PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN

PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN

  1. KEDUDUKAN WARGA NEGARA DAN PEWARGANAGARAAN DI INDONESIA
    1. Kedudukan Warga Negara

Mengenai warga negara dan penduduk telah tercantum dalam UUD 1945 pasal 26, yaitu:

  • Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang Undang sebagai warga negara.
  • Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia,
  • Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan Undang Undang.

Penduduk negara Indonesia dapat dibedakan menjadi dua macam golongan, yaitu golongan warga negara Indonesia dan golongan warga negara asing (WNA).

Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dan negaranya.Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap warga negaranya, sebaliknya negara mempunyai memberikan perlindungan terhadap warganegaranya. Berikut ini merupakan merupakan dasar dan landasan hukum yang mengatur kedudukan warga negara sej ak Proklamasi Kemerdekaan RI.

  1. Pasal 26 UUD 1945,yang menyatakan bahwa:
    • 1) Yang menjadi warga negaa ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara;
    • 2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia; dan
    • 3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang
  2. UUD 1945 pasal 28 D ayat 4,menyatakan bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
  3. UU No. 10 Februari 1910,tentang peraturan kekawulanegaraan Belanda bukan Belanda
  4. UU No.3/1946, tentang warga negara dan penduduk Indonesia
  5. Keputusan Presiden RIS No. 33 Tahun 1950, tentang kebangsaan Indonesia dan kebangsaan Belanda
  6. UU No. 2 tahun 1958, tentang perjanjian penyelesaian dwi-kewarganegaraan RI-RRC
  7. UU No.62 Tahun 1958, tentang kewarganegaraan RI
  8. UU No.4 Tahun 1958, tentang perjanjian dwi-kewarganegaraan antara RI dan RRT/RRC yang memperbarui UU No.2/1958
  9. UU No.3 Tahun 1976, merupakan perubahan pasal 18 UU No. 62 Tahun 1958, tentang kewarganegaraan RI, yang diundangkan dalam Lembaran negara (LN) 1976/20; TLNNo.3077
  10. Keputusan Presiden No.56 Tahun 1996, tentang penghapusan bukti kewarganegaraan RI, warga keturunan Tionghoa yang sudah menjadi WNI tidak lagi diharuskan membawa surat bukti kewarganegaraan RI (SBKRI)
  11. UU No. 12 Tahun 2006, tentang kewarganegaraan, yang disetujui DPR pada tanggal 11 Juli 2006,dan disahkan oleh presiden sejak tanggal 1 Agustus 2006.

Istilah warga negara merupakan terjemahan dari istilah Belanda, Staatsburger. Sedangkan istilah Inggris untuk pengertian yang sama adalah citizen, dan istilah Prancisnya adalah citoyen. Dalam Bahasa Indonesia dikenal pula istilah kaulanegara. Istilah kauta yang berasal dari bahasa Jawa ini, berdasarkan peraturan perundang-undangan Hindia Belanda mempunyai pengertian yang sepadan dengan istilah Belanda onderdaan yang menunjuk pada ikatan antara seorang warga negara dan negaranya

Sedangkan menurut Undang Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pada pasal 1 disebutkan bahwa warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Rakyat sesuatu negara meliputi semua orang yang akan bertempat tinggal di wilayah kekuasaan negara dan tunduk pada kekuasaan negara itu.

Orang-orang yang berada di wilayah suatu negara dapat dibagi atas penduduk dan bukan penduduk.

Penduduk Bukan Penduduk
Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok(domisili) dalam wilayah negara itu.

Penduduk warga negara disingkat warga negara.

Mereka yang berada di wilayah suatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah negara itu.

Penduduk bukan warga negara disebut orang asing.

Warga negara adalah mereka yang berdasarkan hukum tertentu merupakan anggota dari suatu negara. Dengan kata lain, warga negara adalah mereka yang menurut undang-undang diakui sebagai warga negara,atau melalui proses naturalisasi.

