Stock Investment dan Capital Gain

https://radio.unsa.edu.ar/imagenes/CapitaldeTrabajo.jpg

Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham:

1. Dividen
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham – atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.

2. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.

Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain:

1. Capital Loss
Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli dengan harga Rp 2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 1.400,- per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp 1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 600,- per saham.

2. Risiko Likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.

Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.

Mengenal Indeks Harga Saham Gabungan

https://www.jokowinomics.com/media/static/images/2015/09/IHSG2.jpg
Masyarakat umum apalagi investor sudah banyak yang akrab dengan istilah Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG. Namun, tak banyak yang mengetahui apa fungsi IHSG, bagaimana menghitung nilai IHSG, dan apa saja faktor yang menyebabkan

perubahan nilai IHSG. Artikel ini akan mengajak Anda untuk mengenal IHSG lebih dalam lagi.

APA ITU INDEKS SAHAM
Umumnya di bursa saham dunia mengenal lebih dari satu indeks. Contohnya di AS, ada S&P500, Dow Jones, Nasdaq. Sedangkan di BEI, ada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau Jakarta Composite Index (JCI), Indeks LQ45, Jakarta Islamic Index (JII), Indeks Sektoral, serta Indeks Individual. Selain indeks utama tersebut, indeks lainnya adalah Kompas-100 dan Bisnis-27.

IHSG pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983. Tapi, hari dasar perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100. Kalau IHSG merepresentasikan rata-rata dari seluruh saham di BEI, LQ45 hanya menghitung indeks untuk 45 saham unggulan yang cukup aktif. Jakarta Islamic Index (JII) memuat 30 saham pilihan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Indeks sektoral sesuai namanya memuat saham yang memiliki kesamaan bidang bisnis. Sedangkan Indeks Individual, tentu saja satu saham saja.

Kompas-100 adalah indeks dari 100 saham yang diterbitkan para analis harian Kompas. Sedangkan Bisnis-27 adalah indeks yang dirilis harian Bisnis Indonesia.

FUNGSI IHSG
Indeks harga saham mempunyai tiga manfaat utama. Yaitu: sebagai penanda arah pasar, pengukur tingkat keuntungan, dan tolok ukur kinerja portofolio.

1. Penanda Arah Pasar
Boleh dibilang, Indeks merupakan nilai representatif atas rata-rata dari sekelompok saham. Karena menggunakan harga hampir semua saham di BEJ dalam perhitungannya, IHSG menjadi indikator kinerja bursa saham paling utama. Gampangnya, jika ingin melihat kondisi bursa saham saat ini, kita tinggal melihat pergerakan angka IHSG.

Jika IHSG cenderung meningkat seperti yang terjadi akhir-akhir ini, artinya harga-harga saham di BEI sedang meningkat. Sebaliknya, jika IHSG cenderung turun, artinya harga-harga saham di BEI sedang merosot. Sekedar catatan, persentase kenaikan atau penurunan IHSG akan berbeda dibanding dengan kenaikan atau penurunan harga masing-masing saham. Kadang ada kalanya peningkatan atau penurunan harga saham melebihi atau bahkan berlawanan dengan pergerakan angka IHSG.

2. Pengukur Tingkat Keuntungan
Misalnya kita dapat menghitung secara rata-rata berapa keuntungan berinvestasi di pasar saham. Sekarang di tahun 2013, IHSG bernilai 4400. Lima tahun lalu IHSG bernilai 1400. Kita dapat menghitung secara sederhana berinvestasi selama 5 tahun dari tahun 2008-2013 menghasilkan keuntungan (4400-1400)/1400*100% = 214%. Secara rata-rata per tahun keuntungan berinvestasi di pasar saham adalah 214%. Berarti per tahun 42,8%. Angka tersebut belum termasuk keuntungan dari dividen.

Tahun IHSG
2008 1400
2013 4400
Keuntungan 214%

3. Tolok ukur kinerja portofolio
Bila Anda memiliki reksadana atau portofolio saham, Anda bisa membandingkan kinerjanya dengan IHSG. Misalnya dalam 5 tahun terakhir IHSG naik sebanyak 214%. Kalau reksadana atau portofolio Anda kinerjanya di bawah angka tersebut, sebaiknya Anda perlu berganti strategi.

CARA MENGHITUNG IHSG
Secara umum, ada dua cara untuk menghitung indeks saham. Cara pertama adalah dengan Price Weight / Simple Average. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Rumus Indeks Saham

P adalah harga saham. Nd adalah nilai dasar, yaitu nilai yang dibentuk berdasarkan jumlah saham yang tercatat dalam suatu waktu tertentu. Metode ini dipakai untuk menghitung indeks saham Dow Jones (Dow Jones Industrial Average/DJIA). Jadi jumlah harga 30 saham langsung dibagi nilai dasar. Indeks ini tidak menggunakan pembobotan pada masing-masing saham karena karena DJIA merupakan indeks 30 saham terpilih di bursa New York. Sebanyak 30 saham yang masuk dalam DJIA diasumsikan telah memiliki bobot yang setara, sehingga penghitungan bobot dianggap tidak perlu lagi. Sebagai catatan, 30 saham ini boleh dibilang mewakili setiap industri di Amerika Serikat (AS) dan memiliki likuiditas transaksi yang tinggi.

Cara kedua adalah dengan menggunakan Capitalization Weight / Weighted Average. Cara inilah yang digunakan untuk menghitung IHSG dan S&P500. Rumusnya adalah:

Rumus Indeks Saham

P adalah harga saham di pasar reguler. Q adalah bobot atau jumlah masing-masing saham. Nd adalah nilai dasar, yaitu nilai yang dibentuk berdasarkan jumlah saham yang tercatat dalam suatu waktu. Nilai dasar ini bisa berubah jika ada aksi korporasi yang menyebabkan jumlah saham berkurang atau bertambah.

Sederhananya, setiap saham dihitung terlebih dahulu kapitalisasi pasarnya. Kemudian dijumlahkan seluruh kapitalisasi pasar untuk semua saham, lalu dibagi dengan nilai dasar, kemudian dikalikan dengan 100. Menurut informasi, kapitalisasi pasar yang dijumlahkan ini berbeda dengan nilai kapitalisasi pasar seluruh saham di BEI, karena ada saham-saham yang tidak perhitungkan dalam penghitungan indeks. Kenapa demikian? Saham-saham yang tidak diperhitungkan ini menjadi rahasia BEI. Pihak BEI memiliki kriteria sendiri atas saham-saham yang bisa dimasukkan dalam penghitungan IHSG.

APA EFEK PEMBOBOTAN INI?
Karena pembobotan tersebut, kenaikan atau penurunan IHSG sangat bergantung pada pergerakan saham-saham berkapitalisasi besar. Karena itulah muncul istilah beberapa saham yang disebut-sebut sebagai motor penggerak IHSG.

Misalnya saham PR Astra Internasional (ASII) di tahun 2012 memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 277,31 triliun. Nilai ini merupakan 7% dari seluruh kapitalisasi pasar BEI sebesar Rp 3.916 triliun. Dengan kapitalisasi pasar sebesar itu, kenaikan atau penurunan sedikit saja bisa memberi dampak lumayan pada IHSG. Oleh sebab itu, jika IHSG naik atau turun tajam, dapat dipastikan perubahan tersebut didorong oleh kenaikan harga-harga saham berkapitalisasi besar atau yang lebih dikenal sebagai Big Cap.

Source : https://www.juruscuan.com/investasi/184-mengenal-indeks-harga-saham-gabungan-ihsg