Teori Otoritas Max Weber

              Haii semua.. kali ini saya memposting tugas kuliah saya di semester 2  yaitu tugas Mata Kuliah Teori Sosiologi Klasik. Dalam pembahasan kali ini saya akan membahas tentang teori otoritas yang dicetuskan oleh salah satu tokoh sosiologi klasik yaitu Max Weber.

            Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat indonesia merupakan masyarakat multikultural yang terdiri dari berbagai macam sifat, sikap, dan perilaku yang beragam pula, maka didalam sistem pemerintahan di Indonesia diperlukan berbagai peraturan yang mampu mengatur kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam tersebut. Walaupun terkadang peraturan yang dibuat oleh pemerintahan tidak sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat. Namun masyarakat harus tetap mengikuti dan menjunjung tinggi peraturan yang dibuat oleh sistem birokrasi yang sedang berwenang. Sehingga secara tidak disadari otoritas akan mempengaruhi dan mendominasi terhadap perkembangan suatu sistem pemerintahan.

                Keberadaan otoritas dalam sebuah pemerintahan menjadi sangat penting ketika suatu pemerintahan memerlukan sebuah aturan-aturan yang berisi perintah ataupun larangan terhadap rakyat maupun pemimpin pemerintahan agar pemerintahan tersebut mampu berjalan dengan baik dan harmonis.

  1. Pengertian Otoritas

               Pengertian otoritas sendiri memiliki arti yang berbeda dengan kekuasaan, meskipun antara otoritas dan kekuasaan keduanya memiliki arti yang hampir mirip dan memiliki hubungan dalam bidang pemerintahan. Otoritas adalah kemungkinan dimana seseorang akan ditaati atas dasar suatu kepercayaan akan legitimasi haknya untuk mempengaruhi. (Johnson,1988:225).

              Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengatasi perlawanan dari orang lain mencapai tujuan-tujuan seseorang, khususnya dalam mempengaruhi perilaku mereka. (Johnson,1988:225). Dalam pengertian otoritas dan kekuasaan diatas maka seorang yang memiliki otoritas pasti memiliki kekuasaan dan seseorang yang memiliki kekuasaan belum tentu memiliki sbuah otoritas.

  1. Tipe Otoritas

Pengelompokan tipe otoritas ini didasarkan pada penerimaan individu terhadap peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh sistem pemerintahan yang berlaku, sehingga aturan tersebut dapat diterima maupun diterapkan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Peraturan ini biasanya dibuat sesuai dengan keinginan dan harapan dari masyarakat sendiri.

              Pembagian tipe otoritas ini juga tergantung pada kerelaan bawahan untuk patuh pada perintah orang yang memiliki otoritas. Max Weber mengidentifikasi tiga dasar legitimasi yang utama dalam hubungan otoritas, ketiganya dibuat berdasarkan tindakan sosial yang dilakukan oleh para bawahan terhadap perintah orang yang memilliki otoritas.

Tipe-tipe otoritas menurut Max Weber antara lain:

  1. Otoritas Tradisional

Tipe otoritas ini berlandaskan pada suatu kepeercayaan yang mapan terhadap kekudusan tradisi-tradisi zaman dulu serta legitimasi status mereka yang menggunakan otoritas yang dimilikinya. Salah satu alasan orang taat pada otoritas ini karena orang tersebut menganggap bahwa hal itu sudah selalu ada dan aturan-aturan yang dibuat oleh pihak yang memiliki otoritas merupakan peraturan yang telah ada sejak lama dan dihormati sepanjang waktu secara turun temurun.

Tipe otoritas tradisional ini merupakan suatu otoritas yang dimiliki seorang pemimpin karena adanya hubungan keluarga dengan pemimpin terdahulu dari para pengikutnya, sehingga para pengikut yang telah memiliki rasa patuh terhadap pemimpinya terdahulu secara otomatis akan mengikuti dan patuh terhadap otoritas yang dibuat oleh pemimpin mereka yang baru. Walaupun aturan-aturan yang dibuat oleh pemimpin tersebut tidak sesuai dengan keinginan dan harapan para pengikutnya, namun mereka tetap akan menghormati atau bahkan melaksanakan aturan-aturan tersebut meskipun dengan rasa terpaksa. Sistem otoritas tradisonal ini dapat kita temukan pada masyarakat tradisional ataupun masyarakat yang menganut sistem feodalisme.