Bukan warga negara (orang asing ) adalah mereka yang berada pada suatu negara yang bersangkutan, contohnya Duta Besar. Pada Umumnya hal yang membedakan antara warga negara dan bukan warga negara adalah hak dan kewajibannya,misalnya yang bukan warga negara Indonesia tidak dapat ikut serta dalam pemilu di Indonesia.

  1. Asas Kewarganegaraan

Secara umum, orang beranggapan bahwa setiap orang yang berada di suatu negara adalah warga negara. Namun, yang menjadi persoalan adalah siapa yang bisa menentukan bahwa seseorang itu merupakan warga negara atau bukan, karena hal itu berkaitan dengan hak dan kewaj iban dari setiap warga negara.

Berdasarkan Konvensi Den Haag Tahun 1930 pasal 1 menyatakan bahwa penentuan pewarganegaraan merupakan hak mutlak dari negara yang bersangkutan. Namun demikian, hak mutlak ini dibatasi oleh apa yang disebut general principles, yakni sebagai berikut:

  1. Tidak boleh bertentangan dengan konvensi-konvensi internasional.
  2. Tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan internasional.
  3. Tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum umum yang secara internasional diterapkan dalam hal penentuan kewarganegaraan.

Berdasarkan pada Konvensi Den Haag tersebut, maka negara mempunyai kebebasan untuk membentuk ketentuan mengenai kewarganegaraannya. Hal inilah yang menyebabkan dalam penentuan status kewarganegaraan seseorang dikenai adanya asas ius soli dan ius sanguinis dari segi ke/ahiran dan asas persatuan hukum dan asas persamaan derajat dari segi perkawinan.

Asas kewarganegaraa yang mula-mula dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan masuk tidaknya seseorang dalam golongan warga negara dari sesuatu negara adalah:

  1. Asas keturunan (Ius sanguinis) dan   b. Asas tempat kelahiran (ius soli)
Asas keturunan (Ius sanguinis) Asas ius soli
Asas Ius Sanguinis menetapkan kewarganegaraan seseorang menurut pertalian atau keturunan orang yang bersangkutan. Jadi yang menentukan kewarganegaraan seseorang ialah kewarganegaraan orang tuanya, dengan tidak mengindahkan dimana ia sendiri dan orang tuanya berada dan dilahirkan. Contoh : seorang yang lahir di negara A, yang orang tuanya adalah warga negara B, adalah warga negara B Asas Ius Soli, menetapkan kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau negara tempat in dilahirkan. Contoh : seseorang yang lahir di negara A, adalah negara A, walaupun orang tuanya adalah warga negara B.

Dalam menentukan kewarganegaraannya beberapa negara memakai asas ius soli, sedangkan negara lain menggunakan asas ius sanguinis. Hal demikian menimbulkan dua kemungkinan, yaitu:

Apatride Bipatride
Apatride yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan. Bipatride, yaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai dua kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap atau dwi kewarganegaraan)

Seorang keturunan bangsa A, yang negaranya memakai dasar kewarganegaraan ius soli, lahir di negara B, dimana berlaku dasar ius sanguinis. Orang ini bukanlah warga negara A, karena ia tidak lahir di negara A, tetapi juga bukan warga negara B, karena ia bukanlah keturunan bangsa B. Dengan demikian, orang ini sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan. la adalah apatride.

Seorang keturunan bangsa B yang negaranya menganut asas ius sangumis lahir di negara A, dimana beriaku asas ius soli. Karena orang ini adalah keturunan bangsa B, maka ia dianggap sebagai warga negara B. Akan tetapi, negara A ia juga menganggapnya sebagai warga negaranya, karena ia dilahirkan di negara A, Jadi, orang ini mempunyai dwikewarganegaraan. Ia adalah bipatride.

Adanya ketentuan-ketentuan yang tegas mengenai kewarganegaraan dianggap sangat penting bagi tiap negara karena hal itu dapat mencegah adanya penduduk yang apatride dan bipatride. Ketentuan-ketentuan itu penting pula untuk membedakan hak dan kewajiban-kewajiban bagi warga negara dan bukan warga negara.

Disamping dari sudut kelahiran, hukum kewarganegaraan juga mengenai dua asas yang erat kaitannya dengan masalah perkawinan, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Suatu perkawinan dapat menyebabkan terjadinya perubahan status kewarganegaraan seseorang. Masalah muncul apabila terjadi suatu perkawinan campuran, yaitu suatu perkawinan yang dilangsungkan oleh para pihak yang berbeda kewarganegaraannya. munculnya kedua asas ini berawal dari kedudukan pihak wanita di dalam perkawinan campuran ini.

Asas kesatuan hukum bertolak dari hakikat suami istri ataupun ikatan dalam keluarga. Keluarga merupakan inti masyarakat. Masyarakat akan sejahtera apabila didukung oleh keluarga-keluarga yang sehat dan tidak terpecah. Dalan menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat suatu keluarga ataupun suami istri yang baik, perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat. Perlu adanya suatu kesatuan dalam keluarga, lalu siapakah yang harus mengikuti kewarganegaraan partnernya? Apakah suami yang harus mengikuti kewarganegaraan istrinya atau sebaliknya ? Pada prinsipnya kedua alternatifini dapat saja terjadi, akan tetapi pada umumnya pihak istrilah yang mengikuti kewarganegaraan suaminya.

Namun, seringkali hal semacam ini kurang dapat diterima oleh sebagian pihak. Berdasarkan emansipasi wanita, hal ini tentu dapat dianggap sebagai sesuatu yang merendahkan derajat wanita. Wanita sama seperti laki-laki, mempunyai hak bebas untuk memilih apa yang terbaik untuk dirinya, bukan sekedar mengekor suaminya. Kemudian muncullah asas baru dalam kewarganegaraan, yaitu asas persamaan derajat.

Dalam asas persamaan derajat ditentukan bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan berubahnya status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik pihak suami maupun pihak istri tetap kewarganegaraannya, artinya asal kewarganegaraan mereka masing-masing tetap sama seperti sebelum perkawinan berlangsung.

Dari sudut kepentingan nasional masing-masing negara asas persamaan derajat mempunyai aspek yang positif. Asas ini dapat menghindari terjadinya penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan asing yang ingin memperoleh status warga negara suatu negara berpura-pura melakukan perkawinan dengan seorang warga negara dari negara yang bersangkutan. Melalui perkawinan itu, orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang ia inginkan. Setelah status kewarganegaraan itu diperoleh, mereka kemudian bercerai. Untuk menghindari penyelundupan hukum yang semacam ini, ada banyak negara yang menggunakan asas persamaan derajat ini dalam peraturan mengenai kewarganegaraan.

Seperti halnya penggunaan dua asas kewarganegaraan dari segi kelahiran (ius soli dan ius sanguinis), penggunaan asas kesatuan hukum dan persamaan derajat yang berlainan dapat menimbulkan status bipatride dan apatride, khususnya bagi pihak istrinya. Melalui perkawinan, seorang wanita dapat mempunyai kewarganegaraan lebih dari satu. Sebaliknya melalui perkawinan pula seorang wanita dapat kehilangan kewarganegaraan.

Sebagai contoh, negara X menganut asas kesatuan hukum, sedangkan negara Y menganut asas persamaan derajat. Apabila ada seorang laki-laki warga negara X menikah dengan seorang wanita berkewarganegaraan Y, maka si wanita akan berkewarganegaraan rangkap (bipatride). Karena menurut ketentuan negaranya (negara Y), ia tidak diperkenankan untuk melepas kewarganegaraan Y-nya. Sementara itu, menurut ketentuan dari negara suaminya (negara X), ia harus menjadi warga negara X mengikuti status suaminya.

Sebaliknya, apabila si wanita warga negara X sementara suaminya berkewarganegaraan Y, ia akan berstatus apatride. la ditotak oleh negara suaminya (negara Y) karena menurut ketentuan negara Y suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak. Sedangkan di negaranya sendiri (negara X) kewarganegaraanya tetah terlepas, karena perkawinannya dengan laki-laki asing, maka ia harus melepaskan kewarganegaraan X-nya untuk mengikuti kewarganegaraan suaminya. Ada dua kemungkinan mengenai status kewarganegaraan seseorang yaitu bipatride dan apatride maka untuk menentukan pewarganegaraan seseorang terdapat dua macam stelsel yaitu steisel pasifdan stelsel aktif.

