Bingkai Hidupku Bunda
Ningsih adalah anak terakhir dari 3 bersaudara. Ningsih terlahir di keluarga yang sederhana, kesederhanaan itulah yang membuatnya menghargai segala arti hidup ini.Hidup yang jauh dari kata mewah, makan minum pun seadanya.
Sore ini suasana yang begitu tenang, cahaya matahari yang bersinar hangat menerpa wajah gadis cantik yang sedang duduk di taman belakang asrama. Entah apa yang sedang gadis cantik yang masih keturunan Jawa itu, renungkan saat ini, tiba-tiba angan pikirannya melayang jauh mengingat semua kenangan dan kejadian yang menjadikan pil pahit di hidupnya.
Ia mengingat benar kejadian beberapa tahun silam yang membuat mimpi hidupnya hampir seolah berhenti ditengah jalan. Ketika kakaknya yang pertama berpamitan untuk pergi bekerja ke luar daerah tetapi selang beberapa bulan tak ada kabar beritanya. Bapakaannya yang bekerja sebagai karyawan pabrik pun terkena PHK karena perusahaan mengalami kerugian dan harus mem-PHK para pegawainya. Saat kejadian itu bertepatan benar ketika Ningsih duduk di kelas XII Madrasah Aliyah Negeri(MAN), sungguh cobaan yang menguji keteguhan hatinya, bak durian runtuh yang tiba-tiba saja menimpa dirinya.
Betapa tidak, semua angan yang saat itu telah direncanakan untuk melanjutkan sekolah harus hilang begitu saja. Lalu ia duduk mendekati sang Bapak dan ketika ia bertanya pada beliau. ” Bapak lalu bagaimana dengan sekolah Ningsih Yak, klo Bapak berhenti bekerja?”tanya Ningsih dengan suara tertahan tahan. “Bapak tidak tau nak, Bapak bingung”, Jawab Bapak saat itu dengan menggeleng gelengkan kepalanya tanpa menatap wajahku. Aku hanya bisa berlari ke kamar dan menangis.
Tetapi sosok yang menyejukan hati mendatangiku dan memelukku dari belakang. “Ibuuu,,,,”kataku halus sambil menoleh kebelakang lalulku pegang erat tangannya. Ibu hanya tersenyum dengan menahan butiran air mata dikelopak matanya. “Ibu maafkan Ningsih yang membuat Ibu sedih,,,,”kataku pada Ibu. Dengan tangan lembut dan penuh kasih sayang, Ibu mengusap air mata ku dan berkata “Tidak nak,,,,Ibu malah yang membuat Ningsih sedih anak Ibu gak boleh cengeng, bagaimana pun juga kita harus bersyukur sayang,,,,ini cobaan yang diberikan oleh Allah untuk mengukur seberapa kekuatan keimanan kita, berarti Allah sayang kepada kita”, tutur Ibu yang tak kuasa lagi menahan butiran butiran air mata yang berlinang membasahi pipinya.
*****
Ketika pengumuman UJIAN tiba, Ibu dan Ningsih datang dengan hati yang penuh debar, dan saat yang dinantikan pun tiba, ketika surat telah diberikan oleh wali kelas kemudian dibukanya tertulis bahwa Anggita Nurningsih dinyatakan “LULUS” seketika itu pun Ningsih langsung memeluk sang Ibunda dengan menangis bahagia. “Terimakasih Ibu,,,,,Terimakasihhh,,,,Tanpamu aku tak akan pernah bisa bertahan dan berdiri disini saat ini”, kataku pada Ibu dengan menangis.
Tidak lama kemudian wali kelasku pun datang menghampiriku dan memberikan ucapan selamat kepadaku, beliau juga memberitahukan kepada Ibuku bahwa Aku diterima disalah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota Palembang. Betapa bahagianya Aku dan Ibuku saat itu, dengan ekspresi wajah sumringah pipi yang tersenyum merona dengan ungkapan rasa syukur kepada Allah menunjukkan Ibu begitu bahagia saat itu. Tak hentinya Ibu mengucapkan kalimat-kalimat Thoyibah sambil mencium pipiku.
Akhirnya selang beberapa minggu Aku harus melanjutkan perjuangan perjalanan hidupku, yaitu aku pergi ke kota dan memanfaatkan beasiswa yang telahku dapatkan untuk menuntut Ilmu di jenjang yang lebih tinggi. Tetapi ada satu yang mengganjal hatiku sebenarnya, Aku tak tega dan tak kuasa untuk meninggalkan kedua orang tuaku sendiri, dengan kakak perempuanku yang menjadi tenaga kerja honorer yang jauh dari desa dan hanya sesekali pulang untuk menjenguk Bapak dan Ibu saja. Gajinya yang pas-pasan hanya cukup untuk kebutuhan hidupnya dan hanya lebihan sisa uang yang dsisihkannya yang dapat dibeikan kepada Ibu untuk sekedar tambahan uang belanja.
Beberapa hari sebelum keberangkatanku ke Kota tatapan sorot mata Bapak dan Ibu sangatlah berbeda, entah apa yang ingin beliau katakan tetapi seakan mengisyaratkan raut wajah yang menyimpan rasa kesedihan dan takut untuk kehilangan. Yang sering Bapak dan Ibu katakan, “Hati hati ya nak, jaga diri dan pergaulanmu baik-baik ya,Ibu sayang Ningsih,” kata Ibu lirih sambil mengelus elus kepalaku.”Iya Ibu Ningsih akan jaga diri kog Bu, Ibu dan Bapak tenang saja ya”, jawabku dengan tersenyum meyakinkan Ibu.
Hari yang ditunggu pun tiba, aku berangkat ke terminal bis bersama Bapak dan Ibu dengan menggunakan sepeda motor Astrea milik Bapak. Ketika samapai di terminal tak lama kemudian bis yang menuju tempat tujuanku pun tiba. aku yang sedari tadi menggenggam tangan Ibu seakan tak ingin aku lepaskan, tapi keadaan yang harus memaksaku tuk melepaskan genggaman tangan ini.
Air mata tak dapat ku bendung lagi ketika semua kenangan bersama mereka terlintas semua di benakku, ketika aku mulai bangun tidur, berangkat sekolah, mengaji, belajar sampai kembali tidur lagi pun. Aku tak pernah kekurangan perhatian mereka, yang aku pikirkan kapan aku pulang dan akan mendapatkan kasih sayang yang seperti itu lagi?Tangisku di dalam hati semakin menjadi setelah Bapak mencium keningku dan Ibu memelukku seraya berkata”Jangan pernah merasa kamu sendiri disana karena Allah dan doa Bapak, Ibu akan selalu bersamamu nak,,,,dan igatlah ‘Ojo Kepengen Sugih, ,……….”.”Iya Bu Ningsih akan ingat baik baik semua pesan Bapak dan Ibu, doakan Ningsih ya Bu, Yah semoga Ningsih bisa sukses dan membahagiakan Bapak dan Ibu.
Hari pertama di Kampus aku mengikuti OSPEK(Orientasi Siswa Pelajar Kampus) rasa berbeda sekali, di sini belum ada satupun orang yang aku kenal, tempat rungan yang begitu luas membuatku merasa asing karena hampir aku tak pernah terbiasa dengan suasana ruangan yang seperti ini. Baju-baju yang terlihat sangat mewah dan berkelas membuatku merasa tak percaya diri karena apa yang mereka kenakan berbeda sekali dengan apa yang aku miliki, baju yang sederhana tetapi pantas dan sopan.
Asrama yang memiliki kamar yang cukup lumayan untuk sekedar numpang tidur dan belajar menjadi tempat persinggahanku sekarang. Walau harus hidup seadanya dan penuh dengan keterbatasan harus aku lalui saat ini. Di kamar ini aku meiliki teman satu kamar, sebut saja Karin dia anak orang kaya dengan barang-barang mewah yang melengkapi dan menunjang hidupnya. Tiba tiba ia datang dan menghampiriku “ Hai sendirian aja, kalo kamu,,,,, kalo boleh tau siapa namamu? Persinggahanku”Tanyanya kepadaku. “Ech iya mbak, nama saya Anggitanur Ningsih biasa di panggil Ningsih, jawabku. Ngomong ngomong klo saya boleh tau nama mbak sendiri siapa? Tanyaku tak berapa lama kemudian. “Haaaa? Apa? Mbak apa gak salah denger nich telingaku?”Jhaha okelah gak papa ya, biasa anak baru kenali nama gue Karinita Bramantiya,panggil aja Karin”.Jawabnya dengan tersenyum kecil dipipi.
“Oh ya udah makan apa belum Ning?” Tanyanya lagi. “Oh,,,, kebetulan sudah mbak,,,ech maaf Karin…”, jawabku dengan tersenyum. “Kamu udah pernah jalan-jalan malem,,,?”Tanya Karin.
“Ya tergantung urusannya Rin keluar untuk apa, klo keluar ke pengajian bareng temen ya sering Rin, tapi klo jalan jalan malem untuk refresing jarang sekali”. Jawabku menjelaskan.
“Ohhhh gitu kapan kapan aku ajak kamu pergi jalan jalan malem ya Ning?mau gak?”Pintanya. “Pergi kemana Rin?”.
“Udah gak usah banyak tanya ikut aja, dijamin asyik dan seru kok, gak bakal nyesel dech”.Jawab Karin dengan menepuk pundak untuk menyakinkanku. “Iya InsyaAllah ya Rin nanti klo Aku ada waktu luang”.
Selang beberaa hari kemudian Karin, pulang dengan ekspresi wajah yang sebal ia masuk kamar sepertinya habis bertengkar degan seseorang. “Ning kita cabut ke Mol yuk, ayo temenin aku”. Kata Karin.”Tapi ,,,,,iiiii,,,,,,Rin,,,,,”. Belum selesai aku berbicara dia sudah memotong pembicaraanku keudian menarik tanganku keluar kamar. “Ayoookkkkk,,,,,,udah dech gak usah kebanyakan omong, cepet ambil tasmu”.
Dengan berat hatipun aku pergi meninggalkan kamarku dan menuruti tarikan tangan Karin yang sangat kuat. Malam itu pun aku terbuai dengan kehidupan mewah di luar sana, tanpa Aku pikir panjang lagi karena ajakan Karin. aku diajari untuk menjadi orang yang memiliki style fation yang modern dengan membeli barang-barang yang cuku mewah bagiku. Hal itu terjadi sampai beberapa bulan lamanya, uang saku yang dikirimkan oleh Bapak dan uang saku dari beasiswa pun habis dalam sekejap. aku bingung saat itu, dan sampai puncaknya ketika suatu malam setelah dari Coffe Break di salah satu pusat perbelanjaan aku diajak Karin ke suatu tempat dengan mengendarai mobil mewahnya. “Lho Rin kita kok arahnya gak ke jalan biasanya sich?”Tanyaku padanya.”Achhhhh,,,,,udah dech gak usah banyak tanya, ikut aja kenapa?”dijamin seru soalnya Aku dah lama gak ke tempat ini”.Jawabnya dengan menatap kearahku. “Kerumah saudara ya?”,Tanyaku lagi. “Bukan,,,,”, jawabnya singkat.
Tak selang beberapa lama kemudian mobil Karin tlah terparkir di depan suatu tempat yang tak pernah Aku tau dan kenali. ”Ayo turun”, Ajak Karin dengan membuka pintu mobilnya.
“Ech iya Rin, sebentar”,Jawabku sambil meraih tas pundakku. Betapa terkejutnya diriku ketika tempat yang dimaksud oleh Karin adalah tempat yang tak sepantasnya sebagai tempat main cewek saat malam hari. Aku sangat takut saat itu, ini adalah tempat yang dilarang oleh Bapak dan Ibu. “Jangan sekali-kali Ningsih pergi ketempat-tepat Club malam”, itu pesan Bapak dan Ibu padaku. aku kebingungan saat mencari keberadaan Karin, lampu disko yang kelap-kelip dan suara tawa terbahak-bahak orang-orang yang sedang asyik berjoget membuatku semakin pusing dan ingin mutah. Tanpa pikir panjang lagi aku memutuskan untuk pergi dan meninggalakan Karin di sana.
Aku menangis sepanjang jalan yang ku lalui, kakiku semakin cepat melangkah, meninggalkan tempat terlarang itu. Tanpaku sadari aku sampai gang di dekat kampusku. Dengan memercepat langkah kaki Aku pulang menuju ke kemar dan aku menangisi semua kesalahan yang telah Aku perbuat dan semua aturan yang ku langgar. “Bapak Ibu maafkan Ningsih Buuuu,,,,,Ya Allah ampunilah hambamu ini Ya Rob”. Kataku dalam isak tangisku, hanya itu yang aku dapat katakan berkali-kali dan memohon ampun pada Allah karena aku telah masuk ketempat yang dilarang oleh aturan agama.
“Kenapa,,,kenapa,,,aku percaya pada teman yang baru saja aku kenal dan dia hanya merusak kehidupan ku dengan mengajari ku hidup yang konsumerisme dan hidup yang keluar dari batas-batas aturan”.Kataku mengungkapkan rasa kecewaku hati pada diriku sendiri. Lalu aku mengambil wudlu dan melaksanakan sholat malam untuk mendapatkan ketenangan batin dan mohon ampunan pada-Nya. Seusai sholat aku menangis dan terselinap di benakku “aku harus pulang ke rumah untuk mohon maaf pada Ibu dan Bapak atas apalarangannya yang aku langgar”.
Tanpa pikir panjang lagi pada esok harinya, aku menemui pengurus kampus dan meminta izin untuk pulang beberapa hari ke desa karena ada urusan yang penting. Tanpa pikir panjang pengurus pun memberikan izin padaku, dan aku langsung kembali menuju ke kamarku untuk mengambil baju yang telah aku siapkan di dalamnya. Karin yang ternyata sudah bangun pun memandangku, meski tadi malam ia telah meminta maaf padaku tapi rasa kecewa di hatiku masih ada padanya. Ia menawarkan untuk menghantarkanku tetapi aku menolaknya dengan halus, sambil tersenyum meyakinkan. “Ning Aku hantarkan sampai ke terminal ya”. “Ahhh tidak usah repot-repot Rin aku rindu untuk naik kendaraan umum ke terminal, aku sedang ingin menikmati dulu ketika awal massa aku ke sini”. Jawabku. Yang aku pikirkan sekarang yang terpenting adalah aku pulang dan menceritakan semua yang terjadi dan meminta maaf pada Bapak dan Ibu, dengan Bismilah aku memulai langkahku meniggalan Asrama Kampusku.
Aku memiliki pesan yang ingin aku sampaikan kepada teman-teman yang sedang berjuang menuntut ilmu untuk mewujudkan sebuah angan sepertiku. “Kawan Jangan Sekali-kali Kalian tergoda Akan kehidupan yang baru saja kalian kenal, Sampul yang bagus belum tentu dalamnya uga bagus dan menjamin, Jangan mudah prcaya Akan teman yang baru saja di kenal karena belum tetu mereka sebaik yang kita kira. Seletif dalam memilih pergaulan dan teman itu harus, peganglah prinsip hidupmu kalo kamu igin berhasil, dan selalu ingatlah pesan dari orang tua tercinta kita,Oke”.
_R._T._J._