Pemetaan Budaya
Budaya yang ada di Indonesia dipetakan sesuai dengan daerahnya masing – masing. Misalnya logat bahasa jawa dari Indramayu, yang merupakan bahasa jawa yang telah mendapat pengaruh bahasa sunda atau logat bahasa Sunda dari Banten atau logat bahasa Cirebon dan logat bahasa Sunda Cirebon. Selain itu, bahasa ngapak juga terdapat di daerah Jawa Tengah yaitu bahasa ngapak Tegal dan Banyumas berbeda bahasa. Bahasa ngapak Tegal seperti : nyong (aku), kowen (kamu), ader (masa), laka-laka (tidak ada tandingannya), tuli (terus), pimen (bagaimana), pan (akan) dan sebagainya. Sedangkan bahasa ngapak Banyumasan seperti: inyong (aku), ko (kamu), teyeng (bisa), di akhir kata tanya menggunakan kata mbok (kan), madang (makan), ngelih (lapar), kepriwe (bagaimana) dan sebagainya.
Masyarakat Pengguna Bahasa dan Dialek seperti :
- Bahasa dan dialek yang digunakan oleh komunitas remaja, salah satu cirri remaja adalah ingin bergaul dengan teman sebayanya. Upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan ragam bahasa khusus yang hanya dipakai oleh anggota kelompok remaja. Penggunaan bahasa khusus tersebut bertujuan agar mereka bisa berkomunikasi antara anggota kelompok remaja dengan lebih leluasa.
- Bahasa dan dialek yang digunakan oleh komunitas di kantor, karena kantor adalah suatu tempat pelayanan masyarakat yang didalamnya terdapat pimpinan, pembantu pimpinan dan staf (karyawan) serta masyarakat yang membutuhkan pelayanan di tempat tersebut. Untuk berkomunikasi dengan sesama rekan kerja bahasa dan dialek yang digunakan lebih kepada bahasa formal yaitu bahasa Indonesia.
- Bahasa dan dialek yang digunakan oleh komunitas di pasar, karena pasar adalah suatu tempat pelayanan umum yang di dalamnya terdapat penjual, pembeli, pengangkut barang, petugas kebersihan dan sebagainya. Jadi, komunitas masyarakat di pasar lebih bervariasi, baik itu pekerjaan, pendidikan, usia, pakaian yang dikenakan dan sebagainya. Bahasa dan dialek yang digunakan penjual dan pembeli dipasar tradisional cenderung menggunakan bahasa daerah setempat.
Tradisi Lisan di Suatu Daerah dan Nusantara
Tradisi lisan adalah cerita lisan tentang suatu tempat atau tokoh yang dibuat teks kisahan dalam berbagai bentuk seperti syair, prosa, lirik, syair bebas, dan nyayian. Macam – macam tradisi lisan yang terdapat dalam masyarakat anatara lain sebagai berikut :
- Cerita tentang terjadinya suatu tempat yang berbentuk syair bebas dan ditampilkan hal – hal yang tidak benar- benar terjadi.
- Cerita rakyat mengenai seorang tokoh di suatu daerah, baik tokoh yang bersifat baik dan berjasa bagi daerahnya maupun tokoh yang bersifat buruk, jahat, dan merugikan orang lain.
- Cerita rakyat tentang misteri atau kegaiban disuatu tempat, misalnya makam seorang tokoh, goa, batu besar dan sebagainya.
Contoh Tradisi Lisan:
Pada jaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi.Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu. |
Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.
Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan.
×Powered By CapricornusKetika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi mengembaraSetelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Ia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi.
Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Disana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.
Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi demi melihat bekas luka di kepala calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan.
Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.
Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan mahluk-mahluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota.
Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi.
Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama “Tangkuban Perahu.”
Sumber:
Sutardi, Tedi. 2007. Atropologi: Mengungkap Keragaman Budaya (untuk kelas XI SMA/MA). Bandung: PT. Setia Purna Inves.
Dyastriningrum. 2009. Antropologi Kelas XI : Untuk SMA dan MA Program Bahasa. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Indriyawati, Emmy. 2009. Antropologi I : Untuk Kelas XI SMA dan MA. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PT. Balai Pustaka
Siany L dan Atiek Catur B. 2009. Khazanah Antropologi 1: untuk Kelas XI SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
Dyastriningrum. 2009. Antropologi Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Tarigan, 1987, Pengajaran Wacana, Bandung, Angkasa
Stay in touch with the conversation, subscribe to the RSS feed for comments on this post.
Komentar Terbaru