Selamat sore sahabat blogger, postingan kali ini tentang mata kuliah Sosiologi Politik semester lima, tentang Sistem Polotik Petani di Desa Tunahan, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara.
Sosiologi politik adalah suatu kajian yang mengkaji sebuah politik dari sudut pandang sosial yang ada di masyarakat. Kita mengambil kasus politik yang ada di petani, kita sebagai sosiolog dapat mengkaji tentang perpolitikan mengenai kekuasaan dalam system pertanian. Petani merupakan salah satu pekerjaan yang ada di pedesaan, karena desa yang mempunyai lahan yang luas dan cocok di gunakan untuk bercocok tanam. Sehingga dominan masyarakat pedesaan bekerja di sector pertanian. Petani juga sebagai mata pencahariaan penghasilan utama oleh masyarakat desa. Mereka memanfaatkan lahan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mulai dari menanam sayur-sayuran, makanan pokok , dan juga obat-obatan herbal, bergantung dengan letak geografis daerah masing-masing. Mereka juga tidak serta merta memakan hasil berkebun mereka, karena mereka masih mempunyai kebutuhan yang lain sehingga mereka juga biasaanya menjual hasil produsi dari tanaman tersebut. Tidak semua petani mempunyai lahan dan tanah sendiri, banyak dari mereka yang hanya menggarap dan mempekerjakan orang lain untuk menggarap sawahnya atau lahannya. Dari situlah masyarakat petani juga mempunyai kelas-kelas social sendiri. Dengan adanya kelas-kelas social yang ada di desa, maka menjadikannya sebagai kebudayaan sisitem politik di masyarakat desa.
Salah satu ciri yang menonjol dalam masyarakat agraris adalah adanya gap antara kelas dominan dengan subordinatnya. Oleh karena itu, masayarakat agraris adalah masyarakat yang paling terstratifikasi di antara semua masayarakat praindustri. ( Philipus dan Nurul Aini, 2004: 78). Masyarakat petani juga sebagai masyarakat yang mempunyai kepentingan tertentu. Karena masyarakat merupakan sekelompok manusia yang tergolong sebagai makhluk social. salah satunya adalah berjuang untuk mempertahankan harga jual berli hasil produksi pertaniannya dan mengusahakan dasar tukar agar tidak merugikan mereka. Sehingga pekerjaan sebagai petani tidak di pandang rendah oleh masyarakat yang bekerja di sector industri dan lain-lainnya. Karena petani sangat berperan penting dalam pengelolahan hasil pangan masyarakat. System politik disini berperan penting dalam penguasaan tanah. Seperti halnya di desa-desa. Masih banyak daerah yang memegang sector pertanian dengan sisten Patron Klien.
Salah satu perkembangan pembangunan di perdaesaan salah adalah system agrarian yaitu pertanian. Karena system pertanian dapat membantu masyarakat desa untuk menjadi yang lebih baik. Di sini saya akan sedikit menggambaran bagaimana system pertanian yang ada di desa seperti apa, dan mereka menggunakan system untuk pengelohan lahan pertanian mereka seperti apa, serta hubungan antara petani dan pemilik modal bagaimana.
Disini saya akan mengambil sistem pertanian yang spesifik di pedesaan, yaitu di desa Tunahan, kecamatan Keling, kabupaten Jepara. Saya melihat pertanian di desa tersebut cukup maju, karena di dukung oleh kesuburan tanah, lahan yang luas dan modal yang di perlukan tercukupi. Karena adanya orang yang mempunyai material atau kekuasaan. Sehingga petani di daerah tersebut berpotensi dalam sektor pertanian. Tidak semua petani di desa tersebut murni sebagai pemilik sawah atau pemilik lahan, di sana juga banyak petani yang tidak memiliki sawah atau lahan sendiri, tapi mereka bisa menggarap sawah. Mereka biasanya di sebut dengan petani kecil, karena mereka bekerja di petani yang memiliki modal. ‘’Dalam hal penguasaan tanah,ada beberapa komponen yang yang terlibat di dalamnya, yakni negara, rakyat dan modal interelasi antara komponen-komponen itu akan mewarnai pola atau bentuk penguasaan tanah dalam masyarakat. Pada masyarakat tradisional dominasi negara atas tanah sangat besar, sementara itu pada masyarakat modern telah bergeser pada rakyat dan pemilik modal ‘’ ( Wasino, 2006:1).
System politi dalam pertanian bergantung dengan kepemilikan tanah dan memiliki kekuasaan. Sehingga petani pemilik modal di sana biasanya tidak terjun langsung untuk menggarap sawah mereka, akan tetapi mereka mempekerjakan orang lain untuk menggarap sawahnya. Karena itu adalah salah satu trik pemilik modal untuk mengembangkan kekuasan yang di milikinya, meskipun si pemilik modal tidak turun langsung bekerja di sawah akan tetapi mereka dapat mencari klien-klien. Sehingga pemilik modal masih bisa mengembangkan usahanya menjadi patron. Mereka yang mempunyai kekuasaan maka akan menjadi orang yang berkuasa di sana. Banyaknya sektor pertanian yang ada di desa tersebut maka hasil produksi mereka berbeda-beda. Salah satu penghasilan yang di hasilkan oleh petani desa Tunahan adalah padi, kacang, jagung dan ketela. Petani disana biasanya panen setahun tiga kali bergantung tanaman yang di tanam. Dan petanipun menggantungkan hidupnya di masa panen. Sehingga petani mengalami untung dan rugi bergantung dengan cuaca yang berlangsung. Karena cuaca sangat berpengaruh terhadap hasil produksi pane petani.
Desa Tunahan adalah desa yang masih tradisional. Dan masih erat dengan sistem kekeluargaan. Kebanyakan dari petani menggunakan pola hubungan Patron-Klien karena di anggap pola hubungan di sana sangat membantu petani-petani kecil, sehingga petani kecil tersebut bisa bekerja dan bisa menghidupi keluarga di rumah. Adanya hubungan Patron-Klien maka petani yang memiliki modal bisa mengembangkan usaha pertaniannya dan tidak terjun langsung dalam pertanian tersebut. Menurut James Scott ” hubungan patron-klien merupakan hubungan special antara dua pihak di mana pihak yang memiliki status ekonomi lebih tinggi menggunakan pengaruhnya dan resourcesnya untuk melindungi dan memberi manfaat pada pihak yang status social ekonominya lebih rendah “ ( Philipus dan Nurul Aini, 2004 : 48 ). Maksud dari pola hubungan patron klien dalam masyarakat petani Tunahan ini adalah, pembagian kerja atau upah dalam pola hubungan ini di terapkan oleh masyarakat setempat. Petani yang memiliki modal atau patron ( yang memiliki sawah atau lahan ) dan petani kecil atau klien ( yang tidak mempunyai lahan ) di dalam pola hubungan patron klien, parton dan klien bersepakatan bahwa klien siap menggarap ( menanam dan merawat lahan ).
Ada pembagian yang berbeda beda antara patron (pemilik modal) dan klien ( pengarap sawah ), di dalam perjanjian tersebut dapat di sepakati terlebih dahulu agar tidak ada kesalah pahaman antara patron dan klien. ‘’ Ada upaya-upaya patron dalam menjalin hubungan baik dengan kliennya, antara lain, pertama menunjukan kedermewaannya kepada kliennya,yang kedua patron dapat memberikan jaminan hidup keluarganya dengan cara memperkerjakan kline sepanjang tahun “ ( Rustinsyah,2011 ). Jika patron atau pemilik sawah tidak memberikan modal dari produksi hasil pertanian maka ia di berikan satu per tiga ( 1/3) dari hasil panen tersebut. Dan dua per tiga (2/3) bagian untuk klien atau penggarap sawah pertaniannya. Dan sebaliknya jika patron atau pemilik sawah memberikan modal maka bagian patron atau pemilik sawah mendapatkan dua per tiga (2/3), dan bagia satu pertiga (1/3) milik si klien atau penggarap sawah karena ia hanya menggarap sawah tanpa harus mengeluarkan modal, dan modal yang di gunakan bukan modal materi tapi tenaga. Jika patron dan klien sama sama mengeluarkan modal maka mereka akan mendapatkan setengah (1/2) karena ia telah menyokong modal bersama- sama, rata dan penggarap melakukan penggarapannnya dengan baik, begitu pula dengan pemilik sawah. Begitulah cara politik dalam pertanian agar bisa saling menguntungkan. Pola hubungan ini terjadi karena berkaitan dengan beberapa persoalan mendapatkan jaminan subsistensi di dalam perjanjian, dan mengatasi kelangkaan adanya uang tunai saat terjadi kerisis, dan kebutuhan tenaga kerja secara berkelanjutan.
Karena petani pemilik modal atau patron meminjamkan lahan atau sawahnya kepada petani kecil atau klien, sehingga petani kecil yang tidak mempunyai lahan atau sawah pun bisa mendapatkan penghasilan dari jerih payah mereka. Petani kecil pun harus siap dengan resiko yang akan di perolehnya, ketika cuaca bersahabat maka hasil pertanian bisa panen dengan maksimal, dan keuntungan pun bisa di nikmati secara bersama. Akan tetapi jika cuaca tidak bersahabat maka tanggungan resiko kerugian akan di rasakan oleh petani kecil, dan petani pemilik modalpun tidak begitu merasakan resiko kerugian terlalu besar. Jika sebaliknya yang memberikan modal adalah pemilik lahan maka si patron akan merasakan kerugian yang besar.
Jadi system polotik pertania yang ada di desa Tunahan sama dengan system politik yang ada di desa-desa lainnya sama, akan tetapi ada juga yang adat kebiasaannya berbeda. Di desa Tunahan juga menggunakan polo hubungan patron klien. Mereka juga biasanya memberikan imbalan dengan derajat yang berbeda yaitu uang, persetujuan social, penghormatan atau penghargaan dan kepatuhan, hubungan tradisional atau saling menghargai satu sama lain menjadi pengaruh masyarakat desa Tunahan. Karena di sini yang di namakan patron bukan hanya pemilik modal melainkan orang yang mempunyai kekuasaan yang banyak di daerah tersebut. Ketergantunghan antara klien dan patron karena adanya pemberian barang-barang yang di butuhkan klien dari patron yang menyebabkan adanya rasa hutang budi atau rasa terimakasih kepada patron. Sehingga dapat membantu klen dalam mencukupi kebutuhan. Karena di sisi lain petani adalah seorang yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan pangan masyarakat. Sehingga tidak dapat di pungkiri kita menggantungkan diri dengan petani. Petani sangat berjasa dalam kehidupan, meskibun biasanya pekerjaan sebagi petani di anggap pekerjaan yang remeh dan kurang di hargai. Dalam pembagian hasil atau upah yang telah di sepakati maka patron dan klien mempunyai hakl-hak yang telah di tetapkan.
Jadi kita sebagai masyarakat Indonesia yang menggantungkan kehidupan pangan kita kepada para petani , maka kita saling mencintai hasil bumi kita, dan juga melestarikan apa yang telah di peroleh dari bumi. Dan sistem politik seperti pola hubungan patron klien ini baik untuk di gunakan. karena, suatu prosen tanpa menggunakan sIstem politik maka kita akan terlena akan kekuasaan yang di miliki penguasa, dan jika system politik tidak di ikut campurkan maka yang berkuasa akan selalu menguasai dan sedangkan orang yang lemah atau tidak mampu maka akan tertindas dan tidak akan berkembang. Dalam pola patron-kline dapat dikatakan sebagai penggerak kegiatan perekonomian masyarakat desa karena memberikan perlindungan kepada petani kecil atau klien, menyediakan modal, menciptakan lapangan pekerjaan,mengakses pasar, dan mendestribusikan hasil panen keluar desa. Sehingga dapat membantu petani kecil dalam memenuhi kebutuhan.
Daftar pustaka
Philipus, dan Aini Nurul. 2004. Sosiologi dan Politik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wasino. 2006. Tanah Desa dan Penguasa ( Sejarah Pemilikan dan Penguasaan Tanah di Pedesaan Jawa ). Semarang : UNNES PRESS
Rustinsyah.2011. Hubungan Patron-kline di Kalangan Petani di Desa Kebonrejo. Vol 24.No 2. Hal: 176-182