Fenomena Ahmadiyah Menggunakan Analisis Filosofis
Aliran ahmadiyah merupakan aliran agama Islam yang mengakui adanya nabi baru setelah Nabi Muhammad saw. Sehingga dengan munculnya aliran ini memunculkan adanya penolakan terhadap munculnya aliran ahmadiyah ini. Fenomena ini dapat di analisis dengan analisis filosofis karena aliran ahmadiyah bukan merupakan kebenaran agama atau wahyu, tetapi merupakan kebenaran filsafat yaitu kebenaran yang hakiki namun masih dapat menimbulkan banyak perdebatan. Dalam analisis filosofis terdapat tiga tahap analisis yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi:
Pada hakikatnya aliran ahmadiyah merupakan aliran yang salah dan menyimpang dari agama Islam. Selain itu aliran ini juga banyak yang menyatakan bahwa aliran ini merupakan aliran yang sesat dan menyesatkan. Sehingga dengan munculnya aliran ini menyebabkan banyak penolakan dan pelarangan keras terhadap aliran ahmadiyah yang menimbulkan adanya kekerasan dan pengusiran terhadap penganut aliran ahmadiyah oleh umat muslim lainnya. Kekerasan yang ditimbulkan yaitu meliputi adanya pengrusakan terhadap tempat ibadah dan pengusiran serta ada pula pertentangan yang kemudian menyebabkan penganut aliran ahmadiyah banyak yang jatuh korban. Terutama aliran ahmadiyah yang menduduki beberapa wilayah di Indonesia, penolakan terhadap aliran ahmadiyah memunculkan perilaku anarkis dari umat muslim lainnya yang melakukan kekerasan terhadap penganut aliran ahmadiyah sehingga adanya banyak korban jiwa dan kerusuhan di beberapa daerah. Konflik dan kekerasan yang dimunculkan seiring dengan munculnya aliran ahmadiyah dapat dikatakan pula sebagai konflik antar agama. Karena penyerangan dan penolakan terhadap aliran ahmadiyah dilakukan oleh umat muslim terhadap umat muslim lainnya yang berbeda aliran yaitu aliran ahmadiyah.
Epistemologi:
Dalam melihat fenomena aliran ahmadiyah yang dapat menimbulkan berbagai penolakan dari hampir semua kaum muslim di Indonesia hingga terjadi kekerasan bahkan sampai menimbulkan jatuhnya korban jiwa para penganut aliran ahmadiyah ini. Fenomena ini dapat dilihat dari beberapa sisi sudut pandang, yaitu yang pertama adalah dari segi agama. Agama jelas melarang adanya aliran ini karena aliran ini jelas menentang agama dan apa yang terdapat di dalam kitab suci Al-qur’an karena aliran ini telah mengakui dan percaya adanya nabi terakhir setelah Nabi Muhammad saw, selain itu dalam aliran ini juga telah merubah isi Al-Qur’an. Padahal di dalam Al_Qur’an telah jelas dijelaskan bahwa nabi Muhammad merupakan nabi terakhir yaitu nabi akhir zaman bagi seluruh umat Islam.
Namun dalam menghadapi munculnya aliran ini seharusnya umat muslim lainnya tidak boleh menetang keras yang kemudian merusak bangunan tempat ibadah dan seharusnya bersikap toleransi terhadap aliran ini. Seperti yang telah diajarkan di dalam Al-Qur’an maka umat islam lainnya seharusnya memberikan kebebasan dan saling menghargai terhadap aliran ahmadiyah sebagaimana umat islam menghargai dan bertoleransi terhadap beberapa agama yang hidup di dunia ini. Umat muslim lainnya seharusnya memberikan kebebasan terhadap kepercayaan aliran ahmadiyah karena kebebasan sebuah agama bukan masyarakat atau para penganut umat Islam yang secara mayoritas, namun kebenaran sebuah agama yaitu terletak di dalam hati pemeluknya. Sehingga penganut aliran mayoritas tidak boleh menentang kebenaran aliran minoritas. Selain itu urusan antara yang benar dan yang salah mengenai agama itu terdapat pada hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Kedua, dilihat dari segi ideologi yaitu melihat dari segi hak dan kewajiban dimana seperti yang tertera di dalam sila pertama dalam pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Aliran ahmadiyah ini telah mengakui dan meyakini bahwa mereka mempercayai tentang keesaan Tuhan. Sehingga seluruh warga negara seharusnya tidak boleh menentang munculnya aliran ini, karena dalam pancasila berbunyi ketuhanan yang maha esa bukan kenabian yang esa. Aliran ahmadiyah meyakini adanya nabi terakhir setelah nabi Muhammad namun aliran ini tidak membentuk atau menciptakan Tuhan melebihi dari satu. Mereka berhak memiliki kebebasan atas apa yang mereka yakini yaitu bebas untuk beribadah menurut agamanya yang dianggap benar. Selain itu juga terdapat dalam sila kedua yang berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab”, jika melihat kasus yang terjadi seiring dengan munculnya aliran ahmadiyah ini jelas telah melanggar sila kedua dimana telah menimbulkan adanya konflik hingga menjatuhkan korban jiwa karena perilaku yang tidak berkemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia. Negara wajib melindungi seluruh warga negaranya dari berbagai penyerangan dan bahaya yang merugikan seperti yang tertera dalam pasal 29 UUD 1945 tentang kebebasan beragama yaitu negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Disisi lain, dapat dilihat pula pada sila ketiga yaitu yang berbunyi “persatuan Indonesia” yaitu negara telah mengatur bahwa seluruh warga negara Indonesia harus menciptakan kerukunan dan hidup damai serta harus bisa bersatu, artinya yaitu tidak melakukan penyerangan dan harus menjadi warga negara yang bersatu. Namun fenomena ini telah melanggar sila ketiga yaitu terlihat dari adanya penyerangan yang dapat menjatuhkan korban jiwa. Padahal warga negara telah memiliki hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya, seperti yang tertera di dalam pasal 28 UUD 1945 yaitu pasal 28A yang berbunyi setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dari kehidupannya. Selain itu juga terdapat pada pasal 28B ayat 2 yang berbunyi setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu juga terdapat pada pasal 28E ayat 2 yaitu setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.
Aksiologi
Aliran ahmadiyah merupakan aliran yang salah, sesat dan menyesatkan, namun tindakan dari penentang aliran ahmadiyah merupakan tindakan yang merugikan. Selain itu perlakuan yang dilakukan juga tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat dan melanggar hukum yang berlaku. Karena tindakan kekerasan sangat bertentangan dengan nilai dan norma. Dimana nilai dan norma merupakan suatu pedoman hidup manusia agar dapat hidup dengan baik dengan lingkungan, masyarakat maupun diri sendiri. Selain itu, etika sosial yang menekankan pada nilai-nilai moral manusia yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain agar dapat hidup selaras dan damai di dunia. Dengan kata lain, fenomena aliran ahmadiyah akan menghasilkan kebaikan jika seluruh warga negara dan umat muslim menghargai dan bertoleransi terhadap kepercayaan aliran tersebut dan tidak mempermasalahkannya.
perhatikan kerapian ya cantik,, 🙂