Manusia sangat beragam karena dipengaruhi oleh faktor ras, etnis, agama, dan status. Konflik selain banyak terjadi pada masyarakat kalangan menengah ke bawah, juga dapat terjadi pada masyarakat yang memiliki lapisan sosial kelas atas. Dalam konflik pasti ada perselisihan dan pertentangan di antara pihak-pihak yang berkonflik. Konflik bisa dialami oleh siapa saja pada berbagai lapisan sosial masyarakat. Konflik bisa dimulai dari keluarga, masyarakat sekitar, nasional, dan global. Jenis-jenis konflik pun dapat beragam.
Untuk mendapatkan gambaran lebih luas tentang pengertian konflik, berikut ini merupakan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli:
- Robert M.Z. Lawang, mengatakan bahwa konflik diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka, seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya, yang tujuan mereka berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya. Konflik dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial, dan budaya) yang relatif terbatas.
- Kartono, berpendapat bahwa konflik merupakan proses sosial yang bersifat antagonistik dan terkadang tidak bisa diserasikan karena dua belah pihak yang berkonflik memiliki tujuan, sikap, dan struktur nilai yang berbeda, yang tercermin dalam berbagai bentuk perilaku perlawanan, baik yang halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung, terkamuflase maupun yang terbuka dalam bentuk tindakan kekerasan. Konflik yang terjadi antar individu, misalnya konflik di antara sesama teman di sekolah. Konflik antara individu dengan kelompok, misalnya konflik antara seorang majikan dan buruhnya; atau konflik antara kelompok dan kelompok, misalnya para pedagang kaki lima dengan para petugas ketertiban. Bahkan, konflik dapat melibatkan antarnegara, seperti konflik antara Irak dan Amerika.
- Peter Harris dan Ben Relly (1998), berpendapat bahwa sifat konflik yang tajam di dunia telah berubah dalam satu dekade terakhir, baik dalam inti permasalahan maupun dalam bentuk pengekspresiannya.
Dari pendapat di atas, dapat di simpulkan bahwa Konflik merupakan proses sosial yang pasti akan terjadi di tengah-tengah masyarakat yang dinamis. Konflik terjadi karena adanya perbedaan atau kesalahpahaman antara individu atau kelompok masyarakat yang satu dan individu atau kelompok masyarakat yang lainnya.
Berbicara tentang terjadinya konflik di masyarakat, tidak terlepas dari adanya kekerasan. Padahal, tidak semua konflik yang terjadi harus diakhiri dengan tindakan kekerasan. Tidak selamanya konflik harus diakhiri oleh tindakan kekerasan karena kekerasan tidak sama dengan konflik. Konflik merupakan proses sosial yang akan terus terjadi dalam masyarakat, baik individu maupun kelompok, dalam rangka perubahan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dengan cara menentang lawannya. Adapun kekerasan, merupakan gejala yang muncul sebagai salah satu efek dari adanya proses sosial yang biasanya ditandai oleh adanya perusakan dan perkelahian. Seringkali tindakan kekerasan muncul secara spontan pada masyarakat. Tindakan kekerasan spontan ini tujuannya tidak jelas, kadangkala ditumpangi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin menciptakan kekacauan.Konflik dapat berfungsi sebagai faktor positif yang berdampak konstruktif (membangun). dan faktor negatif yang bersifat destruktif (perusak) bagi modal kedamaian sosial. Secara positif, konflik dapat berfungsi sebagai pendorong tumbuh kembangnya modal kedamaian sosial karena dapat meningkatkan solidaritas di antara anggota kelompok. Seperti dinyatakan para ahli sosiologi Parsons, Jorgensen, dan Hernandez, manfaat konflik ialah konflik dapat meningkatkan kohesivitas kelompok, memunculkan isu-isu dan harapan-harapan yang terpendam, memperjelas batas-batas dan norma-norma kelompok, dan mempertegas tujuan yang hendak dicapai. Selain itu, konflik juga bisa bersifat destruktif terhadap keutuhan kelompok dan integrasi sosial masyarakat dalam skala yang lebih luas. Jika melampaui batas toleransi dan kapasitas pihak-pihak yang terlibat serta tidak segera dicarikan solusinya, konflik dapat menjurus pada “disintegrasi” sosial.
Pada gambar tersebut terlihat bahwa konflik yang bersifat konstruktif memiliki dampak positif terhadap meningkatnya tampilan kerja dibandingkan dengan konflik yang bersifat destruktifatau negatif. Demikian pula halnya dengan tingkat intensitas konflik yang harus seimbang. Semakin rendah atau tinggi konflik maka lebih bersifat destruktif. Penilaian masyarakat terhadap konflik yang selalu negatif harus dibenahi. Banyaknya manfaat atau akibat positif dari suatu konflik, hendaknya dapat menjadi hikmah bagi masyarakat. Konflik merupakan bagian dari proses sosial yang wajar dan tidak harus dihindari.
Daftar rujukan:
Kusnadi, HMA. 2002. Masalah, Kerjasama, Konflik dan Kinerja. Malang: Taroda.
Kusnadi, HMA dan Bambang Wahyudi. 2001. Teori dan Manajemen Konflik , Tradisional, Kontemporer dan Islam. Malang: Taroda
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Recent Comments