sosiologi pedesaan
Desa merupakan suatu tempat yang berada di area yang jauh dengan perkembangan modernitas, keberadaan wilayahnya yang jauh dari pusat pembangunan Nasional selebihnya, daerah yang mempunyai wilayah agraria atau pertanian yang cukup luas dan di jadikan sebagai pusat penghasil pangan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat desa sendiri maupun masyarakat kota.
Gambaran masyarakat desa yang saya observasi adalah di desa Tunahan, kecamatan Keling, kabupaten Jepara. Saya menggambarkan daerah desa Tunahan dengan menggunakan 6 prinsip yang telah di jelaskan pada mata kuliah sosiologi pedesaan yaitu : 1) struktur penguasaan tanah, 2) status dan bebtuk kepemilikan tanah, 3) distribusi kepemilikan tanah, 4) ketunakismaan, 5) pendapatan dan distribusi di desa tersebut, 6) kemiskinan di pedesaan. Gambaran masyarakat desa Tunahan secara gamblangnya masyarakat desa Tunahan merupakan masyarakat yang mempunyai lahan atau wilayah yang sangat luas. Dari desa Tunahan sendiri memiliki beberapa dukuh, seperti dukuh Gondoriyo, Gelang, Karong, Keragan, Ngipek, Pucuk, Tarokan. Dari dukuh tersebut kita bisa melihat bahwa wilayah yang di miliki desa Tunahan sangatlah luas, terutama lahan persawahan, ladang, kebun dan lain-lain.
Pemetaan awal struktur agraria di desa Tunahan sangat luas, per daerah mereka mempuanyai luas wilayah yang cukup besar. Masyarakat desa Tunahan rata-rata ber profesi sebagai petani, karena dari lahan sendiri persawahan sangat luas. Kepemilikan tanah yang ada di desa Tunahan bukan hanya milik perseorangan atau pribadi saja, akan tetapi sistem penyewaan dan juga kepemilikan secara komunal juga ada di desa tersebut. Letak desa tersebut berada di dataran tinggi, tanah yang subur yang di gunakan untuk area pertanian sangat cocok dalam sistem agraria. Seperti tanaman padi, kacang, ketela, jagung dan sayuran, yang biasanya di tanam oleh petani.
Akan tetapi, dengan adanya perkembangan yang ada di masyarakat, penduduk desa mulai jauh dengan masyarakat desa asli. Mereka memilh menjauh bekerja di sektor agraria, mereka memilih bekerja di luar daerah maupun luar kota. Entah sebagi buruh pabrik, asisten rumah tangga, pegawai Negri dan pekerjaan yang lainnya. Sektor agraria sendiri kebanyakan di kelola oleh penduduk yang sudah tua, mereka yang memilih bekerja di rumah meskipn menjadi petani.
Hak kepemilikan tanah yang ada di desa Tunahan mengikuti stratifikasi sosial yang ada di masyarakat tersebut. Siapa dia yang mempunyai kekuasaan yang tinggi maka kekuasaan tanah mereka yang paling banyak. Disini kita akan mengaji pemetaan awal struktur agraria de desa Tunahan.
Laporan yang saya lakukan di desa Tunahan, kecamatan Keling, Kabupaten Jepara untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi pedesaan tentang laporan pemetaan awal
Struktur agraria di desa Tunahan. Menurut perangkat desa, desa Tunahan 40% wilayahnya adalah daerah agraria, yang di manfaatkan penduduk untuk bertani, berladang dan berkebun dan untuk mencukupi kebutuhan hidup masyarakat desa Tunahan, hal itulah yang membedakan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa, dan di jadikan sebagai penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan adanya lahan yang masih luas maka masyarakat menjadikan penguasaan tanah sebagai patokan untuk mengukur kekayaan yang di miliki masyarakat. Disini kami akan menggambarkan tentang pemetaan awal struktur agraria dengan menggunakan 6 prinsip yang telah di jadikan sebagai pedoman untuk membuat laporan ini.
1. Struktur penguasaan tanah
Masyarakat desa Tunahan dalam sistem penguasaan tanah sangat pengting baginya, karena hal tersebut yang bisa membedakan strata sosial dalam lingkungan masyarakat mereka. Pola penguasaan orang Jawa cenderung berada diantara dua kutub yang berlawanan yaitu antara pemilikan komunal yang kuat atau hak ulayat dan pemilikan perorangan dengan beberapa hak istimewa komunal ( Sediono, Tjondronegoro, 1984 : 145 ).
Dengan adanya sistem orang Jawa seperti itu, maka tidak jauh beda dengan masyarakat desa Tunahan atas penguasaan tanah yang dimiliki masyarakat. kekuasaan bisa di buktikan dengan adanya kekuasaan tanah yang di miliki masyarakat. Di desa tersebut ada yang pemilikan komunal, tapi orang-orang tertentu yang bisa mendapatkan pemilikan komunal, seperti perangkat desa, pegawai-pegawai. Mereka mendapatkan kepemilikan komunal atas tanah desa yang di berikan secara berkala sesuai masa jabatan mereka berakhir sistem tersebut di sebut dengan Bengkok. Bisa juga tanah yang di serahkan bergiling pada orang lain, karena kekuasaan atau masa jabatan mereka telah berakhir. Biasanya para pegawai mengelola tanah tersebut buka dari tangan mereka sendiri, melainkan di garap orang lain. Cara ini biasanya di lakukan oleh pegawai karena mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Cara ini juga bisa menguntungkan kedua belah pihak terhadap orang yang bersangkutan yaitu, orang yang menggarap lahan dan pemilik tanah, karena biasanya orang yang menggarap adalah orang yang tidak mempunyai tanah sendiri. Melainkan mereka bergantung kepada orang lain, dari penghasilan garapan sawah atau lahan yang di dapatkan maka 50% untuk si pengelola dan 50% untuk si pemilik tanah.
Di desa Tunahan juga penguasaan tanah bisa dengan pemilikan pribadi, kepemilikan ini rata-rata sudah banyak masyarakat yang mempunyai tanah pribadi. Ada juga mereka mempunyai pemilikan pribadi karena adanya warisan dari orang tua atau saudaranya.Tanah ini biasanya di gunakan untuk berladang, semisal di jadikan sebagai kebun pohon Sengon, pohon Jati, pohon kopi dll. Semakin orang yang di desa tersebut kekayaannya bertambah maka semakin pula luas tanah yang di miliki semakin luas. Akan tetapi dalam pengelolaan juga sama, si pemilik jarang-jarang mengelola dengan tangan mereka, melainkan dengan adanya pengelola lain ( orang lain ). Dari situlah petani-petani yang ada di desa tersebut sebagai pengelola saja, bukan sebagai pemilik lahan yang ada di desa tersebut.
2. Status dan bentuk kepemilikan tanah
Di desa Tunahan status dan bentuk kepemilikan tanah untuk masyarakat setempat di buktikan dengan adanya sartifikat tanah atau surat perjanjian. Untuk pemilik komunal bentuk kepemilikan tanahnya dengan adanya perjanjian yang di sepakati masyarakat desa dan sistem pemerintahan, Hal itu terjadi sudah sejak lama dan dengan berkembanganya proses hukum maka ada peraturan yudisial tentang ke pemilikan tanah.
Bentuk sartifikat di gunakan untuk pembuktian bahwa hak kepemilikan secara sah di miliki oleh pemilik sartifikat dengan melalui proses pembuatan yanga ada di pemerintahan. Sartifikat ini di gunakan pemilik tanah pribadi karena bukti itu berlaku secara turun temurun jika tanah tersebut di jual belikan.
Ada juga status dan bukti kepemilikan tanah masyarakat desa dengan adanya cerita mulut ke mulut atau warisan yang di berikan dan belum adanya sartifikat di buat. Masyarakat desa dalam hal toleransi sangatlah kuat, meskiput tanpa bukti kepemilikan akan tetapi masyarakat percaya bahwa tidak ada yang di rugikan satu sama lain.atau tudah di buktikan dengan adanya bangunan-bangunan yang berada di sekitar lahan tersebut karena hal itu bisa di buktika jika dangunan tersebut adalah milik saudara atau keluarga sendiri.
Hal itulah yang membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat desa, sifat toletansinya masih kuat untuk di jadikan sebagai pedoman untuk mengikat persaudaraan.
3. Distribusi kepemilikan tanah
Pendistribusian kepemilikan tanah di desa Tunahan bisanya dilakukan dengan harta warisan orang tua merekan, sehingga mereka yang memiliki kekayaan yang tinggi maka anak-anak mereka bisa di wariskan. Dan ada juga kepemilkan tanah dari hasil usaha mereka sendiri, secara pribadi mereka membeli dari seseorang yang membutuhkan uang untuk keperluan mereka, dari itulah tanah bisa di miliki secara sah. Desa Tunahan adalah desa yang sistem kekeluargaannya sangat erat, kepemilikan tanah bisa distribusikan dari keluarga terdekat
4. Ketunakismaan
Ketunakismaan sama dengan orang yang tidak mempunyai tanah. Belum tentu masyarak desa Tunahan menganggap orang yang tidak mempunyai tanah adalah orang yang tidak mampu, akan tetapi hidupnya sudah di pengaruhi masyarakat kota. kebanyakan dari mereka mempunyai sepeda montor tapi mereka tidak mempunyai tanah karena itulah mereka berpikiran bahwa perkembangan logika masyarat sudah berkembang. Mayarakat desa Tunahan sudah ada yang banyak juga yamg seperti itu. Asalkan mereka mempunyai rumah maka mereka tidak mempunyai tanah tidak masalah.
5. Pendapatan dan distribusinya
Pendapatan dan distribusi masyarakat desa Tunahan dengan adanya luasnya Sektor pertanian, maka merka yang memilih bekerja sebagi petani menggantungkan hidupnya pada penghasilan hasil tani mereka, yang belum tentu seberapa besar yang didapatkan selama masa panen tiba, sekitar satu tahun 3 kali petani memanen padi,jagung, kacang,singkong yang mereka tanam. Maka mereka baru merasakan pendapatan yang telah dihasilkan selama mereka bercocok tamam. Jika seseorang yang memiliki lahan yang luas penghasilanpun akan besar tapi apabila petani yang hanya menggarapkan tuan tanah maka penghasilannya tidak begitu besar untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Kebanyakan masyarakat desa Tunahan memanfaatkan hasil panennya dengan menyimpan sebagian hasil mereka, karena di khawatirka jika suatu saat petani membutuhkannya, semisal makanan pokok yaitu beras. Mereka tidak langsung menjual hasil panennya tapi mereka menjualnya secara bertahap. Tapi ada juga petani langsung menjual hasil panennya serentak. Dengan panen serentak di lakukan maka petani membalikan modal mereka untuk membeli benih bibit yang akan ditanam, agar mereka langsung bisa menanam lagi. Petani sangat bergantung dengan musim, apabila musim bersahabat maka penghasikan petani akan untung, jaka kalau musim tidak bersahabat itulah paceklik bagi petani.
6. Kemiskinan di pedesaan
Kemiskinan di pedesaan ini adalah sebuah penyempitan lahan yang ada di perdesaan karena tekanan penduduk yang bertambah dan sumber daya yang terbatas. Ini di sebut sebagai kemiskinan dsa karena masyarakat petani desa di golongkan menjadi dua varian, yaitu, golongan kecukupan, dan golongan kekurangan. Hal ini terjadi di desa Tunahan juga, katrena hal inilah yang menjadikan kendala petani untuk bertahan dan berkembang. Awalnya tanah yang berada di desa Tunahan pada tahun 1997 75% adalah lahan pertanian masyarakat. Karena dengan adanya perkembangan penduduk bangunan yang awalnya belum ada sekarang sudah merajalela pembangunan bertambah. Hingga pada saat ini tahun 2017 lahan agraria tinggal 40% dari bangunan rumah yang ada di desa Tunahan. Penyempilatan lahan inilah yang membuat kemiskinan di tanggung bersama, kebutruhan masyarakat yang awalnya tradisional atau dengan sistem bercocok tanam adalah salah satu cara masyarakat mencukupi kebutuhan mereka. Sehingga saat ini masyarakat desa di sektor agraria sangat memperihatinkan, karena kebutuhan pangan penduduk berasal dari desa yang memiliki sektot agraria yang luas, sedangakan dengan perkembangan sektor agraria akan terkikis sedikit demi sedikit dengan adanya kepentingan kebutuhan yang berbeda-beda. Jadi desa adalah sumber penghasil pangan yang besar, akankah kita mencukupi kebutuhan pangan kita dengan cara mengimpor dari negara lain.
Kepemilikan tanah yang ada di desa Tunahan, kecamatan Keling, kabupaten Jepara secara kepemilikan ada pemilikan komunal dan kepemilikan pribadi. Secara komunal dapat di miliki secara bergilir sesuai waktu yang sudah ditentukan, dan dalam kepemilikan ini bukti dan status dapat di lihat dari bukti perjanjian dan sartifikat sementara, sesuai yang di janjikan.
Untuk kepemilikan pribadi, dapat dimiliki ketika mereka membeli dari tuan tanah yang telah memberikan sartifikat secara sah kepada si pembeli.
Masyarakat desa Tunahan menganggap bahwa kepemilikan tanah adalah suatu bentuk stratifikasi sosial yang telah di gunakan masyarakat untuk mengetahuai orang yang kekuasaanya tinggi. Tapi di desa Tunahan juga ketunakismaan sudah mereka anggap sebagai perkembanga pola pikir mereka terhadap modernitas yang berkembang, mereka sudah mengikuti masyarakat kota. Yang pikirannya simpel.
Di desa tersebut kepemilikan tanah juga sangat berpengaruh terhadap kehormatatan individu tersebut