Hari Pertama
Hari senin, 31 maret 2014 jurusan saya yaitu jurusan Sosiologi dan Antropologi mengadakan KKL yang pertama kalinya di Suku Tengger Bromo. Pemberangkatan dilaksanakan pukul 13.00 WIB. Diperkirakan menempuh perjalanan darat selama 12 jam melalui jalur pantura. Pukul 17.00 tiba di Tuban perbatasan Jawa Tengan dan Jawa Timur untuk istirahat, sholat, dan makan.
Hari Kedua
Hari selasa, 1 april 2014 pukul 02.00 WIB saya tiba di terminal Sukapura, Probolinggo transit menunggu jemputan lalu dilanjut menuju ke Pananjakan untuk melihat sunrise dengan menggunakan mobil jeep menempuh perjalanan sekitar 1 jam. Puas melihat sunrise perjalanan dilanjutkan ke kawah Gunung Bromo. Tak hanya menikmati kawah Gunung Bromo saja tetapi dapat pula menikmati Lautan Pasir dan Pura yang ada di bawah kawah Gunung Bromo. Puas menikmati semua itu perjalanan dilanjutkan ke Home Stay yang berada di desa Ngadas. Saya mendapat Home Stay 11 dan setiap Home Stay diisi 8 orang. Desa yang akan kami observasi berada di desa Ngadas kecamatan Probolinggo, Suku Tengger.
Sebelum makan siang dan observasi, kami berdialog terlebih dahulu dengan tokoh adat Suku Tengger di Balai Desa Ngadas, dalam kesempatan itu kami juga meminta izin kepada beliau untuk tinggal di rumah warga dan melakakukan observasi di desa itu dan berharap warga setempat dapat membantu kami dalam memperoleh data. Beliau sangat welcome dengan kedatangan kami dan akan membantu dalam memberikan data apa saja yang kami butuhkan. Sebelum berdialog dengan tokoh adat Suku Tengger diakhiri perwakilan dari kami memberikan sebuah kenang-kenangan dan makanan khas kota Semarang yaitu Wingko Babad dan Bandeng Presto. Setelah selesai berdialog dengan tokoh adat Suku Tengger, kami makan siang setelah itu melakukan observasi sampai sore.
Dalam observasi pada waktu itu, kelompok saya mendapat Tema tentang Kehidupan Remaja dengan Topik Gaya Hidup Remaja Tengger. Anggota kelompok kami terdapat 10 anak. Ketika melakukan kegiatan observasi, kelompok kami dipecah menjadi 5 jadi masing-masing 2 orang yang saling menyebar, itu dilakukan agar kami banyak memperoleh data dan dapat segera menyelesaikan observasi. Kebetulan saya mendapat pasangan untuk observasi bersama Anjar. Cukup lama saya dan Anjar mencari informan namun nampaknya agak sulit karena target yang kami cari nampaknya tidak ada. Kebetulan pada saat itu waktu siang menjelang sore mungkin para remajanya masih bersekolah atau bekerja di ladang. Hanya ada para orang tua dan jarang sekali kaum pemuda-pemudinya. Hampir cukup lama saya dan Anjar mencari informan akhirnya kami mendapatkan informan seorang ibu rumah tangga bernama Rumi (34 tahun) yang beragama Hindu dan seorang gadis bernama Lila (15 tahun) yang beragama Islam dan masih duduk di bangku SMP. Meskipun mereka berbeda agama rupanya mereka sangat rukun.
Kebetulan kami mendapatkan informan anak remaja dan seorang ibu rumah tangga yang masih tergolong masih muda sehingga kami mudah untuk memperoleh data. Kami bertanya pada kedua informan tersebut bahwa dalam masyarakat Suku Tengger, menyukai lawan jenis diperbolehkan, hanya saja pihak laki-laki harus berkunjung keruah pihak perempuan untuk berkenalan dengan keluarga pihak perempuan khususnya kedua orang tua pihak perempuan, atau biasa disebut pendekatan dalam bahasa ngetrennya. Jika pendekatan itu dirasa sudah cukup dan kedua keluarga sudah saling mengenal dan merasa cocok maka diwajibkan melangsungkan pernikahan. Karena dalam Suku Tengger tidak diperbolehkan untuk berpacaran.
Usia yang diperbolehkan adalah ketika perempuan sudah berusia 20 tahun dan laki-laki sudah berusia 25 tahun dan laki-laki tersebut sudah memiliki pekerjaan supaya dapat menghidupi keluarganya nanti. Menikah dengan berbeda agama disana tidak dilarang. Jika nanti dari pernikahan tersebut mempunyai anak maka ketika anak beranjak dewasa maka si anak berhak memilih agama apa yang akan dia anut. Orang tua tidak akan memaksakan kehendak, si anak bebas memilih agamanya sendiri.
Meskipun dilarang untuk berpacaran, remaja Suku Tengger rupanya suka nongkrong ketika malam minggu ataupun ketika waktu libur sekolah. Jika nongkrong biasanya di warung bakso, main PS, futsal. Itu semua dilakukan oleh para remaja laki-laki saja karena anak gadis dilarang keluar rumah ketika malam hari. Apalagi yang masih remaja, sangat dilarang sekali seorang gadis keluar ketika malam hari. Biasanya ketika waktu libur sekolah remaja disana berkunjung ke tempat wisata yang ada disana seperti safana, bukit teletubies, gunung bromo. Terkadang ketika waktu sekolah libur gadis remaja disana membantu orang tuanya untuk membersihkan rumah dan yang laki-laki membantu di ladang.
