Buka Luwur Makam Sunan Kudus
Pendahuluan
Bulan Muharram atau yang lebih dikenal dengan bulan Suro bagi masyarakat Kudus ini merupakan bulan yang mempunyai keistimewaan tersendiri dalam hitungan bulan Islam ala Jawa. Karena dalam bulan Muharram adalah saat pencucian pusaka keris, dan gaman yang di kramatkan. Dalam bulan tersebut ada satu tanggal yang agung yakni pada tanggal 10 muharram. Keagungan tanggal tersebut karena Nabi Nuh di selamatkan oleh Allah SWT saat terjadinya banjir es. Dan pada tanggal tersebut juga pengurus makam Sunan Kudus mengadakan ritual penggantian kain penutup makam Sunan Kudus (luwur).
Selain itu, pada bulan Muharram masyarakat Kudus, juga mengadakan buka luwur makam para wali yang di awali dari makam Sunan Kudus yang kemudian di teruskan pada makam para wali di sekitar Kudus. Prosesi Buka Luwur dilakukan pada 10 Suro dengan pencopotan kelambu atau kain putih penutup makam yang sudah satu tahun digunakan. Tradisi yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat Kudus ini memang unik dan menyedot partisipasi masyarakat umum, bukan hanya masyarakat asli Kudus tapi masyarakat di luar Kudus pun ikut turut serta dalam acara tersebut. Masyarakat berbondong-bondong untuk mendapatkan kelambu atau kain putih yang disebut dengan Luwur, mereka ingin mendapatkan “berkah” dari wali yang bersangkutan. Masyarakat meyakini bahwa atsar doa dari para peziarah menempel pada kain luwur tersebut. Pasalnya dalam pelaksanaan malam 10 Suro, tidak hanya prosesi penanggalan kain putih penutup makam saja, akan tetapi dilanjutkan dengan berbagai acara mulai dari khotmil qur’an dan pengajian umum yang dilanjutkan dengan pembagian nasi bungkus. Berdasarkan permasalahan di atas, maka kami ingin mengetahui alasan masyarakat Kudus melakukan perayaan tersebut.
Hasil dan Pembahasan
1) Sejarah Tradisi Buka Luwur Sunan Kudus
Bagi masyarakat Kudus sendiri tentunya sudah sangat mengenal tradisi buka luwur yang diadakan setahun sekali dan diadakan pada tahun baru Islam atau bulan Syuro bagi para masyarakat Jawa. Acara ini merupakan upacara peringatan wafatnya Sunan Kudus atau disebut sebagai “Khaul” yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram atau 10 Syuro. Namun, ada sebagian dari masyarakat Kudus yang menganggap bahwa upacara tradisional buka luwur sebenarnya bukanlah “Khaul” atau peringatan wafatnya Sunan Kudus. Sebab, tanggal wafatnya sunan Kudus belum diketahui secara pasti. Tradisi buka luwur sendiri diadakan pada tanggal 10 Muharram atau 10 Syuro, hal itu disebabkan karena pada tanggal tersebut diyakini bahwa ilmu Tuhan (dari langit) diturunkan ke bumi, sehingga tanggal tersebut dianggap keramat. Secara kronologis, sebenarnya proses upacara buka luwur tersebut diawali dengan penyucian pusaka yang berupa keris yang diyakini milik Sunan Kudus yang dilaksanakan jauh sebelum tanggal 10 Syuro, yaitu pada akhir Besar (nama bulan sebelum bulan Syuro). Biasanya air bekas untuk mencuci keris tersebut yang dalam bahasa Jawa disebut dengan “kolo”,
diperebutkan masyarakat yang memiliki keris untuk mencuci kerisnya, karena mengharap “berkah” dari Sunan Kudus. Kemudian pada tanggal 1 Syuro dilakukan pencopotan kelambu atau kain putih penutup makam yang sudah satu tahun digunakan. Kelambu atau kain putih itulah yang disebut dengan Luwur. Kelambu atau kain putih bekas penutup makam tersebut menjadi rebutan masyarakat karena untuk mendapatkan “berkah”. Pada malam tanggal 9 Muharram atau Syuro diadakan pembacaan Barjanji (berjanjen) yang merupakan ekspresi kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Tanggal 9 Muharram setelah shalat subuh diadakah