Serasa hari itu seperti kemarin saja rasanya, meski tak terasa sudah tiga tahun sejak hari itu. Memang sebelumnya aku takkan mengira harus pergi ke luar kota yang jaraknya ratusan kilometer dari rumahku. Dan tak pernah sekalipun aku menginjakan kakiku di sana sebelum hari itu. Demi sebuah janji, demi seorang perempuan dan demi sebuah perasaan yang disebut “cinta”. Hampair tiga bulan aku menabung menyisihkan uang jajanku yang tak seberapa. Aku lebih memilih berdiam diri di kelas atau di perpustakaan selain sekedar membaca buku ataupun menulis puisi dan cerpen, hal ini aku lakukan untuk menghabiskan waktu istirahat pertama yang kurang lebih 45 menit lamanya. Kecuali istirahat kedua aku lebih banyak dihabiskan di mushola SMAku sembari sembahyang dhuhur.
Tiga bulan lamanya akhirnya uang yang aku tabung berhasil terkumpul, meski hanya beberapa ratus ribu. Ketika mendekati hari itu aku tidak memikirkan sama sekali akan menggunakan transportasi apa untuk sampai di Terminal Tirtonadi, Solo. Untungnya aku mempunyai seorang teman yang banyak mengetahui tentang bus-bus beserta tujuannya. Atas saran dari temanku ini sehari sebelumnya aku pergi ke Terminal Kota Tegal mencari salah satu agen P.O bus yang melayani rute tujuan Terminal Tirtonadi. Kaget, itu kesan pertama yang aku tangkap ketika mengetahui harga tiket yang harganya dua kali lipat tiket bus ekonomi Tegal-Kampung Rambutan. Seratus ribu rupiah harus aku relakan demi tiket bus patas Lorena untuk keberan jum’at malam. Ketika menjelang jum’at malam aku mulai kebingungan, karena jarak rumahku dengan Terminal Kota Tegal sendiri kurang lebih 20 kilometer. Untunglah masih ada teman yang mau mengantarku, kebetulan juga dia masih memiliki hutan padaku. Aku menjual handphone androidku yang saat itu masih lumayan mahal harga secondnya untuk uang saku tambahan, aku jual ke temanku ini dengan syarat mencicil selama 2 bulan. Tepat jam 9 malam bus Lorena tiba, aku langsung masuk dan mencari tempat duduk yang kosong. Tidak rugi juga membayar mahal, karena bus yang aku naiki memiliki tempat duduk dua buah sehingga terlihat luas. Aku memilih duduk di belakang supir yang kebetulan kosong. Ini adalah momen pertama dalam hidupku, mengembara di kota orang, sendirian dan tanpa tahu tujuan yang jelas hanya demi seorang perempuan bernama Ecca Rahayu. Mungkin akan terdengar sinting atau tidak waras bagi yang lain ketika aku mengatakan bahwa aku mengenalnya melalui jejaring media sosial facebook hampir setengah tahun yang lalu sampai akhirnya dia putus dengan pacarnya dan menjalin kasih bersamaku. Saat itu aku berjanji setidaknya akhir tahun ini (2012) aku akan menemuinya. Sebuah janji yang sebelumnya aku tidak pikirkan harus bagaimana aku akan memenuhinya. Tapi kini aku berada dalam sebuah bus yang akan membawaku ke Terminal Tirtonadi yang menjadi tujuanku atas sarannya. Alasannya karena rumahnya yang berada di Boyolali tidak begitu jauh dengan Terminal Tirtonadi sehingga dia bisa dengan mudah menjemputkku. Sepanjang perjalanan aku hanya mengamati jalan yang lengang dan dilalui bus patas dan kendaraan besar. Memang bukan kali pertama aku keluar kota, namun itu saat study tour SMA ke Bali. Akan tetapi itu bersama dengan teman-teman dan aku tidak seorang diri seperti saat ini. Hampir 6 jam lamanya akhirnya bus yang aku naiki mulau memasuki daerah Boyolali dan menurunkan penumpang di Terminal Boyolali. Mataku berbinar saat melihat papan yang bertuliskan “Boyolali Tersenyum”. Dalam benakku aku berkata, “inikah Boyolali? Artinya sebentar lagi aku akan bisa bertemu dengannya”. Bus melaju kembali meninggalkan Terminal Boyolali menuju Terminal Tirtonadi yang jaraknya tidak jauh lagi. Satu jam kemudian akhirnya bus Lorena yang aku tumpangi tiba di Terminal Tirtonadi. Sebuah terminal yang tertata rapi, bersih dan megah. Ketika akan mencari tempat untuk beristirahat sambil menunggu pagi di ruang tunggu penumpang sudah banyak manusia yang tidak bergelimpangan beralaskan koran. Aku bingung karena hampir semua sudut sudah dipenuhi. Untunglah ada mushola di dalam terminal, yang akhirnya menjadi tempat tidur sementaraku. Aku terbangun ketika suara adzan subuh berkumandang, rupanya hampir jam 5 pagi. Jadi kuputuskan untuk Sholat Subuh dan mandi di terminal. Dua hal yang belum pernah aku lakukan sebelumnya mandi di toilet umum di dalam terminal dan sholat di mushola di dalam terminal. Aku terkadang merasa heran sendiri bila mengingatnya melakukan hal-hal itu. Paginya aku mengirim SMS bahwa aku sudah sampai di Terminal Tirtonadi. Hari ini adalah hari sabtu yang berarti weekend dan dia mendapatkan libur dari tempat kerjanya yang masih dekat dengan rumahnya. Ya, dia memang lebih tua sedikit dariku. Ketika dia sedang Ujian Akhir Sekolah (UAS) aku masih duduk di kelas 2 SMA. Dia sering memanggilku bukan dengan nama panggilanku tapi sebuah panggilan khasnya untukku, “Nda”. Hampir 4 jam aku dibuat menunggunya dari kedatanganku di Terminal Tirtonadi. Akhirnya jam 8 pagi aku dijemputnya, aku sempat bingung karena aku hampir tidak mengenalinya. Sebuah motor Honda Blade yang dikendarai seorang perempuan lumayan tinggi dengan helm VOG ungu yang memanggilku. Rupanya dia, yang membuatku akhirnya menginjakan kaki di Kota Solo seorang diri.