Stelsel Aktif Stelsel pasif
Stelsel Aktif, untuk menjadi warga negara dengan melakukan tindakan hukum tertentu (naturalisasi). Stelsel pasif semua penduduk diakui sebagai warga negara, kecuali ia menyataRah menolak menjadi warga negara atau yang lebih dikenal dengan istilah hak repudiasi.

Ada beberapa cara untuk memperoleh kewarganegaraan, antara lain:

  1.  perkawinan             d.  mengikuti kewrganegaraan ayah dan ibunya
  2.  keturunan                e.  naturalisasi (pewarganegaraan)
  3.  permohonan            f.  pernyataandari pihak yang bersangkutan
  1. Pernyataan Untuk Menjadi Warga Negara Indonesia dan Hal Yang Menyebabkan Hilangnya Status Kewarganegaraan.

Di Indonesia, hukum mengenai kewarganegaraan ini diatur dalam UU No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia yang mengatur hal-hal sebagai berikut:

Siapa yang Menjadi Warga Negara Indonesia

Pasal 2

Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. (Yang dimaksud dengan “bangsa Indonesia asli” adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia, sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri).

Warga Negara Indonesia adalah:

Pasal 4

  1. Setiap orang yang berdasarkan peraturan pemndang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia,
  2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia,
  3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing.
  4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu warga negara Indonesia.
  5. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
  6. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus hari) setelah ayahnya meningga) dunia dari perkawinan yang sail dan ayahnya Warga Negara Indonesia.
  7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia.
  8. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun dan/atau belum kawin.
  9. Anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
  10. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
  11. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
  12. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
  13. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Pasal 5

  • (1) Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
  • (2) Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

Pasal 6

  • (1) Dalam hal status kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
  • (2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan didalam peraturan perundang-undangan.
  • (3) Pernyataan untuk memiiih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

Pasal 7

Setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai orang asing. Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia

Pasal 8

Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui pewarganegaraan.

Pasal 9

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
  2. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
  3. sehat jasmani dan rohani;
  4. dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  5. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
  6. jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi kewarganegaraan ganda;
  7. mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
  8. membayar ruang pewarganegaraan ke Kas Negara.

Pasal 10

  • (1) Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada Presiden melalui Menteri.
  • (2) Berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimanp dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pejabat.

Pasal 19

  • (1) Warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat.
  • (2) Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, kecuali dengan memperoleh kewarganegaraan tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.
  • (3) Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diakibatkan oleh kewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.

Pasal 21

  • (1) Anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya berkewarganegaraan Republik Indonesia.
  • (2) Anak warga negara asing yang belum berusia 5 (lima) tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh Warga Negara Indonesia memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia.
  • (3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memperoleh kewarganegaraan ganda, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia

Pasal 23

Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:

  1. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
  2. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
  3. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan betas) tahun, bertempat tingal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
  4. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
  5. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu dan Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
  6. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
  7. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
  8. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku di negara lain atas namanya, atau;
  9. bertempat tinggal di luar Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannnya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Pasal 24

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d tidak berlaku bagi mereka yang mengikuti program pendidikan di negara lain yang mengharuskan mengikuti wajib militer.

Pasal 25

  • (1) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.
  • (2) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum asal negara istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.

Pasal 27

Kehilangan kewarganegaraan bagi suami atau istri yang terikat perkawinan yang sah tidak menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan dari istri atau suami.

Pasal 28

Setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan p’atsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenai orangnya oleh instansi yang berwenang, dinyatakan batal kewarganegaraannya.

Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia

Pasal 31

Seseorang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui prosedur kewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 18 dan Pasal 22.

Pasal 32

  • (1) Warga Negara Indonesia yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf i, dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) dapat memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17.
  • (2) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud padal ayat (1) bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia, permohonan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon.
  • (3) Permohonan untuk memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat diajukan oleh perempuan atau laki-laki yang kehilangan kewarganegaraannya akibat ketentuan : sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) sejak putusnya perkawinan.
  • (4) Kepala Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerima permohonan.

