EKOWISATA

Sebelum membahas mengenai perbedaan ekowisata dan pariwisata berkelanjutan, kita akan terlebih dahulu memahami definisi dari masing-masing istilah tersebut.

Definisi Ekowisata

Ekowisata secara sederhana dapat didefinisikan sebagai perjalanan wisata yang penuh tanggungjawab ke suatu destinasi dengan tujuan untuk menkonservasi alam serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Ekowisata tidak jarang didefinisikan sebagai sub-kategori dari pariwisata berkelanjutan atau segmen yang lebih besar dari wisata berbasis alam.

Ekowisata mencakup interpretasi atau pengalaman belajar yang disampaikan kepada kelompok-kelompok kecil wisatawan oleh pengelola bisnis pariwisata berskala kecil, dan menekankan pada kepemilikan lokal, terutama bagi masyarakat pedesaan.

Apa perbedaan antara ekowisata dan wisata berbasis alam?

Jika pariwisata berbasis alam hanya melakukan perjalanan ke tempat-tempat alami, ekowisata secara langsung memberikan manfaat bagi lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat lokal. Seorang wisatawan yang melakukan kegiatan wisata berbasis alam hanya dapat pergi mengamati burung saja, namun seorang ekoturis (orang yang melakukan ekowisata) pergi mengamati burung dengan pemandu lokal, tinggal di penginapan yang dimiliki oleh masyarakat lokal dan berkontribusi terhadap ekonomi masyarakat lokal.

Interpretasi Alam, Salah Satu Kegiatan dalam Ekowisata_compressed

Lalu bagaimana dengan perbedaan ekowisata dan pariwisata berkelanjutan?

Pariwisata berkelanjutan mencakup semua segmen industri dengan pedoman dan kriteria yang bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan, terutama penggunaan sumber daya yang tidak terbarukan.

Pariwisata berkelanjutan menggunakan standar yang terukur, dan ditujukan untuk meningkatkan kontribusi pariwisata terhadap pembangunan berkelanjutan serta pelestarian terhadap lingkungan.

Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa ekowisata merupakan suatu aktifitas pariwisata yang berupaya untuk meminimalisr dampak negatif terhadap kegiatan pariwisata, sementara pariwisata berkelanjutan merupakan suatu sistem yang kompleks, berkesinambungan serta terstandarisasi. Sehingga perbedaan ekowisata dan pariwisata berkelanjutan terletak pada ruang lingkupnya. Namun, dalam hal visi atau tujuan, ekowisata dan pariwisata berkelanjutan tidak memiliki perbedaan.

Baca juga :  Bumi Makin Rusak

Untuk sedikit memperjelas mengenai perbedaan ekowisata dan pariwisata berkelanjutan, di bawah ini terdapat sebuah infografis yang menunjukkan bahwa pariwisata berkelanjutan merupakan suatu sistem yang terpadu.

Infografis Aspek-aspek dalam Pariwisata Berkelanjutan

Pariwisata Berkelanjutan

  1. Meminimalisir dampak terhadap lingkungan dengan menggunakan standar yang jelas, salah satunya adalah standar daya dukung (carrying capacity) suatu destinasi wisata.
  2. Meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan daerah dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
  3. Harus meminimalisir pemakaian terhadap sumber daya yang tidak terbarukan
  4. Menopang kesejahteraan masyarakat setempat
  5. Menekankan kepemilikan lokal
  6. Mendukung upaya pelestarian lingkungan
  7. Berkontribusi terhadap kelestarian keanekaragaman hayati

Source :https://studipariwisata.com/analisis/perbedaan-ekowisata-dan-pariwisata-berkelanjutan/

Di kelompok Candi Arjuna terdapat empat candi utama dan satu candi pendamping

Menyelisik Kompleks Candi Tertua di JawaDari kanan ke kiri: Candi Semar, Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra. Kelompok Candi Arjuna ini terletak di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara.

Dataran tinggi Dieng identik dengan suhu yang dingin, panorama yang indah, aneka kuliner yang menggoda. Satu lagi, Dieng adalah gunungnya para dewa.

Menurut sejarahnya, Dieng berasal dari kata “Di” yang berarti gunung dan “Hyang” yang berarti dewa. Kedua kata tersebut yang membentuk Dieng, dengan arti gunung dimana para dewa bersemayam. Candi-candi Hindu beraliran Syiwa yang ditemukan di Dieng memperkuat cerita tersebut.

Menurut data Perpustakaan Nasional, candi-candi Dieng pertama kali ditemukan oleh seorang tentara Inggris pada tahun 1814. Sekumpulan candi itu berada dalam kondisi terendam genangan air telaga. 40 tahun kemudian, Van Kinsbergen memimpin pengeringan telaga dimana candi-candi ini berada. Proses pembersihan diteruskan pada 1864, dan selanjutnya dilakukan pencatatan dan pemotretan oleh Can Kinsbergen.

Salah satu yang paling terkenal dan menarik perhatian wisatawan lokal maupun asing adalah kompleks Candi Arjuna. Terletak di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, kompleks Candi Arjuna memiliki luas sekitar 1 hektare.

Di kelompok Candi Arjuna terdapat empat candi utama dan satu candi pendamping. Empat candi utama itu adalah Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa dan Candi Sembadra. Keempatnya berjajar dari utara ke selatan. Satu candi pendamping bernama Candi Semar berada di sebelah barat Candi Arjuna.

Sebagian besar arca dari kompleks candi ini disimpan di Museum Kailasa yang terletak di Selatan komplek candi. Sementara, sebagian yang lain sudah hilang.

1. Candi Arjuna

Memiliki luas sekitar 4m2, tubuh candi berdiri di atas batur setinggi satu meter. Pintu masuk berada di bagian barat, dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar dari tubuh candi dan Kalamakara di bagian atas pintu.

Candi ini diperkirakan merupakan candi tertua di Jawa. Candi Arjuna juga merupakan satu-satunya candi dalam kelompok ini yang memiliki candi pendamping atau candi sarana, yaitu Candi Semar yang terletak menghadap Candi Arjuna.

2. Candi Semar

Seperti yang tertulis di atas, Candi Semar adalah candi pendamping Candi Arjuna. Konon, bangunan ini digunakan sebagai gudang menyimpang senjata dan perlengkapan pemujaan. Berdiri di atas batur setinggi 50 meter, dinding candi ini dihiasi lubang ventilasi. Atap candi berbentuk limasan, namun puncak atapnya sudah hilang.

3. Candi Srikandi

Tidak seperti tiga candi utama lain yang dibangun untuk menyembah Dewa Syiwa, Candi Srikandi dibangun untuk menyembah Trimurti (tiga dewa), Syiwa, Brahma dan Wisnu. Hal tersebut ditunjukkan dari pahatan yang menggambarkan Wisnu di dinding utara, Syiwa di dinding timur dan Brahma di dinding selatan. Sayangnya, atap candi ini sudah rusak, sehingga tidak terlihat bentuk aslinya.

4. Candi Puntadewa

Batur yang menjadi alas candi ini cukup tinggi, 2,5 meter. Membuat candi ini tampak paling tinggi di antara candi-candi lain di kelompok ini. Selain bentuknya yang mirip dengan candi Sembadra, atap bangunan ini juga sudah hancur. Bahkan kini Candi Puntadewa “dihiasi” instalasi kayu untuk menopang tubuh candi.

5. Candi Sembadra

Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi 50 meter. Bentuk candi ini seperti bangunan tingkat dua jika dilihat sepintas. Lagi-lagi, puncak atap candi ini juga sudah hancur.

Source : https://nationalgeographic.co.id/berita/2015/08/menyelisik-kompleks-candi-tertua-di-jawa