. Karena kita dalam keadaan seperti apapun kita tetap membutuhkan orang lain.
Kita di pondok merasa bahwa kami semua adalah saudara, meskipun konflik yang selalu ada dalam system social tapi kami harus memahami satu sama lain. Di situlah kami merasakan rasa kekeluargaan yang kami bentuk selama kami bertemu, dan kita tak hanya mencari pengalaman dan ilmu saja kita kuliah dan mondok, tapi kita juga mencari saudara dan teman-teman yang banyak, sehingga dalam kehidupan kita banyak terjalin relasi yang dapat kita temukan di dunia sana. Jadi carilah teman yang sebanyak mungkin, agar kita banyak saudara.
23 September 2016
Aku, Kamu dan Mereka Sama
Baru teringat waktu itu, pendaftaran pergruan tinggi mulai di buka, bukan saya yang akan mendaftar ke perguruan tinggi, akan tetapi adek tingkat saya yang bernama Dhea Alifia, dia kesana kemari untuk mendaftar perguruan tinggi negri, tapi entah kenapa dari sekian banyak perguruan tinggi yang ia daftar belum ada satupun yang di terima. Tapi ia tidak pantang menyerah untuk masuk perguruan tinggi, akhirnya waktu pendaftaran dan pengumuman untuk masuk meperguruan tinggipun mulai di tutup, tapi syukurnya dia nyabang daftar di perguruan tinggi swasta, dan akhirnya dia di terima di UNISULA (Universitas Sultan Agung) di jurusan Managemen.
Pada waktu itu dhea melakukan daftar ulang dan tes kesehata, dia meminta saya untuk menemani ke UNISULA, mungkin dari sekian banyak perguruan tinggi yang ia daftari, dia selalu sendirian mengurusi ini dan itu untuk formulir pendaftaran, iya apa salahnya jika saya menemani dia untuk daftar ulang dan tes kesehatan di unisula, ketika itu kami menaiki bis untuk menuju ke unisula, dan tiba di terminal Teroyo, kami berjalan menelusuri jalan setapak yang derada di pinggir jalan menuju unisula.
Dengan terik matahari yang menyengat kira-kira pukul 10.00 an, kami terus berjalan menuju tempat yang kami tuju yaitu ruang pendaftaran dan tes kesehatan. Saya setibanya di tempat yang kami tuju kami bertemu dengan orang-orang yang asing yang tidak pernah aku temui. Dhea menuju loket dan mengisi formulir dan melakukan registrasi, dan aku duduk manis di ruang tunggu. Saya berkenalan dengan orang yang berasal di kanan kiri saya, dari berbagai daerah ku temui,ada yang dari Semarang sendiri,dari Pati, Demak, Kudus dll.
Setelah itu kami menuju ke Rumah Sakit Sultan Agung untuk melakukan tes kesehatan, dengan sekian antrian yang lumayan banyak kami menunggu panggilan untuk Dhea melakukan tes kesehatan. Kira-kira 5 jam kami menunggu untuk melakukan tes kesehatan, akan tetapi waktu itu di sambung dengan waktu istirahat. Di ruang tunggu kami bertemu dengan ibu-ibu dan bapak-bapak yang juga menunggui anaknya yang melakukan tes kesuhatan, disitu kami ngobrol-ngobrol dan perkenalan terlebih dahulu. Eh ternyata rumahnya ibu-ibu itu juga Jepara. Kami ditawari untuk ikut mobil mereka karena ibu-ibu itu takut jika kami pulang sudah tidak ada bis. Mereka juga menawarkan untuk mengantarkn kerumah kami. Akan tetapi kami menolaknya karena kami sungkan dengan mereka.
Sekitar pukul 15.30 dhea keluar dari ruangan setelah tes kesehatan. Dan kami berpamitan kepada ibu-ibu itu yang anak mereka masih mengantri untuk tes keseharan, akhirnya kami pamit untuk pulang terlebi dahulu dengan menaiki bus. Dengan berat hari ibu itu meng iyakan pamitan kami. Setelah kami keluar dari Rumah Sakit Sultan Agung kami berjalan untuk menuju terminal Terboyo. Dengan banyaknya orang yang berada di sepanjang jalan kami pun menerobos mereka, tiba-tiba langkah ku terhenti aku pun menarik tangan Dhea untuk berhenti, aku melihat nenek-nenek yang duduk di pinggir trotoar jalan kira-kira berumur 60 tahun, karena sandal yang di pakai nenek-nenek itu putus, dengan panasnya aspal yang bisa membuat kaki lebam-lebam, nenek itu berhenti agar kakinya tidak sakit. Kami pun menghampiri nenek-nenek tersebut dan menanyainya, ternyata nenek itu pulang dari rumah sakit untuk menjenguk cucunya yang lagi sakit, nenek itu menjawab kalau sandal yang di pakainya telah putus, tanpa berpikir lebih lama saya pun menyopot sandal saya dan mengasihkan kepada nenek-nenek itu, nenek itu ter cengang ketika melihat sandal yang saya copot saya kasihkan kepadanya.
Awalnya nenek itu menolak pemberian sandal dari saya, tapi saya memaksanya, karena saya melihat di sebelah pinggiran terminal ada pedagang kaki lima yang berjualan sandal, dan setelah saya bertanya nama nenek itu bernama bu Tiah. Setelah itu saya berpamitan karena hari mulai sore dan kami takut jika tidak ada bis yang kami tumpangi. Dan kami meneruskan perjalanan dengan keadaan saya nyeker tanpa alas kaki. Setiba saya di depan penjual sandal langkah saya berhenti, saya berniat untuk membeli sandal untuk saya pulang, setelah itu saya berpikir mungkin nrk Tiah uangnya pas-pasan sehingga beliau tidak membeli sandal untuk pulang.
Di sini kita harus saling tolong menolong, lebih-lebih dengan orang yang lebih tua dari kita,apabila mereka membutuhkan pertolongan kita harus senantiasa membantu. Karena kita sebagai generasi pemuda bangsa harus bersikap positif terhadap orang lain. Lebih-lebih kita telah belajar ilmu social yang telah di terapkan dalam mata kuliah di perguruantinggi saya. Akhirnya pun kami mendapatkan bus tumpangan untuk pulang, dan kamipun kembali dengan selamat
“Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR, Thabrani dan Daruquthni)
.
Daftar Pustaka
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Post modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Handoyo, Eko dkk.2015. Studi Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Ombak
Johnson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia
Sztompaka, Piotr. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada
Winarno, Herimanto. 2016. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
2 comments for “MEMANUSIAKAN MANUSIA (studi masyarakat Indonesia)”