Pasal 33

Persetujuan atau penolakan permohonan memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia diberikan paling lambat 3 (tiga) bulan oleh Menteri atau Pejabat terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.

Pasal 34

Menteri mengumumkan nama orang yang memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan uraian mengenai pewarganegaraan di Indonesia menurut UU No. 12 Tab 2006 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa asas-asas yang dianut dalam UU ini adalah sebagai berikut:

  1. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
  2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang ini.
  3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
  4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang ini.

Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 pada dasarnya tidak mengenai kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian.

Selain asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan undang-undang tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, antara lain sebagai berikut:

  1. Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.
  2. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap-Warga Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupun diluar negeri.
  3. Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa setiap Warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
  4. Asas kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
  5. Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin, dan gender.
  6. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya.
  7. Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.
  1. Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Nasional Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.

Dengan berlakunya undang-undang ini, maka Undang Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang perubahan pasal 18 Undang Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Selain itu, semua peraturan perundang-undangan sebelumnya yang mengatur mengenai kewarganegaraan, dengan sendirinya tidak berlaku, karena tidak sesuai dengan prihsip-prinsip yang diamanatkan dalam Undang Undang Dasar 1945.

  1. PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA DAN BERNEGARA

Seperti pembahasan sebelumnya bahwa status kewarganegaraan seseorang akan menimbulkan konsekuensi baikperolehan hak maupun pelaksanaan kewajiban dalam kehidupan ketatanegaraan. Adapun konsekuensi-konsekuensi tersebut antara lain sebagai berikut:

  1. Di Bidang Hukum Publik

Di bidang hukum publik menunjukkan bahwa status kewarganegaraan seseorang merupakan bukti keanggotaan mereka dalam suatu negara. Oleh sebab itu, negara berkewajiban untuk melindunginya. Perlindungan yang dimaksud disini berdimensi HAM dan KAM (Hak Asasi Manusia dan Kewajiban Asasi Manusia). Lain daripada itu dalam dimensi hukum publik, maka status kewarganegaraan seseorang akan menimbulkan konsekuensi bahwa setiap orang yang disebut sebagai warga negara harus tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum dalam negara yang bersangkutan.

  1. Di Bidang Hukum Perdata Internasional

Di bidang hukum perdata internasional terdapat asas nationaliteitpriciple yang intinya menyatakan bahwa status hukum seseorangw arga negara dalam hal hak dan kewajiban melekat dimanapun ia berada. Ini berarti bahwa keberadaan hukum nasional di suatu negara akan tetap mempengaruhi sikap dan tindakan setiap warga negara, walaupun ia berada di luar wilayah yuridiksi wilayah yang bersangkutan.

Namun, asas ini seringkali tidak mampu untuk diterapkan dalam rangka melakukan perlindungan dan penegakan hukum nasional bagi warga negara yang berada di luar wilayah kedaulatan negara, jika ada peristiwa hukum yang tidak memungkinkan hukum nasional terlibat. Hal ini disebabkan di dalam lingkup hukum internasional juga dikenai prinsip domisili, yaitu suatu prinsip yang menghendaki bahwa status hukum mengenai hak dan kewajiban seseorang ditentukan oleh hukum tempat ia berdomisili. Contohnya, apabila ada seorang TKI yang terlibat masalah seperti mengalami penganiayaan atau divonis mati akibat tindak pidana pembunuhan, dan sebagainya maka akan menimbulkan dilema hukum. Di satu sisi, negara ingin melindungi setiap warga negaranya, di sisi lain, negara juga harus menghormati hukum negara lain karena alasan yuridiksi. Berkaitan dengan masalah ini, maka langkah yang sering dilakukan adalah dengan mengadakan perjanjian ekstradisi yang dalam tatanan substansi mengandung bobot politis yang tinggi.

  1. Di Bidang Hukum Kekeluargaan

Status kewarganegaraan seseorang akan membawa implikasi adanya kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban yang berkaitan dengan masalah-masalah hubungan antara anak dan orang tua, pewarisan, perwalian, ataupun pengampunan. Dalam persoalan pewarisan, fenomena hukum di Indonesia sebagian besar masih menggariskan pada pemberlakuan hukum adat, yang kadang kala justru dianggap tidak memenuhi rasa keadilan dan tidak mencerminkan kesetaraan gender. Misalnya, dalam lingkup hukum waris adat yang sifatnya masih dianggap diskriminatif, bila ditinjau dari kedudukan laki-laki dan perempuan atas hak waris. Misalnya dalam hukum waris adat bagi masyarakat Jawa yang menekankan pembagian waris dengan pola” segendong sepikul”. Artinya anak laki-laki akan memperoleh satu bagian, sementara anak perempuan hanya setengah bagian.

Demikian pula bagi bangsa Indonesia, seseorang yang secara yuridis sudah memiliki status sebagai warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama dan sederajat dalam berbagai bidang kehidupan. Persamaan kedudukan warga negara ini mendapat jaminan dalam UUD 1945 yaitu sebagai berikut:

  1. Di Bidang Ekonomi

Jaminan persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang ekonomi termaktub dalam pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:

  • (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas dasar kekeluargaan.
  • (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang dan dikuasai oleh negara.
  • (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
  • (4) Perekonomian nasional diselenggarakan oleh negara berdasar atas demokrasi ekonomi dan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Dari jabaran pasal di atas, maka dapat diketahui bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk melaksanakan kegiatan/aktivitas ekonomi, asalkan berlandaskan asas kekeluargaan dan mewujudkan keadilan bagi semua masyarakat. Selain itu di Indonesia melarang adanya kegiatan ekonomi yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok, atau masyarakat tertentu saja, misalnya:

a. Monopoli b. Monopsony c. Oligopoli
Yaitu suatu sistem perekonomian dimana pasar ekonomi dikuasai hanya oleh satu orang produsen/penjual saja. Yaitu sistem perekonomian dimana pasar ekonomi hanya dikuasai oleh satu konsumen / pembeli tunggal saja. Yaitu sistem perekonomian dimana pasar ekonomi dikuasai oleh beberapa produsen/penjualan saja.

                                                                                                      

  1. Di Bidang Pertahanan dan Keamanan

Di bidang pertahanan dan keamanan, setiap warga negara Indonesia juga memiliki kedudukan dan peranan yang sama. Hal ini terlihat dalam pasal 3 0 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut: (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. (2)   Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan. melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisisn Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Bunyi pasal di atas mengisyaratkan bahwa setiap warga negara turut bertanggung jawab terhadap keamanan, ketertiban, dan kelangsungan hidup negaranya, terutama dalam menghadapi segala ancaman dan tantangan yang datang baik dari dalam maupun dari luar yang . merongrong keberadaan negara Indonesia.

  1. Di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan

Persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang pendidikan termuat dalam pasal 31 ayat (1) DUD 1945 yang berbunyi “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Hal ini bermaksud bahwa tiap-tiap warga negara memperoleh jaminan (baik sarana dan prasarana operasional) untuk memperoleh pendidikan yang iayak sekurang-kurangnya sarnpai tingkat SMP dan dibiayai oleh negara/pemerintah.

Sedang persamaan kedudukan warga negara dalam bidang kebudayaan dimuat daiam pasal 32 ayat (1) DUD 1945 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”, Hal ini berarti bahwa masing-masing warga negara yang berbeda budaya/kultur, adat istiadat, dan suku dapat terus mengembangkan kebudayaan daerahnya bahkan dapat turut memperkaya kebudayaan nasional sepanjang kebudayaan daerah tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan kebudayaan nasional Indonesia.