2. Otoritas Karismatik

Otoritas ini didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Otoritas ini berbeda dengan otoritas tradisional yang diperoleh seorang pemimpin melalui hubungan keluarga dari pemimpin sebelumnya. Otoritas ini muncul akibat adanya sikap luar biasa yang muncul dari dalam diri seorang pemimpin yang memiliki sifat kepemimpinan atau sering disebut dengan “karisma”. Karisma sendiri memiliki makna yang menunjuk pada daya tarik pribadi yang ada pada orang sebagai pemimpin, sehingga sikap luar biasa yang dimiliki seorang pemimpin tersebut mampu memberikan inspirasi maupun motivasi terhadap mereka yang akan menjadi calon pengikutnya. Sehingga dapat dikatan bahwa dalam sistem otoritas karismatik ini para pengikutnya dengan sukarela mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh pemimpin. Dalam hal ini pemimpin yang memiliki otoritas akan menjadi sangat mudah dalam mengendalikan dan memimpin para pengikutnya, karena dengan sikap yang dimiliki pemimpin tersebut akan menjadi orang yang sangat disegani dan dipatuhi atau bahkan dapat menjadi sebuah panutan bagi para pegikutnya. Seruan atau perintah yang diberikan oleh seorang  pemimpin dalam sistem otoritas karismatik ini biasanya didasarkan pada watak atau sifat pribadinya yang memberikan contoh atau yang bersifat pahlawan bagi para pengikutnya. Sifat karismatik seorang pemimpin ini muncul dan terlihat jelas ketika para pengikutnya sedang mengalami kesulitan dan mereka memerlukan bimbingan, nasehat, maupun motivasi dari pemimpin mereka. Maka tidak heran jika kita menemui sistem otoritas karismatik ini pada saat krisis sosial yang besar sedang terjadi. Krisis sosial ini mungkin muncul karena disebabkan oleh beberapa hal , antara lain kemrosotan ekonomi, kekalahan perang, kegoncangan politik, ataupun bancana alam.

Karisma seorang pemimpin ini akan memudar dan perlahan menghilang ketika krisis sosial tersebut sudah dapat teratasi dan para pengikutnya sudah mulai menenmukan gaya hidup yang mapan, sehingga sikap luar biasa yang tadinya dimiliki oleh pemimpin tersebut sudah tidak nampak dimata para pengikutnya. Seiring dengan menghilangnya sifat karisma yang dimiliki oleh pemimpin tersebut maka otoritas pemimpin yang tadinya sangat disegani dan dihormati pada akhirnya akan kehilangan kewibawaanya dalam mempengaruhi para pengikutnya. Sistem otoritas karismatik ini juga akan menghilang ketika pemimpin tersebut meninggal dunia dan digantikan oleh pemimpin yang baru. Sehingga gejala karismatik ini hanya berlaku untuk satu generasi pemimpin saja.

3. Otoritas Legal-Rasional

Dalam sistem otoritas ini orang yang sedang malaksanakan otoritas Legal-rasional adalah kerana dia memiliki suatu posisi sosial yang menurut peraturan yang sah dia memiliki posisi otoritas. Dalam seleksi pemilihan orang yang berhak mendapatkan dan menduduki posisi otoritas tersebut telah diatur dalam sebuah peraturan yang sah dan telah diakui oleh sebuah organisasi birokrasi. Bawahan atau yang pada sistem otoritas ini sering disebut dengan rakyat akan tunduk terhadap otoritas pemimpin karena posisi sosial mereka diatur dan dipaksa oleh aturan dalam bidang-bidang tertentu untuk tunduk terhadap kebijakan otoritas yang dibuat oleh pemimpin dalam sistem otoritas Legal-rasional. Pelaksanaan sistem otoritas Legal-rasional ini tentu tidak lepas dari adanya sebuah birokrasi yang telah memiliki struktur pemerintahan dan birokrasi pada sitem otoritas ini mampu menciptakan sebuah undang-undang yang mengatur dan mengikat semua anggota yang termasuk didalam keanggotaan birokrasi tersebut. Tingkah laku dan kegiatan anggotanya telah diatur didalam undang-undang tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam sistem otoritas ini birokrasi memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada pemimpin otoritas legal-rasional. Hal ini sesuai dengan argumen yang dikemukakan oleh Max Weber:

Dari suatu sudut pandang teknis belaka, suatu birokrasi mampu mencapai derajat efisiensi tertinggi, dan dalam pengertian itu secara formal birokrasi adalah alat paling rasional yang diketahui bagi pelaksanaan otoritas atas umat manusia. Birokrasi lebih unggul dibanding setiap bentuk pelaksanaan otoritas lainya dalam hal presisi, stabilitas, keketatan disiplinya, dan dalam keandalanya. Oleh sebab itu, birokrasi memungkinkan derajat kalkulabilitas hasil yang sangat tinggi untuk para kepala organisasi dan untuk orang-orang yang bertindak terkai dengannya. Akhirnya birokrasi lebih unggul baik dalam hal efisiensi intensif maupun dalam hal cakupan kegiatannya dan secara formal dapat diterapkan kepada segala jenis tugas administratif.

Sumber : Weber, 1921/1968: 223

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: