History Maker

Mahasiswa itu History Maker artinya Pembuat Sejarah. Mengapa bisa dibilang seperti itu ?

Mahasiswa adalah ujung tombak generasi penerus bangsa dan sebagai garda terdepan yang akan membangun bangsa dalam waktu dekat, sehingga mahasiswalah penerus pembangunan dan kemana arah bangsa ini ada di tangan kita. Jadi, kitalah pembuat sejarah itu, entah sejarah yang kelam atau sejarah yang sangat membanggakan semua tergantung kita.

Ingatlah kisah di tahun 98, di mana para mahasiswa dari seluruh penjuru tanah air bersatu padu menjadi garda utama memperjuangkan reformasi.hingga akhirnya sejarah pun mencatat rezim orde lama digulingkan. Itu adalah catatan sejarah yang dicatat oleh para mahasiswa kala itu.

Generasi sekarang pun tak boleh kalah. Memang masalah yang sekarang dihadapi tak terlalu tampak nyata seperti dulu. Perjuangan yang harus dilewati pun tak bisa sama persis seperti dulu.walaupun masalah nya berbeda bukan berarti tak bisa dihadapi.

Dengan globalisasi dan perkembangan teknologi yang semakin maju akan menjadi alat yang mempermudah kita namun di lain sisi tantangan yang harus dihadapi juga akan menjadi lebih berat. Tapi dengan bersatu hal itu bukanlah mustahil. Maka, para mahasiswa harus berjuang bersama-sama untuk bisa membuat sejarah menjadikan Indonesia sebagai Negara yang maju, bermartabat, mandiri dan bemoral di mata dunia tanpa meninggalkan budaya yang selama ini menjadi ciri khas dan kebanggan kita INDONESIA.

SEMANGAT !!!

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award.di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

 

Mahasiswa dan Aspirasi

Mahasiswa, satu kata yang dulu terdengar begitu terhormat dan terpandang, namun sekarang terdengar biasa saja. Apa alasanya ? mungkin sekarang sudah terlalu banyak mahasiswa yang bertebaran di berbagai universitas di Indonesia ? atau sebenarnya mahasiswa memang sudah tak se terhormat dan se terpandang dulu karena ulah beberapa oknum yang mencoreng citra mahasiswa ?

Terlepas dari pertanyaan tersebut, setelah saya masuk universitas dan menjadi mahasiswa, saya banyak sekali mendengar kata-kata bahwa Mahasiswa itu Agent of Change atau Agen Perubahan. Generasi yang harus bisa melakukan perubahan yang baik bagi negeri ini. Generasi yang harus kritis terhadap kebijakan-kebijakan penguasa. Generasi yang harus pro pada rakyat kecil dan segudang tugas mulia lain yang harus diemban.

Memang benar, sebagai seorang mahasiswa yang notabene nya sebagai pelajar dalam kasta tertinggi di negeri ini mahasiswa harus sadar akan tugasnya yang merupakan harapan bersama dari negeri ini. Tapi apakah mahasiswa sekarang sudah benar-benar sadar akan hal itu ? atau sebenarnya hanya aktif berkoar-koar di depan agar terlihat kritis dan nasionalis tanpa ada nasionalisme yang mendalam ?

Apalagi bagi MABA, saat pertama kali saya memasuki perkuliahan, seakan-akan kami benar-benar dicekoki paham bahwa kita sebagai mahasiswa harus melawan penguasa sekarang yang dianggap tidak kompeten dalam memimpin, membuat kebijakan yang tidak pro rakyat dan semakin menyengsarakan rakyat. Kita dituntut aktif untuk menyuarakan suara kita agar didengar oleh mereka yang duduk di kursi pejabat.

Memang benar jika pemerintahan di negeri ini sedemikian bobroknya. Namun, bukankah lebih baik jika mahasiswa justru lebih aktif dalam membuat gagasan-gagasan pembangunan, menunjukkan bakti pengabdian pada masyarakat, melakukan penelitian-penelitian untuk meningkatkan teknologi nasional serta berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia negeri ini, dari pada hanya sekedar aktif bersuara di depan gedung yang tak bergeming atau di jalan-jalan yang justru membuat kemacetan dan merugikan pengguna jalan lain.

Tidak salah jika mahasiswa mengajukan aspirasinya di muka umum dengan cara berdemo, namun kesan demo di mata masyarakat dan pemerintah sudah terlanjur menjadi negative akibat ulah beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. dahulu, demo digunakan para mahasiswa benar-benar untuk mengajukan aspirasi yang membangun, berdasar, membela rakyat dan memang tepat sasaran. Namun lihatlah sekarang, ketika ada demo pengajuan aspirasi lebih identik dengan adanya tindakan anarkis, tawuran atau bentrok dengan aparat keamanan atau bahkan pengrusakan beberapa fasilitas.

Hal ini justru akan menimbulkan persepsi negative dari masyarakat yang sebenarnya sedang diatasnamakan. Dan pemerintah pun nantinya akan menganggap sebelah mata dengan menganggap para pendemo hanya mampu bertindak anarkis tanpa tahu apa-apa. Karena sekarang demo dilakukan seakan-akan hanya untuk “kedok” menunjukkan keaktifan namun belum dibarengi dengan pengetahuan dan nasionalisme yang cukup.

Sehingga demo-demo tersebut hanya akan dianggap angin musiman yang akan cepat berlalu setelah adanya suatu kebijakan tanpa perlu diperdulikan. Jika sudah seperti itu, lalu manfaat apa yang didapat ?

Maka dari itu alangkah lebih baiknya jika pengajuan aspirasi dapat dilakukan dengan cara yang tertib dan memang benar-benar dilakukan untuk mengajukan aspirasi membela rakyat dengan dibarengi pengetahuan yang berdasar dan nasionalisme. tidak hanya asal protes agar telihat aktif.

Keterbukaan pemerintah juga sangat dibutuhkan agar pendemo bisa mengajukan aspirasinya dengan tertib dan tidak akan bertindak anarkis agar aspirasinya bisa didengar. Karena sebagian besar alasan dilakukannya tindakan anarkis adalah tertutupnya pemerintah terhadap aspirasi. Jadi, peran serta kedua belah pihak sangat dibutuhkan, agar pengajuan aspirasi dengan cara demo bisa kembali ke hakikat awalnya sebagai bentuk permintaan rakyat dan bentuk saling mengingatkan antara rakyat dan pemerintah.

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

UKM dan BSO, Sebagai Sendang Ilmu

Universitas atau lebih sering disebut kampus agar terdengar sedikit lebih keren. Kampus tempat berkumpulnya beribu-ribu mahasiswa dari berbagai macam daerah, berbagai macam latar belakang serta berbagai macam bahasa, gaya, suku hingga berbagai macam motif mereka bisa ada di kampus.

Kampus tempat kami para mahasiswa menuntut ilmu, berharap bisa mendapat segudang prestasi, lulus dengan IPK tinggi, sesegera mungkin menyandang tittle dan segera mendapat pekerjaan dengan gaji yang tinggi. Itulah jawaban jujur yang mungkin ada di setiap benak mahasiswa.

Tapi setelah dijalani kampus memiliki makna lebih dari itu, yang utama memang mencari ilmu, tapi yang tidak utama rasanya lebih banyak. Mencari teman dan mendapat keluarga baru, bergabung dengan organisasi kampus, “nugas” sambil memanfaatkan wifi gratis, hingga mengembangkan bakat dan minat lewat UKM atau kelompok studi tertentu.

Bergabung dengan UKM atau kelompok studi tertentu bisa menjadi pilihan untuk sejenak menghibur diri dari sekian banyak tugas dan menambah pengetahuan diluar jurusan yang diambil selama kegiatan-kegiatan tersebut tidak terlalu menyita tenaga, waktu dan fikiran tentunya.

Secara konsep, UKM dan Kelompok studi bisa dijadikan alternative pengembangan ilmu selain perkuliahan secara formal. Sebagai contoh, beberapa Badan Semi Otonom (BSO) yang ada di FE Unnes. Seperti Unssaf, KSEI, KWU, MARCH, EKSIS dll.

Masing-masing dari mereka menjadi tempat untuk mempelajari suatu subjek tertentu secara lebih mendalam seperti unssaf yang mempelajari tentang pasar modal, KSEI yang focus pada ekonomi islam, KWU yang mendalam pada bidang kewirausahaan, MARCH yang ber concern pada marketing dan EKSIS yang mengkaji ilmu agama bagi para mahasiswa ekonomi.

