Balon Internet Google akhirnya dizinkan oleh pemerintah untuk melakukan uji coba di Indonesia, didukung oleh tiga operator besar yakni Telkomsel, XL dan Indosat (Dok. Google) |
Jakarta, CNN Indonesia — Sebanyak 4,2 miliar disampaikan oleh United Nations Broadband Commission (UNBC) sebagai angka penduduk offline secara global alias belum mendapat koneksi Internet.
UNBC mencatat, di sejumlah negara berkembang, ada sekitar 80 persen penduduk yang telah menikmati koneksi Internet. Masalah besar terjadi di negara miskin di mana hanya 6,7 persen penduduk yang terhubung ke Internet. Ditambah lagi, pertumbuhan akses Internet di negara miskin cenderung menurun, dari 8,6 persen pada 2014 menjadi 8,1 pada 2015 ini.
Sejumlah perusahaan raksasa teknologi yang punya bisnis besar di Internet, merasa perlu meningkatkan jumlah pengakses Internet di negara miskin karena hal ini ujung-ujungnya bakal menguntungkan bisnis mereka.
Beberapa dari mereka bahkan rela membuat perangkat yang berguna sebagai ‘BTS terbang’ untuk memberi akses Internet ke daratan. Siapa sajakah mereka dan apa proyek besarnya?
Google Project Loon
Proyek balon internet dari Google, Loon, saat ini tengah menarik perhatian warga Indonesia setelah pemerintah dan tiga operator seluler besar mendukungnya untuk melakukan uji teknis di sini.
Berada di bawah pengembangan tim Google X, Project Loon secara umum berkonsep sama seperti pesawat tanpa awak atau drone milik Facebook, yaitu untuk menyebarkan akses Internet dari angkasa.
Menkominfo Rudiantara (tengah) berbincang dengan Vice President Project Loon Google Mike Cassidy (kedua kiri), CEO XL Axiata Dian Siswarini (kedua kanan), CEO Indosat Alexander Rusly (kanan), CEO Telkomsel Ririek Adriansyah (kiri) usai penandatanganan kerjasama uji teknis menyebar akses internet melalui Project Loon di Kantor Google di Mountain View, California, AS, Rabu (28/10). (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
|
Balon Loon ibarat menara seluler yang mengangkasa di langit. Tiap balon akan memancarkan koneksi internet 4G LTE ke permukaan dengan jangkauan 40 kilometer dari tempat balon tersebut berada. Balon itu akan mengantar teknologi Long Term Evolution (LTE) dari perusahaan telekomunikasi yang telah bermitra dengan Google Project Loon.
Menurut CEO XL Axiata Dian Siswarini sebagai pihak yang telah menandatangani kerjasama dengan Google, Project Google Loon ini sangat cocok untuk membuka akses daerah-daerah di Indonesia agar bisa tersambung dengan jaringan telekomunikasi, namun ia mengaku belum tahu wilayah mana saja di yang akan kebagian koneksi.
Sementara Telkomsel, bakal mengujinya di lima titik di atas Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Setelah uji coba, ada pula rencana balon Internet ini akan komersial di Indonesia dua sampai tiga tahun mendatang.
Drone dan Internet.org Facebook
Internet.org merupakan organisasi yang didirikan oleh Facebook dengan dukungan dari ejumlah perusahaan teknologi dan telekomunikasi. Mereka mengklaim mau membantu menghubungkan 4 miliar orang dengan akses Internet di berbagai negara, terutama di negara berkembang dan miskin.
Didirikan sejak 2013, sang CEO Mark Zuckeberg beberapa waktu lalu mengaku bahwa Internet.org sudah digunakan oleh lebih dari 1 miliar orang di 17 negara.
Purwarupa drone Aquila buatan Facebook yang memiliki ukuran sayap lebih besar dari sayap Boeing 737. (Dok. Mark Zuckerberg via Facebook)
|
Di Indonesia sendiri sejauh ini operator seluler Indosat merupakan pihak yang mendukung program Internet.org. Ketika Zuckerberg datang ke Indonesia pada 2014 lalu, XL Axiata sempat menyatakan minatnya bergabung tapi kemudian tak jelas juntrungannya.
Kehadiran Internet.org nyatanya tidak semulus harapan, karena banyak ditentang oleh aktivis yang mengatakan Internet.org tidak bersikap adil. Artinya, sebuah situs web dibebaskan diakses gratis sementara situs web lain tidak diizinkan diakses gratis.
Tak cuma Internet.org, Facebook juga mengembangkan proyek drone pertamanya yang bernama Aquila untuk penyebaran sinyal Internet Wi-Fi ke daerah terpencil di dunia.
Berbobot 400 kilogram dan lebar sayap 42 meter, Aquila mampu terbang selama 90 hari dan bakal terbang di ketinggian 20 sampai 30 kilo meter sehingga tidak mengganggu pesawat komersial, dan diklaim tidak terpengaruh cuaca.
Aquila rencananya akan diuji pertama kali di Amerika Serikat pada akhir 2015.
Satelit SpaceX
Sebagai pendiri perusahaan perakit wahana antariksa SpaceX, Elon Musk beberapa waktu lalu sempat membuat heboh industri teknologi dengan rencananya meluncurkan satelit mini ke ruang angkasa guna menyebar sinyal Internet dengan biaya yang diklaim murah.
Selama ini sebuah perangkat yang bisa menerima sinyal Internet langsung dari luar angkasa membutuhkan peranti keras khusus dan harganya cenderung mahal. SpaceX berupaya mengatasi masalah itu dengan meluncurkan mikro satelit ke luar angkasa dengan bobot 136 kilogram setiap unitnya dan mengorbit pada ketinggian 1.207 kilometer di atas permukaan Bumi.
Seluruh satelit ini diharapkan bisa membawa koneksi Internet hingga daerah-daerah terpencil di seluruh dunia.
Ini merupakan proyek yang sangat mahal, namun SpaceX telah mendapat dukungan dana dari Google dan Fidelity yang memberi pendanaan senilai US$1 miliar untuk proyek ini.
Sekitar bulan Mei kemarin, Musk telah mengajukan permintaan untuk meluncurkan delapan satelit terbaru buatan SpaceX ke luar angkasa yang telah dilengkapi dengan antena. SpaceX mengatakan ingin mulai menguji teknologi ini di tahun 2016.
Klik Sumber