TUGAS PENGGANTI UAS SOSIOLOGI GENDER
Mengkaji Isu Ketidakadilan Gender dalam Masyarakat
PENDAHULUAN
Berbicara gender maka kita akan berbicara tentang perkembangan kaum perempuan baik status maupun posisinya dalam kesetaraannya dengan laki-laki. Dalam kehidupan bermasyarakat, ada sebuah pembedaan antara perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Perbedaan itulah yang sering kita sebut dengan gender. Gender bukanlah perbedaan antara perempuan dan laki-laki dipandang secara biologis atau fisik melainkan lebih cenderung ke peran atau sifat dari keduanya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa dalam masyarakat (social construction), bukan sesuatu yang bersifat kodrati. Perbedaan gender ridak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (Gender Inequality). Namun dalam kenyataannya, perbedaan gender mengakibatkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dari system tersebut. Ketidakadilan gender menurut para feminis merupakan akibat dari kesalahpahaman terhadap konsep gender yang diseringkali disamakan dengan konsep seks. Sampai saat ini masih banyak isu-isu gender yang dialami oleh perempuan. Berbagai isu gender muncul sebagai akibat dari ketidakadilan gender. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan selalu menjadi pembicaraan menarik dalam masyarakat. Dalam tulisan ini akan membahas tentang salah satu isu gender, yaitu stereotype atau pelabelan negatif yang seringkali terjadi pada kaum perempuan.
PEMBAHASAN
Sebagian besar masyarakat membedakan perempuan dan laki-laki dengan feminim dan maskulin. Feminim identik dengan sifat lemah lembut, berkutat di sektor domestik, pasif, dan lain-lain. Sedangkan maskulin identik dengan ketegasan, keperkasaan, berkutat di ranah publik, dan agresif. Pembedaan tersebut didukung oleh budaya patriarkhi yang lebih dominan dan menyebabkan ketimpangan gender itu terjadi. Seringkali muncul stereotip tertentu terhadap laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Padahal gender bersifat netral dan tidak memihak diantara kedua jenis kelamin tersebut. Selama ini yang terjadi adalah bias gender yang lebih berpihak pada laki-laki.
Gender sebagai suatu konstruksi yang berkembang di dalam masyarakat diinternalisasikan melalui proses sosialisasi secara turun temurun. Sejauh ini, konstruksi tersebut telah menghasilkan ketidakadilan gender yang dialami baik oleh laki-laki maupun perempuan. Salah satu bentuk ketidakadilan gender yang akan saya bahas di tulisan ini adalah tentang stereotip terhadap perempuan.
Berbagai bentuk ketidakadilan yang ada sebenarnya bersumber dari suatu kekeliruan yang sama, yaitu adanya stereotip gender laki-laki dan perempuan. Stereotip merupakan bentuk ketidakadilan terhadap pihak tertentu yang berakibat merugikan pihak yang dilabelkan dan berdampak pada ketidakadilan sosial. Stereotip itu sendiri berarti pemberian citra atau label kepada seseorang yang didasarkan pada sebuah anggapan yang salah. Umumnya dilakukan sebagai alasan untuk membenarkan tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya. Pelabelan juga menunjukkan adanya hubungan kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menguasai puihak lain. Pelabelan negatif dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Seringkali yang mengalami pelabelan negatif adalah kaum perempuan. Saya mengambil contoh perempuan yang mempunyai label ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan (jika dia bekerja). Perempuan dalam kenyataannya banyak yang bekerja mencari nafkah. Namun walaupun perempuan bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya tetap saja dia dianggap sebagai pencari nafkah tambahan. Hal ini dikarenakan oleh adanya anggapan yang melekat dalam masyarakat patriarki bahwa perempuan bukan pencari nafkah utama dalam keluarga dan penghasilan yang diterima perempuan dianggap sebagai tambahan dari penghasilan suami. Perempuan tidak diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, selain itu pada masyarakat patriarki perempuan juga memiliki kodrat untuk bekerja di sektor domestik. Ucapan-ucapan yang tidak asing seperti, perempuan tidak usah sekolah tinggi-tinggi, paling ujungnya balik ke dapur juga menunjukan adanya stereotip gender yang melekat pada masyarakat.