Untuk teknologi sendiri mereka sudah menggunakan ponsel bahkan sudah mengenal yang namanya internet. Hanya saja mereka menggunakan ponsel hanya untuk sekedar sms atau menelfon saja.Mereka tidak menggunakan ponsel untuk bermain jejaring sosial. Mereka juga sudah mengenal jejaring sosial yang namanya facebook namun mereka tidak menggunakannya karena bagi mereka bermain facebook banyak dampak negatifnya daripada positifnya. Namun sudah ada beberapa yang menggunakan akun facebook namun hanya beberapa saja dan sangat jarang sekali.
Para remaja disana sangat penurut sekali kepada kedua orang tua mereka. Jika orang tua memerintah untuk melakukan sesuatu pasti mereka langsung mematuhinya selagi perintah itu baik, tidak ada yang membangkang. Itu kelebihan dari remaja Suku Tengger yang patut di tiru.
Ternyata remaja disana sudah ada yang mengenyam bangku perguruan tinggi, bahkan sudah ada beberapa yang menjadi sarjana. Kebanyakan dari mereka yang sudah menjadi sarjana bekerja di kota seperti kota Malang. Namun yang sangat disayangkan adalah jika pembayaran yang mereka terima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan atau tidak sepadan dengan pekerjaan mereka maka mereka akan kembali ke desa untuk bekerja di ladang karena bagi mereka bekerja di ladang lebih menjanjikan dan menghasilkan uang yang banyak.
Waktu sudah sore dan kami menyudahi observasi. Setelah itu kami langsung membuat power point tentang apa yang sudah kami dapat dari informan untuk di presentasikan malamnya harinya di Balai Desa Ngadas. Sebelum presentasi dimulai kami di beri kesempatan untuk makan malam. Satu persatu kelompok diberi kesempatan untuk presentasi. Setiap kelompok diberi kesempatan untuk presentasi dan dalam presentasi itu para dosen memberikan saran, kritik, menambahkan yang sekirang data kami kurang lengkap atau sekedar meluruskan.
Hari Ketiga
Hari rabu, 2 april 2014 kami mohon pamit kepada tokoh adat Suku Tengger untuk meninggalkan desa Ngadas dan melanjutkan perjalanan ke Malang. Kami sangat berterimakasih kepada beliau dan seluruh masyarakat Suku Tengger yang telah membantu kami dalam memberikan informasi apa saja yang kami butuhkan dan menyediakan tempat tinggal selama kami berada di desa Ngadas. Setelah itu ada sesi foto dari mulai foto kelompok observasi, foto satu angkatan, dan foto panitia KKL.
Untuk menuju ke terminal Sukapura kami menggunakan kendaraan yang kebanyakan masyarakat Tengger menyebutnya dengan taksi, padahal bukan taksi yang seperti halnya di kota-kota besar.
Setibanya di terminal Sukapura kami bergegas naik bus dan melanjutkan perjalanan ke kota Batu, Malang. Disana kami tidak lagi untuk observasi melainkan untuk berekreasi dengan mengunjungi pusat oleh-oleh, BNS (Batu Naight Spektakuler), dan Jatim Park. Tempat yang pertama kami kunjungi adalah pusat oleh-oleh. Disana kami membeli buah apel, berbagai kripik yang terbuat dari buah-buahan seperti buah apel, buah nangka, dan berbagai makanan khas kota Malang. Puas berbelanja oleh-oleh kami menuju ke Hotel untuk check ini, satu kamar diisi 4 orang. Malam harinya kami makan di Hotel tersebut dan setelah makan malam kami menuju ke BNS untuk menikmati berbagai wahana yang ada disana. Wahana yang ada disana tidak jauh berbeda dengan wahana yang ada di Dufan, hanya saja yang membedakan BNS dengan tempat lain adalah BNS lebih menonjolkan adalah disana ada rumah lampion yang menawarkan bentuk binatang dengan dihiasi lampu-lampu yang cantik nan indah ketika malam hari. Tak hanya wahana permainan saja yang ada di BNS, melainkan ada tempat belanja juga, seperti baju yang serba bertuliskan BNS, aneka macam boneka lucu, pernak-pernik, sandal, sepatu. Waktu semakin larut malam kami kembali menuju ke hotel utuk beristirahat karena esok harinya kami masih harus mengunjungi satu tempat lagi.
Hari Keempat
Hari kamis, 3 april 2014 kami check out dari hotel dan menuju ke Jatim Park. Disana tidak jauh berbeda dengan BNS yang menyajikan wahana permainan dan terdapat tempat berbelanja. Yang berbeda dari Jatim Park adalah disana tak hanya rekreasi tetapi juga tempat belajar. Dari mulai anak-anak hingga orang desa dapat menikmati wahana permainan yang ada sesuai dengan umur, tinggi badan, dan berat badan. Siang hari kami mengakhiri permainan disana untuk segera pulang ke Semarang. Sebelum pulang kami istirahat terlebih dahulu, makan, dan sholat. Setelah itu kami pulang menuju Semarang. Ketika pulang kami melewati jalur selatan tidak melewati jalur pantura. Dan tiba di Semarang tanggal 4 april 2014 pukul 01.00.
kalau bisa yang diposting jangan fieldnotenya kak, tp artikelnya saja yang sudah disusun secara sistematis berdasarkan data2 dari fieldnote 🙂
good 🙂
kak, judulnya lebih diperjelas 🙂
saran saya itu judulnya disesuaikan sama isinya kak 😀