Konservasi Budaya Tari Topeng #5

Posted by: Anggita Meisya Daniar Rizkylillah in Konservasi Budaya Tari Indonesia No Comments »

tari topeng2

Seni tari menjadi salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Setiap daerah memiliki tari-tarian dengan keunikannya sendiri. Misalnya, Tari Topeng dari Cirebon, Jawa Barat, merupakan seni tari pertunjukan yang sarat akan simbol-simbol bermakna yang diharapkan bisa dipahami oleh penontonnya. Simbol-simbol yang dimaksud bisa berupa nilai kepemimpinan, cinta, atau kebijaksanaan yang disampaikan melalui media Tari Topeng.

Bahkan di Cirebon, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga menggunakan tarian ini sebagai alat untuk menyiarkan agama Islam, sekaligus menjadi hiburan di lingkungan keraton.

Tari Topeng sendiri sebenarnya sudah ada sekitar abad ke-10 atau ke-11 Masehi, tepatnya pada masa pemerintahan Prabu Panji Dewa, Raja Jenggala di Jawa Timur. Seni tari ini kemudian dibawa oleh seniman jalanan ke Cirebon yang selanjutnya mengalami proses akulturasi. Dari Cirebon, seni tari ini lalu menyebar lagi ke daerah-daerah lain di Jawa Barat. Di provinsi ini, terdapat dua jenis Tari Topeng, yaitu Tari Topeng Cirebon dan Tari Topeng Priangan.

Simbol-simbol sarat makna dari sebuah pementasan Tari Topeng disampaikan melalui warna topeng, jumlah topeng, dan juga jumlah gamelan pengiringnya. Total jumlah topengnya ada sembilan, yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu lima topeng pokok (panji, samba atau pamindo, rumyang, tumenggung atau patih, kelana atau rahwana) dan empat topeng lainnya lainnya (pentul, nyo atau sembelep, jingananom dan aki-aki) digunakan jika lakon yang dimainkan berjudul Jaka Blowo, Panji Blowo, atau Panji Gandrung.

Lima topeng pokok disebut sebagai Topeng Panca Wanda yang artinya topeng lima watak. Panji, misalnya, diartikan sebagai seorang bayi iyang masih bersih atau tidak berdosa. Pamindo menggambarkan kesatria. Patih menggambarkan kedewasaan.

Sumber Gambar:
https://www.google.com/search?q=tari+topeng&biw=1366&bih=600&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAcQ_AUoAWoVChMIn5Tr0PPryAIVRmCmCh3e0wrf

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Konservasi Budaya Tari Saman #4

Posted by: Anggita Meisya Daniar Rizkylillah in Konservasi Budaya Tari Indonesia No Comments »

tari saman2

Tari saman punya banyak nama. Bukan hanya tari seribu tangan, tapi juga Saman Gayo di Aceh Tenggara dan Tengah, Saman Lokop di Aceh Timur , dan Saman Aceh Barat di Aceh Barat.

Tarian tradisional Melayu ini asal mulanya dari daerah Aceh Tenggara tepatnya di dataran tinggi Gayo. Nama “Saman ” diambil dari nama pencipta dan pengembang tari Saman yaitu Syeikh Saman . Ia adalah salah seorang ulama yang menyebarkan agama Islam di Aceh . Itu sebabnya syair atau lagu yang digunakan dalam tari saman adalah bahasa Arab dan Aceh. Biasanya syair yang dipakai dalam tari saman berisi pesan-pesan dakwah, sindiran, pantun nasehat, dan pantun percintaan.

Tarian saman diduga berasal dari tarian Melayu kuno karena tari saman menggunakan dua gerakan yang umum digunakan dalam tarian Melayu kuno: tepuk tangan dan tepuk dada. Menurut cerita, Syeikh Saman menyebarkan agama Islam sambil mempelajari tarian Melayu kuno. Supaya dakwahnya lebih mudah, Syeikh Saman menggunakan syair-syair dakwah dengan gerakan-gerakan tari. Sampai sekarang, tari saman yang sifatnya religius ini masih dipakai sebagai alat penyampaian pesan dakwah.

Pertunjukan Tari Saman dari Masa ke Masa
Dahulu, tari saman ditampilkan dalam upacara adat tertentu. Salah satunya adalah upacara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sekarang, tari saman juga ditampilkan dalam acara-acara kenegaraan seperti kunjungan tamu-tamu negara atau dalam pembukaan festival dan acara lainnya.

Pada masa penjajahan Belanda, pertunjukan tari saman dilarang karena katanya mengandung unsur magis yang bisa menyesatkan. Namun larangan ini tidak dihiraukan oleh masyarakat Aceh. Tari saman pun terus berkembang pesat sampai sekarang. Selain itu, tari saman tidak hanya dipertunjukkan di NAD tapi juga di kota-kota lain di Indonesia. Tari saman bahkan sudah sampai ke negara-negara tetangga dan Eropa.

