Perubahan peradaban manusia dalam sejarahnya selalu tumbuh dan berkembang secara dinamis oleh perubahan yang terjadi dalam sejarah kehidupan manusia itu sendiri.Sebagai makhluk yang ingin mengalami perubahan dalam sejarah kehidupannya mereka harus terus berjuang dan bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhan mereka dan untuk tetap eksis ditengah kebersamaan manusia lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,mereka terdorong oleh akal yang telah dipunyai masyarakat secara maksimal dimanapun mereka berada.Karena tuntutan mereka haru berjuang untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup atau yang lainnya ,dari naluri yang ada dalam diri manusialah yang mendorong mereka untuk berpikir terus berkembang untuk mencari segala sesuatu untuk dapat memenuhi keinginannya tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.Ruang hidup manusia tidak saja terbatas dimana ia dilahirkan dan dibesarkan,tetapi juga di tempat dan waktu lain,di mana menurut mereka dapat memenuhi kebutuhannya(Jelamu,1988).
Proses perpindahan sekelompok manusia dari satu tempat ke tempat yang lain adalah sebuah proses alamiah.proses itulah yang dinamakan dinamika manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan nalurinya.Proses tersebut di sebut juga dengan “urbanisasi” dalam perpindahan tersebuat mereka akan menemukan sesuatu yang lain atau yang baru.Dan proses perpindahan dari suatu desa ke kota,telah berkembang beradab-adab lamanya.Terutama sejak lahirnya Revolusi Industri di Eropa.Sejalan dengan berkembangnya industriyang berada di perkotaan maka masyarakat perdesaan atau orang pinggiran mulai merubah pekerjaannya yang dulu menjadi petani di desa dan sekarang mereka lebih senang bekerja di kota yang pekerjaannya menjadi pekerja di pabrik-pabrik,industry-industri,perusahaan-perusahan konveksi,jasa,pedagang,lalu lintas dan komunikasi dll,yang biasanya terpusat di wilayah pertumbuhan diwilayah perkotaan.
Gejala perpindahan penduduk ini tejadi pada umumnya di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia.Di Indonesia khususnya di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.Yang telah di ikuti oleh perubahan-perubahan sosial baik yang berada di tempat tujuan yakni daerah perkotaan,maupun di tempat asal yakni di desa-desa.
Orang Jawa memiliki tradisi pemikiran yang unik, bersifat metafisik yang lekat dengan mistikisme atau mistisisme.Tradisi pemikiran ini di aplikasikan dalam segala aspek budaya,baik bersifat material ataupun non material.Kebudayaan tersebut mewujud lewat upacara ritual mulai dari rtadisi sebelum kelahiran sampai upacara pasca kematian,mula dari bentuk arsitektur sampai ara berpikir masyarakat.
Cara berpikir masyarakat Jawa yang lekat dengan mistikme ini paling tampak ketika mereka menghadapi situasi ketidak berdayaan. Penggunaan cara yang irasional atau sesuatu yang tudak logis yang dilakukan masyarakat Jawa sangat dipercaya.
Pemberton dalam on th Subject of “Java” menceritakan hidup dan berkembangnya narasi mistis di masyarakat Jawa menjelang gerhana matahari total tanggal 11 Juni 1983.Pada saat itu pemerintah Indonesia menganjurkan masyarakat untuk berdiam diri di rumah dan melarang warganya untuk melihat gerhana matahari secara langsung Karena mereka piker gerhana matahari total yang terjadi itu karena dimakan raksasa(buta) dapat menyebabkan mata menjadi buta.Kecuali melalui siaran TV tanggal 11 Juni 1983 jam 09.15-13.00.Pelarangan itu dilakukan dengan pasif melalui media cetak atau elektronik dan selebaran-selebaran.Akibatnya,pada saat gerhana,sebagian orang Jawa benar-benar tidak berani keluar rumah dan bahkan menutupi genting kaca rumahnya dengan kertas.Padahal,banyak ilmuan asing mengamati gerhana dengan mata telanjang dan tidak buta.Pemerintah menghemuskan isu tersebut dengan tujuan agar ilmuan asing yang melihat gerhana matahari di Indonesia tidak terganggu dengan ulah copet dan gali yang marak di tahun 1983 sehingga Indonesia mempunyai citra sebagai negara yang aman di hadapan masyarakat internasional.
