Kriminalitas Seksual di dalam Pendidikan
Andhika Cahya Purwanto
Daftar Isi
Pembukaan
1. Rumusan Masalah
2. Tujuan
Pembahasan
Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
Pembukaan
Pendidikan merupakan hal yang vital dan sentral di dalam pembangunan suatu
Negara. Maka dari itu perlunya pengawasan dan penyelanggaraan pendidikan dilakukan
dengan maksimal dan sangat baik. Namun dalam kenyataannya pendidikan di Indonesia
masih menuai banyak masalah, seperti contohnya adalah sarana dan prasarana penunjang
pendidikan. Tapi sebenarnya tidak hanya hal itu, kurangnya sikap profesional dari tenaga
pendidik pun menjadi permasalahan sendiri di dalam penyelenggaraan pendidikan. Sikap
Untuk Download silahkan KLIK DISINI
kurang profesional tersebut mencakup berbagai aspek, sepercti contohnya kurangnya
tenaga pendidik, kurang kompetennya pendidik dalam menyampaikan materi, hingga
kasus-kasus pelecehan dan kriminalitas yang dilakukan oleh tenaga pendidik.
1. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk kriminalitas seksual yang terjadi di dalam
pendidikan ?
2. Apa motif pelaku dalam melakukan tindakan yang tidak seharusnya
dilakukan terhadap peserta didiknya ?
3. Apa yang akan terjadi kepada peserta didik yang menjadi korban dari
kriminalitas seksual tersebut ?
4. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap kriminalitas seksual yang marak
belakangan ini ?
5. Bagaimana sikap Bimbingan dan Konseling didalam menangani
permasalahan tersebut ?
2. Tujuan
1. Pembaca dapat mengetahui bentuk-bentuk kriminalitas seksual yang terjadi
di dalam pendidikan.
2. Pembaca dapat mengetahui motif pelaku dalam melakukan tindakan yang
tidak seharusnya dilakukan terhadap peserta didiknya.
3. Pembaca dapat mengetahui dampak yang terjadi kepada peserta didik yang
menjadi korban dari kriminalitas seksual
4. Pembaca dapat mengetahui beberapa pendapat masyarakat tentang
kriminalitas seksual yang sedang marak terjadi.
5. Pembaca dapat mengetahui sikap Bimbingan dan Konseling didalam
menangani permasalahan tersebut.
Pembahasan
“Bangsa yang baik dilihat dari kualitas pendidikannya” seperti pepatah yang sering
terdengar di beberapa media. Indonesia sendiri sebagai bangsa yang besar pun memiliki
beberapa permasalahan di dalam pendidikan. Masalah tersebut biasanya berupa
permasalahan-permasalahan struktur dan infrastruktur penunjang pendidikan. Contohnya
adalah dimana pendidikan yang tidak merata menyebabkan sulitnya masyarakat dalam
mengenyam pendidikan, selain itu minimnya jumlah sekolah dan aspek penunjang
pembelajaran seperti tenaga pendidik, bangunan sekolah, buku referensi yang digunakan
baik oleh pendidik maupun oleh peserta didik.
Di Indonesia yang tergolong sebagai Negara Kepulauan Terbesar di Dunia dirasa
masih kurang didalam melaksanakan pendidikan yang layak dan yang baik. Seperti
halnya pendidikan yang kurang merata, di Indonesia sendiri belum mampu
mendistribusikan pendidikan yang layak dan baik bagi warga negaranya.
Namun, akhir-akhir ini ada masalah yang lebih serius daripada struktur dan
infrastruktur. Yaitu adalah pelecehan seksual atau kriminalitas seksual yang dialami oleh
para peserta didik. Menurut Arist Merdeka Sirait selaku ketua Komnas Perlindungan
Anak, beberapa kriminalitas seksual yang terjadi didalam penyelenggaraan pendidikan
antara lain adalah kasus sodomi, kasus pemerkosaan, kasus pencabulan, serta kasus inses.
Beberapa hal tersebut adalah sebagian contoh dari kasus kriminalitas seksual yang terjadi
di sekolah-sekolah. Dan jelas sekali hal tersebut jelas membuat masyarakat
menyayangkan hal ini.
Banyak alasan atau motif yang digunakan oleh oknum-oknum dalam menerangkan
kasus-kasus tersebut. Beberapa motif diantaranya adalah pengaruh media pornografi,
terangsang dengan korban, hasrat yang tidak tersalurkan, serta alasan kepuasan seksual.
Mereka menggunakan motif tersebut hanya untuk melakukan hal yang tidak seharusnya
dilakukan oleh tenaga pendidik kepada peserta didiknya. Selain itu, beberapa modus yang
digunakan oleh pelaku yakni menggunakan obat penenang, diculik lebih dulu, disekap,
bujuk rayu dan tipuan, dan iming-iming.
Kasus yang terkuak oleh para penegak hukum diantaranya karena kesaksian orang
tua peserta didik yang curiga melihat geliat anak-anaknya. Seperti yang dialami oleh AR
yang berusia 6 tahun melapor ke orang tuanya bahwa dirinya telah dilecehkan oleh
oknum satpam sekolahnya, dan kemudian orang tuanya melapor ke pihak berwajib untuk
di proses lebih lanjut.
Kasus-kasus yang bermunculan tentu membuat masyarakat merasa khawatir terhadap
tumbuh kembang anak-anaknya ketika mereka di sekolah. Dan dampak dari beberapa
perbuatan yang tidak terpuji tersebut jelas membuat para peserta didik trauma secara
psikologisnya. Beberapa dari sekian banyak trauma yang dialami oleh para peserta didik
antara lain adalah trauma untuk pergi ke sekolah, trauma bertemu dengan oknum yang
telah melecehkan dirinya, bahkan hingga anak menjadi pendiam dan takut untuk angkat
bicara. Komnas Perlindungan Anak mencatat korban yang sedikitnya 9 anak meninggal
dan 345 anak mengalami trauma mendalam atas kejadian yang dialaminya.
Menurut beberapa informan, kurangnya sikap profesional di dalam diri tenaga
pendidik pun menjadi sorotan dan bahkan menjadi penyebab utama kejadian tidak terpuji
tersebut. Orang tua akan beranggapan bahwa “sekolah disitu tidak baik” dan ini akan
berdampak pula bagi pihak sekolah atas tindakan oknum guru yang tidak bertanggung
jawab.
Yang juga disayangkan adalah beberapa kasus kriminalitas seksual tersebut terjadi di
lingkungan terdekat seperti sekolah dan keluarga. Bahkan Arist Merdeka Sirait
mengungkapkan “Lingkungan rumah dan sekolah sebagai tempat perlindungan pertama
anak sudah tidak memberikan rasa aman lagi”. Dan hal lain selain kriminalitas seksual
juga adanya kekerasan secara fisik terhadap tenaga pendidik. Komnas Perlindungan Anak
mencatat sedikitnya ada 293 kekerasan secara fisik. Kekerasan fisik yang terjadi terlatar
belakangi oleh kenakalan dari anak itu sendiri, emosi terhadap anak, ekonomi, dan
persoalan keuarga. Bentuk-bentuk dari kekerasan yang diterima antara lain seperti
dipukul, ditampar, disundut rokok, dijewer, bahkan hingga diancam dengan senjata tajam,
dan juga ada orang tua yang meludahi anaknya. Inilah yang menyebabkan pada tahun
2013 dan semester awal tahun 2014 menjadi tahun “Status Darurat Nasional Kejahatan
Seksual”.
Seperti kita ketahui, BK hanya bertindak ketika adanya masalah atau kasus dari
peserta didik yang kemudian terdengar dan terlihat oleh konselor di tingkat sekolah dalam
hal ini guru BK. Tapi sebenarnya BK juga melakukan tindakan preventif agar tidak
terjadinya permasalahan seperti kasus tersebut.
Tindakan para konselor itu seperti halnya dilakukan agar peserta didik mampu
menjaga dirinya dari tindakan kriminal tersebut. Contoh dari tindakan pencegahan itu
adalah membuat peserta didik agar tidak menjadi pribadi yang tertutup dan mau
menceritakan permasalahannya ke orang lain agar masalahnya dapat terpecahkan. Jadi
ketika peseta didik diberikan pertanyaan seputar permasalahannya, peserta didik mampu
dan dapat menjelaskan masalah dan penyebabnya agar peserta didik dapat menyelesaikan
permasalahannya.
Sementara itu, tindakan yang dilakukan oleh konselor tingkat sekolah setelah adanya
permasalahan seperti tindak kriminalitas seksual adalah meredam trauma dan juga
memberikan solusi terbaik bagi peserta didiknya agar mampu menjalani harinya dengan
tenang dan tanpa gangguan. Namun tidak hanya peserta didik yang mempunyai masalah,
konseling juga dilakukan terhadap rekan sejawat peserta didik yang mempunyai masalah
agar tidak membedakan satu sama lain, dengan catatan konselor tetap menjaga asas
kerahasiaan dari peserta didik yang mempunyai masalah.
Konseling yang dilakukan oleh guru BK tidak melulu terhadap peserta didik yang
memiliki masalah, tapi juga terhadap tenaga pendidik lain dan orang tua peserta didik
agar mencegah terjadinya kasus kriminalitas yang sama.
Dalam pelaksanaan konseling terhadap tenaga pendidik dan orang tua peserta didik
pun berbeda. Umumnya konseling yang dilakukan terhadap tenaga pendidik adalah
hal-hal yang terkait dengan proses pembelajaran, dan konseling yang dilakukan terhadap
orang tua peserta didik adalah pengawasan, dan juga pembimbingan oleh orang tua
terhadap peserta didik di rumahnya.
Konselor tingkat sekolah memiliki prosedur khusus dalam menangani permasalahan,
jadi konselor melakukan pengidentifikasian masalah dan juga melakukan penanganan
masalah sesuai prosedur yang berlaku di dalamnya.
Selain itu, konselor tingkat sekolah memiliki tanggung jawab terhadap peserta
didiknya. Tanggung jawab konselor terhadap siswanya antara lain adalah;
1. Memiliki kewajiban dan kesetiaan utama dan terutamakepada siswa yang harus
diperlakukan sebagai individu yang unik.
2. Memperhatikan sepenuhnya kebutuhan siswa, seperti hal yang menyangkut
pendidikan, sosial, ekonomi, dan pribadi, dan mendorong pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal bagi siswa.
3. Memberitahu siswa tentang tujuan dan teknik layanan bimbingan dan konseling
serta aturan dan prosedur yang harus dialui.
4. Menjaga kerahasiaan data tentang siswa.
5. Memberitahu pihak berwajib bila ada sesuatu yang berbahaya akan terjadi.
6. Melakukan referal kasus secara tepat.
Konselor sangat berperan dalam hal ini karena konselor tingkat sekolah lebih
memahami dan mengetahui cara yang harus dilakukan dalam penanganan kasus tersebut.
Jadi seharusnya tenaga pendidik haruslah dibekali dengan Bimbingan dan Konseling
agar tenaga pendidik dapat mengetahui hal-hal yang harus di lakukan oleh dirinya ketika
mengalami permasalahan penyebab terjadinya kriminalitas seksual terseut. Dan dalam hal
ini dapat disimpulkan bahwa seluruh warga di dalam lingkungan pendidikan haruslah
menjaga dan mengawasi setiap tindak kriminal yang mungkin akan terjadi.
Penutup
Kesimpulan
Bimbingan dan Konseling haruslah menjadi sahabat bagi peserta didiknya agar
terjalinnya penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik dan memajukan bangsa. Tapi
tidak hanya sampai di situ, seluruh warga di dalam lingkungan pendidikan juga
seharusnya dapat menjaga dan mengawasi setiap kegiatan atau aktivitas di lingkungan
pendidikan sehingga tujuan penyelenggaraan pendidikan, yaitu memajukan bangsa, dapat
tercapai dengan baik.
Saran
Dengan hadirnya makalah ini maka penulis berharap adanya perubahan yang lebih
baik di dalam dunia pendidikan. Dan penulis berharap tulisan ini berguna dan bermanfaat
bagi orang banyak. Maka dari itu penulis harap maklum apabila adanya kekurangan
didalam penulisan makalah ini, silakan untuk direvisi dan ditambahkan jika ada yang
kurang demi terciptanya tulisan yang sempurna.
Daftar Pustaka
Prayitno, 2004, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta, Aneka Cipta
Prayitno, 1990, Konselor Masa Depan dalam Tantangan dan Harapan.
Prayitno, 1987, Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor, Jakarta,
P2LPTK Depdikbud
Lampiran
Berikut adalah tabel hasil penyelidikan Komnas Perlindungan Anak terkait dengan
kasus Kriminalitas Seksual di dalam Pendidikan yang di data pada tahun 2013 hingga
Juni 2014.
Motif Jumlah
Pengaruh Media Pornografi 70 Kasus
Terangsang dengan Korban 122 Kasus
Hasrat tidak tersalurkan 148 Kasus
Bentuk Kriminalitas Seksual Jumlah
Sodomi 52 Kasus
Pemerkosaan 280 Kasus
Pencabulan 182 Kasus
Inses 21 Kasus
Bentuk Modus Jumlah
Penggunaan Obat Penenang 15 Kasus
Diculik lebih dulu 15 Kasus
Disekap 45 Kasus
Bujuk rayu dan tipuan 139 Kasus
Iming-iming 131 Kasus
Comments