khataman (pembacaan Al Quran dari awal sampai akhir). Sementara khataman berlangsung dibuatlah “bubur suro” yaitu makanan yang berupa bubur yang diberi bumbu yang berasal dari berbagai macam rempah-rempah. Hal ini dimaksudkan sebagai “tafa’ul” kepada Nabi Nuh setelah habisnya air dari banjir yang melanda kaumnya, sedangkan makanan tersebut diyakini dapat menjadi obat berbagai macam penyakit. Di samping pembuatan “bubur suro” pada saat khataman Al Quran berlangsung, juga diadakan penyembelihan hewan yang yang biasanya berupa kambing dan kerbau, menurut salah seorang yang pernah menjadi panitia dalam acara tersebut kambing yang disembelih bisa mencapai 80 hingga 100 kambing. Kemudian pada malam harinya, yaitu malam tanggal 10 Muharram diadakan pengajian umum yang isinya mengenai perjuangan dan kepribadian sunan Kudus yang diharapkan menjadi teladan oleh masyarakat. Pada pagi hari tanggal 10 Muharram setelah shalat subuh dimulailah acara penggantian kelambu atau kain putih yang diawali dengan pembacaan ayat suci Al Quran dan tahlil yang hanya khusus diikuti oleh para kyai, lalu mulailah pemasangan kelambu.. Bersamaan dengan itu diadakan pembagian makanan yang berupa nasi dan daging yang sudah di masak kepada masyarakat, yang dibungkus dengan daun jati. Masyarakat bersusah payah untuk mendapatkan nasi dan daging tersebut, sebab makanan tersebut dianggap memiliki berkah dan banyak mengandung kahsiat menyembuhkan penyakit. Walaupun hanya mendapatkan sedikit, nasi tersebut biasa disebut dengan “sego mbah sunan” (nasinya sunan Kudus). Setelah acara penggantian kelambu dan pembagian nasi tersebut, berakhir sudah upacara Buka Luwur. Makna Buka Luwur Buka Luwur merupakan sebuah ekspresi dari kepercayaan melalui akal yang mencoba memahami realita kebenaran mengenai manusia dan sejarah serta kalbu yang digunakan untuk memahami pesan firman-firman Tuhan melalui perasaan. Hal itu menghasilkan rentetan ceremony atau upacara yang berlangsung secara kronologis dan berjalan secara turun menurun dari generasi ke generasi, yang menjadi ekspresi perasaan masyarakat dalam dinamika tindakannya. Peringatan Buka Luwur mempunyai nilai yang cukup tinggi. Meneladani nilai-nilai dari perjuangan para wali khususnya sunan Kudus dalam hidup bermasyarakat. Secara historis, dalam menyebarkan agama Islam para walisongo menggunakan berbagai macam cara yang disesuaikan dengan kebudayaan asli masyarakat Jawa yang dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha. Akhirnya agama Islam dapat diterima oleh masyarakat Jawa. Sikap toleran dan akomodatif terhadap kepercayaan dan budaya setempat memang dianggap membawa dampak negatif yaitu sinkretisasi. Namun, aspek positifnya, ajaran-ajaran yang disinkretiskan tersebut menjadi jembatan yang memudahkan masyarakat Jawa dalam menrima Islam sebagai agama baru. Mereka sadar, apabila menginginkan Islam diterima oleh suatu komunitas tertentu haruslah bersifat akomodatif terhadap budaya lokal setempat tanpa harus kehilangan esensi keislamannya. Cara inilah yang nampaknya dilakukan oleh sunan Kudus. Hal ini dapat menjadi pelajaran yang berharga dalam kehidupan masyarakat, dengan bentuk masjidnya yang menyerupai kulkul di Bali yang mencerminkan toleransinya terhadap pemeluk agama Hindu.
2) Tradisi Buka Luwur
Buka luwur merupakan ritual tahunan yang diperingati setiap bulan Muharram (Syuro), lebih tepatnya, 10 Muharram untuk makam Sunan Kudus dan 16 Muharram untuk makam Sunan Muria. Ritual ini tidak hanya sebatas mengganti kain kelambu penutup makam saja, tapi juga meliputi pengajian umum, pembacaan doa tahlil, dan pemasangan luwur yang baru.