  1. Di Bidang Keagamaan

Persamaan kedudukan warga negara dalam bidang keagamaan (religi) diatur dalam pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut;

  1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Hal ini mengandungmakna sebagai betikut:

  1. Negara Indonesia mengakui dan percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini terlihat dari bunyi Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga yang berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh Keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Bunyi alinea ini menggambarkan bahwa bangsa Indonesia meyakini keberadaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai pemberi rahmat bagi kemerdekaan Indonesia, dan di negara Indonesia hanya menganut adanya satu Tuhan saja, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini disebut paham monoteisme.
  2. Pemerintah negara Indonesia menjamin warga negara berhak untuk memeluk dan beribadat menurut keperceyaan/keyakinan tertentu. Sebaliknya, negara malah melarang apabila ada warga negaranya yang tidak memiliki suatu kepercayaan/keyakinan tertentu yang disebut atheis.
  1. Di Bidang Politik

Persamaan kedudukan warga negara dalam bidang politik diatur dalam pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.

Hal ini mengandung rnakna, bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk membentuk perserikatan atau organisasi dan mengeluarkan pikiran / pendapat/gagasannya maupun secara tidak langsung melalui lembaga/organisasi yang memiliki tujuan/ kepentingan yangsama. Misalnya membentuk partai politik, LSM, maupun organisasi massa lainnya.

Pasal 28 UUD 1945 ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasalnya yang mengatur hak-hak asasi warga negara dalam berbagai kehidupan antara lain sebagai berikut:

  1. Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk liidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

  1. Pasal 28B
    • (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinanyang sah.
    • (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
  2. Pasal 28C (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
  3. Pasal 28D
    • (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
    • (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
    • (3) Setiap warga berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
    • (4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
  4. Pasal 28E
    • (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
    • (2) Setiap orang berhak ata kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengn hati nuraninya.
    • (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
  5. Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungansosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segalajenis saluran yang tersedia.

  1. Pasal 28G
    • (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
    • (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
  2. Pasal 28H
    • (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan “batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
    • (2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sa’ma guna mencapai persamaan keadilan.
    • (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
    • (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil ahh secara sewenang-wenang oleh siapapun.
  3. Pasal 281
    • (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
    • (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
    • (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisionai dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
    • (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah.
    • (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
  4. Pasal 28 J
    • (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Selain berbagai macam hak yang diterima warga negara Indonesia, ada pula bermacam-macam kewajiban yang harus dilaksanakan antara lain sebagai berikut:

  1. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan (Alinea I, Pembukaan UUD1945).
  2. Menghargai nilai-nilai persatuan, kemerdekaan, dan kedaulatan bangsa.
  3. Menjunjung tinggi dan setia kepada konstitusi negara dan dasar negara (Alinea IV, Pembukaan UUD1945).
  4. Setia membayar pajak untuk negara (pasal 23A).
  5. Wajib menjunjung tinggi nilai hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1).
  6. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara (pasal 27 ayat 3).
  7. Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undan-undang (pasal 28 J ayat2).
  8. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamarian negara (pasal 30 ayat 1).
  9. Ikut dalam pendidikan dasar dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
  10. Pelaksanaan perekonomian berdasarkan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional.

Pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara hendaknya dijalankan secara selaras, serasi, dan seimbang sehingga tercipta kehidupan yang harmonis, tertib, dan teratur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

  1. Di Bidang Hukum

Pasal 27 ayat (1) berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Hal ini mengandung makna, bahwa setiap orang yang menjadi warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama dalam bidang hukum dan pemerintahan. Konsekuensinya bahwa setiap warga negara harus mentaati dan mematuhi segala peraturan dan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Sebaliknya, setiap warga negara yang telah melakukan pelanggaran terhadap hukum harus dikenai sanksi hukuman menurut hukum yang ada. Sanksi hukum ini harus berlaku secara jelas, pasti, dan menjamin rasa keadilan bagi setiap warganya serta berlaku tanpa pandang bulu baik itu rakyat biasa, pedagang, guru, pengusaha, maupun pejabat pemerintahan harus tunduk dan patuh terhadap hukum yang berlaku.

