Keragaman Budaya
Keragaman budaya atau “cultural diversity” di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada didaerah tersebut. Menurut Ilmu Antropologi, “Kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar.”(Koentjaraningrat, 2009:144). Linton (1936) dan A.L. Kroeber (1948) melalui Hari Poerwanto mengatakan bahwa melihat kebudayaan melalui pemikiran historical particularism, budaya, dan personalitas. Dalam bukunya The Study of Man (1936), Linton mengatakan bahwa di dalam kehidupan ada dua hal penting, yakni:
1. Inti Kebudayaan (Cover Culture), terdiri atas:
- Sistem nilai-nilai budaya.
- Keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat.
- Adat yang dipelajari sejak dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat.
- Adat yang memiliki fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat.
- Perwujudan Lahir Kebudayaan (Overt Culture) adalah bentuk fisik suatu kebudayaan, misalnya alat-alat dan benda-benda yang berguna. Covert Culture adalah bagian kebudayaan yang sulit diganti dengan kebudayaan asing atau lambat mengalami perubahaan.
Budaya menurut Koentjaraningrat adalah suatu sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dan kehidupan manusia dalam kehidupan masyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.
Keberagaman budaya dapat menciptakan munculnya berbagai bahasa , dialek maupun tradisi lisan, keterkaitan bahasa dan dialek dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu yang pertama, ragam bahasa dalam masyarakat meliputi Dialek, Idiolek, ragam bahasa berdasarkan lingkungan sosial Ragam bahasa berdasarkan kelas sosial.Yang kedua Pengaruh bahasa dan dialek dalam masyarakat Bahasa daerah,Bahasa nasional,Bahasa pijin.
Di dalam masyarakat terdapat berbagai macam ragam bahasa yang digunakan oleh berbagai kelompok masyarakat dan suku bangsa. Menurut Harimurti Kridalaksana, munculnya berbagai ragam bahasa atau dialek tersebut disebabkan karena adanya faktor perbedaan waktu, tempat, sosial, budaya, situasi, serta sarana pengungkapan. Adapun berbagai macam ragam bahasa atau dialek yang berkembang di masyarakat tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, antara lain sebagai berikut:
- Ragam bahasa yang digunakan oleh seseorang yang berbeda ragam bahasanya dengan orang lain yang disebut idiolek. Misalnya, ragam bahasa yang digunakan oleh orang dari suku Sunda akan berbeda dengan bahasa serta dialek yang digunakan seseorang dari suku Ambon.
- Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat di suatu wilayah tertentu yang membedakannya dari bahasa yang dipakai oleh sekelompok anggota masyarakat di wilayah lainnya yang disebut dialek. Misalnya, bahasa Indonesia dialek Minang yang diucapkan oleh orang di daerah Padang akan berbeda dengan bahasa Indonesia dialek Jawa yang diucapkan oleh orang di daerah Solo.
- Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat di suatu lingkungantertentu yang berbeda dari suatu bahasa atau dialek yang digunakan oleh sekelompok masyarakat di suatu lingkungan sosial lainnya. Misalnya, ragam bahasa atau dialek yang digunakan oleh orang-orang di lingkungan pasar akan berbeda dengan ragam bahasa atau dialek yang digunakan oleh orang-orang di kantor atau sekolah.
- Ragam bahasa yang dipergunakan oleh sekelompok masyarakat di suatu lingkungan kelas sosial tertentu akan berbeda dengan ragam bahasa atau dialek yang digunakan oleh sekelompok masyarakat di lingkungan kelas sosial lainnya. Misalnya, bahasa atau dialek yang dipergunakan oleh orang-orang dari lingkungan kelas sosial yang tinggi akan berbeda dari bahasa atau dialek yang digunakan oleh orang-orang dari kelompok kelas sosial menengah atau kelas sosial rendah.
Bangsa Indonesia yang merupakan masyarakat majemuk, dimana terdiri dari komunitas-komunitas masyarakat dengan latar belakang yang berbeda, dan budaya yang berbeda-beda pula membentuk keberagaman yang kompleks. Keberagaman hasil budaya yang dimiliki suatu masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia ini jika di lihat secara kasat mata, akan menampilkan pemandangan yang indah. Akan tetapi apabila keragaman budaya dan hasil budaya yang dimiliki oleh setiap komunitas ini tidak dapat disikapi dengan baik oleh masing-masing anggota masyarakat yang berlainan, maka akan menjadi bumerang sendiri bagi masyarakat tersebut. Bukan keindahan yang akan tampak dari keberagaman yang ada, melainkan akan menimbulkan kekacauan dan ketidakteraturan, sehingga tidak sedap untuk dipandang secara umum.