Kondisi Yogyakarta saat ini telah berubah,arus modernisasi dengan rasionalitas instrumental sebagai unsur utama telah masuk ke Yogyakarta (Jawa).Akibatnya ,narasi-narasi yang dibangun atas dasar pola mistikisme khas Jawa mendapat gangguan dari pola piker rasional instrumental.
Sekolah sebagai Agen Perubahan
Soemardjan (1981) menjelaskan bahwa meskipun kepercayaan terkait metologi Jawa masih dipratikkan di masyarakat Yogyakarta,tetapi munculnya institusi pendidikan membawapengaruh terhadap perubahan sosial di Yogyakarta sekitar tahun 1957.Sekolah menjalarkan pengetahuan model yang berbeda dengan cara berpikir lama.
Di masa ini sekolah- sekolah modern telah tumbuh pesat.Sekolah “memaksa” siswa untuk mendengarkan dan menerima pengetahuan moderen.Dalam ranah ini cara berpikir yang tidak sesuai dengan logika rasional dianggap salah.Logika ilmu pengetahuan moderen tidak saja beroprasi di luar istana,tetapi telah memasuki cara berpikir sentana (para bangsaawan) dan abdi dalem di dalam tembok istanaOrang-orang pintar(sakti)di istana tergeser oleh intelektual sekolahan.Fungsi dukun diambil alih oleh dokter.Sekolah lebih dahulu dikenal kalangan istana dari pada masyarakat pada umumnya.
Di masa ini muncul pengetahuan bahwa dunia masa lalu (pengetahuan kerajawian) bekan merupakan dunia dunia satu-satunya sehingga timbul kesangsian terhadap pengetahuan-pengrtahuan pertama yang berbeda dengan pengetahuan di sekolah.
Sekolah merupakan salah satu instusi yang cukup berpengaruh dalam tahap sosialisasi sekunder.Setiap orang tidak dapat mengelak dari instuti ini.pengetahuan-pengetahuan pertama tentang mistikesme dapat mengalami krisis jika bertentangan denganpengetahuan-pengetahuan di sekolah.Pengetahuan ini dianggap tidak lagi tepat disaksiakan sehingga tidak diinternalisasikan kepada generasi berikutnya.Meskupundemikian,pengetahun pertama tersebut tidak benar-benar hilang.Dibutuhkan kejutan-kejutan yang sangat kuat untuk mencerai –beraikan kenyataan atau pengetahuan yang telah tertanam dalam sosialisasi pertama kali (Berger dan Lukman,1990:203,204).
Kasus-kasus Kontemporer Terkait Perubahan Pola Pikir Masyarakat Jawa
Penyakit chikumunya sebenarnya bukan penyakit yang mematikan dan dapat sembuh dengan sendirinya jika tubuh dalam kondisi yang baik,tetapi Karen penyakit chikumunya menyebabkan badan seakan lumpuh danmenyebar cepat,hal itu membuat masyarakat menjadi panic.Kepanikan tersebut memunculkan cara pengobatan yang cenderung tidak logis,yaitu menggunakn sayur terong .Menurut ilmu kesehatan tidak ada referensi ilmiah yang menyebutkan terong dapat menyembuhkan penyakiy chikumunya,tetapi karena masyarakat mendengar cara pengobatantersebut “diperintahkan” oleh HB X,masyarakat mengikuti anjuran tersebut.Akibatnya terong yang sebelumnya tidak pernah menjadi makanan faforit habis diborong.