  1. MENGHARGAI PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA TANPA MEMBEDAKAN RAS, AGAMA, GENDER, GOLONGAN, BUDAYA, DAN SUKU

Indonesia merupakan negara yang terkenal akan keanekaragamannya. Dari penduduk yang tersebar di seluruh pelosok wilayah, kita bisa melihat adanya berbagai macam suku/etnis, budaya, bahasa, agama serta adat istiadat. Semua itu memperkaya kebudayaan di Indonesia. Bahkan keunikan budaya Indonesia sering kafi menarik perhatian para wisatawan asing sehingga mampu mendatangkan keuntungan. Namun takjarang pula perbedaan tersebut justru berkembang menjadi konflik, yang bermula dan konflik antar daerah, antar agama, antar suku yang akhirnya menimbulkan perpecahan persatuan dan kesatuan bangsa.

Untuk menghindari pecahnya persatuan dan kesatuan bangsa, kita harus bisa mengatasi konflik tersebut secara bijaksana, dengan kata lain perbedaan tersebut bukannya dihapus melainkan keberagaman itu tetap ada tetapi disikapi sebagai suatu keseragaman untuk memperkaya kebudayaan negara kita.

Upaya yang bisa kita lakukan untuk menghindari perpecahan akibat keanekaragaman tersebut adalah dengan menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai antara setiap warga negara. Karena dengan sikap tersebut, setiap warga negara dapat melakukan aktivitas serta kebutuhan-kebutuhan mereka dengan rasa aman dan tenang tanpa adanya gangguan dari pihak lain.

Macam-macam wujud sikap menghargai antar sesama warga negara, meski berbeda dalam berbagai hal antara lain sebagai berikut.

  1. Dalam BidangHukum
    1. Melaksanakan hukum dan peraturan yang berlaku
    2. Mempertakukan setiap warga negara yang sama
    3. Memberikanperlindungan hukum bagi setiap warga negara
    4. Memberikan sanksi bagi setiap pelanggar hukum tanpa kecuali
    5. Menghapus setiap perlakuan diskriminatif
  1. Dalam BidangPolitik
    1. Memberikan kesempatan untuk mengungkapkanpendapat
    2. Memberikan hakpilih bagi mereka yang telah memenuhi syarat
    3. Memberikan hak/kesempatan untuk mendirikan parpol/organisasi masyarakat
    4. Tidak memaksakan kehendak/pendapatnya sendiri
    5. Menghargai perbedaan pilihan pada pelaksanaan pemilu
    6. Menghargai perbedaan pendapat dengan orang lain
  1. Dalam Bidang Ekonomi
    1. Mengembangkanpersainganekonomi secara sehat
    2. Memberikan keleluasaan bagi tiap warga negara untuk melakukan aktivitas ekonomi.
    3. Berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
    4. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan peluangusaha yang kompetitif.
    5. Mengoptimalkan penggunaan dan penyediaan fasilitas publik.
    6. Mengembangkan sistem jaminan sosial dan mengupayakan kehidupan yang layak, terutama bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar.
  1. Dalam BidangAgama
    1. Menghargai perbedaan agama/keyakinan antar sesama warga negara.
    2. Memberikan kesempatan kepada orang lain yang berbeda agama/keyakinan untuk melaksanakan ibadahnya.
    3. Menghormati orang lain yang merayakan peringatan hari besar agamanya.
    4. Tidak mencampuri urusan agama/keyakinan orang lain.
    5. Turut membantu sesama manusia yang terkena musibah, meskipun berbeda agama.
  1. Dalam Bidang Budaya
    1. Menerima dan menghargaisuku dan kebudayaan daerah lain,
    2. Tidak bersikap diskriminatif terhadap orang lain yang berbeda suku/budaya.
    3. Menyadari bahwa keanekaragaman budaya daerah merupakan akar dari kebudayaan nasional.
    4. Menyadari bahwa kebudayaan daerah dapat memperkaya kebudayaan nasional dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
    5. Turut melestarikan warisan budaya dan menyesuaikan dengan kehidupan modern.

Demikianlah beberapa contoh sikap yang harus terns kita kembangkan dalam upaya menghargai persamaan kedudukan warga negara tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku. Hal ini penting dilakukan untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan masyarakat, bangsa, dan negara serta untuk meminimafisir terjadinya konflik terutamayang disebabkan oleh isu SARA.

 

sumber:https://mustofaalmahfud.blogspot.co.id/2013/07/persamaan-kedudukan-warga-negara-dalam_6577.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: