Ketika Hukum Terkomodifikasi
Artikel telah dipublikasikan di : Suara Merdeka 7 Oktober 2013 (WACANA NASIONAL)
MASYARAKAT Indonesia untuk kali ke sekian dihentak oleh ”tsunami besar ” dalam dunia hukum, ketika Rabu, 2 Oktober malam lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar karena diduga menerima suap terkait sengketa pilkada di Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah.
Media televisi malam itu saling berlomba menampilkan informasi paling eksklusif. Hampir semua media cetak mengubah haluan headline untuk terbitan paginya. Tak sampai 24 jam, KPK pun menetapkan Akil dan beberapa orang lainnya dari DPR dan kepala daerah sebagai tersangka kasus penyuapan tersebut.
Kaget dan prihatin, itulah kata yang terlontar dari berbagai kalangan pada hari-hari ini. Gelombang ”tsunami hukum” yang datang silih-berganti semakin memorakporandakan hukum dan keadilan di negeri ini. Sungguh ironi besar, ketika suara publik begitu kuat meneriakkan pengganyangan korupsi, di sisi lain penyelenggara negara, baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tercemari oleh kejahatan luar biasa itu.
Lengkap sudah kolaborasi korupsi di negeri ini ketika tiga pilar negara berjamaah menjalankannya. Gagasan besar John Locke yang disempurnakan oleh Montesquieu untuk memisahkan kekuasaan ke dalam Trias Politika agar tercipta negara demokratis yang mampu mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan mendorong mekanisme check and balances menjadi porak-poranda di negeri ini. Semua justru berbagi kaveling dalam berladang korupsi.
Pages: 1 2