Beberapa upacara adat yang masih dilaksanakan pun telah kehilangan makna awalnya,bahkan beberapa tradisi Jawa tidak lagi berbentuk paten seperti dahulu,misalnya pergeseran wujud sederhana (kenduri) atau berkat dengan berbagai macam makanan khusus yang syarat makna,saat ini berubah menjadi roti.Pemudaran tradisi juga tampak pada upacara pernikahan : meskipun banyak upacara dan barang-barang yang dihadirkan tetapi sudah tidak bermakna lagi,benda-benda yang dihadirkan sekedar sebagai aksesoris.Pengantin atau tuan rumah tidak tahu tradisi yang mereka jalankan.Makna tersebut hanya dibacakan pembawa acara yang memandu acara pernikahan.Tindakan itu tidak lagi didasarkan pada tindakan rasional berbasis niali,tetapi turun tindakan tradisional yang tidak dimaknai lagi dan tanpa refleksi.
Bisa jadi mistikme bukan lagi sebagai ideology masyarakat Jawa tetapi hanya fenomena umum yang muncul ketika masyarakat mengalami ketidak mampuan,ketidak berdayaan,dan pengetahuan moderen belum berhasil memberi penjelasan sebagaimana teori Hendropuspita(1990).
Sebelum muncul interpretasi-interpretasi khas teori kerajawian yang penuh mistis,beberapa media cetak memberi narasi bahwa fenomena tersebut merupakan fenomena alam biasa yang tidak perlu dihubungkan dengan negis.Kejadian yang dialami orang Jawa mengidikasikan bahwa ketika pengetahuan moderen mampu menjelaskan gejala aneh secara cepat,masyarakat ternyata tidak mengaitkan fenomena aneh dengan magis.
Perubahan Budaya dari aspek fisik maupun non fisik
Budaya merupakan gambaran dari seluruh proses kehidupan manusia yang terkait dengan elemen fisik dan non fisiknya.Budaya meliputi pola piker dan dan juga karya pola piker tersebut.Salah satu dari karya fisik budaya Jawa adalah tatanan rumah,Gerak perubahan tatanan rumah yang erada di Jawa juga menunjukkan gerak perubahan pola berpikir masyarakat Jawa.
Jika memeriksa arah rumah zaman dahulu akan ditemukanrumah yang menghadap utara atau selatan.Banyak rumah yang tetap menghadap kedua arah tersebut meskipun kalau menghadap kea rah lain mungkin lebih strategis,dimasa itu mungkin kuncul berpikir bahwa menghadapkan rumah selain kearah utara dan selatan dianggap membelakangi atau nyingkuri kraton Yogyakarta,Kraton laut selatan,dan merapi.Jika hal itu dilanggar,dapat menghadirkan kualat.Modal arsitek ini juga tampak pada arsitektur keraton yang dibuat agar tidak membelakangi pantai ataupun Merapi dengan membangun dua buah alun-alundi sisi utara da selatan keraton.
Dewasa ini narasi penuh mistik,khas model berpikir model masyarakat Jawa tersebut bergeser mnjadi tafsiran yang lebih rasional.Masyarakat memberi tafsir baru bahwa pilihan arah rumah merupakan pilihan yang cerdas dan bedasarkan logika kesehatan,yaitu dengan menghadapkan ruamah kearah utara atau selatan,angina dari gunung atau dari pantai mudah masuk sehingga rumah menjadi lebih sehat.Perlu diberi catatan bahwa masyarakat Jawa dimasa lalu lebih dominan menerima alasan mistik terkait kepercayaan dan ketidak pantasan nyingkuri keraton sebagai penjelasan arah rumah disbanding penjelasan rasional.
Arah rumah yang tidak sesuai pakem tradisi ini menunjukkan terjadinya perubahan konstruksi berpikir di dalam diri manusia Jawa.Dari hal-hal tersebut maka secara umum kepercayaan terhadap hal mistik tidak lagi dipercaya secara mantap.Masyarakat berubah menuju pola pikir rasional dan pragmatis.Meskipun demikian tipologi berpikir masyarakat Jawa tidak tunggal,tetapi berlapis-lapis seperti lapisan telur,akan tetapi didalamnya masih ada orang-orang yang percaya dengan hal-hal yang mistis,dibagian selanjutnya merupakan orang yang “percaya tidak percaya” ,dan bagian terluar merupakan merupakan orang-orang yang menggunakan logika rasional dan anti terhadap pola pikir mistikisme.
Konstruksi pengetahuan tersebut muncul karena masih adanya pengetahuan tersebut muncul Karen masih adanya pengetahuan lama dari cerita-cerita dan pengalaman-pengalaman masa lampau yang menunjukkan kesesuaian mitos dengan kenyataan.Pengetahuan lam tersebut masih tersimpan dalam cadangan pengetahuan masyarakat meskipun tertindih pengetahuan moderen.Pengetahuan lama tersebut seriang muncul dan meneror orang untuk mengikuti tradisi sehingga mereka mengabaikan ksangsisn rasionalnya.Langkah kemudian diambil adalah lebih baik mlakukan tradisi yang tidak masuk akal tersebut daripada bencana benar-benar terjadi.Hal ini tampak dari ketidak beranian masyarakat untuk menggelar acara khajatan pada hari pantangan,seperti bualan Syuro.
Proses pemudaran cara berpikir lama ke logika rasional ini terus menerus berlangsung di Jawa,nalar berpikir orang Jawa kecenderungan bergerak menuju cara berpikir yang lebih rasional.
Mistikes tidak lagi menjadi ideologi utama masyarakat Jawa.Pemudaran merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan cara berpikir masyarakat Jawa yang bergerak menuju cara berpikir yang lebih rasional.Sekarang ini kepercayaan mereka telah pudar terhadap hal-hal yang mistik tidak lagi dipercaya secara mantaboleh sebagian besar masyarakat Jaw.Meskipun begitu,pengetahuan tersebut masih di simpan dalam cadangan pengalaman masyarakat,tetapi tertindih oleh pengetahuan baru.Pengetahuan tersebut bisa dikenang ,dipanggil muncul kembali jika pengetahuan rasional belum berhasil memberi jawaban terhadap sebuah persoalan.Namun,jika pengetahuan lama gagal digunakan dan pengetahuan moderen mampu menjelaskannya secara logis,pengetahuan lama tersebut akan terkubur semakun jauh
dalam cadangan pengetahuan masyarakat.
Perubahan dari cara berpikir mistis menuju rasional melahirkan pola pikir peralihan,yaitu pola setengah percaya dan percaya tidak percaya.
Perubahan peradaban manusia dalam sejarahnya selalu tumbuh dan berkembang secara dinamis oleh berjalannya waktu dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sejarah kehidupan manusia itu sendiri.Sebagai makhluk yang ingin mengalami perubahan dalam sejarah kehidupannya mereka harus terus berjuang dan bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhan mereka dan untuk tetap eksis ditengah kebersamaan manusia lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,mereka terdorong oleh akal yang telah dipunyai masyarakat secara maksimal dimanapun mereka berada.Karena tuntutan mereka haru berjuang untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup atau yang lainnya ,dari naluri yang ada dalam diri manusialah yang mendorong mereka untuk berpikir terus berkembang untuk mencari segala sesuatu untuk dapat memenuhi keinginannya tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.Ruang hidup manusia tidak saja terbatas dimana ia dilahirkan dan dibesarkan,tetapi juga di tempat dan waktu lain,di mana menurut mereka dapat memenuhi kebutuhannya(Jelamu,1988).
Proses perpindahan sekelompok manusia dari satu tempat ke tempat yang lain adalah sebuah proses alamiah.proses itulah yang dinamakan dinamika manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan nalurinya.Proses tersebut di sebut juga dengan “urbanisasi” dalam perpindahan tersebuat mereka akan menemukan sesuatu yang lain atau yang baru.Dan proses perpindahan dari suatu desa ke kota,telah berkembang beradab-adab lamanya.Terutama sejak lahirnya Revolusi Industri di Eropa.Sejalan dengan berkembangnya industriyang berada di perkotaan maka masyarakat perdesaan atau orang pinggiran mulai merubah pekerjaannya yang dulu menjadi petani di desa dan sekarang mereka lebih senang bekerja di kota yang pekerjaannya menjadi pekerja di pabrik-pabrik,industry-industri,perusahaan-perusahan konveksi,jasa,pedagang,lalu lintas dan komunikasi dll,yang biasanya terpusat di wilayah pertumbuhan diwilayah perkotaan.
Gejala perpindahan penduduk ini tejadi pada umumnya di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia.Di Indonesia khususnya di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.Yang telah di ikuti oleh perubahan-perubahan sosial baik yang berada di tempat tujuan yakni daerah perkotaan,maupun di tempat asal yakni di desa-desa.
Orang Jawa memiliki tradisi pemikiran yang unik, bersifat metafisik yang lekat dengan mistikisme atau mistisisme.Tradisi pemikiran ini di aplikasikan dalam segala aspek budaya,baik bersifat material ataupun non material.Kebudayaan tersebut mewujud lewat upacara ritual mulai dari rtadisi sebelum kelahiran sampai upacara pasca kematian,mula dari bentuk arsitektur sampai ara berpikir masyarakat.
Cara berpikir masyarakat Jawa yang lekat dengan mistikme ini paling tampak ketika mereka menghadapi situasi ketidak berdayaan. Penggunaan cara yang irasional atau sesuatu yang tudak logis yang dilakukan masyarakat Jawa sangat dipercaya.
Pemberton dalam on th Subject of “Java” menceritakan hidup dan berkembangnya narasi mistis di masyarakat Jawa menjelang gerhana matahari total tanggal 11 Juni 1983.Pada saat itu pemerintah Indonesia menganjurkan masyarakat untuk berdiam diri di rumah dan melarang warganya untuk melihat gerhana matahari secara langsung Karena mereka piker gerhana matahari total yang terjadi itu karena dimakan raksasa(buta) dapat menyebabkan mata menjadi buta.Kecuali melalui siaran TV tanggal 11 Juni 1983 jam 09.15-13.00.Pelarangan itu dilakukan dengan pasif melalui media cetak atau elektronik dan selebaran-selebaran.Akibatnya,pada saat gerhana,sebagian orang Jawa benar-benar tidak berani keluar rumah dan bahkan menutupi genting kaca rumahnya dengan kertas.Padahal,banyak ilmuan asing mengamati gerhana dengan mata telanjang dan tidak buta.Pemerintah menghemuskan isu tersebut dengan tujuan agar ilmuan asing yang melihat gerhana matahari di Indonesia tidak terganggu dengan ulah copet dan gali yang marak di tahun 1983 sehingga Indonesia mempunyai citra sebagai negara yang aman di hadapan masyarakat internasional.
Kondisi Yogyakarta saat ini telah berubah,arus modernisasi dengan rasionalitas instrumental sebagai unsur utama telah masuk ke Yogyakarta (Jawa).Akibatnya ,narasi-narasi yang dibangun atas dasar pola mistikisme khas Jawa mendapat gangguan dari pola piker rasional instrumental.
Sekolah sebagai Agen Perubahan
Soemardjan (1981) menjelaskan bahwa meskipun kepercayaan terkait metologi Jawa masih dipratikkan di masyarakat Yogyakarta,tetapi munculnya institusi pendidikan membawapengaruh terhadap perubahan sosial di Yogyakarta sekitar tahun 1957.Sekolah menjalarkan pengetahuan model yang berbeda dengan cara berpikir lama.
Di masa ini sekolah- sekolah modern telah tumbuh pesat.Sekolah “memaksa” siswa untuk mendengarkan dan menerima pengetahuan moderen.Dalam ranah ini cara berpikir yang tidak sesuai dengan logika rasional dianggap salah.Logika ilmu pengetahuan moderen tidak saja beroprasi di luar istana,tetapi telah memasuki cara berpikir sentana (para bangsaawan) dan abdi dalem di dalam tembok istanaOrang-orang pintar(sakti)di istana tergeser oleh intelektual sekolahan.Fungsi dukun diambil alih oleh dokter.Sekolah lebih dahulu dikenal kalangan istana dari pada masyarakat pada umumnya.
Di masa ini muncul pengetahuan bahwa dunia masa lalu (pengetahuan kerajawian) bekan merupakan dunia dunia satu-satunya sehingga timbul kesangsian terhadap pengetahuan-pengrtahuan pertama yang berbeda dengan pengetahuan di sekolah.
Sekolah merupakan salah satu instusi yang cukup berpengaruh dalam tahap sosialisasi sekunder.Setiap orang tidak dapat mengelak dari instuti ini.pengetahuan-pengetahuan pertama tentang mistikesme dapat mengalami krisis jika bertentangan denganpengetahuan-pengetahuan di sekolah.Pengetahuan ini dianggap tidak lagi tepat disaksiakan sehingga tidak diinternalisasikan kepada generasi berikutnya.Meskupundemikian,pengetahun pertama tersebut tidak benar-benar hilang.Dibutuhkan kejutan-kejutan yang sangat kuat untuk mencerai –beraikan kenyataan atau pengetahuan yang telah tertanam dalam sosialisasi pertama kali (Berger dan Lukman,1990:203,204).
Kasus-kasus Kontemporer Terkait Perubahan Pola Pikir Masyarakat Jawa
Penyakit chikumunya sebenarnya bukan penyakit yang mematikan dan dapat sembuh dengan sendirinya jika tubuh dalam kondisi yang baik,tetapi Karen penyakit chikumunya menyebabkan badan seakan lumpuh danmenyebar cepat,hal itu membuat masyarakat menjadi panic.Kepanikan tersebut memunculkan cara pengobatan yang cenderung tidak logis,yaitu menggunakn sayur terong .Menurut ilmu kesehatan tidak ada referensi ilmiah yang menyebutkan terong dapat menyembuhkan penyakiy chikumunya,tetapi karena masyarakat mendengar cara pengobatantersebut “diperintahkan” oleh HB X,masyarakat mengikuti anjuran tersebut.Akibatnya terong yang sebelumnya tidak pernah menjadi makanan faforit habis diborong.
Beberapa upacara adat yang masih dilaksanakan pun telah kehilangan makna awalnya,bahkan beberapa tradisi Jawa tidak lagi berbentuk paten seperti dahulu,misalnya pergeseran wujud sederhana (kenduri) atau berkat dengan berbagai macam makanan khusus yang syarat makna,saat ini berubah menjadi roti.Pemudaran tradisi juga tampak pada upacara pernikahan : meskipun banyak upacara dan barang-barang yang dihadirkan tetapi sudah tidak bermakna lagi,benda-benda yang dihadirkan sekedar sebagai aksesoris.Pengantin atau tuan rumah tidak tahu tradisi yang mereka jalankan.Makna tersebut hanya dibacakan pembawa acara yang memandu acara pernikahan.Tindakan itu tidak lagi didasarkan pada tindakan rasional berbasis niali,tetapi turun tindakan tradisional yang tidak dimaknai lagi dan tanpa refleksi.
Bisa jadi mistikme bukan lagi sebagai ideology masyarakat Jawa tetapi hanya fenomena umum yang muncul ketika masyarakat mengalami ketidak mampuan,ketidak berdayaan,dan pengetahuan moderen belum berhasil memberi penjelasan sebagaimana teori Hendropuspita(1990).
Sebelum muncul interpretasi-interpretasi khas teori kerajawian yang penuh mistis,beberapa media cetak memberi narasi bahwa fenomena tersebut merupakan fenomena alam biasa yang tidak perlu dihubungkan dengan negis.Kejadian yang dialami orang Jawa mengidikasikan bahwa ketika pengetahuan moderen mampu menjelaskan gejala aneh secara cepat,masyarakat ternyata tidak mengaitkan fenomena aneh dengan magis.
Perubahan Budaya dari aspek fisik maupun non fisik
Budaya merupakan gambaran dari seluruh proses kehidupan manusia yang terkait dengan elemen fisik dan non fisiknya.Budaya meliputi pola piker dan dan juga karya pola piker tersebut.Salah satu dari karya fisik budaya Jawa adalah tatanan rumah,Gerak perubahan tatanan rumah yang erada di Jawa juga menunjukkan gerak perubahan pola berpikir masyarakat Jawa.
Jika memeriksa arah rumah zaman dahulu akan ditemukanrumah yang menghadap utara atau selatan.Banyak rumah yang tetap menghadap kedua arah tersebut meskipun kalau menghadap kea rah lain mungkin lebih strategis,dimasa itu mungkin kuncul berpikir bahwa menghadapkan rumah selain kearah utara dan selatan dianggap membelakangi atau nyingkuri kraton Yogyakarta,Kraton laut selatan,dan merapi.Jika hal itu dilanggar,dapat menghadirkan kualat.Modal arsitek ini juga tampak pada arsitektur keraton yang dibuat agar tidak membelakangi pantai ataupun Merapi dengan membangun dua buah alun-alundi sisi utara da selatan keraton.
Dewasa ini narasi penuh mistik,khas model berpikir model masyarakat Jawa tersebut bergeser mnjadi tafsiran yang lebih rasional.Masyarakat memberi tafsir baru bahwa pilihan arah rumah merupakan pilihan yang cerdas dan bedasarkan logika kesehatan,yaitu dengan menghadapkan ruamah kearah utara atau selatan,angina dari gunung atau dari pantai mudah masuk sehingga rumah menjadi lebih sehat.Perlu diberi catatan bahwa masyarakat Jawa dimasa lalu lebih dominan menerima alasan mistik terkait kepercayaan dan ketidak pantasan nyingkuri keraton sebagai penjelasan arah rumah disbanding penjelasan rasional.
Arah rumah yang tidak sesuai pakem tradisi ini menunjukkan terjadinya perubahan konstruksi berpikir di dalam diri manusia Jawa.Dari hal-hal tersebut maka secara umum kepercayaan terhadap hal mistik tidak lagi dipercaya secara mantap.Masyarakat berubah menuju pola pikir rasional dan pragmatis.Meskipun demikian tipologi berpikir masyarakat Jawa tidak tunggal,tetapi berlapis-lapis seperti lapisan telur,akan tetapi didalamnya masih ada orang-orang yang percaya dengan hal-hal yang mistis,dibagian selanjutnya merupakan orang yang “percaya tidak percaya” ,dan bagian terluar merupakan merupakan orang-orang yang menggunakan logika rasional dan anti terhadap pola pikir mistikisme.
Konstruksi pengetahuan tersebut muncul karena masih adanya pengetahuan tersebut muncul Karen masih adanya pengetahuan lama dari cerita-cerita dan pengalaman-pengalaman masa lampau yang menunjukkan kesesuaian mitos dengan kenyataan.Pengetahuan lam tersebut masih tersimpan dalam cadangan pengetahuan masyarakat meskipun tertindih pengetahuan moderen.Pengetahuan lama tersebut seriang muncul dan meneror orang untuk mengikuti tradisi sehingga mereka mengabaikan ksangsisn rasionalnya.Langkah kemudian diambil adalah lebih baik mlakukan tradisi yang tidak masuk akal tersebut daripada bencana benar-benar terjadi.Hal ini tampak dari ketidak beranian masyarakat untuk menggelar acara khajatan pada hari pantangan,seperti bualan Syuro.
Proses pemudaran cara berpikir lama ke logika rasional ini terus menerus berlangsung di Jawa,nalar berpikir orang Jawa kecenderungan bergerak menuju cara berpikir yang lebih rasional.
Mistikes tidak lagi menjadi ideologi utama masyarakat Jawa.Pemudaran merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan cara berpikir masyarakat Jawa yang bergerak menuju cara berpikir yang lebih rasional.Sekarang ini kepercayaan mereka telah pudar terhadap hal-hal yang mistik tidak lagi dipercaya secara mantaboleh sebagian besar masyarakat Jaw.Meskipun begitu,pengetahuan tersebut masih di simpan dalam cadangan pengalaman masyarakat,tetapi tertindih oleh pengetahuan baru.Pengetahuan tersebut bisa dikenang ,dipanggil muncul kembali jika pengetahuan rasional belum berhasil memberi jawaban terhadap sebuah persoalan.Namun,jika pengetahuan lama gagal digunakan dan pengetahuan moderen mampu menjelaskannya secara logis,pengetahuan lama tersebut akan terkubur semakun jauh
dalam cadangan pengetahuan masyarakat.
Perubahan dari cara berpikir mistis menuju rasional melahirkan pola pikir peralihan,yaitu pola setengah percaya dan percaya tidak percaya.