Mengapa globalisasi berakibat ketimpangan sosial?
Di dalam globalisasi terutama ekonomi, lebih di dukung oleh pandangan yang bersifat kapitalistik. Integrasi perdagangan global menerobos batas-batas wilayah Negara dan geografis, sehingga suatu Negara tidak dapat melakukan proteksi terhadap produk-produk industry di dalam negerinya ketika berhadapan dengan produk-produk industry yang berasal dari luar negeri. Pengalaman dan efisiensi yang berlangsung dalam proses produksi di Negara-negara maju memungkinkan untuk menghasilkan produk-produk yang bermutu baik dengan harga yang lebih murah. Sedangkan rendahnya teknologi, in-efisiensi, dan munculnya ekonomi biaya tinggi yang menajdi ciri di Negara-negara berkembang membuat produk-produk di dalam negeri bermutu rendah tetapi tidak dapat di jual dengan biaya murah. Dengan pemikiran yang sederhana dapat diperkirakan apa dampaknya ketika produk luar negeri yang bermutu baik dengan harga yang lebih murah berhadapan dengan produk dalam negeri yang bermutu kurang baik dengan harga yang lebih mahal?
Dalam kehidupan ekonomi global, berlaku hukum the survival of the fittest sehingga siapa yang memiliki modal yang besar akan semakin kuat dan yang lemah akan tersingkir. Pemerintah hanya sebagai regulator dalam pengaturan ekonomi yang mekanismenya akan ditentukan oleh pasar. Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang (dalam pandangan ekonomi kapitalis, subsidi adalah inefisiensi), koperasi semakin sulit berkembang, penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya sudah semakin ditinggalkan. Dalam ideologi kapitalisme yang menjadi warna dasar ekonomi global produktivitas yang tinggi dan efisiensi merupakan merupakan hal yang sangat dikejar dan diutamakan. Sebagai sebuah sistem yang berlaku dan berjalan tanpa batas teritorial negara yang implementasinya dapat berupa ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Permasalahan di sebuah negara, misalnya pengangguran, bukanlah sekedar merupakan dampak dari minimnya keterampilan seorang individu, Dampak sistemik dari perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan akibat globalisasi, seperti :
a. Perubahan teknologi (mesin-mesin baru)
Perubahan teknologi atau digunakannya mesin-mesin baru dalam proses produksi, mengakibatkan hanya orang-orang yang memikiki pengetahuan atau keterampilan yang memadai yang dapat terlibat dalam proses produksi. Yang tidak berpengetahuan dan berketerampilan akan terpinggirkan dan jadilah pengangguran sehingga kehilangan sumber ekonomi.
b. Perubahan cara kerja (efisiensi)
Perubahan cara kerja dapat dilakukan dengan perampingan birokrasi atau struktur organisasi perusahaan. Akibatnya ada orangorang yang harus keluar dari struktur organisasi. Orang-orang ini akan kehilangan pekerjaan sebagai nafkah atau sumber kehidupan ekonominya.
c. Pekerjaan dilakukan di tempat/negara lain (globalisasi)
Apabila sebuah perusahaan merasakan ancaman atau ketidaknyamanan, maka dapat jadi pengusaha akan memindahkan perusahaannya di negara lain. Akibatnya beratus atau bahkan beribu pekerja kehilangan pekerjaan.
d. Perubahan politik (kebijakan pemerintah)
misalnya dihilangkannnya proteksi dan subsidi. Sesuai dengan perjanjian WTO, negara-negara tidak boleh melakukan proteksi terhadap produksi dalam negerinya, misalnya dengan melakukan larangan import produk tertentu yang mengancam produksi dalam negeri. Demikian juga tentang subsidi. Dalam pandangan liberalism yang merupakan nafasnya globalisasi, subsidi dipandang sebagai salah satu sebab inefisiensi dan ekonomi biaya tinggi.
e. Perubahan budaya (dibutuhkan produk yang berbeda)
Perkembangan Teknologi Informasi yang sangat cepat memudahkan orang-orang dari negara atau bangsa manapun dapat mengakses informasi dengan mudah dan bebas. Kemudahan akses informasi menjadikan orang-orang mengetahui produk lain yang mungkin saja lebih menarik, lebih bermutu, dan sebagainya, sehingga produk itulah yang dikonsumsi. Perusahaan yang tidak dapat menyesuaikan hasil produksinya dengan berubahnya kebutuhan masyarakat akan mengalami kebangkrutan. Akibatnya adalah pengangguran dan kemiskinan di sebagian masyarakat.
Demikianlah, globalisasi menimbulkan ketimpangan ekonomi, yang pada giliran berikutnya akan menimbulkan ketimpangan sosial, berupa ketimpangan memperoleh pendidikan, ketimpangan memperoleh lapangan kerja, ketimpangan dalam hal kehormatan sosial, dan juga kebudayaan. Deregulasi dalam bidang pendidikan dapat mendorong lembaga-lembaga pendidikan dari negara maju mendirikan cabang-cabangnya di negara-negera berkembang demi perluasan pengaruh atau memperoleh keuntungan ekonomi. Lembaga-lembaga demikian memberikan layanan pendidikan bermutu dengan biaya yang cukup tinggi, sehingga hanya orang-orang yang memiliki strata ekonomi tinggi yang dapat memperoleh layanan pendidikan demikian. Orang-orang dari strata ekonomi yang lebih bawah hanya bisa memperoleh layanan pendidikan yang mutunya lebih rendah. Sistem kerja di perusahaan-perusahaan yang bonafid dan bergaji besar menuntut keterampilan dan skil yang tinggi dari para pekerjanya, sehingga hanya orang-orang yang berkualifikasi pendidikan tinggi saja yang dapat menjadi pekerjanya. Dampaknya adalah pengangguran. Efisiensi tidak mendukung untuk dilaksanakannya sistem padat karya. Digunakannya mesin-mesin dengan teknologi yang tinggi juga hanya memerlukan tenaga kerja manusia dengan jumlah yang minimal. Mudahnya nilai-nilai barat yang masuk melalui media komunikasi dan informasi publik yang berupa antena parabola, televisi, media cetak, dan internet mendorong terjadinya homogenisasi kebudayaan. Simbol-simbol kebudayaan cenderung seragam ditentukan oleh kebudayaan dominan, yaitu Barat. Mengapa Barat? Karena pendukung budaya inilah yang menguasai teknologi komunikasi dan informasi. Maka dalam hal ini globalisasi juga menimbulkan ketimpangan kebudayaan.
Daftar Pustaka
https://agsasman 3yk.files.wordpress.com/2015/08/kelas-xii-semester-1.pdf