Melalui kelompok-kelompok studi inilah suatu subjek ilmu tertentu sebenarnya bisa lebih dikembangkan secara mandiri oleh para mahasiswa namun tetap dalam bimbingan universitas. Tentunya mahasiswa akan mendapat manfaat yang lebih dari kegiatan ini. Jika semua pihak yang telibat dapat berperan aktif maka bukan tidak mungkin BSO yang ada akan menjadi kekuatan universitas di subjek ilmu tertentu dan akan menjadi sendang ilmu dalam tempat pengembangan ilmu bagi setiap mahasiswanya.

Maka dari itu, peran aktif mahasiswa dalam menghidupkan UKM dan BSO sangat dibutuhkan. Sungguh-sungguh dalam berorganisasi di dalamnya merupakan salah satu langkah penting dan terus mengkaji ilmu yang  diusung agar pengetahuan kita bertambah serta manfaat yang didapat dari masing-masing UKM dan BSO sebagai sendang ilmu pun bisa dimaksimalkan.

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

Konservasi Moral, Sudahkah ? #2

Universitas negeri semarang atau yang lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan unnes sudah dikenal sebagai universitas konservasi. Dari konservasi lingkungan hingga moral mahasiswanya. Dari segi lingkungan Unnes sudah cukup gencar dalam mengampanyekan dan melakukan penghijauan. Mulai dari adanya mata kuliah umum konservasi hingga pelaksanaan penanaman satu bibit pohon bagi setiap mahasiswa.

Cara ini bisa dibilang berhasil, hampir semua area fakultas di unnes hijau dengan pepohonan walaupun memang belum terlalu merata. Salah satu kawasan terimbun adalah jalan di fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, fakultas bahasa dan seni hingga ke rektorat. kita bisa merasakan bagaimana sejuknya rerimbunan pohon yang masih asri ketika menyusurinya.

Tidak hanya konservasi lingkungan yang dilakukan, konservasi budaya dan moral juga sangat digalakkan. Selain itu unnes juga telah menggalakkan konservasi moral dan mewajibkan setiap mahasiswanya untuk memiliki 11 nilai konservasi seperti religius, jujur, cerdas, adil, tanggung jawab, peduli, toleran, demokratis, cinta tanah air, tangguh dan santun. Namun, sudahkah mahasiswa unnes menerapkan nilai-nilai tersebut ?

Mari kita ambil salah satu nilai seperti jujur. Mungkin indikator termudah untuk membuktikan kejujuran mahasiswa adalah saat ujian datang. Sudahkah para mahasiswa mengerjakan ujiannya secara mandiri ? atau tengok kanan kiri ? atau bahkan terus menunduk memandangi smartphone ? saya rasa ketiga praktek tersebut masih terus dilakoni bahkan ketiganya sekaligus. Dan terkadang para dosen pun merasa sungkan untuk sekedar mengingatkan meskipun sudah terang-terangan terlihat.

Banyak yang mengatakan bagi pelajar “nge-peck” itu biasa. Baiklah, anggap saja hal itu biasa. Tapi apakah kasus kehilangan dompet atau bahkan laptop di area kampus atau bahkan di tempat ibadah kampus masih dianggap hal yang lumrah ? jangankan benda-benda berharga, bahkan kantin kejujuran pun sering mengalami kerugian akibat hilangnya uang. Bukankah sudah jelas terlihat bahwa kejujuran mahasiswa sudah luntur dari hal sepele hingga ke hal yang bisa dibilang luar biasa.

Contoh lain adalah masalah kesantunan. Tidak sedikit dosen yang kadang mengeluh atau lebih tepatnya mengingatkan para mahasiswa agar mengirim pesan pada dosen dengan kata-kata yang lebih sopan. Bukankah itu saja sudah menunjukkan bahwa kesantunan mahasiswa pada dosen juga masih dirasa kurang ?

Mungkin hal-hal tersebut masih bisa dibilang masalah kecil namun bukankah untuk membangun moral yang berkualitas perlu dimulai dari hal-hal kecil. Sebenarnya masih banyak masalah-masalah yang lebih besar berkaitan dengan moral jika kita mau menelisik lebih jauh.

Bukankah universitas merupakan tempat pengembangan ilmu tertinggi di negeri ini ? setinggi apap pun ilmu jika manusia yang memilikinya tidak mempunyai moral yang cukup baik, ilmu tersebut tidak akan bisa bermanfaat atau bahkan akan merusak dan membutakan manusia. Maka dari itu, masih dibutuhkan pemaksimalan berkaitan dengan konservasi moral. Agar konservasi yang dilakukan tidak hanya berbasis lingkungan saja tapi benar-benar mendasar hingga moral mahasiswanya.

Sehingga nantinya Unnes dapat benar-benar menjadi tempat pengembangan ilmu bagi para generasi muda yang tetap cinta lingkungan dan menjadi garda utama universitas pejuang konservasi di Indonesia.

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan ini adalah karya saya sendiri  dan bukan jiplakan.

Peranan Pendidikan Konservasi #1

Konservasi, kata itulah yang sekiranya perlu dilakukan sekarang mengingat kondisi lingkungan yang mulai rusak akibat ulah manusia. Sehingga tak berlebihan jika banyak Negara bahkan satu dunia mulai menggencarkan kata konservasi lingkungan, termasuk Indonesia.

Di Indonesia sendiri, penggencaran konservasi dilakukan juga melalui jalur pendidikan dengan memasukkan pendidikan lingkungan hidup atau pendidikan konservasi yang seharusnya dimulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi.

Pendidikan lingkungan atau konservasi harus mampu mendorong terjadinya integrasi kearifan sikap dan perilaku dalam mengahadapi masalah yang timbul karena kejadian alam dan ulah manusia. Kemudian harus diintegrasikan juga kedalam upaya mengurangi dan memperkecil kerusakan serta pencemaran  akibat perbuatan manusia

Maka dari itu penting rasanya menerapkan jiwa konservasi pada generasi bangsa sejak dini agar mereka sudah memiliki fondasi jiwa konservasi yang kuat dan akan terus mengakar hingga dewasa. Di dunia pendidikan tinggi, peranan pendidikan konservasi juga mengambil andil yang penting.

Universitass yang merupakan tempat belajar tertinggi dari semua jenjang yang ada, pastilah diharapkan akan mencetak generasi-generasi yang cerdas, para ilmuan handal serta para pengajar dan teknisi yang profesional. Universitas juga dipandang sebagai tempat pengembangan ilmu-ilmu yang urgen untuk diterapkan guna membangun negeri.

Di sinilah peran konservasi, ketika ilmu terus berkembang maka teknologi pun akan mengikuti. Tanpa memikirkan konservasi lingkungan bukan tidak mungkin jika teknologi yang nantinya muncul hanya memberikan manfaat bagi manusia namun tak sebanding dengan kerusakan alam yang ditimbulkan. Dengan memberikan pendidikan konservasi lingkungan diharapkan para mahasiswa nantinya dapat memberikan konstribusi membangun bangsa dan menciptakan teknologi baru dengan terus memperhatikan alam agar manusia teknologi pembangunan dan alam bisa hidup dengan selaras.

Peranan konservasi juga tidak bisa hanya dikembangkan di lingkup lingkungan saja. Karena konsep konservasi tidak hanya terbatas pada lingkungan, namun masih ada budaya yang harus dilestarikan dan juga moral yang harus senantiasa dipertahankan. Sehingga diperlukan juga konservasi budaya dan konservasi moral agar dalam pengembangan ilmu yang sedang dilkukan, para generasi muda tidak lupa akan jati diri dan budayanya serta memiliki moral yang memang harus dimiliki oleh warga Negara Indonesia yaitu religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social dan tanggung jawab.

Jadi, universitas sebagai pusat pengembangan ilmu tertinggi, harus senantiasa mengembangkan ilmu-ilmu baru dan mendidik para mahasiswanya untuk menjadi generasi pembangun bangsa, yang bermoral Indonesia, berjiwa Indonesia dan cinta akan lingkungan seehingga bisa mewujudkan impian kehidupan yang lebih baik dimana manusia teknologi dan alam bisa hidup berdampingan dan selaras tanpa ada yang harus dirugikan.

 

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.