Di tengah kelesuan ekonomi, bisnis PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk masih berkibar. Laba bersihnya tumbuh dua digit. Ini tak lepas dari strategi Direktur Utama Tan Lie Pin. Lalu, apa rencananya ke depan? Lily Salim, panggilan Tan Lie Pin, membeberkannya kepada jurnalis KONTAN Roy Franedya.
Industri produk telekomunikasi merupakan industri yang membesarkan nama saya. Saya kenal betul industri ini, lebih dari 20 tahun saya berkarier dalam industri itu. Mulai customer service manager hingga menjadi pembuat dan pengambil keputusan.
Saya ditunjuk sebagai Direktur Utama Tiphone Mobile pada 2012 lalu. Saya menerimanya karena merasa tertantang mengembangkan perusahaan ini lebih besar lagi.
Pendahulu saya memberikan fondasi yang cukup baik pada perusahaan. Beliau telah berhasil mengantarkan Tiphone Mobile listing di bursa melalui penawaran saham perdana atawa initial public offering (IPO). Kami pun punya dana segar untuk ekspansi dan berkembang.
Ketika diberi tanggungjawab sebagai direktur utama, yang ada dalam pikiran saya adalah meningkatkan bisnis level perusahaan, mempertahankan bisnis yang sudah ada, dan melakukan inovasi, agar kinerjanya terus berkembang.
Bisnis utama Tiphone Indonesia adalah penjualan pulsa isi ulang. Bisnis ini tetap dipertahankan sebagai tulang punggung pendapatan perusahaan. Alasannya, pulsa sudah menjadi salah satu kebutuhan mendasar. Orang bisa tidak makan, tapi pulsa harus tersedia agar bisa berkomunikasi dengan orang lain.
Cuma, bisnis ini tidak akan tumbuh siginifikan jika daya jangkaunya tidak bertambah. Karena itulah, saya fokus pada peningkatan jaringan PT Telesindoshop dan reseller. Kami terus menambah jaringan Telesindo Shop pada daerah-daerah yang punya potensi.
Untuk menjangkau yang berada di pelosok, kami mengandalkan reseller. Pada 2012 lalu, Telesindoshop memiliki 90 gerai dan 125.000 reseller aktif.
Oh, iya, Telesindoshop adalah anak usaha Tiphone Mobile. Tiphone Mobile mengakuisisi Teleshindoshop awal 2011 silam.
Tentu tak sebatas menambah jaringan. Saya juga mendorong para reseller berkembang dan menawarkan lebih banyak produk telekomunikasi pada masyarakat. Gampangnya, mereka menjadi supermarket.
Jika sekarang hanya jualan pulsa, besoknya mereka akan menjual aksesori bahkan telepon seluler (ponsel) yang tentu dipasok oleh Tiphone Mobile. Dengan berkembangnya bisnis mereka, tentu akan berdampak positif pada pendapatan kami.
Agar reseller berkembang, saya memanfaatkan kedekatan Tiphone Mobile pada perbankan. Kami berikan rekomendasi ke bank, reseller mana saja yang berperilaku dan berkinerja baik. Bank pun terbantu mengindentifikasi debitur sebelum memberikan pinjaman.
Strategi lainnya, saya berusaha meningkatkan kinerja perusahaan ini dengan memperkuat ekosistem bisnis. Tiphone Mobile juga merupakan distributor resmi dan terbesar dari PT Telkomsel.
Tapi, untuk bisa berkomunikasi, masyarakat tidak hanya butuh pulsa, mereka juga butuh ponsel. Nah, kami berusaha untuk menjadi distributor beberapa merek yang dianggap punya nama dan banyak peminatnya di Indonesia.
Untuk mewujudkannya, kami lakukan dengan cara merger atau akuisisi. Tahun 2013, Tiphone Mobile mengakuisisi
PT Mitra Telekomunikasi Selular. Perusahaan ini importir resmi produk-produk Apple.
Di tahun yang sama, kami juga mengakuisisi PT Perdana Mulia Mukmur dan PT Point Multimedia Nusantara. Kedua perusahaan ini adalah distributor resmi produk Samsung. Keputusan ini kami ambil karena ingin menjajakan produk Samsung, tapi Samsung sudah menutup peluang distributor resmi mereka di Indonesia bertambah.
Mau mendengar
Boleh dikatakan, sejauh ini cara yang telah saya rumuskan cukup berhasil. Sekarang Tiphone Mobile memiliki hampir 100 cabang dan lebih dari 200.000 reseller yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Kinerja perusahaan ini juga terus menunjukkan hasil positif. Itu tercermin dari pertumbuhan pendapatan laba bersih. Bahkan, dalam kondisi ekonomi sulit, kinerja kami bisa tumbuh dua digit.
Sepanjang semester I–2015, Tiphone Mobile berhasil mencatatkan laba bersih sebanyak Rp 182,52 miliar, tumbuh 19,4% dibanding periode yang sama tahun 2014 lalu. Aset kami juga tumbuh sebesar 26,49% menjadi Rp 6,35 triliun.
Selain strategi yang tepat, kunci sukses Tiphone Mobile juga terletak pada manajemen sumber daya manusia (SDM). Soalnya, merekalah yang menjadi pelaksana dari strategi tersebut.
Sebagai pemimpin, saya selalu berusaha menginsipirasi tim. Di depan saya memberi teladan, di tengah saya berusaha memberi semangat, dan di belakang saya memberi dorongan untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati.
Saya memang lebih banyak memberikan contoh dengan turun langsung ke lapangan. Biasanya, karyawan hanya menyerap 50% materi workshop dan implementasi seringkali beda dengan teori. Lagipula, saya punya segudang pengalaman dalam industri ini karena memulai karier dari bawah. Saya anggap cara ini sangat efektif dalam mengontrol kinerja karyawan.
Tiphone Mobile memiliki 2.000 karyawan–3.000 karyawan tenaga pemasaran. Akan susah dikendalikan bila tidak diawasi secara langsung.
Selain itu, saya juga menciptakan atmosfer kerja yang nyaman. Saya berusaha memfasilitasi kebutuhan karyawan sesuai dengan bidangnya, juga mengenali potensi mereka dan memberdayakan talenta yang dimiliki. Dengan begitu, saya akan menempatkan seseorang di posisi yang seharusnya. Dan, saya beruntung karena punya SDM yang solid, berpengalaman lebih dari 10 tahun dalam bisnis distribusi telekomunikasi.
Kunci lainnya adalah: mau mendengar. Saya sering melakukan kunjungan ke daerah-daerah, menyambangi reseller. Saya berusaha mempelajari kebiasaan mereka dan mendengar keinginan mereka. Bagi saya, ini penting. Dengan mengetahui keinginan dan kebiasaan reseller, saya bisa menciptakan bisnis dan sinergi lebih baik lagi.
Pabrik baru
Tentu, ke depan Tiphone Mobile akan terus berekspansi. Saya punya mimpi: Tiphone Mobile sebagai perusahaan distribusi telekomunikasi dan digital terbesar. Kami ingin seperti Unilever dan P&G.
Jika kedua perusahaan ini bergerak dalam distribusi barang kebutuhan konsumen, maka kami di produk telekomunikasi. Unilever dan P&G mempunyai produk yang beragam dan distribusi yang handal. Karena itu, mereka bisa menekan biaya pengiriman. Jika hanya mengirim satu produk saja, sudah pasti biayanya bakal tinggi.
Makanya, saya terus berusaha memperkuat dan memperluas jaringan distribusi Tiphone Mobile. Saya juga berusaha melengkapi ekosistem bisnis yang ada. Tujuannya, agar jaringan distribusi tidak sia-sia.
Dari situ, saya berencana membangun pabrik ponsel di daerah Cikarang, Bekasi, dengan menggandeng Arima Communications. Kebijakan ini didasarkan pada regulasi baru pemerintah.
Dulu, banyak perusahaan tidak terpikir bikin pabrik ponsel lokal karena alasan praktis. Perusahaan lebih memilih mengimpor full set ponsel dan tidak dikenakan pajak barang mewah. Sementara jika mengimpor spearpart ponsel, ada pajak 5%.
Sekarang, regulasinya berbeda. Pemerintah mendorong perusahaan bikin ponsel di dalam negeri dan wajib memakain konten lokal.
Saya juga melihat pembuatan ponsel lokal memiliki peluang bisnis yang cerah, bersinergi dengan kebijakan pemegang saham. Tahun lalu, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk resmi menjadi pemegang saham Tiphone Mobile. Melalui anak usahanya PT PINS Indonesia, Telkom memiliki 25% saham Tiphone Mobile.
Saat ini Telkom sedang memutar otak mendongkrak kinerja. Pendapatan perusahaan telekomunikasi pelat merah ini terancam stagnan lantaran pasar kelewat penuh. Salah satu caranya, dengan mendorong pelanggan yang selama ini memakai jasa telepon (voice) dan pesan singkat (SMS) menjadi pelanggan data. Jumlahnya mencapai 70 juta pelanggan.
Berdasarkan karakteristik, pelanggan tersebut adalah orang-orang yang efisien, tidak memerlukan ponsel mahal. Yang mereka butuhkan adalah ponsel murah dengan layanan yang optimal.
Di sinilah peran Tiphone Mobile. Pabrik tersebut akan memasok kebutuhan bagi pelanggan Telkom yang membutuhkan ponsel murah dengan layanan optimal.
Rencana lain ke depan, Tiphone Mobile akan memperbesar pendapatan dari jasa yang diberikan. Kami sedang mengurus izin dari regulator untuk menggarap bisnis branchless banking. Nantinya, masyarakat bisa melakukan setoran dan tarik tunai, pembayaran tagihan listrik dan air, hingga pembayaran cicilan pinjaman di reseller kami. Platform untuk ini sedang kami kembangkan.
Di Malaysia, Telekomunikasi Indonesia International (Telin) Sdn. Bhd. mempercayakan kami membuka jaringan distribusi voucher prabayar. Kami membidik enam juta tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di perkebunan.
Di Singapura, Telkomsel dan Singtel mempercayakan kami mengelola GraPARI. Kami menyediakan sumber daya untuk memperbaiki produk Telkomsel dan Singtel jika ada keluhan dari pelanggan hingga isi pulsa.
Dengan berbagai rencana ini, saya yakin Tiphone memiliki potensi untuk terus tumbuh.