• Rangkaian acara buka luwur makam Sunan Kudus:
a. 1 Muharram
Pelepasan kain kelambu penutup makam sunan Kudus
b. Malam 9 Muharram
Terbangan pembacaan Kitab Berjanji atau Maulid Nabi, dan pembacaan doa
c. 9 Muharram
Khataman Al-Qur’an bil ghaib, penyembelihan hewan seperti kerbau dan kambing sumbangan dari masyarakat yang nantinya akan dibagikan kembali kepada masyarakat
d. Malam 10 Muharram
Tahlil dan pengajian umum
e. 10 Muharram
Pemasangan luwur baru yang bertempat di Tajug (joglo tempat penerimaan tamu), diawali dengan pembacaan riwayat Sunan Kudus , dan pembacaan kalimat tasbih bersama-sama. Selanjutnya pemasangan luwur baru, ditutup dengan pembacaan tahlil dan doa. Sekaligus pesta rakyat dengan membagi-bagikan makanan kepada masyarakat berupa nasi dan daging yang dibungkus dengan menggunakan daun jati.
Nasi bungkus tersebut berupa nasi putih disertai daging kambing atau kerbau yang sudah di masak oleh pengurus makam wali yang bersangkutan, yang dibungkus dengan daun jati. Masyarakat bersusah payah antre dan berjubel demi untuk mendapatkan nasi dan daging tersebut, sebab makanan tersebut dianggap memiliki berkah dan banyak mengandung khasiat menyembuhkan pelbagai penyakit.
Mitos masyarakat lokal juga menyebutkan bahwa daun jati bekas bungkus nasi tersebut dapat diguanakan sebagai penolak hama tikus. Sehingga daun tersebut bagi masyarakat di gunakan sebagai alat tolak tikus rumah ataupun tikus sawah.
Selain berupa nasi bungkus dalam memperingati Bodho suro masyarakat juga membuat Bubur Suro atau sejenis makanan seperti halnya bubur yang terbuat dari nasi lembek. Perbedaan terlelak pada bumbu yang berasal dari berbagai macam rempah-rempah dan hanya di buat pada bulan Muharram saja. Bubur ini juga di maksudkan “tafa’ul” mangambil i’tibar kepada Nabi Nuh setelah habisnya air dari banjir yang melanda kaumnya, dan diyakini dapat menjadi obat berbagai macam penyakit dan sebagai doa tolak balak.
3) Makna yang Terkandung dalam Tradisi Buka Luwur
Masyarakat Kudus memaknai Buka Luwur sebagai peringatan wafatnya seorang wali adalah istilah populernya haul. Hal ini berbeda dengan pandangan ulama’ Kudus yang menyatakan bahwa peringatan Buka Luwur tidak semata sebagai peringatan wafatnya seorang wali. Karena wafatnya seorang wali tidak jelas kapan tanggalnya.
Ini terbukti dengan di temukannya banyak makam wali dipelbagai tempat dengan satu nama. Seperti makam Syech Abu Hasan As-Syadzali yang makamnya ada di komplek wisata rejenu Kudus dan di negara Hadromaut.
Buka Luwur juga dikenal dengan istilah khaul dan dari kajian pustaka yang peneliti kumpulkan, ditemukan beberapa pengertian Khaul secara spesifik yang telah dikemukakan oleh para ahli, seperti yang diungkapkan oleh Imran Abu Amar sebagai berikut:Haul adalah suatu bentuk kegiatan upacara yang diselenggarakan pada tiap-tiap wafatnya seseorang yang sudah dikenal sebagai pemuka agama, wali, ulama dan para pejuang lainnya (Abu Amar, Imran tt:9 dalam Aminuddin 1995:4).
Peringatan Buka Luwur mempunyai nilai yang cukup tinggi yakni dengan Meneladani nilai-nilai dari perjuangan para wali dalam hidup bermasyarakat. Karena dalam acara buka luwur ini juga dilaksanakan pengajian umum yang menggulas perjalanan rohani wali setiap langkahnya. Sehingga diharapkan masyarakat mampu mengimplementasikan nilai-niliai yang dijalankan oleh wali dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping itu, pesan-pesan yang terkandung dalam upacara Buka Luwur juga mengingatkan agar orang-orang membiasakan diri untuk bersedekah. Agar dalam kehidupan bermasyarakat terjadi keselarasan dan sifat saling tolong menolong.
Terima kasih hera, saya menjadi tau tentang buka luwur Makam Sunan Kudus 🙂
sangat menarik dan menambah pengetahuan,, 🙂
rapih dan sangat bermanfaat