sosiologi dan antropologi

universitas negeri semarang

Tradisi Rewang di Desa Kebondalem Kabupaten Pemalang

Pendahuluan

Rewang, salah satu tradisi masyarakat Jawa yang masih lestari hingga kini. Setiap ada keluarga yang punya gawe, warga berkumpul untuk membantu dalam berbagai kegiatan mulai dari memasak, menata dekorasi, hingga among tamu.

Tradisi rewang yaitu tradisi yang turun temurun dari nenek moyang pada zaman dahulu yang sekarang masih dijumpai disekitar kita. Walaupun di zaman modern yang serba instan ini untuk yang mempunyai hajatan di desa-desa banyak menggunakan catering tetapi di desa kebondalem kabupaten pemalang masih menggunakan rewang dalam hajatan. Hal ini untuk melestarikan tradisi yang sudah ada.

Rewang adalah wujud keharmonisan dalam kekerabatan antara masyarakat satu dengan yang lain. Tradisi rewang merupakan kesadaran sosial dalam bentuk bantuan terhadap orang lain agar bebannya menjadi lebih ringan. Selain itu, juga bertujuan untuk bersosialisasi dan menjaga hubungan komunikasi di dalam masyarakat. Tradisi rewang dilaksanakan dengan menekankan pada kesadaran sosial.

Hal yang menarik pada rewang yang ada di desa Kebondalem yaitu dengan adanya pembentukan panitia untuk memimpin dapur yang menjadi tangan kanan tuan rumah atau yang mempunyai hajatan yang bertanggung jawab atas berlajannya jamuan makanan selama hajatan berlangsung. Sebulan sebelum mengadakan hajatan tuan rumah atau yang mengadakan hajatan memberi tahu kepada tetangganya yang bisa dipercaya dan terbiasa dalam pengalaman yang mengelola jamuan hajatan.

Rewang tentunya bermakna untuk sesuatu kegiatan yang sangat positif terutama bagi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa sendiri yang memang kental dengan budaya gotong-royongnya karena dengan adanya rewang masyarakatnya akan saling gotong-royong dari masyarakat satu dengan masyarakatnya lain tanpa membeda-bedakan sehingga menimbulkan rasa saling membutuhkan dan membentuk kekerabatan yang harmonis didalam masyarakat khususnya tetangga.

Pembahasan

Kata rewang berasal dari bahasa Jawa yang artinya bantu atau sering disebut juga pembantu. Rewang merupakan salah satu tradisi masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai salah satu cara membantu keluarga atau tetangga yang sedang mengadakan hajatan seperti pernikahan, sunatan, aqiqah dll dengan membutuhkan tenaga untuk mengurus konsumsi dan kesibukan rumah tangga lain yang mempunyai hajatan.

Di desa Kobondalem tradisi rewang masih sangat terasa. Rewang di desa Kebondalem biasanya dalam bentuk membantu memasak makanan, menata dekorasi, among tamu dan menyajikan makanan yang dilakukan oleh ibu-ibu yang ada di sekitar rumah. Aktivitas rewang yang dilakukan ibu-ibu seperti memotong kentang, daging, bawang, membuat adonan kue, lemper, memasak nasi dll. Dalam hal ini rewang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan. Selain untuk mempererat persaudaraan aktivitas rewang juga sebagai ajang untuk besenda gurau, untuk bergosip, untuk mengetahui informasi terkini dll.

Hal yang menarik pada rewang yang ada di desa Kebondalem yaitu dengan adanya pembentukan panitia untuk memimpin dapur yang menjadi tangan kanan tuan rumah atau yang mempunyai hajatan yang bertanggung jawab atas berlajannya jamuan makanan selama hajatan berlangsung. Sebulan sebelum mengadakan hajatan tuan rumah atau yang mengadakan hajatan memberi tahu kepada tetangganya yang bisa dipercaya dan terbiasa dalam pengalaman yang mengelola jamuan hajatan. Selanjutnya pemimpin juru masak membentuk panitia kecil sendiri yang mempunyai tanggung jawab yang berbeda-beda. Seperti menyiapkan kayu bakar, tungku, dandang, panci, wajan, minyak tanah, menyiapkan gelas dll merupakan tugas bapak-bapak. Selain itu bapak-bapak ada juga yang menata kursi, meja, layos dll. Tugas ibu-ibu ada yang dikhususkan berbelanja dipasar. Ada tenda khusus yang disiapkan oleh tuan rumah, tenda itu berfungsi sebagai dapur umum. Tenda tersebut digunakan untuk tempat memasak makanan. Satu sampai tiga hari sebelum hajatan dimulai, tetangga yang berdekatan terutama kaum ibu rumah tangga, serta ibu RT (Rukun Tetangga) sudah berdatangan untuk membantu mempersiapkan belanja sayur-mayur, buah-buahan, daging, ayam dll. Mereka dari rumah masing-masing ada yang membawa panci berukuran besar, dandang berukuran besar , wajan berukuran besar, mangkok, piring dan gelas berjumlah banyak sesuai kebutuhan untuk hajatan serta alat-alat masak yang diperlukan. Ada beberapa rewang yang sengaja menyumbang atau memberi bahan masakan berupa beras, ketan, gula pasir, teh, telur dll. Dan tuan rumah pun menerimanya dengan senang hati. Tuan rumah tidak mengharuskan rewang menyumbang atau memberikan bahan masakan. Karena tuan rumah sudah mempersiapkan bahan masakan yang diperlukan.Tuan rumah senang apabila tetangganya ikut membantu dalam hajatannya.

Pada saat  pelaksanaan memasak secara otomatis kendali di dapur  atau di tenda masak dipegang seluruhnya oleh pemimpin juru masak yang dipercaya tangan kanan tuan rumah dan sudah berpengalaman dalam hal memasak. Ada semacam kesepakatan atau tatakrama tidak tertulis bahwa anggota keluarga, sanak saudara dan tuan rumah penyelenggara hajatan tidak diperkenankan menengok, melihat atau dengan bebasnya keluar masuk tempat mereka memasak.

Secara sosial diartikan bahwa dengan sering munculnya anggota keluarga atau penyelenggara hajatan ke tempat mereka memasak berarti mengurangi kepercayaan  pada tanggung jawab pemimpin juru masak dan para tetangga yang sedang rewang. Ketidak percayaan ini akan menimbulkan kesalahpahaman. Dan juga akan menghambat proses kegiatan memasak didapur.

Lalu jika ada anggota keluarga penyelenggara hajatan membutuhkan menu makanan mereka akan mengutus seseorang sebagai penghubung yang akan mengantar makanan kepada tuan rumah atau yang menyelenggarakan hajatan. Sehingga bisa terjadi sampai dengan perhelatan hajatan tersebut usai. Tuan rumah sebagai penyelenggara sama sekali tidak diperkenankan untuk masuk kedapur. Tuan rumah diperkenankan untuk tetap didepan menyambut para tamu yang hadir dalam hajatan tersebut. Tuan rumah memberikan senyuman,sapaan kepada para tamu.Tuan rumah juga mengajak berbincang-bincang kepada para tamu agar para tamu tidak bosan dalam hajatan tersebut.

Sedangkan bagi tetangga yang rewang akan seharian penuh berada di rumah penyelenggara hajatan bahkan kadang mereka hanya pulang malam dan esok pagi kembali lagi, dan ada juga yang sengaja menginap di rumah yang sedang menyelenggarakan hajatan untuk terus membantu memasak. Misalnya salah satu rewang selama tiga hari mereka masak dirumah penyelenggara hajatan. Maka setiap rewang akan mendapat kiriman makanan beserta lauk pauknya bagi anggota keluarga yang ditinggal selama rewang. Rewang yang membantu memasak juga akan mendapatkan jatah makanan, jajan dan minuman di tenda tersebut.

Rewang tentunya bermakna untuk sesuatu kegiatan yang sangat positif terutama bagi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa sendiri yang memang kental dengan budaya gotong-royongnya karena dengan adanya rewang masyarakatya akan saling gotong royong dari masyarakat satu dengan masyarakatnya lain tanpa membeda-bedakan sehingga menimbulkan rasa saling membutuhkan dan membentuk kekerabatan yang harmonis didalam masyarakat khususnya tetangga.

Tardisi rewang terbentuk karena adanya rasa saling tolong-menolong antara tetangga yang satu dengan tetangga yang lain sehingga dengan kesadaran sendiri membantu tetangganya yang berhajatan tanpa pamrih. Sehingga ketika dirinya mempunyai hajatan sendiri maka otomatis tetangga yang lain akan membantunya. Hal ini akan terjadi sebaliknya, ketika ada tetangga yang mempunyai hajatan tetapi tetangga yang berdekatan tidak ikut membantunya maka tetangga tersebut akan mendapatan tekanan moral dari tetangga sekitar yang berupa umpatan, peringatan lisan, atau gunjingan yang dapat menurunkan martabat dalam pergaulan di masyarakat atau di tetangga sekitar.

Tradisi rewang termasuk dalam resiprositas umum, merupakan individu atau kelompok memberikan barang atau jasa kepada individu atau kelompok lain tanpa menetukan batas waktu pengembalian. Disini masing-masing pihak percaya bahwa mereka akan saling memberi, dan percaya bahwa barang atau jasa yang diberikan akan dibalas entah kapan waktunya.

Dalam resiprositas ini tidak ada hukuman yang ketat dalam mengontrol seseorang untuk memberi atau mengembalikan. Hanya moral yang mengontrol dan mendorong pribadi-pribadi untuk menerima reiprositas umum sebagai kebenaran yang tidak boleh dilanggar.

Penutup

Rewang tentunya bermakna untuk sesuatu kegiatan yang sangat positif terutama bagi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa sendiri yang memang kental dengan budaya gotong-royongnya karena dengan adanya rewang masyarakatya akan saling gotong royong dari masyarakat satu dengan masyarakatnya lain tanpa membeda-bedakan sehingga menimbulkan rasa saling membutuhkan dan membentuk kekerabatan yang harmonis didalam masyarakat khususnya tetangga.

Tardisi rewang terbentuk karena adanya rasa saling tolong-menolong antara tetangga yang satu dengan tetangga yang lain sehingga dengan kesadaran sendiri membantu tetangganya yang berhajatan tanpa pamrih. Sehingga ketika dirinya mempunyai hajatan sendiri maka otomatis tetangga yang lain akan membantunya. Hal ini akan terjadi sebaliknya, ketika ada tetangga yang mempunyai hajatan tetapi tetangga yang berdekatan tidak ikut membantunya maka tetangga tersebut akan mendapatan tekanan moral dari tetangga sekitar yang berupa umpatan, peringatan lisan, atau gunjingan yang dapat menurunkan martabat dalam pergaulan di masyarakat atau di tetangga sekitar.

Tradisi rewang wajib untuk dipertahankan dan dilestarikan karena memiliki nilai universal yang tinggi, baik dalam hubungan kekeluargaan maupun prinsip tolong menolong. Melalui rewang tak ada perbedaan profesi, semua bahu membahu demi suksesnya sebuah gawe. Uniknya, para relawan rewang tak mendapat bayaran. Rewang mempunyai niat membantu dengan ikhlas tanpa mengharap balas jasa.

Daftar pustaka

Sairin sjafri, semedi. 2002. Pengantar antropologi ekonomi. Yogyakarta: pustaka pelajar.

https://sosbud.kompasiana.com/2012/07/28/tradisi-rewang-penyelenggara-pesta-tak-boleh-masuk-ke-dapur-474622.html

posted by Sofiyatin in antropologi and have Comments (11)

11 Responses to “Tradisi Rewang di Desa Kebondalem Kabupaten Pemalang”

  1. mrbayu berkata:

    judul jgn diisi matakuliah, tp isikan sesuai judul dari tulisan

  2. judulnya jangan pakai mata kuliah yaa 🙂

  3. datanya bagus sof, menambah informasi bagaimana sistem rewang di setiap daerah

  4. bagus kak, terimakasih atas informasinya

  5. Anis Istiqomah berkata:

    semangat menulis sof…

  6. Postingannya menambah wawasan saya yang notabene bukan asli masyarakat Pemalang
    terimakasih

  7. ignasia intan berkata:

    setuju deh sama komentar saudari Lenni 😀 hehe

  8. terimakasih, ini sangat membantu pengetahuan tentang kebiasaan yang ada di pemalang

  9. kok sama yaa tradisinya sm ditempatku? ahihhihi

Place your comment

Please fill your data and comment below.
Name
Email
Website
Your comment