Budaya lokal adalah nilai-nilai lokal hasil budi daya masyarakat suatu daerah yang terbentuk secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke waktu. Budaya lokal dapat berupa hasil seni, tradisi, pola pikir, atau hukum adat. Indonesia terdiri atas 33 provinsi, karena itu memiliki banyak kekayaan budaya. Kekayaan budaya tersebut dapat menjadi aset negara yang bermanfaat untuk memperkenalkan Indonesia ke dunia luar.
Budaya nasional adalah budaya yang dihasilkan oleh masyarakat bangsa tersebut sejak zaman dahulu hingga kini sebagai suatu karya yang dibanggakan yang memiliki kekhasan bangsa tersebut dan memberi identitas warga, serta menciptakan suatu jati diri bangsa yang kuat. Sifat khas yang dimaksudkan di dalam kebudayaan nasional hanya dapat dimanifestasikan pada unsur budaya bahasa, kesenian, pakaian, dan upacara ritual. Unsur kebudayaan lain bersifat universal sehingga tidak dapat memunculkan sifat khas, seperti teknologi, ekonomi, sistem kemasyarakatan, dan agama. Dengan demikian budaya nasional memiliki karakteristik berupa:
- Hasil budi daya masyarakat bangsa.
- Hasil budi daya masyarakat sejak zaman dahulu hingga kini.
- Hasil budi daya yang dibanggakan.
- Hasil budi daya yang memiliki kekhasan bangsa.
- Hasil budaya yang menciptakan jati diri bangsa.
- Hasil budaya yang memberikan identitas bangsa.
Dengan demikian, budaya nasional Indonesia adalah budaya yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu hingga kini sebagai suatu karya yang dibanggakan yang memiliki kekhasan bangsa Indonesia dan menciptakan jati diri dan identitas bangsa Indonesia yang kuat. Kebudayaan nasional sesungguhnya dapat berupa sumbangan dari kebudayaan lokal. Jadi, sumbangan beberapa kebudayaan lokal tergabung menjadi satu ciri khas yang kemudian menjadi kebudayaan nasional.
Bahasa dan Dialek
Melalui bahasa manusia mampu menyampaikan segala hal yang dimaksudkan kepada pihak lain. Bahasa yang ada di dunia sangat beragam. Masing-masing bahasa dikelompokkan ke dalam satu rumpun bahasa, yang asal usulnya sama. Di Indonesia terdapat lebih dari 200 bahasa dan logat yang digunakan. Namun, tetap bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa resmi. Logat yang paling banyak adalah logat Jawa karena 45% penduduk Indonesia adalah orang Jawa. Bahasa Indonesia menggunakan huruf Latin di dalam transkripsinya. Banyak bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia; beberapa di antaranya adalah bahasa Arab, bahasa Sanskerta, bahasa Belanda, bahasa Inggris, bahasa Portugis, dan lain-lain. Bahasa Indonesia termasuk di dalam rumpun bahasa Austronesia.
Menurut KBBI, bahasa adalah system lambing bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa yang digunakan oleh kelompok-kelompok masyarakat dalam berkomunikasi memiliki dua arti atau makna yang tersirat dalam bunyi bahasa. Setiap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia belum dikategorikan sebagai bahasa apabila bunyi bahasa tersebut tidak memiliki makna tertentu di dalamnya. Oleh karena itu, setiap kelompok masyarakat pemakai suatu bahasa telah memiliki kesepakatan mengenai struktur bunyi ujaran tertentu yang memiliki arti tertentu. Dialek adalah variasi bahasa yang berbeda menurut pemakai bahasa dari suatu daerah tertentu, kelompok social tertentu atau kurun waktu tertentu. Dialek suatu daerah dapat diketahui berdasarkan tata bunyinya.
Dialek tidak hanya berkaitan dengan bahasa, namun juga berkaitan dengan fitur non-kebahasaan. Fitur non kebahasaan tersebut adalah letak geografis, kelas sosial, usia, pekerjaan, dan gender. Pada dialek geografikal atau regional, terdapat beberapa dialek; yaitu dialek kelas, dialek usia, dan dialek gender. Sesungguhnya setiap penutur tidak hanya menggunakan satu dialek, melainkan banyak dialek. Dialek tersebut bergantung pada daerah penutur tinggal, usia penutur tersebut, dan jenis kelaminnya. Sebagai contoh, seorang perempuan berusia remaja berasal dari daerah Surabaya akan menggunakan dialek Jawa Timuran dan berbicara sesuai dengan tingkat usianya dengan menggunakan bahasa yang biasa digunakan remaja seusianya. Di samping itu juga menggunakan bahasa yang biasa dipakai para perempuan yang lebih feminin. Dialek akan semakin kuat terbentuk manakala setiap penutur saling berinteraksi pada satu daerah tuturan. Dialek tidak membuat bahasa menjadi berbeda pada satu daerah tuturan, melainkan menyeragamkan bunyi tuturan penuturnya. Interaksi sosial sangat berperan di dalamnya. Di samping dialek, setiap penutur memiliki warna suara yang berbeda-beda. Jarang sekali ada penutur yang memiliki warna suara yang benar-benar sama. Pada saat seorang penutur berbicara, tanpa dilihat pun sering dapat diterka sosok penutur tersebut. Itu disebabkan karena penutur tersebut memiliki warna suara yang khas yang dimilikinya. Di samping warna suara, juga gaya bahasa dan susunan kalimat yang digunakannya yang menjadi trade mark penuturnya. Hal tersebut yang dikenal dengan istilah idiolek.
Tradisi Lisan
Dikutip dari Amir Rochyatmo, tradisi lisan adalah folklor lisan yang dirumuskan sebagai bagian kebudayaan yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan dalam bentuk kelisanan, seperti cerita rakyat dan nyanyian rakyat. Adat kebiasaan secara turun menurun dari nenek moyang yang masih diperlukan dalam masyarakat. Tradisi lisan awalnya adalah berbentuk lisan, namun dalam perkembangannya di samping dilakukan perekaman, juga dilakukan pencatatan. Tradisi lisan kemudian menjadi bentuk tulis. Sesungguhnya tradisi lisan tersebut masih berbentuk lisan, hanya saja dilakukan pencatatan-pencatatan agar tradisi lisan tersebut tidak raib. Namun demikian, aplikasi tetap dilakukan dengan lisan. Perubahan tradisi lisan tersebut antara lain disebabkan semakin berkembangnya media massa dan elektronika. Beragam bentuk tradisi lisan baik sejak zaman prasejarah hingga masa kontemporer, dikemas oleh media massa ke dalam beragam bentuk tayangan. Dampaknya adalah orang yang melihat tayangan tersebut akan menyebarluaskan tradisi lisan dalam bentuk baru. Beberapa kepedulian terhadap tradisi lisan, antara lain:
- Diadakannya Pagelaran: Diadakan pagelaran wayang, tembang-tembang, dan lain sebagainya.
- Pembuatan Program Televisi: Membuat program televisi yang mendukung tradisi lisan.
- Pembuatan Situs di Internet: Membuat situs di internet yang mendukung tradisi lisan. Bila perlu dapat didengarkan dan terdapat transkripsinya dalam bentuk tertulis.
- Lomba: Sering diadakannya lomba berkaitan dengan tradisi lisan.
Dengan aktivitas kepedulian terhadap tradisi lisan tersebut, maka tradisi lisan dapat lebih lama terpelihara.
Daftar Pustaka
Handoyo, Eko, dkk. 2007. Studi Masyarakat Indonesia. Semarang : FIS UNNES.
https://blog.unnes.ac.id/triyuliana/
https://rahmiajengefrianingsih.blogspot.co.id/2011/10/makalah-keberagaman-budaya-di-indonesia.html
https://mbahkarno.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-dialek-dan-contohnya.html
https://tasikuntan.wordpress.com/2012/11/30/pengertian-tradisi/
https://www.informasiahli.com/2015/09/pengertian-tradisi-sejarah-fungsi-dan.html
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta