Proses Globalisasi dan Strategi Mempertahankan dan Memperkuat Nilai-Nilai Budaya Indonesia
Globalisasi berasal dari kata Globalisme, yakni paham kebijakan nasional yang memperlakukan seluruh dunia sebagai lingkungan yang pantas untuk pengaruh politik dengan kata lain Globalisasi adalah suatu proses terbentuknya suatu tatanan, aturan, dan sistem yang berlaku bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia, yang mana tidak mengenal adanya batas-batas wilayah; bahkan tidak mengenal aturan lokal, regional, kebijakan negara yang dapat mengurangi ruang lingkup masuknya nilai, ide, pikiran atau gagasan masyarakat yang harus dihilangkan.
- Proses Globalisasi
Berbicara gobalisasai, marilah kita melihat sedikit sejarah gobalisasi, globalisasi muncul pada saat manusia mulai mengenal sistem perdagangan antar negara sekitar tahun 1000-1500M. perdagangan tersebut didominasi oleh kaum muslim di asia afrika yang membentuk jaringan perdagangan antara lain jepang, tiongkok, jerman, Vietnam, indonesia dll. Setelah itu, melalui perdagangan dilakukan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh inggris, spanyol,belanda, portugis disertai revolusi industri dan kolonialisasi. Kemudian setelah berakhirnya perang dingin, komunisme telah runtuh dan sebagai jalan terbaik untuk mewujudkan kesejahteraan dunia adalah kapitalisme yang menimbulkan pasar bebas. Dengan adanya kapitalisme menimbulkan emajuan teknologi, komunikasi dan transportasi yang sangat pesat bahkan sekat atau batas antar negara juga semakin kabur, dan dari situlah globalisasi muncul.
Globalisasi ditunjukkan sebagai semua proses yang merujuk pada penyatuan seluruh warga di dunia yang secara menglobal. Akan tetapi, globalisasi ternyata merupakan penyatuan yang bersifat semu, karena nila-nilai yang telah ada, sekarang didominasi oleh nilai-nilai asing bagi masyarakat dunia. Selain itu, hal yang cukup mendasar , ketika secara psikologis mayoritas warga dunia terkucil dari pergaulan internasional dan keterlibatan mereka hanya sebatas menjadi obyek dan bukan sebagai subyek.
Dengan didukung teknologi komunikasi yang begitu canggih, dampak globalisasi tentu akan sangat kompleks, manusia yang satu dengan yang kini mudah berhubungan dengan yang lain akibat adanya komunikasi yang canggih, selain itu sudah merambah ke arah konsumsi dengan berbagai tingkatan kualitas yang dapat mengubah pola pikir, sikap dan tingkah laku manusia yang secara umum berpengaruh pada sistem budaya bangsa. Oleh karena itu, di sini perlu adanya lembaga pendidikan yang mampu mendidik wawasan budaya sehingga dapat berkembang dalammengikuti tuntutan budaya yang mana masih tetap mampu menjaga nilai-nilai dasar dan nilai-nilai luhur bangsa kita sendiri.
- Dampak Globalisasi
Gobalisasi yang terjadi di dalam masyarakat Indonesia yang masyarakatnya sangat bergam trntunya akan melahirkan tantangan-tantangan yang tidak ringan yang bisa mengancam keutuhan bangsa dan negara Indonesia.
Tantangan pertama, berupa tekanan-tekanan yang datang dari luar baik dalam wujud ekonomi, politik maupun budaya. Ketergantungan atas kekuatan ekonomi internasional menyebabkan bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan kekuatan tersebut. Selain itu, hadirnya media massa yang makin merambah dan masuk ke dalam lingkungan kita, menyebabkan informasi baru selalu masuk ke dalam ranah kita yang mengakibatkan hadirnya rayuan-rayuan kultural yang dibawa media massa dan sangat sulit untuk ditolak yang nantinya akan menghancurkan budaya dan nilai-nilai yang telah dipegang oleh warga masyarakat.
Tantangan kedua, berupa munculnya kecenderungan menguatnya kelompok- kelompok berdasarkan etnis (suku) di masyarakat yang tidak lain menguatnya kelompok-kelompok berdasarkan kesukuan yang mungkin akan menjadikan sumpah pemuda satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa tinggal menjadi dokumen sejarah belaka. Hal itu akan memunculkan ketidakpuasan kelompok-kelompok masyarakat atas kebijakan pemerintah pusat dan segera bermuara pada ancaman tuntutan merdeka, lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
Identifikasi dampak globalisasi bagi Indonesia baik yang bersifat positif ataupun negatif :
- Indonesia menjadi lebih mudah untuk mendapatkan barang, jasa maupun informasi yang diperlukan, baik dari dalam negeri maupun dari manca negara.
- Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta menjadi pasar empuk bagi negara lain. Entah itu berupa barang buatan luar negeri, tenaga kerja asing yang mengisi berbagai jenis keahlian dan jabatan, maupun banjir informasi yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai yang ada di Indonesia.
- Globalisasi dengan isu utamanya demokratisasi dan hak asasi manusia, tanpa sikap waspada dan bijaksana masyarakat akan mudah termakan isu-isu yang tidak bertanggung jawab yang berkedok demokrasi, hak asasi dan kebebasan.
- Globalisasi menjadi media yang praktis bagi menyebarnya nilai-nilai budaya asing ke dalam wilayah Indonesia, yang harus kita waspadai tentu saja yang bersifat negatif
- Strategi mempertahankan dan memperkuat nilai-nilai budaya Indonesia
Dengan adanya arus gobalisasi yang sekarang semakin mengikis budaya lokal yang ada, perlu adanya sebuah cara atau strategi untuk mempertahankan dan menguatkan nilai-nilai budaya yang telah ada sejak dahulu. Oleh karena itu berikut strategi yang dapat kita ambil untuk menghadapi globalisasi :
- Pembangunan Jati Diri Bangsa
Jati diri bangsa sebagai nilai identitas masyarakat harus dibangun secara kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam. Caranya, dengan menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sejak dini kepada generasi muda. Pendidikan memegang peran penting di sini sehingga pengajaran budaya perlu dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional yang diajarkan sejak sekolah dasar. Nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai lama yang ketinggalan zaman sehingga harus ditinggalkan, tetapi dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi. Dunia Internasional sangat menuntut demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup menjadi agenda pembangunan di setiap negara. Isu-isu tersebut dapat bersinergi dengan aktualisasi dari filosofi budaya ‘hamemayu hayuning bawana’ yang mengajarkan masyarakat untuk berbersikap dan berperilaku yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan, keserasian dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan dalam melaksanakan hidup dan kehidupan agar negara menjadi panjang, punjung, gemah ripah loh jinawi, karta tur raharja (Suryanti 2007).
Globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi dengan pembangunan budaya yang berkarakter penguatan jati diri dan kearifan lokal yang dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi melestarikan dan mengembangkan budaya. Upaya memperkuat jati diri daerah dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya yang senasib sepenanggungan di antara warga Indonesia. Karena itu, perlu dilakukan adanya revitalisasi budaya daerah dan penguatan budaya daerah. Karakter pembangunan budaya tersebut secara efektif merangkul dan menggerakkan seluruh elemen dalam menghadapi era globalisasi yang membuka proses lintas budaya (transcultural) dan silang budaya (cross cultural) yang secara berkelanjutan akan mempertemukan nilai-nilai budaya satu dengan lainnya (Saptadi 2008).
- Pemahaman Falsafah Budaya
Meningkatkan kualitas pendidik dan pemangku budaya secara berkelanjutan merupakan sebuah langkah penting untuk dilakukan. Pendidik yang berkompeten dan pemangku budaya yang menjiwai nilai-nilai budayanya adalah aset penting dalam proses pemahaman falsafah budaya. Pemangku budaya tentunya juga harus mengembangkan kesenian tradisional.
Pergerakan pentas-pentas budaya di berbagai wilayah wajib dilakukan dengan penjadwalan rutin kajian budaya . Semua itu tidak akan menimbulkan efek meluas tanpa adanya penggalangan jejaring antarpengembang kebudayaan di berbagai daerah. Jejaring itu juga harus diperkuat oleh peningkatan peran media cetak, elektronik dan visual dalam mempromosikan budaya lokal. Dalam melakukan itu, semua pihak harus dilibatkan. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok masyarakat, pemerhati budaya, akademisi, dan pengusaha bekerja sama dalam pengembangan budaya.
- Penerbitan Peraturan Daerah
Pada dasarnya budaya adalah sebuah karya, sehingga harus ada peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang pelestarian budaya dan harus dilakukan oleh semua pihak. Kebudayaan akan tetap lestari jika ada kepedulian tinggi dari masyarakat. Selama ini kepedulian itu belum tampak secara nyata, padahal ancaman sudah terlihat dengan jelas. Dalam perda, perlu diatur hak paten bagi karya-karya budaya leluhur agar tidak diklaim oleh Negara lain. Selain itu, masalah pendanaan juga harus diperhatikan karena untuk merawat sebuah budaya tentu membutuhkan anggaran meskipun bukan yang terpenting.
- Pemanfaatan Teknologi Informasi
Di era global, yang menguasai teknologi informasi kan memiliki peluang lebih besar dalam menguasai peradaban dibandingkan yang lemah dalam memanfaatkan teknologi informasi. Oleh karena itu, strategi yang harus dijalankan adalah memanfaatkan akses kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai pelestari dan pengembang nilai-nilai budaya lokal.
Budaya lokal yang khas dapat menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah tinggi apabila disesuaikan dengan perkembangan media komunikasi dan informasi, yang mana harus ada upaya untuk menjadikan media sebagai alat untuk memasarkan budaya lokal ke seluruh dunia. Jika hal ini dapat dmanfaatkandengan baik, maka daya tarik budaya lokal akan semakin tinggi sehingga dapat berpengaruh pada daya tarik pada bidang ekonomi dan investasi serta mampu meningkatkan peran kebudayaan lokal di pentas dunia.
Sumber bacaan :
Lestari,puji.2009. Antropologi Untuk SMA dan MA Kelas XII. Jakarta : Pusat Perbukuan
Yandianto. 1997. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit M2S
Mubah, Safril A. 2011. “Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi Arus Globalisasi”. Departemen Hubungan Internasional. 4: 302-308
Suryanti, E .2007. Antisipasi Strategis Perang Nilai Budaya Lokal di Area Global. Yogyakarta: Bappeda Provinsi DIY.
Saptadi, KY.2008.Membaca Globalisasi dalam Kaca Mata Perang Budaya. Makalah Seminar Globalisasi, Seni, dan Moral Bangsa di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, 25 Maret.