Di Indonesia perempuan menjadi kelompok yang minoritas dilihat dari kurangnya peran perempuan dalam area publik seperti perusahaan, pemerintahan, dan sebagaimya. Perempuan dianggap kurang tepat untuk menduduki posisi tersebut, sehingga dalam area public perempuan hanya berperan dan diletakkan pada posisi yang kurang penting. Hal itu dikarenakan perempuan dianggap sebagai subordinat dan banyak yang masih pasih dalam menghadapi arus globalisasi. Masyarakat sampai saat ini masih mengasumsikan perempuan sebagai jenis kelamin yang lemah dan seharusnya mengerjakan peran domestik. Hal ini disebabkan oleh sosialisasi gender yang diterima sejak dini. Menurut saya budaya patriarki merupakan satu-satunya penyebab ketimpangan gender, karena budaya inilah yang memunculkan stereotip bahwa laki-laki bersifat superior dan perempuan bersifat inferior. Ini tentunya berpengaruh pada semua aspek kehidupan gender. Sebagai contoh, perempuan dari kecil tidak di sosialisasikan untuk menjadi pemimpin dalam keluarganya kelak.
Perempuan yang bekerja berarti mereka telah melakukan perluasan dari sektor domestik meskipun beban domestik tidak berkurang, suami tidak ikut serta berperan dalam bidang domestik. Pada kenyataannya terdapat pembagian kerja antara suami dan istri, yaitu suami mencari nafkah di luar rumah dan istri melakukan pekerjaan rumah tangga. Pembagian kerja tersebut tidak memberikan penghargaan yang sama, karena suami berkerja dan mendapat uang sehingga mempunyai kekuatan ekonomi, sedangkan istri hanya dianggap pendamping, bukan partner yang juga mewakili dalam sektor publik.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa gender merupakan konsep yang mengharapkan kesetaraan status antara laki-laki dan perempuan. Jadi gender merupakan sesuatu yang dapat dipertukarkan dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Stereotip terhadap perempuan yang selama ini dianggap masyarakat sebagai kodrat. Kebudayaan patriarki secara garis keturunan tidaklah salah tetapi perwujudan nilainya yang menimbulkan ketidakadilan gender yang berdampak pada kaum perempuan yang lebih banyak dirugikan misalnya dengan berbagai stereotip yang menganggap bahwa perempuan kaum minoritas dan perannya tidak penting. Perempuan juga perlu untuk diberikan penghargaan atas apa yang telah dilakukan dalam masyarakat, terutama bagi mereka yang melakukan pekerjaan dibidang domestik dan publik. Meskipun ketika di sektor publik, tetap saja dalam pemberian upah ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dengan adanya perubahan persepsi masyarakat terhadap hubungan gender dapat memperbaiki stereotip dan ketimpangan gender yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial.
Bourdieu, Pierre. 2010. Dominasi Masakulin. Jalasutra. Yogyakarta
https://harianjoglosemar.com/berita/persepsi-gender-salah-timbulkan-ketidakadilan-gender-14142.html.
Judul artikel jangan menggunakan nama mata kuliah. Tdk mencerminkan isi
oke pak Bay, terimakasih masukannya 🙂
sebaiknya judul pada artikelnya dirapikan yah er 🙂
syuudah di ralat kak judulnya 😀
Temanya sudah sesuai, sebaiknya artikel yang sudah diposting dikategorikan ya 😀 serta Just another Jejaring Blog Unnes Sites site bisa diganti kalimat lain, tentang status single misalnya 🙂 😉 semangat menulis, lanjutkaaaan 😀
maap kakak jangan bawa2 status hubungan dong yaa :nohope
sudah bagus, namun perlu di perbaiki daftar pustaka
sesuai kaidah penulisan daftar pustaka
siap kak terimakasih masukannya 🙂
saya agak pusing bacanya karna font tulisannya terlalu kecil untuk ukuran pc
artikelnya belum ada category nya yah kak 🙂
alangkah lebih baiknya diberi kategori 🙂
“Tugas pengganti UAS Sosiologi Gender”nya mending gagusah dicantumin deh kak 😀
bagus.. mampir dan komen jg yah er di blogku 🙂
tingkatkan lagi ya menulisnya