Kalau dilihat dari jumlah gerakan tubuh, tari saman bisa dikatakan tari yang sederhana. Tetapi gerakannya beragam, antara lain: gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring, dan gerak lengek. Keunikan tari saman adalah gerakan tangannya yang dinamis, perubahan posisi duduk para penari, dan goyangan badan yang dihentakkan ke kiri atau kanan ketika syair lagu dinyanyikan. Tari saman tidak menggunakan musik loh, hanya syair yang dinyanyikan serta suara tepukan tangan, dada, dan paha.

Pada umumnya, tari saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki dengan jumlah ganjil. Namun dalam perkembangan selanjutnya tari saman juga ditarikan oleh perempuan. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tarian ini ditarikan oleh 10 orang. Delapan orang penari dan dua orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi. Seorang Syeikh ditunjuk sebagai pengatur gerakan dan penyanyi syair-syair lagu untuk tarian ini.
Para penari saman memakai kostum seragam khas Aceh : bulan teleng di kepala, penutup leher, dan gelang di kedua pergelangan tangan. Sebelum menari, para penari duduk berbaris memanjang ke samping dengan lutut ditekuk. Syeikh duduk di tengah-tengah para penari lainnya kemudian menyanyikan syair atau lagu yang diikuti dengan berbagai gerakan oleh penari yang lain. Gerakan dan lagu yang dinyanyikan memiliki hubungan yang dinamis, sinkron, dan memperlihatkan kekompakkan. Tarian ini diawali dengan satu gerakan lambat, dengan tepuk tangan, tepuk dada, dan paha, serta mengangakat tangan ke atas secara bergantian. Semakin lama, gerakan tarian ini semakin cepat hingga tari saman pun berakhir.

Sumber Gambar:
https://www.google.com/search?q=tari+saman&biw=1366&bih=600&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAcQ_AUoAWoVChMIx-2Cw_HryAIVJl6mCh3rzQiV

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Konservasi Budaya Tari Piring #3

Posted by: Anggita Meisya Daniar Rizkylillah in Konservasi Budaya Tari Indonesia No Comments »

tari piring2

Tari Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang adalah salah satu seni tari tradisonal di Minangkabau yang berasal dari kota Solok, provinsi Sumatera Barat. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piring sebagai media utama. Piring-piring tersebut kemudian diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa terlepas dari genggaman tangan.

Indonesia memang memiliki ragam kebudayaan yang menarik dan indah. Letak geografis serta keragaman suku di nusantara juga turut menghasilkan seni budaya yang majemuk penuh dengan pesonanya masing-masing. Berbagai jenis tari-tarian yang menarik dan unik juga menjadi bukti kemajemukan budaya Indonesia. Salah satunya adalah Tari Piring asal Minang.

Tari Piring merupakan jenis seni tari yang berasal dari Sumatera Barat. Dalam bahasa setempat tarian ini dikenal dengan nama Tari Piriang. Seperti namanya, para penari memang membawa piring saat menari. Meski dahulu tarian ini ditujukan untuk memberi persembahan para dewa ketika memasuki masa panen, namun saat ini telah berubah menjadi tarian budaya yang sering dipertunjukan di acara-acara besar.

Tari piring berkembang pertama kali sejak 800 tahun yang lalu hingga zaman Sri Wijaya. Tarian ini juga berkembang ke neger-negeri melayu lainnya seiring dengan jalur perdagangan pada masa tersebut. Meskipun terdapat beragam perbedaan di tiap-tiap daerah di Sumatera Barat, namun tarian ini memiliki kesamaan secara keseluruhan yakni konsep tentang sebuah ‘persembahan’.

Sebelum tarian dimulai, penari biasanya melakukan latihan serta berbagai persiapan lain seperti pemeriksaan piring-piring yang akan digunakan untuk menari. Piring yang kurang baik akan diganti dengan piring dengan kondisi bagus agar tidak membahayakan si penari maupun penonton.

Tari piring diawali dengan rebana dan gong yang dimainkan pemusik, rangkaian tarian dimainkan secara besamaan oleh beberapa orang penari.Ragam gerakan yang menantang gravitasi kerap ditunjukan membuat para penonton merasa ‘ngeri’ akan jatuhnya piring-piring dari tangan penari. Sesekali terdengar bunyi gemerincing akibat ketukan cincin yang dipakai oleh penari ke pring-piring yang digunakan sebagai properti tarian.

Tari piring memang memiliki peranan besar pada masyarakat Minangkabau terutama saat perkawinan dilaksanakan. Meskipun hanya sebagai hiburan sejak budaya Hindu hilang dari tanah Minang, tarian ini juga memiliki nilai budaya yang besar dalam masyarakat terutama bagi keluarga yang melangsungkan pesta perkawinan agar kedua mempelai memiliki kehidupan yang harmonis dan tentram.

Tari piring memang menjadi kebanggan masyarakat Minang, tidak heran salah satu ragam seni budaya Indonesia ini seringkali dipertontonkan dalam setiap pesta pernikahan suku Minang meskipun tidak berdomisili di Sumatera Barat. Tarian ini juga sudah sangat lekat dan menjadi salah satu warisan kebudayaan Indonesia.

Sumber Gambar:
https://www.google.com/search?q=tari+piring&biw=1366&bih=600&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAcQ_AUoAWoVChMIwfLL3fTryAIV5eCmCh12LAMa

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Konservasi Budaya Tari Pendet #2

Posted by: Anggita Meisya Daniar Rizkylillah in Konservasi Budaya Tari Indonesia No Comments »

tari pendet10

Bali merupakan salah satu propinsi yang tersoroh dengan keanekaragaman kebudayaan dan eksotisme tempat wisata yang dimilikinya. Bali mempunyai beberapa kesenian tari yang sudah mendunia popularitasnya. Selain Tari Kecak, Tari Pendet merupakan salah satu kesenian yang sudah tak asing lagi bagi para pelancong lokal maupun manca negara. Tari ini secara rutin dipentaskan dan menjadi hiburan bagi para wisatawan.

Tari Pendet sendiri merupakan sebuah pernyataan dari persembahkan yang di tuangkan dalam bentuk kesenian tari. Menajdi semakin populer karena kesenian ini sangat mudah di tarikan oleh semua orang dan tidak perlu dengan latihan yang intensif.

Menurut sejarah tarian ini dulunya diciptakan oleh seorang Maestro yang berasal dari bali yaitu I Wayan Rindi pada Tahun 1967. Dahulunya tari pendet merupakan tarian yang bersifat sakral dan hanya di pentaskan di Pura pada saat ada ritual keagamaan tertentu. Oleh I Wayan Rindi seni tari ini di ubah menjadi kesenian yang dapat dipentaskan tidak hanya pada setiap ritual keagamaan.

Tarian ini dibawakan oleh beberapa orang remaja putri yang dalam menarikannya membawa mangkuk dari perak dimana di dalamnya diisi penuh dengan Bunga. Pada akhir pementasan, bunga yang berada di dalam mangkuk perak itu nantinya akan di taburkan oleh para penari kepada para penonton sebagai ucapan selamat datang. Oleh karena itu Tari Pendet sering disebut sebagai tari penyambutan.

Sumber Gambar :
https://www.google.com/search?q=tari+pendet&biw=1366&bih=600&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAcQ_AUoAWoVChMIv7bTo_TryAIVZK6mCh21LwbL

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Konservasi Budaya Tari Merak #1

Posted by: Anggita Meisya Daniar Rizkylillah in Konservasi Budaya Tari Indonesia Comments Off on Konservasi Budaya Tari Merak #1

Merak
Tari Merak merupakan tarian kreasi baru dari tanah Pasundan yang diciptakan oleh Raden Tjetjep Somantri pada tahun 1950 dan dibuat ulang oleh Irawati Durban pada tahun 1965. Sesuai dengan namanya, Tari Merak banyak terinspirasi oleh keanggunan gerak dan warna ekor burung merak. Banyak orang salah mengira jika tarian ini bercerita tentang kehidupan dan keceriaan merak betina, padahal tarian ini bercerita tentang pesona merak jantan yang terkenal pesolek.

Merak jantan akan memamerkan keindahan bulu ekornya yang mekar dan berwarna-warni untuk menarik hati sang betina. Gerak gerik sang jantan tampak seperti tarian yang gemulai untuk menunjukan pesona dirinya, bertujuan agar sang betina terpesona dan melanjutkan bersedia kawin dengannya.
Kiranya gerak alami itulah yang menginspirasi tarian tradisonal tanah Pasundan ini. Ciri khas tarian ini yaitu penari umumnya mengenakan selendang yang diikatkan di pinggang, yang bila dibentangkan akan menyerupai ekor burung merak yang mekar dan kaya warna.

Dalam pertunjukannya, ciri bahwa itu adalah terlihat dari pakaian yang dikenakan penarinya memiliki motif menyerupai bulu merak. Kain dan bajunya menggambarkan bentuk dan warna bulu-bulu merak. Ditambah lagi dengan semacam selendang yang dipenuhi payet sebagai gambar.

Sumber Gambar :
https://www.google.com/search?q=tari+merak&biw=1366&bih=600&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAcQ_AUoAWoVChMImO-au_TryAIVpl2mCh0KCQ24

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Skip to toolbar